Anda di halaman 1dari 15

Leukimia Granulositik Kronik

NISA KAMILA (102012291)/D7

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana


Jl. TerusanArjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp.021-56942061
Fax. 021-5631731

email :niskamila@yahoo.com

Pendahuluan

Leukimia granulositik kronik (LGK) merupakan leukimia yang pertama ditemukan


serta diketahui prognosisnya. Tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan kelainan
kromosom yang selalu sama pada pasien LGK, yaitu 22q- atau hilangnya sebagian lengan
panjang dari kromosom 22, yang saat ini kita kenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph).
Selanjutnyam di tahun 1973 Rowley menemukan bahwa kromosom Ph terbentuk akibat
adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 dan 22, lazimnya ditulis
t(9;22)(q34;q11). Dengan kemajuan di bidang biologi molekular, pada tahun 1980 diketahui
bahwa pada kromosom 22 yang mengalami pemendekan tadi, ternyata didapatkan adanya
gabungan antara gen yang ada di lengan panjang kromosom 9 (9q34), yakni ABL (Abelson)
dengan gen BCR (break cluster region) yang terletak di lengan panjang kromosom 22
(22q11). Gabungan kedua gen ini sering ditulis sebagai BCR-ABL, diduga kuat sebagai
penyebab utama terjadinya kelainan ploriferasi pada LGK.1

Secara klasifikasi, LGK termasuk golongan penyakit mieloproliferatif, yang ditandai


oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah
tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi seri granulosit.1

Anamnesis

Anamnesis yang dipakai dalam kasus leukimia granulositik kronik adalah dengan
teknik alloanamnesis, yaitu menanyakan berbagai hal kepada pasien, yang pada akhirnya
akan membantu kita untuk menegakkan suatu diagnosis. Dalam autoanamnesis kita dapat
menanyakan hal – hal sebagai berikut: Identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit

1
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat
sosial.

Pada anamnesis skenario 2 didapatkan data pasien seorang laki-laki 60 tahun datang
dengan keluhan lemas sejak 2 bulan SMRS. Mengeluh sering demam dan keringat terutama
pada malam hari, adanya batuk atau nyeri berkemih disangkal. Selain itu pasien sering
merasa cepat kenyang dan begah. Adanya riwayat paparan radioaktif disangkal. Di keluarga
pasien tidak ada yang sakit seperti ini.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik terhadap pasien, akan didapatkan hasil, bahwa pasien yang
datang ke tempat kita dalam keadaan compos mentis, sakit ringan. Pemeriksaan fisik secara
umum, yang meliputi tekanan darah, frekuensi denyut nadi, dan pernapasan permenit, serta
suhu tubuh.2

Pada pemeriksaan lokal yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi,
didapatkan hasil yang menujukkan bahwa konjungtiva pasien anemis +/+; sklera tidak
ikterik, limpa teraba schuftner 3.

Pada umumnya, pasien yang datang dengan dugaan leukemia granulositik kronik,
memiliki hasil pemeriksaan fisik dengan gambaran splenomegali pada 90% kasus, yang
disertai dengan adanya nyeri tekan pada tulang dada, dan hepatosplenomegali, bahkan
kadang-kadang terdapat purpura , perdarahan retina, pembesaran kelenjar getah bening, dan
juga priapismus.3

Pemeriksaan Penunjang

Hematologi Rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau sedikit menurun, lekosit antara 20-
60.000/mm3. Persentasi eosinofil dan atau basofil meningkat. Trombosit biasanya meningkat
antara 500-600.000/mm3.Walaupun sangat jarang, pada beberapa kasus dapat normal atau
trombositopenia.

Apus DarahTepi

Erisrosit sebagian besar normo kromnormo siter, sering ditemukan adanya


polikromasiter eritroblas asidofil atau polikromatofil. Tampak seluruh tingkatan diferensiasi

2
dan maturasi seri granulosit, persentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat, demikian
juga persentasi eosinofil dan atau basofil.

