Anda di halaman 1dari 14

REFARAT

KEJANG DEMAM

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior
Ilmu Bedah Di RSUD Dr. R M Djoelham Kota Binjai

Oleh
Novita Leny Giawa
102119075

Pembimbing :

dr. Tengku Ellya Fazila, Sp. A

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU KEDOKTERAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. R M DJOELHAM
KOTA BINJAI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus degan judul “Kejang Demam”.

Penulisan laporan ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Kedokteran Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Batam.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada


pembimbing, yakni dr. Tengku Ellya Fazila, Sp. A yang telah meluangkan
waktu dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dalam
kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya semoga
refarat ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Binjai, Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................2

a. Definisi Kejang Demam..........................................................2


b. Epdemiologi.............................................................................2
c. Etiologi.....................................................................................2
d. Patofisiologi.............................................................................3
e. Klasifikasi................................................................................4
f. Tanda dan Gejala.....................................................................4
g. Diagnosis..................................................................................4
h. Penatalaksanaan.......................................................................6
i. Komplikasi...............................................................................9
j. Prognosis.................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

iii
Latar Belakang

Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 derajat C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neorologis yang paling sering ditemui pada anak , terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Wulandari &Erawati, 2016).

Kejang demam anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih dari 15 menit)
dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak sehingga menjadi Epilepsi, kelumpuhan
bahkan retardasi mental (Aziz,2008). Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan
yang lain tidak sama, tergantung nilai ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu,setiap
serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang
berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa
mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan bisa menyebabkan kematian (Fida&Maya,
2012). Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai
risiko menyebabkan keterlambatan perkembangan, retardasi mental, kelumpuhan dan juga 2-
10% dapat berkembang menjadi epilepsi (Mohammadi, 2010).

Menurut WHO tahun 2012 kejang demam yang berakibat epilepsy terdapat 80%
dinegara-negara miskin dan 3,5-10,7/1000 penduduk dinegara maju, sedangkan di Indonesia
kejang demam yang berakibat epilepsy terdapat 900 ribu sampai 1800 ribu penderita dan
penanganannya pun belum menjadi prioritas dalam system kesehatan nasional. Estimasi
jumlah kejadian kejang demam 2-5 % anak antara umur 3 bulan-5 tahun di Amerika Serikat
dan Eropa Barat. Insiden kejadian kejang demam di Asia 3,4%-9,3% anak Jepang, dan 5% di
india (Andretty,2015).

Penanganan ibu tentang kejang demam dan penatalaksanaannya diindonesia juga


sangat bervariasi , mengingat hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan
pertimbangan rasa takut atau khawatir dan kebingungan orang tua terhadap anaknya ketika
mengalami serangan kejang demam, diperlukan upaya pencegahan terhadap berulangnya
serangan kejang demam tersebut.

1
2

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

A. DEFINISI
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts
Epilepsy adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4 0C tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di
atas 1 tahun tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Demam pada kejang
demam umumnya disebabkan oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak seperti
infeksi infeksi traktus respiratorius dan gastroenteritis.
B. EPIDEMIOLOGI
Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang demam
tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak
berusia antara 3 bulan sampai dengan 5 tahun. Menurut The American Academy Of
Pediatric usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan. Kejang demam merupakan
salah satu kelainan saraf tersering pada anak. Berkisar 2% - 5%. Anak dibawah 5
tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang
demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang
demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden
bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Di berbagai negara
insiden dan prevalensi kejang demam berbeda. Di Asia prevalensi kejang demam
meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang
kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9% bahkan di kepulauan mariana (Guam),
telah dilaporkan insidensi kejang demam yang lebih besar, mencapai 14%.
C. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu intrakranial
dan ekstrakranial:
1. Intrakranial
Penyebab intrakranial dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
Penyebab intrakranial primer disebut juga idiopatik. Sedangkan sekunder dapat
disebabkan karena neoplasma intrakranial, kelainan kongenital seperti
hidrosefalus, infeksi seperti meningitis dan ensefalitis, dan trauma kepala.
3

2. Ekstrakranial
Penyebab ekstrakranial biasa disebabkan karena gangguan metabolisme seperti
hipoglikemia, hipokalsemia, hepatik ensefalopati, uremia, hiperproteinemia,
hiperlipidemia, hipotiroid, dan hipoksia. Penyebab ekstrakranial dapat juga
disebabkan oleh metastasis keganasan ke otak.
Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang
demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak
sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi
pertusis (DPT) dan morbili (campak).
D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah menjadi
CO2 dan air. Sel di kelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu:
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (N+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl). Akibat konsentrasi (K+)
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron
terdapat keadaan yang sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi didalam
dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang extraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, seperti mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran itu sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1℃ akan mengakibatkan kenaikan metabolisme


basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada seorang anak yang berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya mencapai 15%. Oleh karena
itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium ion natrium melalui membran
tersebut dengan akibat terjadi pelepasan listrik.
4

Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya, sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang di sebut
“neurotransmitter” dan terjadilah kejang.

