Anda di halaman 1dari 13

Studi Kasus Sistem Respirasi Pada Manusia.

NISA KAMILA (102012291)/B6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen KridaWacana


Jl. TerusanArjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp.021-56942061

Fax. 021-5631731

email :niskamila@yahoo.com

Skenario

Seorang laki-laki umur 30 tahun ikut dalam ekspedisi pendakian gunung Pangrango.
Pada ketinggian 3000m ia merasa sesak. Oleh teman-temannya ia dibawa ke posko yang berada
pada ketinggian 2700m. Tim medis menyuruhnya istirahat di posko.

Pendahuluan

Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang berperan


dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil dari
pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan
metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil metabolisme sel
secara terus-menerus. pernapasan dibagi menjadi dua yaitu pernapasan dalam (internal) dan
pernapasan luar (eksternal).
Alat-alat pernapasan pada manusia terdiri dari, hidung, tekak (faring), pangkal
tenggorok (laring), batang tenggorok (trakea), bronkus, bronkiolus, dan paru-paru (pulmo).1

Stuktur Sistem Pernafasan

Respirasi berperan dalam mempertahankan kelangsungan metabolisme sel sehingga


diperlukan fungsi respirasi yang adekuat. Agar sel dapat melakukan metabolisme hingga mampu
menghasilkan energi, sel membutuhkan adanya sulpai oksigen (O2) dan nutrisi yang cukup ke
dalam tubuh. Nutrisi diperoleh dari asupan (intake) makanan dan cairan.
Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil dari
pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan
metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil metabolisme sel
secara terus-menerus.Secara garis besar pernapasan dibagi menjadi dua:
 Pernapasan Dalam (Internal): yaitu pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan
medium cahaya cairnya.
 Pernapasan Luar (Eksternal): yaitu absorpsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara
keseluruhan ke lingkungan luar.
Saluran pernapasan digolongkan menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu:
1. Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway) dengan fungsi utama
sebagai:
a. Air conduction (penyalur udara), sebagai saluran yang meneruskan udara menuju saluran
napas bagian bawah untuk pertukaran gas.
b. Protection (perlindungan), sebagai perlindungan saluran napas bagian bawah agar terhindar
dari masuknya benda asing.
c. Warming, filtrasi dan modifikasi yakni sebagai bagian yang menghangatkan, menyaring,
dan memberi kelembaban udara yang diinspirasi (dihirup).
2. Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway) yang secara umum terbagi menjadi
dua komponen yaitu:
a. Saluran udara konduktif, sering disebut sebagai percabangan
takheobronkhialis (tracheobronchial tree) yang terdiri atas trakhea, bronkus, dan
bronkhiolus.
b. Saluran respiratorius terminal (kadangkala disebut dengan acini) yang berfungsi
sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar dari satuan respiratious terminal
(saluran pernapasan paling ujung), yang merupakan tempat pertukaran gas yang
sesungguhnya. 2

Anatomi Sistem Pernapasan

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:


a. Lubang hidung (cavum nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh
sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue).
Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan
oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai
penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung
terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel terebut mengeluatkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat mencium
aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform
plate, di dalamnnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous Olfaktorius).
b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan
sinus maxilaris.
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+ 13 cm) yang letaknya bermula dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan
(kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat bernapas.
d. Laring
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah
dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas epiglottis,
glottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, pita suara.
Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:
 Saluran Udara Konduktif
a. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7
yang bercabang menjadi dua brobkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea memiliki
panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C.
b. Bronkus dan Bronkhiolus
Bronkus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus yang berakhir di alveoli
tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu
menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps.
 Saluran Respiratorius Terminal
a. Alveoli
Alveoli merupakan kantung udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari
bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Fungsi utama dari
unit alveolus adalag pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli
b. Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas
tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kana mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segment.
Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta,
vena cava, pembuluh paru-paru, esophagus, bagian dari trakhea dan bronkus, serta kelenjar timus
terdapat pada mediatinum.
c. Dada, Diafragma, dan Pleura
Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah
besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Diafragma terletak di
baawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pleura
merupakan mmbran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu pleura
parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral
yang menutupi setiap paru-paru (lapisan dalam paru-paru).3