Apus SumsumTulang

Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia, sehingga


rasio myeloid : eritroid meningkat. Mega karyosit juga tampak lebih banyak. Dengan
pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang mengalami fibrosis.

Karyotipik

Dahulu dikerjakan dengan teknik pemitaan (G-banding technique), saat ini teknik ini
sudah mulai ditinggalkan dan perannya digantikan oleh metoda FISH (FluorescenInsitu
Hybridization) yang lebih akurat.Beberapa aberasi kromosom yang sering ditemukan pada
LGK

Laboratorium lain

Sering ditemukan hiperurikemia

Hasil pemeriksaan penunjang yang didapat adalah; Hb:9, Hematokrit:35,


Leukosit:100.000, Trombosit:25.000, Retikulosit 4%, gambaran darah tepi;mikrositik
hipokrom, ditemukan gambaran jelas pada darah tepi 10%. Hasil hitung jenis leukosit:

Basofil 1
Eosinofil 1
Batang 0
Segmen 73
Limfosit 15
Monosit 2
Metamiel 1
osit

Differential Diagnose
3
Reaksi lekemoid

Peningkatan respon proliferetif terhadap berbagai rangsangan, termasuk aplasia dan


hipoplasia sumsum tulang dan gangguan kualitatif leukosit yang ditandai dengan defisiensi
fungsi leukosit yang mengenai sel- yang telah berdiferensiasi. Gangguan fungsional leukosit
sering dapat di identifikasi dengan pemeriksaan yang hanya tersedia di laboratorium khusus
atau riset, tetapi penurunan kuantitatif populasi sel atau kelainan morfologik yang
mencerminkan ekspansi klonal mudah diketahui denan pemeriksaan hematologic rutin.
Pemerik saan terhadap penanda yang menidentifikasi asal sel atau apaka penyakit bersifat
klonal atau tidak sekarang rutin dilakukan.

Leukemoid, menunjuk pada jumlah sel darah putih yang terus- menerus tinggi (
biasanya neutrofila) mengarah ke leukemia. Jumlahnya dapat mencapai 50.000- 100.00 sel
per ul, dan kadang-kadang terlihat jumlah lebih dari 100.000 sel per ul. Infeksi, peradangan
dan tumor merupakan penyebab yang sering. Tipe leukemia yang biasanya diduga dengan
adanya reaksi leukemoid neutrofilik adalah leukemia granulositik kronik ( LGK).4

Leukemia Mieloid

Leukemia Mieloid (mielositik, mielogenous, mieloblastik, mielomonositik, LMA)


Akut adalah penyakit yang bisa berakibat fatal, dimana mielosit (yang dalam keadaan normal
berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan segera akan
menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang.

Leukemia ini bisa menyerang segala usia, tetapi paling sering terjadi pada dewasa.
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-
sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya,
dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa
menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.4

Penyebab
Pemaparan terhadap radiasi (penyinaran) dosis tinggi dan penggunaan beberapa obat
kemoterapi antikanker akan meningkatkan kemungkinan terjadinya LMA.

Gambaran Klinik

4
Gejala berhubungan dengan beratnya penekanan pada sistem hematopoesis normal,
yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya anemia, infeksi, dan perdarahan.
Pucat, lelah, dan lemah hampir terhadap semua pasien akibat anemia
Infeksi disebabkan neutropenia
Perdarahan, memar, dan petekghia disebabkan oleh trombositopenia
Pada LMA dapat terjadi infiltrasi ke kulit (leukemia kutis), infiltrasi gusi.
Splenomegali, hepatomegali, dan limfadenopati ditemukan pada 50% kasus.

