Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

SARAF
4.1 ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG
DEMAM

4.1.1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala
dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia
yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia
anak dibawah lima tahun.

4.1.2. Patofisiologi
Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak,
trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala
putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan
anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1. Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra
ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit

91

Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom


Smith Lemli Opitz.
2. Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,
ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3. Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan
diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran
sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit
lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan
konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya
membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai
65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada
anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat
terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat
terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
92

neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang


berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala
sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin
timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak
menderita epilepsy. Untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam
menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan.

4.1.3. Klasifikasi Kejang


Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan
kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
93

komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan
tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi
lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang
menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang
klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang
ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi
besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan
tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang
mioklonik pada bayi tidak spesifik.

4.1.4. Diagnosa Banding Kejang Pada Anak


Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan
mioklonus nokturnal benigna.
a. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering
membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini
dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia,
hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati
hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan
irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya
menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti
napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 15 detik.
Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung,
94

tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut
pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 15 detik terdapat pada
hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR
perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang
otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang
termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang
yang lain dan tidak disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang
waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan
fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan
tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang
klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat
dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur
tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak
memerlukan pengobatan

4.1.5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang
merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan
tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaks
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera
dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 4
ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa
10 % sebanyak 60 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca glukosa hendaknya
disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian
dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin,
berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk
larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV)
95

sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum


menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti
hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk
bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme
sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak
karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan
dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas
kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat
pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi
peningkatan bilirubin dalam darah.

4.1.6. Pemeriksaan Fisik Dan Laboratorium


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,
pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1. Lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal
yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan
adanya kelainan struktur otak.
2. Kesadaran

tiba-tiba

menurun

sampai

koma

dan

berlanjut

dengan

hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil


terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan
terjadinya perdarahan intraventikular.
3. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan
oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan
kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau
fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi
pada ibu.
4. Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial
yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
96

5. Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau


subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena
yang berkelok kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6. Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7. Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula
dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap
terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1. Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin
secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia
dan analisis gas darah.
3. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan
kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan
bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia.
Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan
hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga
diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai
prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai /
menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan
untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan
kejang tidak dapat meramalkan prognosis.

97

6. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan


diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a. Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b. Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,
citomegalovirus dan virus herpes.
c. Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih
besar dari aturan baku
d. USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular
e. Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
f. Top

coba

subdural,

dilakukan

sesudah

fungsi

lumbal

bila

transluminasi positif dengan ubun ubun besar tegang, membenjol


dan kepala membesar.

4.1.7. Tumbuh Kembang Pada Anak Usia 1 3 Tahun


Fisik
Ubun-ubun anterior tertutup.
Physiologis dapat mengontrol spinkter
Motorik kasar
Berlari dengan tidak mantap
Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
Menarik dan mendorong mainan
Melompat ditempat dengan kedua kaki

Dapat duduk sendiri ditempat duduk

Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh

Motorik halus
Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
Melepaskan dan meraih dengan baik
Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
Menggambar dengan membuat tiruan
Vokal atau suara
Mengatakan 10 kata atau lebih
98

Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh

Sosialisasi atau kognitif


Meniru
Menggunakan sendok dengan baik
Menggunakan sarung tangan
Watak pemarah mungkin lebih jelas
Mulai sadar dengan barang miliknya

4.1.8. Dampak Hospitalisasi


Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan
hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal,
takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat
berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap
jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru
tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan
yang memberi pengobatan atau perawatan
8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
99

2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)


3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut

4.1.9. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik
yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata ,
kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan
lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor
pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang
ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan
otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi
serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
100

4.1.10.Intervensi
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
Tujuan

:Cidera / trauma tidak terjadi

Kriteria hasil

:Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan,


meningkatkan keamanan lingkungan

Intervensi

:Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.


Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang.
Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.
Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.
Lindungi klien dari trauma atau kejang.

Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neuromuskular
Tujuan

:Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi

Kriteria hasil

:Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi


mukosa tidak ada, RR dalam batas normal

Intervensi

:Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau


semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian therapi

Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan

:Aktivitas kejang tidak berulang

Kriteria hasil

:Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal

Intervensi

:Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian


tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak
dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.

101

Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan

:Kerusakan mobilisasi fisik teratasi

Kriteria hasil

:Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien


teratasi

Intervensi

:Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi


klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien
dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan klien.

Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan

:Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil

:Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam,


keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan
dan kondisi klien.

Intervensi

:Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan


keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit
kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga
untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan
keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

4.1.11. Evaluasi
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningkat

102

Anda mungkin juga menyukai