Fungsi Nonrespitorik Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan juga melaksanakn fungsi-fungsi norespitorik ini:


 Rute untuk mengeluarkan air dan panas. Udara yang dihirup (inspirasi) dilembabkan dan
dihangkatkan oleh saluran napas sebelum dihembus (ekspirasi). Pelembaban udara yang
masuk merupakan hal esensial untuk mencegah dinding alveolus mengering. Oksigen dan
CO2 tidak dapan menembus membran yang kering.
 Membantu memprtahankan keseimbangan asam-basa.
 Memungkinkan kita berbicara, dan bernyanyi.
 Merupakan sistem pertahanan terhadap benda asing yang dihirup.

Saluran Napas Menghantarkan Udara antara Atmosfer dan Alveolus

Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru-paru itu sendiri, dan stuktu-
struktur thoraks(dada) yng berperan menyebabkan aliran udara masuk dan keluar paru melalui
saluran napas. Saluran napas adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antar atmosfer dan
kantung udara (alveolus), alveolus merupkan satu-satunya tempat pertukaran gas antar udara dan
darah. Saluran napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluarn hidung membuka ke dalam
faring(tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pernapasan dan
pencernaan. Terdapat dua saluran yang terdapat pada faring trakea, yang dilalui oleh udara yang
menuju paru, dan eofagus yang dilalui oleh makanan untuk menuju lambung. Udara dalam
keadaan normal masuk ke faring melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut
ketika saluran hidung tersumbat. Karena faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk udara
dn makanan maka suatu menelan terjadi mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan
masuk ke esofagus. Esofagus selalu tertutup kecuali ketika menelan untuk mencegah udara
masuk ke lambung sewaktu bernapas.
Laring atau voice box terletak dipintu masuk trakea. Tonjolan anterior laring membentuk
jakun ( Adam’s Apple). Pita suara, dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu masuk
laring, dapat diregangkan dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Di belakang
trakea terbagi menjadi dua cabang tama, bronkus kanan dan kiri yang masing-masing masuk ke
paru kanan dan kiri. Di dalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang-cabang menjadi
saluran napas yang sempit, pendek, dan banyak seperti percabangan pohon. Cabang-cabang yang
kecil disebut bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal ada alveolus, kantungkantung udara
halus tempat pertukaran gas antar udara dan paru-paru.
Agar aliran udara dapat masuk dan keluar bagian paru tempat pertukaran berlangsung,
kontinum saluran napas penghantar dari pinu masuk melalui bronkiolus terminal hingga alveolus
harus tetapa terbuka. Trakea dan bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang
dikelilingi oleh serangkaian cincing tulang rawan yang menceg ah aluaran ini menyempit.
Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk menjaganya tetap terbuka.
Dinding saluaran ini mengandung otot polos yang disarafi oleh sistem otonom dan peka terhadap
hormon dan bahan kimia lokal tertentu. 4

Mekanisme Pernapasan

Udara cenderung mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekannya
rendah.

Hubungan Antara Tekanan di Dalam dan di Luar Paru Penting dalam Ventilasi

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama paru selama tindakan bernapas karna
mengikuti gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan
ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan penting dalam ventilasi.