Diagnostik Laboratorium
Pemeriksaan hematologi
Jumlah leukosit menurun, notrmal, atau meningkat. Jumlahnya bervariasi <1000/μL
Jumlah trombosit umumnya menurun, kadang kadang dijumpai kelainan morfologi
trombosit berupa Giant Platelet
Morfologi eritosit normositik normokrom, jarang dijumpai polikrom karena adanya
retikulositopenia akibat desakan eritropoesis oleh sel leukemia
Dapat dijumpai sel sel muda pada darah tepi, berupa sel blas, promielosit, mielosit

Pemeriksaan sumsum tulang


Hipe rseluler hampir semua sel sumsum tulang digan sel leukemia (blas), tampak
monoton oleh sel blas. Jumlah blas minimal 20% dari sel berinti dalam sumsum tulang.1

Mielofibrosis

Definisi
Mielofibrosis adalah fibrosis yang reaktif, menyeluruh dan progresif pada sumsum
tulang yang dihubungkan dengan proliferasi sel hematopoietik di hati dan limpa. Pada
pemeriksaan sumsum tulang didapatkan peningkatan jumlah sel stromal, peningkatan kadar
protein matriks ekstraseluler, peningkatan angiogenesis dan osteosklerosis.

Insidensi
Umur penderita yang terkena mielofibrosis ini umunya adalah pada usia tua, yaitu
lebih dari 50 tahun.

5
Klinik
 Gejala hipermetabolik seperti penurunan berat badan, anoreksia, demam, dan
keringat malam
Disertai dengan splenomegali masif
Masalah perdarahan, nyeri tulang atau gout

Diagnostik Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi
Anemia sering berat
jumlah leukosit seringkali meningkat pada awal penyakit, dan pada proses lanjut
terjadi leukopenia
Trombosit meningkat pada awal penyakit dan pada proses lanjut terjadi
trombositopenia
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan gambaran leukoeritroblastik, berupa sel blas
dan eritrosit berinti. Dan juga didapatkan gambaran tear drop cells.

Pemeriksaan Sumsum tulang


Aspirasi sumsum tulang sering dry tap.
Pada biopsy trephine sumsum tulang menunjukkan fibrotic hiperseluler, peningkatan
megakariosit, peningkatan pembentukan tulang dengan peningkatan kepadatan tulang pada
10% kasus.1

Working diagnose

Leukemia Granulositik Kronik

Dikenal juga dengan nama leukemia myeloid kronik (chronic myeloid leukemia)
merupakan suatu jenis kanker dari leukosit. LGK adalah bentuk leukemia yang ditandai
dengan peningkatan dan pertumbuhan yang tak terkendali dari sel myeloid pada sum-sum
tulang, dan akumulasi dari sel-sel ini di sirkulasi darah. LGK merupakan gangguan stem sel
sum-sum tulang klonal, dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil,
eosinofil, dan basofil) dan prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit
myeloproliferatif dengan translokasi kromosom yang disebut dengan kromosom
Philadelphia.4
6
LGK dapat dibagi atas 3 fase berdasarkan karakteristik klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium. Dengan tidak adanya intervensi, LGK berawal dari fase kronik, dan beberapa
tahun kemudian berkembang menjadi fase terakselerasi (accelerated) dan akhirnya terjadi
krisis blast (blast crisis). Krisis blast merupakan fase terminal dari LGK dan secara klinis
mirip dengan leukemia akut. Beberapa pasien telah berada pada fase terakselerasi atau krisis
blast saat didiagnosis4

1. FaseKronik
Sekitar 85% pasien penderita LGK berada pada fase kronik saat didiagnosis. Selama
fase ini, pasien sering kali asimptomatik atau hanya menderita gejala-gejala lemah yang
ringan, dan rasa tidak nyaman pada abdomen. Durasi dari fase kronik bervariasi dan
bergantung pada seberapa cepat penyakit didiagnosis dan seberapa efektif terapi yang
diberikan.
2. Fase Terakselerasi
Kriteria diagnosis perkembangan dari fase kronik ke fase terakselerasi yang paling
umum digunakan adalah kriteria dari M.D. Anderson Cancer Center dan kriteria WHO.
Menurut kriteria WHO, fase terakselerasi telah terjadi bila:
 10-19% myeloblast pada darah atau sum-sum tulang
 >20% basofil pada darah atau sum-sum tulang
 Jumlah trombosit < 100.000, tidak berhubungan dengan terapi
 Jumlah trombosit > 1.000.000, tidak merespon pada terapi
 Perubahan sitogenetik dengan abnormalitas baru selain kromosom
Philadelphia
 Pertambahan splenomegali atau jumlah leukosit, tidak merespon pada terapi

Pasien dikatakan berada dalam fase terakselerasi jika terdapat salah satu keadaan
diatas.

