Anda di halaman 1dari 10

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus

NISA KAMILA (102012291)/A5

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana


Jl. TerusanArjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp.021-56942061
Fax. 021-5631731

email :niskamila@yahoo.com

Pendahuluan

Hematuria dapat makroskopis (bisa dilihat dengan mata) atau mikroskopis (dideteksi dengan
menggunakan distick atau mikroskopis sedimen urin). Hematuria makroskopis dapat berasal
dari ginjal, dalam hal ini biasanya ia berwarna coklat atau berwarna kola dan mungkin
mengandung silinder eritrosit, atau berasal dari saluran kencing bagian bawah (kandung
kencing atau uretra), dalam hal ini urin berwarna merah muda dan mungkin berisi jendalan
darah. Hematuria makroskopis mungkin disertai edema , hipertensi dan insufisiensi gonjal.
Kumpulan tanda-tanda ini khas sindroma nefritik akut. Dan seringkali ditemukan pada
penderita-penderita gloronefritis pasca streptococcus, lupus, eritematosus sistemik,
gloronefritis membrnoproliferatif, purpura anafilktoid, dan gloronefritis progresif cepat.

ISI

Skenario Kasus

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun baru kembali dari liburan di daerah pedesa bersama
dengan neneknya, anak selama berada disana bermain dengan kotor sekali. Dua minggu yang
lalu, anak mengalami infeksi pada luka bekas gigitan nyamuk di daerah leher dan dagu, saat
itu luka hanya diolesi salep herbal. Ibunya membawa anak ke klinik dengan keluhan buang
air kecil berwarna gelap, bengkak di kedua mata, dan nafas pendek. Pada pemeriksaan awal
didapati hipertensi, edema wajah dan kedua tungkai.

Anamnesis

Anamnesis yaitu pemeriksaan yang pertama kali dilakukan yaitu berupa rekam
medik pasien yang dapat dilakukan pada pasiennya sendiri (auto) atau pada keluarga
terdekat (allo). Rekam medik yang dilakukan meliputi:
a. Identitas: nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien,
keluarga,dan lain-lain) dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien tentang permasalahan yang
sedang dihadapinya.

1
c. Keluhan penyerta: keluhan lain yang menyertai keluhan utama.
d. Riwayat penyakit dahulu (RPD): bertanya apakah pasien pernah mengalami
penyakit seperti saat ini atau tidak.
e. Riwayat penyakit sekarang (RPS): cerita kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum ke luhan utama sampai
pasien datang berobat.
f. Riwayat penyakit keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup/meninggal)
dan masalah kesehatan pada anggota keluarga.
g. Riwayat obat: riwayat penggunaan obat yang telah dikonsumsi.
h. Riwayat sosial: stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor
resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).
i. Riwayat sosial: stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor
resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).1

Pemeriksaan Fisik

Kaji riwayat kesehatan ; pusatkan pada infeksi yang terakhir atau gangguan gejala imunologis
kronis (sistemic lupus erythematosus dan skleroderma)
b. Kaji spesimen urine untuk mengetahui adanya darah, protein, warna dan jumlah.
c. Lakukan pemeriksaan fisik, khususnya amati tanda edema, hipertensi, hipervolemia,
(pembesaran vena leher dan peningkatan tekanan vena jugularis), pengembangan bunyi paru,
dan kardiak aritmia.
d. Evaluasi status jantung dan laboratorium serum untu ketidakseimbangan elektrolit.
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran
berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan
kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti
atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat. Selama fase akut
terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi
kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam,
ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam
darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi
kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga
berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.2

2
Pemeriksaan Penunjang

-Urin :
Proteinuria :
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi sampai
dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom
nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2
gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam.
Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik, sebab
lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala
klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria
disebut proteinuria menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik
yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.3
- Hematuria mikroskopik :
Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu adanya
eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut
kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang dengan
pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS. Adanya torak eritrosit ini merupakan
bantuan yang sangat penting pada kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini
menunjukkan adanya suatu peradangan glomerulus (glomerulitis). Meskipun demikian
bentuk torak eritrosit ini dapat pula dijumpai pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis
tubular akut. 3