1. Tekanan atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi.
Pada ketinggian permukaan air lauttekanan ini sama dengan 760mmHg. Tekanan atmosfer
berurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut, karna lapisa-lapisan
udara di atas permukaan bumi juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan
minor tekanan atmosfer karna perubahan kondisi cuaca.
2. Tekanan Intra-Alveolus
Yang juga dikenal sebagai tekanan intaparu, adalah tekanan di dalam alveolus
berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni
gradien tekanan setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer, udara terus
mengalir sampai kedua tekanan seimbang.
3. Tekanan Intrapleura
Tekanan di dalam kantung intrapleura, tekanan ini juga dikenal sebagai tekanan
intrathoraks. Tekanan yang timbul di luar paru di dalam ronnga thoraks. Tekanana intrapleura
biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan
diri dengan tekanan atmosfer atau inta-alveolus karna tidak ada komunikasi langsung antara
rongga pleura dan atmosfer atau paru. Karna kantung pleura adalah kantung tertutup tanpa
lubang, maka udara tidak akan masuk atau kelur meskipun mungkin terdapat gradien tekanan
antara kantung pleura dan daerah sekitar.
Aliran masuk dan keluar paru terjadi karena perubahab siklik tekanan intra-alveolus, karna
udara mengalair mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-alveolus harus lebih
kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir keluar paru sewaktu inspirasi. Demikian juga,
tekanan intra-alveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara mengali keluar
paru sewaktu ekspirasi. Tekanan intra-alveolus dapat diubah degan mengubah volume paru
sesuia hukum Boyle. Hukum Boyle menyatakan pada suhu konstan, tekana yang timbul oleh
suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas yaitu sewaktu volume gas meningkat, tekanan
yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara proporsional. Sebaliknya, tekanan meningkat secara
proporsional sewaktu berkurang. Perubahan volume paru, dan karenanya tekanan intra-alveolus
ditimbulkan secara tak langsung oleh aktivitas otot pernafasan.
Otot-otot pernafasan yang melakukan gerakan bernafas tidak bekerja langsung pada paru
untuk mengubah volumenya. Otot-otot ini mengubah volume rongga thoraks, menyebabkan
perubahan serupa pada volume paru karena dinding thoraks pada ddinding paru berhubungan
melalui daya rekat cairan intra pleura dan gradien tekanan transmural.5

Permulaan Respirasi Kontraksi Otot Inspirasi


Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernafasn berada dalam keadaan lemah, tidak ada
udara yang mengalir, dan tekanan intra alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi
utama−otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernafas tenang−adalah
diafragma dan otot interkostal eksternal. Pada inspirasi, otot-otot ini dirangsang untuk
berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu
lembaran otot rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan dipersarafi oleh saraf frenikus.
Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga
thoraks. Ketika berkontraksi, diafragma turun dan memperbesar voleume rongga thoraks dengan
meningkatkan ukuran vertikal. Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternal mengangkat iga
dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal mengaktifkan otot interksotal.
Sebelum inspirasi dan pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra alveolus sama
dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru. Sewaktu
rongga thoraks membesar, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga thoraks lebih
besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intra alveolus turun karena jumlah molekul udara yang
sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada gerakan inspirasi biasa, tekanan intra
alveolus turun 1 mmHg sehingga tekanan intra alveolus lebih rendah dari tekanan atmosfer
sehingga udara bisa mengalir ke dalam paru-paru.

Permulaan Ekspirasi Relaksasi Otot Inspirasi


Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya yang
seperti kubah. Ketika otot interkostal eksternal melemas, sangkar iga yang sebelumnya terangkat
turun karena gravitasi. Tanpa gaya yang menyebabkan ekspansi dinding dada maka paru yang
semula teregang mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat-sifat elastisnya.
Sewaktu paru kembali mengecil tekanan intra alveolusnya meningkat, karena jumlah molekul
udara yang lebih banyak yang semula terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir
inspirasi kini termampatkan ke dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi biasa tekanan intra
alveolusnya meningkat menjadi 1 mmHg. Oleh karena itu, udara meninggalkan paru. Dari
tekanan intra alveolus yang lebih tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah.4
Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama yaitu:

1. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan alveoli
paru-paru
2. Proses difusi gas
Secara umum difusi diartikan sebagai peristiwa perpindahan molekul dari suatu daerah
yang konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Peristiwa
difusi merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra. Peristiwa difusi yang
terjadi di dalam paru adalah perpindahan molekul oksigen dari rongga alveoli melintasi
membrana kapiler alveolar, kemudian melintasi plasma darah, selanjutnya menembus dinding
sel darah merah, dan akhirnya masuk ke interior sel darah merah sampai berikatan dengan
hemoglobin. Membran kapiler alveolus sangat tipis, yaitu 0,1 um atau sepertujuh puluh dari
tebal butir darah merah sehingga molekul oksigen tidak mengalami kesulitan untuk
menembusnya. Peristiwa difusi yang lain di dalam paru adalah perpindahan molekul
karbondioksida dari darah ke udara alveolus. Oksigen dan karbondioksida menembus dinding
alveolus dan kapiler pembuluh darah dengan cara difusi. Berarti molekul kedua gas tadi
bergerak tanpa menggunakan tenaga aktif. Urut-urutan proses difusi terbagi atas:
a) Difusi pada fase gas Udara atmosfer masuk ke dalam paru dengan aliran yang cepat,
ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampai terhenti. Udara atau gas yang baru
masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur dengan gas yang telah ada di dalam
alveoli. Kecepatan gas berdifusi di sini berbanding terbalik dengan berat molekulnya.
Gas oksigen mempunyai berat molekul 32 sedangkan berat molekul karbondioksida 44.
Gerak molekul gas oksigen lebih cepat dibandingkan dengan gerak molekul gas
karbondioksida sehingga kecepatan difusi oksigen juga lebih cepat. Percampuran antara
gas yang baru saja masuk ke dalam paru dengan gas yang lebih dahulu masuk akan
komplit dalam hitungan perpuluhan detik. Hal semacam ini terjadi pada alveoli yang
normal, sedangkan pada alveoli yang tidak normal, seperti pada emfisema,
percampuran gas yang baru masuk dengan gas yang telah berada di alveoli lebih
lambat.

b) Difusi menembus membran pembatas

Proses difusi yang melewati membrana pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh
darah meliputi proses difusi fase gas dan proses difusi fase cairan. Dalam hal ini, pembatas-
pembatasnya adalah dinding alveoli, dinding kapiler pembuluh darah (endotel), lapisan
plasma pada kapiler, dan dinding butir darah merah (eritrosit). Kecepatan difusi melewati
fase cairan tergantung kepada kelarutan gas ke dalam cairan. Kelarutan karbondioksida lebih
besar dibandingkan dengan kelarutan oksigen sehingga kecepatan difusi karbondioksida di
dalam fase cairan 20 kali lipat kecepatan difusi oksigen. Semakin tebal membrana pembatas
halangan bagi proses difusi semakin besar.

Transportasi adalah proses beredarnya gas (O2 dan CO2) dalam darah dan cairan

a. Transport gas

Setiap molekul dalam keempat molekul besi dalam hemoglobin berikatan dengan satu
molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin (Hb02) berwarna merah tua. Ikatan ini
tidak kuat dan reversibel. Kapasitas oksigen adalah volume maksimum oksigen yang dapat
berikatan dengan sejumlah hemoglobin dalam dan konsentrasi hemoglobin ini biasanya
dinyatakan sebagai persentase volume dan merupakan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
Kejenuhan oksigen darah adalah rasio antara volume oksigen aktual yang terikat pada
hemoglobin dan kapasitas oksigen. Kejenuhan oksigen dibatasi oleh jumlah hemoglobin atau
PO2.
b. Transport CO2
Karbon dioksida yang berdifusi ke dalam darah dan janingan dibawa ke paru-paru
melalui cara berikut ini:
1. Sejumlah kecil karbon dioksida (7% sampai 8%) tetap terlarut dalam plasma.
2. Karbon dioksida yang tersisa bergerak ke dalam sel darah merah, di mana 25%-nya
bergabung dalam bentuk reversibel yang tidak kuat dengan gugus amino di bagian
globin pada hemoglobin untuk membentuk karbaminohemoglobin.
3. Sebagian besar karbon dioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat, terutama dalam
plasma.
Karbon dioksida dalam sel darah merah berikatan dengan air untuk membentuk asam
karbonat dalam reaksi bolak-balik yang dikatalis oleh anhidrase karbonik.
Reaksi di atas berlaku dua arah, bergantung konsentrasi senyawa. Jika konsentrasi CO2
tinggi, seperti dalam Jaringan, reaksi beglangsung ke kanan sehingga lebih banyak terbentuk
ion hidrogen dan bikarbonat. Dalam paru yang konsentrasi C02-nya lebih rendah, reaksi
berlangsung ke kiri dan melepaskan karbon dioksida.