3. Krisis Blast
Krisis blast merupakan fase akhir dari LGK, dan terlihat seperti leukemia akut
Dengan perkembangan sangat cepat. Krisis blast didiagnosis jika terdapat salah satu
tanda berikut pada pasien LGK:
 20% myeloblast atau limfoblast pada darah atau sum-sum tulang
 Persebaran luas sel-sel blast pada biopsi sum-sum tulang

7
 Terjadi perkembangan kloroma (inti padatdari leukemia diluar sum-sum
tulang)

Etiologi

Tidak diketahui secara jelas penyebab terjadinya leukemia granulositik kronik.


Namun, diduga kuat ada kaitannya dengan gen BCR-ABL pada kromosom Ph yang
menyebabkan proliferasi berlebihan sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis, dimana
klon-klon ini selain proliferasinya berlebihan, juga dapat bertahan hidup lebih lama
dibandingkan dengan sel nomral, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis, sehingga
dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya
mendesak sistem hematopoiesis lainnya.2,4Berikut gambar yang menunjukkan terbentuknya
gen BCR-ABL.

Gambar No.6 Proses Terbentuknya Gabungan Gen BCR-ABL

Epidemiologi

Kejadian leukemia mielositik kronis mencapai 20% dari semua leukemia pada
dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. Pada umumnya menyerang usia
40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih progresif. Di
Jepang kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima,
demikian juga di Rusia setelah reaktor atom Chernobil meledak.1

Patofisiologi

Secara singkat, patofisiologi terjadinya leukemia granulositik kronik dapat terjadi


akibat adanya gen BCR-ABL pada kromosom Ph yang menyebabkan proliferasi yang

8
berlebihan sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis, dimana klon-klon ini selain
proliferasinya berlebihan, juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena
gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis, dan dampak kedua mekanisme di atas adalah
terbentuknya klon-klin abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis, yang dibagi
menjadi dua tahap, yakni tahap sitogenetik, dan biologi molekular.2,7

Pada tahap sitogenetik, mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang


dibutuhkan sejak terbentuknya Ph sampai menjadi LGK dengan gejala klinis yang jelas,
hingga kini masih belum diketahui secara pasti; berdasarkan kejadian Hiroshima dan
Nagasaki, diduga P terjadi akibat pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat akibat mutasi
spontan; sejak tahun 1980 diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan pembentukan gen
hibrid BCR-ABL pada kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9; gen
hibrid BCR-ABL yang berada dalam kromosom Oh ini selanjutnya mensisntesis protein 210
kD yang berperan dalam leukemogenesis, sedang peranan gen resiprokal ABL-BCR tidak
diketahui; saat ini diketahui terdapat beberapa varian dari kromosom Ph, dimana varian-
varian ini dapat terbentuk karena ada translokasi kromosom 22 atau kromosom 9 dengan
kromosom lainnya; varian lain juga dapat terbentuk karena patahan pada gen BCR, tidak
selalu di daerah q11, akan tetapi dapat juga di daerah q12 atau q13, dengan sendirinya protein
yang dihasilkan juga berbeda berat molekulnya; jadi sebenarnya gen BCR-ABL pada
kromosom Ph (22q) selalu terdapat pada semua pasien LGK, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+
hanya terdapat pada 70% pasien LGK; dalam perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph+
lebih rawan terhadap adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80%
pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas ditemukan adanya trisomo 8, trisomi 19, dan
isokromosom lengan panjang kromosom 17i(17)q; dengan kata lain, selain gen BCR-ABL,
ada beberapa gen-gen lain yang berperan dalam patofisiologi LGK atau terjadi abnormalitan
dari gen supresor tumor, seperti gen p53, p16, dan gen Rb.2,7