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial, kejang berulang
atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam.
F. TANDA DAN GEJALA
1. Demam >38℃
2. Gerakan mata normal ( mata dapat berputar-putar atau keatas)
3. Suara pernafasan yang kasar terdengar selama kejang
4. Muntah
5. Saat kejang, terjadi penurunan kesadaran, takikardi, terkadang nafas dapat
berhenti beberapa nafas
6. Tubuh, termasuk tangan dan kaki menjadi kaku, kepala terkulai kebelakang,
disusul gerakan kejut yang kuat,
7. Warna kulit berubah menjadi pucat
8. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu
yang singkat
G. DIAGNOSIS
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang
demam antara lain :
 Anamnesis

 Demam (suhu >38oC)


 Adanya infeksi di luar saraf pusat (misalnya tonsilonasofaring, tonsilitis)
5

 Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk


kejang, antara kejang sadar/tidak, lama kejang, riwayat kejang
sebelumnya,riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat
trauma pada kepala
 Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga , riwayat kehamilan dan
kelahiran, riwayat pertumbuhan, riwayat gizi, riwayat imunisasi.
 Adanya infeksi pada susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan di otak.

 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, nafas, suhu.


 Pemeriksaan sistemik: kulit, kepala, kelenjar getah bening, rambut, mata, telinga,
hidung, mulut, tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung, abdomen, alat
kelamin, anus, dan ekstremitas : refilling kapiler, reflek fisiologis dan patologis,
tanda rangsangan meningeal).
 Status gizi (TB, BB, umur, lingkar kepala)

 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.
 Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau meny-
ingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilaku-kan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
6

 Elektroensefalografi
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan
dengan usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang
mempunyai nilai prognostic EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
 Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti: Kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), Paresis nervus dan Papiledema.
H. PENATALAKSANAAN
 Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga
berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus
dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan,
kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan
kompres air hangat dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kg BB, 4
kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB,4 kali sehari).
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase
akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya
lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara
intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal
pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat
7

diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10
mg pada berat badan lebih dari 10 kg.
Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan
oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal
suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk
usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun. Midazolam
intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi
kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah
vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik. Namun efek terapinya
masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.
 Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Profilaksis intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang
menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk
profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu
lebih dari 38,5°C. Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai
kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu
sampai sekitar umur 4 tahun.
2. Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis
terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi
tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-
menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2
tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
8

Tatalaksana kejang

a. Berikan diazepam secara rektal

 Masukkan satu ampul diazepam ke dalam semprit 1 ml. Sesuaikan dosis dengan
berat badan anak bila memungkinkan (lihat tabel), kemudian lepaskan jarumnya.
 Masukkan semprit ke dalam rektum 4-5 cm dan injeksikan larutan diazepam
 Rapatkan kedua pantat anak selama beberapa menit.

  Diazepam diberikan secara rektal (Larutan 10


mg/2ml)
Umur/Berat Badan Anak Dosis 0,1 ml/kg (0,4-0,6 mg/kg)
2 minggu s/d 2 bulan (<4kg) 0,3 ml (1,5 mg)
2 – < 4 bulan (4 – < 6 kg) 0,5 ml (2,5 mg)
4 – < 12 bulan (6 – < 10 kg) 1,0 ml (5 mg)
1 – < 3 tahun (10 – < 14 kg) 1,25 ml (6,25 mg)
3 – < 5 tahun (14 -19 kg) 1,5 ml (7,5 mg)

 Jika kejang masih berlanjut setelah 10 menit, berikan dosis kedua secara rektal atau
berikan diazepam IV 0.05 ml/kg (0.25 – 0.5 mg/kgBB, kecepatan 0.5 – 1 mg/menit
atau total 3-5 menit) bila infus terpasang dan lancar.
 Jika kejang berlanjut setelah 10 menit kemudian, berikan dosis ketiga diazepam
(rektal/IV), atau berikan fenitoin IV 15 mg/kgBB (maksimal kecepatan pemberian 50
mg/menit, awas terjadi aritmia), atau fenobarbital IV atau IM 15 mg/kgBB (terutama
untuk bayi kecil*)
 Rujuk ke rumah sakit rujukan dengan kemampuan lebih tinggi yang terdekat bila
dalam 10 menit kemudian masih kejang (untuk mendapatkan penatalaksanaan lebih
lanjut status konvulsivus)

Jika anak mengalami demam tinggi:

 Kompres dengan air biasa (suhu ruangan) dan berikan parasetamol secara rektal (10-
15 mg/kgBB) diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau Ibuprofen (5-10
mg/kg/kali) 3-4 kali sehari.
 Jangan beri pengobatan secara oral sampai kejang bisa ditanggulangi (bahaya
aspirasi)
9

b. Gunakan Fenobarbital (larutan 200 mg/ml) dalam dosis 20 mg/kgBB untuk


menanggulangi kejang pada bayi berumur < 2 minggu:
 Berat badan 2 kg – dosis awal: 0.2 ml, ulangi 0.1 ml setelah 30 menit bila kejang
berlanjut
 Berat badan 3 kg – dosis awal: 0.3 ml, ulangi 0.15 ml setelah 30 menit bila kejang
berlanjut.
Pemberian obat rumat
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil.
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menun-jukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila: Kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
5. Kejang demam > 4 kali per tahun
I. KOMPLIKASI
1. Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang di ciri kan oleh terjadinya
serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada
epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf
pusat.
2. Kerusakan Jaringan Otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat reseptor M Metyl D Asparate (MMDA) yang
10

mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron
secara irreversibel.
3. Reterdasi Mental
Dapat terjadi karena neurologis pada demam neonatus.
4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksim jalan nafas.
5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secara spontan.
J. PROGNOSIS
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan
neu-rologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
2. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam
paling besar pada tahun pertama.
11

DAFTAR PUSTAKA

1. Deliana, Melda, 2002. Tatalaksana Kejang Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 4
2. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta  2007
3. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric
Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London

Anda mungkin juga menyukai