Kapasitas dan Volume Statis Paru

1. Volume statis paru-paru


 Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas
pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.
 Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan
napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.
 Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat di ekspirasi setelah inspirasi secara
maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC) Besarnya adalah 4800 ml.
 Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke
dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya
adalah 6000 ml.
 Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah
ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV + RV. Besa rnya berkisar 2400 ml.
 Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah
ekspirasi normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.
 Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa
sesudah inspirasi volume tidal normal.
 Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa
sesudah ekspirasi volume tidal normal.
2. Volume dinamis paru-paru
FVC (Forced Vital Capacity) merupakan volume udara maksimum yang dapat
dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik,
normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume
udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah par
ameter dalam menentukan fungsi paru.6

ACUTE MOUNTAIN SICKNESS

Acute Mountain Sickness (AMS) umum terjadi pada pendaki yang mendaki dengan
cepat di ketinggian lebih dari 3000 meter. Gejala terjadi dalam beberapa jam sampai 2 hari
setelah mendaki dan berkurang pada hari ke tiga. Gejalanya antara lain sakit kepala terutama
pagi hari, sesak napas, kelelahan, hilangnya nafsu makan, muntah serta insomnia.
Kejadian AMS tergantung dari ketinggian yang dicapai, kecepatan pendakian dan
kerentanan individu. Toleransi terhadap tempat tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu umur, ketahanan fisik, dan jenis kelamin. Individu yang masih muda
lebihbaik dalam melakukan adaptasi daripada yang sudah tua, ini disebabkan karena fungsi
metabolisme tubuh pada usia muda masih baik juga mobilisasi air plasma dalam ruang
interstitial atau ekstraseluler. Individu dengan ketahanan fisik yang tinggi memberi toleransi
terhadap stress hipoksia lebih baik

Hipoksia Ketinggian
Dari segi fisiologis, stress lingkungan yang paling penting adalah hipoksia. Telah
diketahui pula secara alami terjadi proses adaptasi fisiologis terhadap kondisi lingkungan
pada tempat yang tinggi. Dimana adaptasi ini adalah konsekuensi terjadinya hipoksia karena
pengurangan jumlah molekul oksigen yang dihirup pada waktu bernapas. Hipoksia
merupakan keadaan dimana terjadi defisiensi oksiegn yang mengakibatkan kerusakan sel
akibat penurunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan
umum dari cedera dan kematian sel. Tergantung pada beratnya hipoksia sel dapat mengalami
adaptasi, cedera atau kematian. Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan
oksigen yang mencapai jaringan, gejala yang tampak antara lain mual, nafas pendek, dan
pusing. Hipoksia pada tempat tinggi merupakn stress yang tidak mudah dimodifikasi oleh
manusia dengan respon budaya maupun tingkah laku dan lebih jauh, semua sistem organ
dipengaruhi oleh hipoksia.
Adaptasi biologis terhadap hipoksia tertutama tergantung pada tekanan parsial
oksigen di atmosfer, yang secara proporsional menurun dengan bertambahnya ketinggian.
Udara mengandung 78,08 % nitrogen, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas
ini bersama-sama mempunyai tekanan 760 mmHg pada 0 dpl dan disebut dengan tekanan
barometer. Tekanan tiap-tiap gas berhubungan secara proporsional dengan jumlahnya,
sehingga tekanan oksigen sebesar 159 mmHg. Pada ketinggian 3500 m tekanan barometer
berkurang menjadi 493 mmHg dan tekanna oksigen berkurang hingga 35% dibandingkan
dengan permukaan laut, dan pada ketinggian 4500 m tekanan parsial oksigen menjadi 91
mmHg atau turun sebesar 40 %. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi menyebabkan
berkurangnya saturasi oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan oksihemoglobin
dalam darah tergantung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli.
Pada manusia yang mencapai ketinggian lebih dari 3.000 m (10.000 kaki) dalam
waktu singkat, tekanan oksigen intra alveolar (PO2) dengan cepat turun hingga 60 mmHg dan
gangguan memori, serta gangguan fungsi serebri mulai bermanifestasi. Pada ketinggian yang
lebih saturasi O2 arteri (Sat O2) menurun dengan cepat dan pada ketinggian 5.000 m (15.000
kaki), individu yang tidak teraklimatisasi mengalami gangguan. Resiko klinis hipoksia akut
pada ketinggian di atas 10.000 kaki juga kemudian diketahui terutama pada penerbangan
unpressured cabin (kabin tanpa rekayasa udara). Kondisi-kondisi tersebut diantaranya (pada
yang ringan) : penurunan kemampuan terhadap adaptasi gelap, peningkatan frekuensi
pernapasan, peningkatan denyut jantung, tekanan sistolik, dan curah jantung (cardiac output).
Sedangkan jika berlanjut terus akan terjadi gangguan yang lebih berat seperti berkurangnya
pandangan sentral dan perifer, termasuk ketajaman penglihatan, dan pendengaran yang
terganggu. Demikian juga kemampuan koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan
yang kritis setelah terjadinya sianosis dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat
kesadaran akan berlangsung hilang dan pada tahaop akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan
dengan henti napas.