Darah
- Reaksi serologis
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk
ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti
antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-
B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah
dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD
Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus
sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi
streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada
bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran
pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh
pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO
jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan
yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi
streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di
pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit. 3

Aktivitas komplemen :
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan dalam
proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara

3
sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1C globulin) yang paling sering
diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah. Beberapa penulis melaporkan 80-92%
kasus GNAPS dengan kadar C3 menurun. Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase
akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8
minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar komplemen C3 ini
masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik yang dapat dijumpai pada
glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus. 3
- Laju Filtrasi Glomerulus
Diperoleh dari volume urine 24 jam serta pengukuran kadar kreatinin plasma. Pada anak kecil
sangat mungkin terjadi kesalahan pemeriksaan karena teknik pengumpulan urine sulit.
Perkiraan GFR dapat diketahui dari kadar kretinin plasma dengan menggunakan persamaan
GFR/1,73m2 luas permukaan tubuh= 38x tinggi (cm)/kreatinin plasma. Nilai penurunan
konsetrasi isotop yang disuntikan dalam darah, digunakan untuk pengukuran GFR secara
lebih akurat.4

Working Diagnosis

Penyakit ini adalah contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya mendadak dari hematuria
makroskopis, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal.dulu, penyakit ini adalah penyebab
tersering hematuria makroskopis pada anak, tetapi frekuensinya menurun sesuai dekade
terakhir dimna nefropati IgA sekarang kelihatannya merupakan penyebab hematuria
makroskopis yang paling lazim.5

Differential Diagnosis

Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik ditandai dengan proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia.


Kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa sindrom nefrotik
idiopatik; penyakit lesi-minimal ditemukan pada sekitar 85% , proliferasi mesangium pada
5% , dan skelorosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis, sindrom
nefrotik sebagian besar diperantai oleh beberapa bentuk dari glomerulonefritis, dan yang
tersering adalah membranosa dan membranoproliferatif.

Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria, akibat kelainan dari
permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikan permebilitas ini belum
diketahui tetapi mungkin terkait, setidak- tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan
negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis protein yang hilang biasnya
melebihi 2g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemiannya yang dasarnya
adalah hipoalbuminemia. Umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah
2,5g/dL (25g/L). 5

Mekanisme pembentuka edema pada nefrosis tidak dimengerti sepenuhnya.


Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia, akibat
kehilangan protein urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma,

4
yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang intertisial.
Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal; mengaktifkan sitem
renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorpsi natrium di tubulus distal.
Penurunan intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon antidiuretik yang mempertinggi
reabsorpsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium
dan air yang telah diabsorpsi masuk ke ruang intertisial, memperberat edema. 5

Infeksi Saluran Kemih

Pravalensi infeksi saluran kemih berubah-rubah sesuai dengan jenis kelamin dan umur.infeksi
saluran kemih lenih umum terjadi pada laki-laki yang tidak dikhitan (uncircumsied).
Sesudahnya infeksi lebih banyak terjadi pada wanita . infeksi saluran kemih simptomatis dan
asimptomatis terjadi pada 1,2-1,9% anak perempuan usia sekolah dan paling banyak terjadi
pada golongan umurr 7 sampai 10 tahun. Infeksi sangat jarang terjadi pada laki-laki dengan
umur yang sama. Wanita yang aktif secara seksual mempunyai resiko sistitis yang tinggi;
baik wanita maupun lelaki dewasa yang aktif secara seksual dapat mengalami uretritis.

Infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh bakteri kolon. Pada wanita, 70-90% dari
semua infeksi disebabkan oleh Escherichia Coli, diikuti oleh Klebsiella, dan Proteus.
Beberapa laporan menytakan bahwa pada anak lelaki yang berumur lebih dari 1 tahun, infeksi
akibat proteusnsama banyaknya seperti E.coli, laporan lain menyatakan suatu orgaisme gram
positif dalam jumlah lebih besar pada laki-laki. Staphilococcus saprophiticus terbukti
merupkan patogen pada kedua jenis kelamin.

