Fax. 021-5631731
email :niskamila@yahoo.com
Skenario
Seorang laki-laki umur 30 tahun ikut dalam ekspedisi pendakian gunung Pangrango.
Pada ketinggian 3000m ia merasa sesak. Oleh teman-temannya ia dibawa ke posko yang berada
pada ketinggian 2700m. Tim medis menyuruhnya istirahat di posko.
Pendahuluan
Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru-paru itu sendiri, dan stuktu-
struktur thoraks(dada) yng berperan menyebabkan aliran udara masuk dan keluar paru melalui
saluran napas. Saluran napas adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antar atmosfer dan
kantung udara (alveolus), alveolus merupkan satu-satunya tempat pertukaran gas antar udara dan
darah. Saluran napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluarn hidung membuka ke dalam
faring(tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pernapasan dan
pencernaan. Terdapat dua saluran yang terdapat pada faring trakea, yang dilalui oleh udara yang
menuju paru, dan eofagus yang dilalui oleh makanan untuk menuju lambung. Udara dalam
keadaan normal masuk ke faring melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut
ketika saluran hidung tersumbat. Karena faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk udara
dn makanan maka suatu menelan terjadi mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan
masuk ke esofagus. Esofagus selalu tertutup kecuali ketika menelan untuk mencegah udara
masuk ke lambung sewaktu bernapas.
Laring atau voice box terletak dipintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring membentuk
jakun ( Adam’s Apple). Pita suara, dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu masuk
laring, dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Di belakang
trakea terbagi menjadi dua cabang tama, bronkus kanan dan kiri yang masing-masing masuk ke
paru kanan dan kiri. Di dalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang-cabang menjadi
saluran napas yang sempit, pendek, dan banyak seperti percabangan pohon. Cabang-cabang yang
kecil disebut bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal ada alveolus, kantungkantung udara
halus tempat pertukaran gas antar udara dan paru-paru.
Agar aliran udara dapat masuk dan keluar bagian paru tempat pertukaran berlangsung,
kontinum saluran napas penghantar dari pinu masuk melalui bronkiolus terminal hingga alveolus
harus tetapa terbuka. Trakea dan bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang
dikelilingi oleh serangkaian cincing tulang rawan yang menceg ah aluaran ini menyempit.
Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk menjaganya tetap terbuka.
Dinding saluaran ini mengandung otot polos yang disarafi oleh sistem otonom dan peka terhadap
hormon dan bahan kimia lokal tertentu. 4
Mekanisme Pernapasan
Udara cenderung mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekannya
rendah.
Hubungan Antara Tekanan di Dalam dan di Luar Paru Penting dalam Ventilasi
Udara mengalir masuk dan keluar paru selama paru selama tindakan bernapas karna
mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan
ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan penting dalam ventilasi.
1. Tekanan atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi.
Pada ketinggian permukaan air lauttekanan ini sama dengan 760mmHg. Tekanan atmosfer
berurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut, karna lapisa-lapisan
udara di atas permukaan bumi juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan
minor tekanan atmosfer karna perubahan kondisi cuaca.
2. Tekanan Intra-Alveolus
Yang juga dikenal sebagai tekanan intaparu, adalah tekanan di dalam alveolus
berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni
gradien tekanan setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer, udara terus
mengalir sampai kedua tekanan seimbang.
3. Tekanan Intrapleura
Tekanan di dalam kantung intrapleura, tekanan ini juga dikenal sebagai tekanan
intrathoraks. Tekanan yang timbul di luar paru di dalam ronnga thoraks. Tekanana intrapleura
biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan
diri dengan tekanan atmosfer atau inta-alveolus karna tidak ada komunikasi langsung antara
rongga pleura dan atmosfer atau paru. Karna kantung pleura adalah kantung tertutup tanpa
lubang, maka udara tidak akan masuk atau kelur meskipun mungkin terdapat gradien tekanan
antara kantung pleura dan daerah sekitar.