Pada tahap biologi molekular, pada kebanyakan pasien LGK patahan pada gen BCR
ditemukan di daerah 5,8-kb atau di daerah e13-e14 pada ekson 2 yang dikenal sebagai major
break cluster region (M-bcr), kemudian gen BCR-ABLnya akan mensintesis protein dengan
berat molekul 210 kD, selanjutnya ditulis p210BCR-ABL; patahan lainnya ditemukan di daerah
54,4 kb atau e1 yang dikenal dengan minor bcr (m-bcr) yang gen BCR-ABLnya akan
mensintesa p190; kemudian dikenal lagi adanyan micro bcr (µ-bcr); gambaran patahan
tersebut berhubungan dengan gambaran klinik penyakitnya, dimana pasien LGK yang
patahan pada gen BCRnya di M-bcr berhubungan dengan trombositopenia, sementara pada

9
patahan di m-bcr berhubungan dengan monositosis yang prominen, dan pada patahan di µ-bcr
berhubungan dengan neutrofilia dan/atau trombositosis; pada dasarnya gen BCR berfungsi
sebagai heterodimer dari gen ABL yang mempunyai aktivitas tirosin kinase, sehingga fusi
kedua gen ini mempunyai kemampuan untuk oto-fosforilasi yang akan mengaktivasi
beberapa protein di dalam sitoplasma sel melalui domain SRC-homologi 1 (SH1), sehingga
terjadi deregulasi dan proliferasi sel-sel, berkurangnya sifat aderen sel-sel terhadap stroma
sumsum tulang, dan berkurangnya respon apoptosis; selanjutnya fusi gen BCR-ABL akan
berinteraksi dengan berbagai protein di dalam sitoplasma, sehingga terjadilah transduksi
sinyal yang bersifat onkogenik; sinyal ini tentunya akan menyebabkan aktivasi dan juga
represi dari proses transkripsi pada RNA, sehingga terjadi proses kekacauan pada proses
proliferasi sel dan juga proses apoptosis.2,6,7

Gejala Klinis

Secara sederhana, manifestasi klinik yang tampak pada pasien LGK adalah rasa lelah,
penurunan berat badan, rasa penuh di perut, kadang-kadang disertai rasa sakit di perut, dan
mudah mengalami perdarahan; jika dilihat berdasarkan perjalanan penyakitnya, LGK sendiri
dibagi menjadi 3 fase, dimana yang pertama adalah fase kronik dimana pasien sering
mengeluh pembesaran limpa, atau merasa cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap
lambung, kadang timbul nyeri seperti diremas di perut kanan atas, kemudian rasa mudah
lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi, keringat malam, penurunan berat badan,
keseluruhan gambaran tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi sel-
sel leukemia.2-4 Berikut tabel yang menunjukkan keluhan-keluhan yang biasa dialami oleh
pasien LGK.

Tabel No.1 Urutan Keluhan Pasien Berdasarkan Frekuensi2

Keluhan Frekuensi (%)


Splenomegali 95
Lemah badan 80
Penurunan berat badan 60
Hepatomegali 50

10
Keringat malam 45
Cepat kenyang 40
Perdarahan / purpura 35
Nyeriperut (infarklimpa) 30
Demam 10
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing;
2009.h.1209-81.

Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya akan menjadi progresif, atau
memasuki fase akselerasi; dan apabila saat diagnosa ditegakkan, pasien berada pada fase
kronis, maka kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun; ciri khas dari fase
akselerasi adalah leukositosis yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif, mieloblas di
perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan trombosit <100.000/mm3; secara klinis,
fase ini dapat diduga limpa yang tadinya sudah mengecil dengan terapi, kembali membesar,
keluhan anemia bertambah berat, timbul petekie, ekimosis, dan apabila disertai demam,
biasanya ada infeksi.2,4

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terbagi menjadi dua, yakni medika mentosa, dan non medika
mentosa. Perlu diketahu sebelum dilakukan penatalaksanaan terhadap pasien leukemia
granulositik kronik, bahwa tujuan terapi pada LGK adalah untuk mencapai remisi lengkap,
baik itu remisi hematologi, remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekular; untuk mencapai
remisi hematologis digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif, begitu tercapai remisi
hematologis tersebut, dapat dilanjutkan dengan terapi interferon, dan atau cangkok sumsum
tulang.2

Pada penatalaksanaan yang medika mentosa, dapat diberikan hydroxyurea (hydrea),


dimana obat ini merupakan terapi terpilih untuk induksi remisi hematologik pada LGK, lebih
efektif dibandingkan dengan busulfan, melfalan, dan klorambusil, kemudian efek
mielosupresif masih berlangsung setelah pengobatan dihentikan, dan dosis yang dapat
digunakan adalah 30 mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal, apabila leukosit > 300.000/mm3
dosisnya boleh ditinggikan sampai maksimal 2,5 gram/hari, penggunaanya dapat dihentikan
apabila leukosit < 8.000/mm 3 atau trombosit <100.000/mm3; interaksi obat dapat terjadi bila

11
digunakan bersamaan dengan 5-FU yang dapat menyebabkan neurotoksisitas, dan selama
menggunakan hydroxyurea harus dipantau Hb, leukosit, trombosit, fungsi ginjal, dan juga
fungsi hati.2,3 Berikut gambar yang menunjukkan obat hydroxyurea.

Gambar No.7 Obat untuk Leukemia Granulositik Kronik Hydroxyurea

Obat lainnya yang dapat digunakan adalah busulfan (myleran), dimana obat ini
merupakan golongan alkil yang sangat kuat, dan dosis yang dapat digunakan adalah 4-8
mg/hari per oral, dapat dinaikkan hingga 12 mg/hari, dan harus dihentikan apabila leukosit
antara 10-20.000/mm3, dan baru dimulai kembali setelah leukosit >50.000/mm3; obat ini
tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, dan bila leukosit sangat tinggi, sebaiknya
pemberian busulfan disertai dengan alupurinol dan hidrasi yang baik; kemudian obat ini dapat
menyebabkan fibrosis paru dan supresi sumsum tulang yang berkepanjangan.2,3 Berikut
gambar dari busulfan.

Gambar No.8 Salah Satu Obat Leukemia Granulositik Kronik Busulfan

12
Obat lain yang dapat diberikan antara lain adalah imatinib mesylate dengan dosis pada
fase kronik sebanyak 400 mg/hari setelah makan, dan bisa ditingkatkan hingga 600 mg/hari
apabila tidak mencapai respons hematologik setelah 3 bulan pemberian; untuk fase akselerasi,
atau fase krisis blas, dapat diberikan langsung 800 mg/hari; pemberian obat ini dapat
menimbulkan reaksi hipersensitivitas, meskipun jarang, dan obat ini tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil; kemudian sediaan obat lain yang dapat diberikan adlaha interferon alfa
2a atau interferon alfa 2b, dimana obat ini tidak dapat menghasilkan remisi biologis walaupun
mencapai remisi sitogenetik, dosis yang dapat diberikan adlaah 5 juta IU/m2/hari subkutan
sampai terjadi remisi sitogenetik, biasanya 12 bulan setelah terapi, dan dalam pemberiannya
diperlukan premedikasi dengan analgetik dan antipiretik untuk mencegah efek samping
interferon, yakni flu-like syndrome; pemberian interferon ini, sebaiknya dihindari atau
diberikan secara hati-hati pada pasien dengan usia lanjut, gangguan faal hati, dan ginjal yang
berat.2 Berikut gambar dari imanitib mesylate.