Aklimatisasi (Acclimatisation)

Penyebab utama penyakit ketinggian ini jika kita terlalu cepat mencapai tempat-tempat
ketinggian. Apabila kita cukup waktu untuk mencapai tempat-tempat yang tinggi, tubuh kita
akan beradaptasi dengan penurunan oksigen di ketinggian tertentu. Proses ini dikenal sebagai
aklimatisasi dan umumnya membutuhkan satu sampai tiga hari pada setiap ketinggian
tertentu, misalnya jika kita naik sampai 3.000 meter dpl dan menghabiskan beberapa hari di
ketinggian itu, tubuh kita akan menyesuaikan diri sampai 3.000 meter. Jika kita kemudian
naik ke 5.000 meter dpl. tubuh kita harus menyesuaikan diri sekali lagi, demikian
seterusnya.
Beberapa perubahan yang akan terjadi dalam tubuh kita yang memungkinkan untuk
mengatasi dengan penurunan oksigen di udara : Meningkatnya
kedalaman bernafas. Tubuh memproduksi lebih banyak sel darah merah (haemoglobin)
untuk membawa oksigen. Tekanan dalam kapiler paru meningkat, "memaksa" darah ke
bagian paru-paru yang biasanya tidak digunakan ketika bernapas di permukaan laut.
Tubuh memproduksi lebih dari enzim tertentu yang menyebabkan pelepasan oksigen dari
hemoglobin ke jaringan tubuh.

Kesimpulan
Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas mekanisme yang berperan
dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil dari
pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan
metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan karbondioksida (CO2) hasil metabolisme sel
secara terus-menerus. pernapasan dibagi menjadi dua yaitu pernapasan dalam (internal) dan
pernapasan luar (eksternal).
Alat-alat pernapasan pada manusia terdiri dari, hidung, tekak (faring), pangkal
tenggorok (laring), batang tenggorok (trakea), bronkus, bronkiolus, dan paru-paru (pulmo).
Sistem respirasi pun memiliki pengaruh terdapan tekanan: tekanan atmosfer, tekanan intra-
alveolus, tekanan intrapleura.

Daftar Pustaka

1. Djojodibroto, D. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007. h. 5


2. Evelin, C. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia; 2009. H.26-27
3. Sloane, E. Anatomi dan fisiologi unuk pemula. Jakarta: EGC; 1995. h. 266
4. Sherwood, L. Fisiologi manusi dari sistem ke sel. Edisi 9. Jakara: EGC; 2009. h.498-507
5. Umar, N. Sistem pernapasan dan suctioning pada jalan napas.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1940/1/anastesiologi-nazaruddin.pdf. Diuduh: 18
mei 2013
6. Somantri, I. Sistem pernapsan. Jakarta: Salemba; 2007
7. Sharma, S. Acute mountain sikness. mji.ui.ac.id/v2/?page=journal.download. Diuduh: 18 mei
2013

Anda mungkin juga menyukai