Aliran masuk dan keluar paru terjadi karena perubahab siklik tekanan intra-alveolus, karna
udara mengalair mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-alveolus harus lebih
kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir keluar paru sewaktu inspirasi. Demikian juga,
tekanan intra-alveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara mengali keluar
paru sewaktu ekspirasi. Tekanan intra-alveolus dapat diubah degan mengubah volume paru
sesuia hukum Boyle. Hukum Boyle menyatakan pada suhu konstan, tekana yang timbul oleh
suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas yaitu sewaktu volume gas meningkat, tekanan
yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara proporsional. Sebaliknya, tekanan meningkat secara
proporsional sewaktu berkurang. Perubahan volume paru, dan karenanya tekanan intra-alveolus
ditimbulkan secara tak langsung oleh aktivitas otot pernafasan.
Otot-otot pernafasan yang melakukan gerakan bernafas tidak bekerja langsung pada paru
untuk mengubah volumenya. Otot-otot ini mengubah volume rongga thoraks, menyebabkan
perubahan serupa pada volume paru karena dinding thoraks pada ddinding paru berhubungan
melalui daya rekat cairan intra pleura dan gradien tekanan transmural.5
1. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli
paru-paru
2. Proses difusi gas
Secara umum difusi diartikan sebagai peristiwa perpindahan molekul dari suatu daerah
yang konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Peristiwa
difusi merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra. Peristiwa difusi yang
terjadi di dalam paru adalah perpindahan molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi
membrana kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding
sel darah merah, dan akhirnya masuk ke interior sel darah merah sampai berikatan dengan
hemoglobin. Membran kapiler alveolus sangat tipis, yaitu 0,1 um atau sepertujuh puluh dari
tebal butir darah merah sehingga molekul oksigen tidak mengalami kesulitan untuk
menembusnya. Peristiwa difusi yang lain di dalam paru adalah perpindahan molekul
karbondioksida dari darah ke udara alveolus. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding
alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi. Berarti molekul kedua gas tadi
bergerak tanpa menggunakan tenaga aktif. Urut-urutan proses difusi terbagi atas:
a) Difusi pada fase gas Udara atmosfer masuk ke dalam paru dengan aliran yang cepat,
ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampai terhenti. Udara atau gas yang baru
masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur dengan gas yang telah ada di dalam
alveoli. Kecepatan gas berdifusi di sini berbanding terbalik dengan berat molekulnya.
Gas oksigen mempunyai berat molekul 32 sedangkan berat molekul karbondioksida 44.
Gerak molekul gas oksigen lebih cepat dibandingkan dengan gerak molekul gas
karbondioksida sehingga kecepatan difusi oksigen juga lebih cepat. Percampuran antara
gas yang baru saja masuk ke dalam paru dengan gas yang lebih dahulu masuk akan
komplit dalam hitungan perpuluhan detik. Hal semacam ini terjadi pada alveoli yang
normal, sedangkan pada alveoli yang tidak normal, seperti pada emfisema,
percampuran gas yang baru masuk dengan gas yang telah berada di alveoli lebih
lambat.
Proses difusi yang melewati membrana pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh
darah meliputi proses difusi fase gas dan proses difusi fase cairan. Dalam hal ini, pembatas-
pembatasnya adalah dinding alveoli, dinding kapiler pembuluh darah (endotel), lapisan
plasma pada kapiler, dan dinding butir darah merah (eritrosit). Kecepatan difusi melewati
fase cairan tergantung kepada kelarutan gas ke dalam cairan. Kelarutan karbondioksida lebih
besar dibandingkan dengan kelarutan oksigen sehingga kecepatan difusi karbondioksida di
dalam fase cairan 20 kali lipat kecepatan difusi oksigen. Semakin tebal membrana pembatas
halangan bagi proses difusi semakin besar.