Gambar No.9 Salah Satu Obat Leukemia Granulositik Kronik Imanitib Mesylate

Sementara itu, untuk terapi non medika mentosanya, dapat dilakukan cangkok
sumsum tulang, akan tetapi perlu diperhatikan terlebih dahulu indikasi dari cangkok sumsum
tulang itu sendiri, yakni usia pasien tidak lebih dari 60 tahun, ada donor yang cocok, dan
termasuk golongan resiko rendah menurut perhitungan sokal; cangkok sumsum tulang ini
merupakan terapi definitif untuk LGK, dan data menunjukkan bahwa cangkok sumsum
tulang (CST) dapat memperpanjang masa remisi sampai >9 tahun, terutama pada CST
alogenik, dan tindakan ini tidak dilakukan pada LGK dengan kromosom Ph negatif atau
BCR-ABL negatif.2

Komplikasi

13
Komplikasi yang terjadi dari leukemia granulositik kronik bisa dikatakan tidak ada.
Kebanyakan komplikasi ditemukan akibat penatalaksanaan, yakni neurotoksisitas akibat
penggunaan hydroxyurea yang bersamaan dengan 5-FU; fibrosis paru, supresi sumsum
tulang, yang berkepanjangan, akibat penggunaan busulfan; reaksi hipersensitivitas akibat
penggunaan imanitib mesylate; flue like symptom akibat penggunaan interferon alfa 2a,
ataupun alfa 2b.1

Prognosis

Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3-5 tahun setalah diagnosis
ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya beberapa obat baru, maka median kelangsungan
hidup pasien dapat diperpanjang secara signifikan. Sebagi contoh, pada beberapa uji klinis
kombinasi hidrea dan interferon median kelangsungan hidup mencapai 6-9 tahun. Imatib
memberi hasil yang lebih menjanjikan, tetapi median kelangsungan hidup belum dapat
ditentukan karena masih menunggu beberapa hasil uji klinik yang saat ini masih
berlangsung.1

Faktor-faktor di bawah ini memperburuk prognosis pasien LGK, antara lain1:

♯ Pasien: usialanjut, keadaanumumburuk, disertai gejala sistemik seperti


penurunan berat badan, demam, keringat malam.
♯ Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,
eosinofilia, kromososm Phnegatif, Bcr-Ablnegatif.
♯ Terapi: memerlukan waktu lama (> 3 bulan) untuk mencapai remisi,
memerlukan terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi singkat.
Pencegahan

Pencegahan dari leukemia granulositik kronik tidak dapat ditemukan. Akan tetapi,
pencegahan dapat dilakukan hanya untuk mencegah terjadinya perburukan prognosis, dan
mencegah remisi agar tidak terjadi dengan cepat. Khusus untuk mencegah terjadinya
perburukan prognosis, dapat dilakukan dengan cara menjauhi faktor resikonya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang yang telah


dilakukan, pasien diduga kuat menderita penyakit leukemia granulositik kronik. LGK

14
merupakan salah satu penyakit yang disebabkan karena gangguan stem sel sum-sum tulang
klonal, dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil, eosinofil, dan basofil)
dan prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit myelo proliferatif dengan
translokasi kromosom yang disebut dengan kromosom Philadelphia.

Daftar Pustaka

1. Santoso M. Pemeriksaan fisik dan diagnosis. 1st ed. Jakarta : Bidang


PenerbitYayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.2-14.
2. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 5th ed. Jakarta :Interna Publishing; 2009.h.1209-81.
3. Mansjoer A, Kuspuji T, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita
selekta kedokteran. 3rd ed. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1999.h.560-3.
4. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. 4th ed.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.167-81.
5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi
klinik hematologi. 3rd ed. Jakarta : Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA;
2009.h.147-8.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. 3rd ed. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2009.h.430-2.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6th
ed. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.277-9.

15

Anda mungkin juga menyukai