Pada periode neontus bakteri mencapai saluran kemih melalui aliran darah atau uretra, yang
selanjutnya bakteri naik ke saluran kemih dari bawah. Perbedaan individu dengan
kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat diterangkan oleh adanya faktor-faktor
hospes seperti produksi antibodi uretra dan servikal (IgA), dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi perlekatan bakteri pada epitel intoitus dan uretra. Beberapa diantara faktor-
faktor ini, seperti fenotip golongan darah P. Ditentukan seara genetik, imunosupresi, diabetes,
obstruksi saluran kemih, dan penyakit granulomatosa kronis adalah faktor lain yang dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Etiologi dan Epidemiologi

Gloronefritis akut pascastretococcus menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh strain
nefritogenik dan streptococcus beta-hemolitius grup A tertentu. Faktor-faktor yang
memungkinkan bahwa hanya streptococcus tertentu saja yang menjadi nefritogenik tetapi.
Selaa cuaca dingin gloronefritis streptococcus biasanya menyertai faringitis streptococccus,
sedangkan pada cuaca panas gloronefritis biasanya menyertai infeksinkulit atau piodema
streptokokus. Epidemi nefritis telah diuraikan bersama dengan infeksi tenggorokan (serotipe
12) maupun infeksi kulit (serotipe 49), tetapi penyakit ini sekarang paing lazim terjadi secara
sporadik.

Patologi

5
Seperti pada kebanyakan bentuk gloronefritis akut, ginjal tampak membesar secara simetris,
dengan mikroskop cahaya, semua glomerulus tampak membesar dan relatif tidak bedarah
serta menunjukan proliferasi sel yang difus dengan menambahan matriks mesangium.
Leukosi polimorfonuklear lazim ditemukan pada glomerulus selama stadium awal penyakit.
Bulan sabit dan radang intertisial dapat ditemukan pada kasus yang berat. Perubahan ini tidak
spesifik untuk gloronefritis akut pascastreptococccus.

Mikroskopi imunofluorosens menunjukan adanya endapan imunoglobulin dan komplemen


pada membrana basalis glomerulus (GBM) dan pada mesangium bergumpal-gumpal tidak
rata (lumpy-bumpy). Dengan mikroskop elektron , endapat padat-elektron atau tumpukan
kecil, termati pada sisi epitel. 5

Patogenesis

Meskipun penelitian morfologi dan penurunan kadar komplemen (C3) serum sangat
menunjukan bahwa gloronefritis pacstreptokokus diperantai oleh kompleks imun, mekanisme
yang tepat bagaimana streptokokus nefritpgenik menyebabkan pembentukan kompleks masih
belum dapat ditemukan. Meskipun ada persamaan klinis dan histologis dengan penyakit
serum akut pada kelinci, namun kompleks-kompleks imun yang bersirkulasi pada
gloronefritis pascastreptokokus tidak seragam dan aktivasi komplemen tersebut terutama
terjadi melalui jalur alternatif bukannya jalur klasik (kompleks imun diaktifkan).

Manifestasi klinis

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah
2 tahun.1,2 GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3
minggu pada pioderma.
Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada
45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.1
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas.
Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama
hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS simtomatik
1. Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan
timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya
terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh
infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini
berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti
eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schenlein atau Benign recurrent haematuria. 5
2. Edema :

6
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada
akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra),
disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut
(asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.

Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal.
Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya
jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore
hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-
kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui
setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan
interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan semula.
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5 sedangkan hematuria
mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia
mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik
berkisar 84-100%.1
Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna
seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan
berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.
Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6
bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun
secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari
satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis
kronik.
4. Hipertensi :
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati
hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai
hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati
sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali.
Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang
disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-
kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-
50%.1
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu

7
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus
yang berat dengan prognosis yang jelek.
6. Gejala Kardiovaskular :
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-
70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau
miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada
hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena
hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia. 5

Diagnosis

Analisis urin memperlihatkan adanya sel-sel darah merah, seringkali bersama silinder sel
darah dan proteinuria; leukositpolimorfonuklear tidak jarang ditemukan. Anemia
normikromik ringan dapat terjadi hemodilusi dan hemolisis ringan. Kadar C3 serum biasanya
menurun.

Konfirmasi diagnosis memelurkan bukti yang jelas akan adanya streptokokus. Dengan
demikian biakan tenggorokan positif dapat mendukung diagnosis atau hanya menggambarkan
status mengidap. Untuk mendokumentasi infeksi streptokokus secara tepat, harus
dikonfirmasi dengan kenaikan titer antibodi terhadap antigen streptokokus. Meskipun biasnya
paling sering diperoleh, penentuan titer ASO munkin tidak membantu karena titer ini jarang
meningkat pasca infeksi streptokokus kulit. Titer yang yang paling baik diukur adalah titer
terhadap antigen DNAse B. Piliha lain adalah streptozime, atau suatu prosedur aglutinstion
slide yang mendeksi antibodi streptolisin O, DNAse B, hialuronidase, dan NADase.

Pada anak dengan sindrom nefritis akut, bukti adanya infeksi streptokokus baru, dan kadar
C3 yang rendah, diagnosis klinis floronefritis pascastreptookus dibenarkan dan biopsi ginjal
biasanya tidak terindikasi. Namun penting untuk mengesampingkan lupus eritomatosus
sistemik dan penjelekan akut gloronefritis kronis. Pertimbangn untuk biopsi ginjal akan
termasuk perkembangan ggal ginjal akut atau sindrom nefrotik, tidak adanya bukti
streptokokus, tidak ada hipokomplemenia, atau menetapnya hematuria, atau proteinuria yang
nyata atu keduanya, penurunan fungsi ginjal, atau kadar C3 rendah selama lebih dari 3 bulan
setelah mulai.

Kompikasi

Komplikasinya adalah gagal ginjal akut, dan meliputi kelebihan beban volume,
kongestisirkulasi, hipertensi, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang-
kejang, dan uremia.

Pencegahan

Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksistreptokokus tenggorokan dan kulit tidak akan
menghilangkan risiko glomerulonefritis. Anggota keluarga penderita dengan

8
glomerulonefritis akut harus dibiak untuk streptokokus beta-hemolitikus grup A dan diobati
jika biakan positif.

Pengobatan

Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam
minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi
istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya
perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai
berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini
lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan
lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak
tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban
psikologik. 5

Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa
garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan
harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah
cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin
+ insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu
hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk
streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif
belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena
telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu
lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi
kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat
alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.

Prognosis

Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak dengan glomerulonefritis
pascastreptokokus akut. Tidak ada bukti bahwa terjadi penjelekan menjadi glomerulpnefritis
kronis. Namun jarang, fase akut dapat menjadi sangat berat dan menyebabkan hialinisasi
glomerulus dan insufisiensi ginjal kronis. Mortalitas pada fase akut dapat dihindari dengan
manajemen yang tepat pada gagal ginjal atu gagal jantung akut. Kekambuhan sangat jarang
terjadi. 5

9
Daftar Pustaka

1. Djuanda Adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed.6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2010.h.122-36
2. Baradero Mary, klien gangguan ginjal, Ed 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2005.h.23
3. Rauf Syarifudin. Konsensus glomerulonefritis akut pascastreptokokus.
http://pustaka.unpad.ac.id. Tanggal 27-10-2014
4. Rudolph AM. Buku ajar pediatri. Edisi ke-20. Vol 3. Jakarta: FKUI; 2007.h.176

5. Nelson. Ilmu kesehatan anak. Ed 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
2000.h.1813-14, 1828, 1863-4

10

Anda mungkin juga menyukai