Transportasi adalah proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan cairan
a. Transport gas
Setiap molekul dalam keempat molekul besi dalam hemoglobin berikatan dengan satu
molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin (Hb02) berwarna merah tua. Ikatan ini
tidak kuat dan reversibel. Kapasitas oksigen adalah volume maksimum oksigen yang dapat
berikatan dengan sejumlah hemoglobin dalam dan konsentrasi hemoglobin ini biasanya
dinyatakan sebagai persentase volume dan merupakan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
Kejenuhan oksigen darah adalah rasio antara volume oksigen aktual yang terikat pada
hemoglobin dan kapasitas oksigen. Kejenuhan oksigen dibatasi oleh jumlah hemoglobin atau
PO2.
b. Transport CO2
Karbon dioksida yang berdifusi ke dalam darah dan janingan dibawa ke paru-paru
melalui cara berikut ini:
1. Sejumlah kecil karbon dioksida (7% sampai 8%) tetap terlarut dalam plasma.
2. Karbon dioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah merah, di mana 25%-nya
bergabung dalam bentuk reversibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian
globin pada hemoglobin untuk membentuk karbaminohemoglobin.
3. Sebagian besar karbon dioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat, terutama dalam
plasma.
Karbon dioksida dalam sel darah merah berikatan dengan air untuk membentuk asam
karbonat dalam reaksi bolak-balik yang dikatalis oleh anhidrase karbonik.
Reaksi di atas berlaku dua arah, bergantung konsentrasi senyawa. Jika konsentrasi CO2
tinggi, seperti dalam Jaringan, reaksi beglangsung ke kanan sehingga lebih banyak terbentuk
ion hidrogen dan bikarbonat. Dalam paru yang konsentrasi C02-nya lebih rendah, reaksi
berlangsung ke kiri dan melepaskan karbon dioksida.
Acute Mountain Sickness (AMS) umum terjadi pada pendaki yang mendaki dengan
cepat di ketinggian lebih dari 3000 meter. Gejala terjadi dalam beberapa jam sampai 2 hari
setelah mendaki dan berkurang pada hari ke tiga. Gejalanya antara lain sakit kepala terutama
pagi hari, sesak napas, kelelahan, hilangnya nafsu makan, muntah serta insomnia.
Kejadian AMS tergantung dari ketinggian yang dicapai, kecepatan pendakian dan
kerentanan individu. Toleransi terhadap tempat tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu umur, ketahanan fisik, dan jenis kelamin. Individu yang masih muda
lebihbaik dalam melakukan adaptasi daripada yang sudah tua, ini disebabkan karena fungsi
metabolisme tubuh pada usia muda masih baik juga mobilisasi air plasma dalam ruang
interstitial atau ekstraseluler. Individu dengan ketahanan fisik yang tinggi memberi toleransi
terhadap stress hipoksia lebih baik
Hipoksia Ketinggian
Dari segi fisiologis, stress lingkungan yang paling penting adalah hipoksia. Telah
diketahui pula secara alami terjadi proses adaptasi fisiologis terhadap kondisi lingkungan
pada tempat yang tinggi. Dimana adaptasi ini adalah konsekuensi terjadinya hipoksia karena
pengurangan jumlah molekul oksigen yang dihirup pada waktu bernapas. Hipoksia
merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi oksiegn yang mengakibatkan kerusakan sel
akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan
umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia sel dapat mengalami
adaptasi, cedera atau kematian. Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan
oksigen yang mencapai jaringan, gejala yang tampak antara lain mual, nafas pendek, dan
pusing. Hipoksia pada tempat tinggi merupakn stress yang tidak mudah dimodifikasi oleh
manusia dengan respon budaya maupun tingkah laku dan lebih jauh, semua sistem organ
dipengaruhi oleh hipoksia.
Adaptasi biologis terhadap hipoksia tertutama tergantung pada tekanan parsial
oksigen di atmosfer, yang secara proporsional menurun dengan bertambahnya ketinggian.
Udara mengandung 78,08 % nitrogen, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas
ini bersama-sama mempunyai tekanan 760 mmHg pada 0 dpl dan disebut dengan tekanan
barometer. Tekanan tiap-tiap gas berhubungan secara proporsional dengan jumlahnya,
sehingga tekanan oksigen sebesar 159 mmHg. Pada ketinggian 3500 m tekanan barometer
berkurang menjadi 493 mmHg dan tekanna oksigen berkurang hingga 35% dibandingkan
dengan permukaan laut, dan pada ketinggian 4500 m tekanan parsial oksigen menjadi 91
mmHg atau turun sebesar 40 %. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan
berkurangnya saturasi oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin
dalam darah tergantung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli.
Pada manusia yang mencapai ketinggian lebih dari 3.000 m (10.000 kaki) dalam
waktu singkat, tekanan oksigen intra alveolar (PO2) dengan cepat turun hingga 60 mmHg dan
gangguan memori, serta gangguan fungsi serebri mulai bermanifestasi. Pada ketinggian yang
lebih saturasi O2 arteri (Sat O2) menurun dengan cepat dan pada ketinggian 5.000 m (15.000
kaki), individu yang tidak teraklimatisasi mengalami gangguan. Resiko klinis hipoksia akut
pada ketinggian di atas 10.000 kaki juga kemudian diketahui terutama pada penerbangan
unpressured cabin (kabin tanpa rekayasa udara). Kondisi-kondisi tersebut diantaranya (pada
yang ringan) : penurunan kemampuan terhadap adaptasi gelap, peningkatan frekuensi
pernapasan, peningkatan denyut jantung, tekanan sistolik, dan curah jantung (cardiac output).
Sedangkan jika berlanjut terus akan terjadi gangguan yang lebih berat seperti berkurangnya
pandangan sentral dan perifer, termasuk ketajaman penglihatan, dan pendengaran yang
terganggu. Demikian juga kemampuan koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan
yang kritis setelah terjadinya sianosis dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat
kesadaran akan berlangsung hilang dan pada tahaop akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan
dengan henti napas.
Aklimatisasi (Acclimatisation)
Penyebab utama penyakit ketinggian ini jika kita terlalu cepat mencapai tempat-tempat
ketinggian. Apabila kita cukup waktu untuk mencapai tempat-tempat yang tinggi, tubuh kita
akan beradaptasi dengan penurunan oksigen di ketinggian tertentu. Proses ini dikenal sebagai
aklimatisasi dan umumnya membutuhkan satu sampai tiga hari pada setiap ketinggian
tertentu, misalnya jika kita naik sampai 3.000 meter dpl dan menghabiskan beberapa hari di
ketinggian itu, tubuh kita akan menyesuaikan diri sampai 3.000 meter. Jika kita kemudian
naik ke 5.000 meter dpl. tubuh kita harus menyesuaikan diri sekali lagi, demikian
seterusnya.
Beberapa perubahan yang akan terjadi dalam tubuh kita yang memungkinkan untuk
mengatasi dengan penurunan oksigen di udara : Meningkatnya
kedalaman bernafas. Tubuh memproduksi lebih banyak sel darah merah (haemoglobin)
untuk membawa oksigen. Tekanan dalam kapiler paru meningkat, "memaksa" darah ke
bagian paru-paru yang biasanya tidak digunakan ketika bernapas di permukaan laut.
Tubuh memproduksi lebih dari enzim tertentu yang menyebabkan pelepasan oksigen dari
hemoglobin ke jaringan tubuh.
Kesimpulan
Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil dari
pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan
metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil metabolisme sel
secara terus-menerus. pernapasan dibagi menjadi dua yaitu pernapasan dalam (internal) dan
pernapasan luar (eksternal).
Alat-alat pernapasan pada manusia terdiri dari, hidung, tekak (faring), pangkal
tenggorok (laring), batang tenggorok (trakea), bronkus, bronkiolus, dan paru-paru (pulmo).
Sistem respirasi pun memiliki pengaruh terdapan tekanan: tekanan atmosfer, tekanan intra-
alveolus, tekanan intrapleura.
Daftar Pustaka