Anda di halaman 1dari 54

REFERAT RADIOLOGI

USG TESTIS
Disusun Oleh:
Stephanie Samuel Coason 406151019
Indra Kurniawan

Pembimbing:
dr. Sri Hartati, Sp.Rad
ANATOMI
1. Skrotum (2 lobus kantong pembungkus testis)
Fungsi:
melindungi dan menyokong testis,
mengatur temperatur testis dan epididimis.
.Pada skrotum terdapat otot-otot
Tunica dartos (skrotum bawah) membagi skrotum
menjadi 2
Musculus cremaster (leher skrotum) mengangkat dan
menurunkan skrotum pada saat proses termoregulasi
testis.
2. Testis (glandula reproduksi pria)
Sistem reproduksi pria
Struktur luar : penis, skrotum, dan testis.
Struktur dalam : vas deferens, urethra, kelenjar
prostat, vesicula seminalis
Ukuran testis pada orang dewasa adalah 432,5 cm
dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid.
Kelainan pada skrotum
saat lahir (akibat kelainan kongenital)
didapat (timbul setelah anak lahir)
Di antaranya yang sering terjadi ialah hidrokel, torsio testis,
orchitis, tumor testis, dan undesensus testis.
ANATOMI
HISTOPATOLOGIS
Testis 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi
tubulus seminiferus testis
sel-sel spermatogenia (spermatogenesis sel
spermatozoa)
sel Sertoli (memberi makanan pada bakal sperma)
diantara tubulus seminiferi
sel-sel Leyding (menghasilkan hormon testosteron)
Sel-sel spermatozoa disimpan dan maturasi di epididymis
sel spermatozoa + getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah
dicampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens,
vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen
atau mani.
Vaskularisasi
Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari
aorta
Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri
epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul
membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada
beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
varikokel.
KELAINAN SKROTUM
1. HIDROKEL
Definisi: penumpukan cairan antara lapisan parietalis
dan viseralis tunika vaginalis.
Etiologi pada bayi baru lahir :
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga
terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (hidrokel
komunikans)
belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam
melakukan reabsorbsi cairan hidrokel
Klasifikasi

1. Hidrokel Kongenital :
hubungan terbuka antara rongga abdomen sehingga cairan
dari rongga abdomen keluar dan terkumpul di antara
lapisan parietal dan lapisan viseral tunika vaginalis.
sering disertai dengan hernia inguinalis indirek.

2. Hidrokel non komunikans :


cairan yang terjebak di dalam tunika vaginalis sesaat
sebelum menutupnya prosesus vaginalis
Gambaran Klinis
1. benjolan di kantong skrotum tidak nyeri.
2. PF:
benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistik
pemeriksaan transiluminasi (+).
hidrokel terinfeksi atau kulit skrotum sangat tebal sulit,
sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan
ultrasonografi.
3. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis:
a. Hidrokel testis
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tidak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya
kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
b. Hidrokel funikulus
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial
dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di
luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya
tetap sepanjang hari.
c. Hidrokel komunikans
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga
peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan
peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat
berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada
palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke
dalam rongga abdomen.
Terapi
Hidrokel bayi ditunggu sampai usia 1 tahun prosesus
vaginalis menutup, hidrokel hilang, tetapi jika hidrokel masih
tetap ada aspirasi dan operasi.
Indikasi operasi pada hidrokel adalah:
hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh
darah
indikasi kosmetik
hidrokel permagna mengganggu aktivitas sehari-hari
hidrokel kongenital sering disertai hernia inguinalis operasi
hidrokel + herniorafi.
hidrokel testis dewasa pendekatan skrotal dengan
melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai
cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord.
Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in
toto.
2. TORSIO TESTIS
funikulus spermatikus terpuntir
gangguan vaskulariasi dari testis dan
struktur jaringan di dalam skrotum.
Epidemiologi
1 : 4000 , < 25 tahun
pada anak masa pubertas (12-20
tahun).
janin / bayi baru lahir menderita torsio
testis yang tidak terdiagnosis
kehilangan testis baik unilateral /
bilateral.
Faktor predisposisi
1. Kriptorchkismus
2. Hidrokel
3. Gubernakulum tidak terbentuk
4. Spasme kremaster
5. Posisi transversal pada skrotum
6. Mesorchium panjang dan sempit
7. Kecenderungan mesorchium melekat pada satu pole testis
8. Kurang menyatunya dinding skrotum dengan testis
9. Bell clapper deformity
Jenis-jenis torsio testis :
1. Torsio testis ekstravaginalis (testis, epididimis, dan tunika
vaginalis terpuntir pada funikulus spermatikus) biasanya
terjadi pada janin atau neonatus
2. Torsio testis intravaginalis, biasanya terjadi pada lelaki
dewasa muda :
a. Testis dan epididimis terpuntir pada funikulus spermatikus
(Bell Clapper)
b. Testis terpuntir pada mesorchium terhadap epididimis

Gambar 13 : (A) torsio testis ekstravaginal (B) torsio testis intravaginal


Diagnosis
Anamnesis :
1. Nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, menjalar ke inguinal / perut bawah. Pada bayi
gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau menyusui.
2. Testis membesar.
3. Retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir jadi memendek
4. Mual dan muntah, demam
Pemeriksaan Fisik :
1. Testis / skrotum bengkak / hiperemis
2. Demings sign (testis letak tinggi) dibandingkan sisi kontralateral
3. Angells sign (testis posisi melintang) dibandingkan sisi kontralateral
4. Testis nyeri tekan (+) dan elevasi tidak menghilangkan nyeri seperti sering terjadi
pada epididimis akut (Prehns sign, yaitu nyeri tetap/meningkat saat mengangkat testis)
5. Kadang-kadang dapat diraba adanya lilitan/simpul atau penebalan funikulus
spermatikus.
6. Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan sukar
dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusion, hiperemia, edema kulit dan
subkutan
Pemeriksaan penunjang :
1. sedimen urin leukosit dalam urine (-)
2. Darah inflamasi (-), kecuali torsio testis lama dan mengalami
peradangan
3. Doppler dan sintigrafi testis (akurasi 90 100 %) untuk menilai adanya
aliran darah ke testis :
Torsio : avaskuler
Tumor : hipervaskuler
Trauma : vaskularisasi berkurang
Diagnosis banding
1. Epididimitis akut
2. Orchitis
3. Hidrokel terinfeksi/trauma
4. Trauma testis
5. