Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

KEJANG DEMAM

Oleh :

Syahban Fahrul Fazri 201410330311107

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering pada anak.

Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak satu kali kejadian

kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita tertinggi ditempati oleh anak

yang berusia kurang dari tiga tahun. Data epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000

anak mendapatkan kejang dan 30.000 diantaranya berkembang menjadi status

epilepsy.

Salah satu bentuk kejang yang sering dijumpai pada anak adalah kejang

demam. Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu ≥ 100.4° F atau 38°C),

tanpa infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan.

Kejang demam terjadi pada 2% sampai 5% dari semua anak-anak, dengan demikian

menjadi bentuk yang paling umum terjadi. Pada tahun 1976, Nelson dan Ellenberg,

menggunakan data dari National Collaborative Perinatal Project dan ditetapkan

bahwa kejang demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang

demam simpleks didefinisikan sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang

berlangsung selama kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari

15 menit, dan atau berulang dalam waktu 24 jam. Anak-anak yang mengalami kejang

demam simpleks tidak terbukti meningkat risiko kematiannya, hemiplegia, atau

keterbelakangan mental. Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes
of Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis yang

sangat baik.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang

Kejang Demam mengenai definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,

dan penatalaksanaannya.

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis maupun pembaca mengenai Kejang Demam beserta patofisiologi

dan penangananannya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu ≥ 100.4° F atau

38°C), tanpa infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6

sampai 60 bulan. Epilepsi adalah kondisi dimana terjadi kejang berulang

karena ada proses yang mendasari.3 Sedangkan intractable seizure adalah

kejang dimana penggunaan obat - obatan tidak cukup kuat untuk menangani

kejang.

2.2 Klasifikasi Kejang

Menurut International League against Epilepsy, kejang dapat diklasifikasikan

menjadi:

1. Kejang parsial

Kejang parsial adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibatan

satu hemisfer serebri. Kejang parsial dapat berkembang menjadi kejang umum

pada 30% anak yang mengalami kejang. Pada umumnya kejang ini ditemukan

pada anak berusia 3 hingga 13 tahun . Kejang parsial dapat dikelompokkan

menjadi:

 Kejang parsial simpleks

Kejang parsial simpleks adalah bentuk kejang parsial yang tanpa

disertai dengan perubahan status mental. Kejang ini sering ditandai

dengan perubahan aktivitas motorik yang abnormal, sering terlihat pola


aktivitas motorik yang tetap pada wajah dan ekstremitas atas saat episode

kejang terjadi. Walaupun kejang parsial simpleks sering ditandai dengan

perubahan abnormal dari aktivitas motorik, perubahan abnormal dari

sensorik, autonom, dan psikis.

 Kejang parsial kompleks

Kejang parsial kompleks ditandai dengan perubahan abnormal dari

persepsi dan sensasi, dan disertai dengan perubahan kesadaran. Pada saat

kejang, pandangan mata anak tampak linglung, mulut anak seperti

mengecap – ngecap, jatuhnya air liur keluar dari mulut, dan seringkali

disertai mual dan muntah.

 Kejang parsial dengan kejang umum sekunder

Kejang parsial dapat melibatkan kedua hemisfer serebri dan

menimbulkan gejala seperti kejang umum. Kejang parsial dengan kejang

umum sekunder biasanya menimbulkan gejala seperti kejang tonik klonik.

Hal ini sulit dibedakan dengan kejang tonik – klonik.

2. Kejang Umum

Kejang umum adalah kejang yang berhubungan dengan keterlibata

kedua hemisfer serebri. Kejang umum disertai dengan perubahan

kesadaran. Kejang umum dapat dikelompokkan menjadi :

 Kejang tonik klonik (grand mal seizure)

 Kejang tonik

 Kejang mioklonik
 Kejang atonik

 Kejang absens

3. Kejang tak terklasifikasi

Kejang ini digunakan untuk mengklasifikasikan bentuk kejang yang tidak

dapat dimasukkan dalam bentuk kejang umum maupun kejang parsial.

Kejang ini termasuk kejang yang terjadi pada neonatus dan anak hingga

usia 1 tahun.

2.3 Etiologi

Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam:

 Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas,

otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih,

kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

 Efek produk toksik daripada mikroorganisme

 Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

 Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

 Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak

diketahui atau enselofati toksik sepintas.

2.4 Patofisiologi

Pada demam, kenaikan suhu 10 C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan

suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam

waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran

listrik. dengan bantuan ”neurotransmitter”, perubahan yang terjadi secara tiba-

tiba ini dapat menimbulkan kejang.

2.5 Manifestasi klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh

infeksi susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis,

furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu

demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-

klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang

berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah

beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa

adanya kelainan saraf.

2.6 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis pada kasus kejang demam dapat dilakukan

sebagai berikut:

1. Anamnesis

 Kejadian Pre-Iktal

 Kejadian saat kejang

 Kejadian post – iktal


2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh. Tanda – tanda vital

meliputi denyut nadi, laju pernapasan, dan terutama suhu tubuh harus

diperiksa, karena demam merupakan penyebab utama kejang pada anak –

anak. Periksa kepala apakah ada kelainan bentuk, tanda – tanda trauma kepala,

serta tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial. Periksa leher apakah

terdapat kaku kuduk. Pemeriksaan neurologis secara menyeluruh juga penting

dilakukan.

3. Pemeriksaan Penunjang

Penentuan ada tidaknya kejang ditentukan oleh kondisi klinis pasien yang

tepat sesuai klinis, tetapi pemeriksaan penunjang juga dapat membantu dalam

mempertajam diagnosis dari kejang tersebut. Pemeriksaan penunjang yang

dapat di lakukan adalah :

 Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal tidak dianjurkan pada anak-anak dengan hemodinamik

yang tidak stabil. Sangat dipertimbangkan untuk melakukan pungsi

lumbal pada anak kurang dari 12 bulan dan anak kurang dari 18 bulan.

 Pencitraan

Neuroimaging tidak diindikasikan setelah episode kejang demam

sederhana, tapi bisa dipertimbangkan ketika ada fitur klinis dari

gangguan neurologis, misalnya mikrosefali atau makrosefali, defisit

neurologis yang sudah ada, defisit neurologis post-iktal bertahan


selama lebih dari beberapa jam, atau ketika ada kejang demam

berulang yang kompleks, atau kejang yang dicurigai bukan kejang

demam Magnetic Resonance Imaging lebih sensitif dibandingkan

Computed Tomography untuk mendeteksi proses intrakranial yang

dapat menyebabkan kejang.

 Electroencephalography (EEG)

Kelainan epileptiform relatif umum didapatkan pada anak-anak dengan

kejang demam. EEG sendiri memiliki sensitivitas yang rendah pada

anak di bawah usia tiga tahun dengan kejang dan peran yang terbatas

dalam diagnosis gangguan ensefalopatik akut.

2.7 Tatalaksana

Kecenderungan sifat kejang demam adalah singkat dan kejang biasanya

telah berhenti saat sampai diruang UGD. Penatalaksanaan kejang demam pada

anak mencakup tiga hal yaitu :

1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau

fungsi vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan

obat pilihan utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika

tidak ada diazepam, dapat digunakan luminal suntikan intramuskular

ataupun yang lebih praktis midazolam intranasal.9 Jika kejang masih

terlihat maka penanganan dengan intra vena diazepam dan lorazepam

adalah mutlak.
2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi

lumbal pada saat pertama kali terjadinya kejang demam. Pungsi lumbal

dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis

sulit ditemukan.

3. Pengobatan profilaksis

 Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien

demam (suhu rektal lebih dari 38◦C) dengan menggunakan diazepam

oral atau rektal, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.

 Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat

tiap hari untuk mencegah berulangnya kejang demam.

Diazepam rektal (0,5 mg /kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus

diberikan jika akses intravena tidak dapat diberikan. Midazolam yang

diberikan secara bukal (0,5 mg/kg; dosis maksimal 10 mg/kg) lebih

efektif daripada diazepam rektal untuk anak.1 Pemberian midazolam

secara bukal dicapai dengan mengalirkan sesuai dosis antara pipi dan gusi

dari rahang bawah dengan pasien dalam posisi pemulihan dari fase

kejang. Penyerapan teknik ini secara langsung melalui mukosa bukal,

memberikan hasil yang lebih cepat daripada midazolam yang ditelan.2

Lorazepam yang diberikan secara intravena setidaknya sama efektifnya

dengan diazepam intravena dan berhubungan dengan efek samping yang

lebih sedikit (termasuk depresi pernafasan) dalam pengobatan kejang

tonik klonik akut.


BAB III

KESIMPULAN

Kejang demam adalah kejang disertai demam (suhu ≥ 100.4° F atau 38°C), tanpa

infeksi sistem saraf, yang terjadi pada bayi dan anak-anak 6 sampai 60 bulan. Kejang

demam diklasifikasikan sebagai simpleks atau kompleks. Kejang demam simpleks

didefinisikan sebagai kejang yang terjadi setelah demam, yang berlangsung

selamakurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam

kompleks didefinisikan sebagai kejang fokal, berlangsung lebih dari 15 menit, dan

atau berulang dalam waktu 24 jam.Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam

pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk

tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang

berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa

detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup tiga hal yaitu: Pengobatan

fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi vital tubuh, mencari

dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi lumbal pada saat

pertama kali terjadinya kejang demam, dan pengobatan profilaksis


DAFTAR PUSTAKA

1. Guidelines and Protocols Advisory Committe. Febrile Seizure. British Columbia

Medical Association. 2010.

2. Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With

a Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011 Feb:2(127);390-394

3. Fauci A, Braunwald E, Kasper D, Hauser S, Longo D, Jameson J, et al. Epilepsy.

Di Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition: McGraw

Hill. 2008.

4. Friedman M.J, Sharrieff G. Q. Seizures in Children. Pediatric Clin N Am.

2006;53:257-277

5. Major P, Thiele E.A. Seizures in Children: Determining the Variation. Pediatrics

in Review. 2007;28:363-371.

6. Lumban tobing, SM.2003.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada

Anak.Jakarta : FKUI

7. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC

8. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

9. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002:2(4);59-

62.

10. Breton A. N. Seizures: Stages, Types, and Care. 10th Emergency & Critical Care

UK Annual Congress. 2013

Anda mungkin juga menyukai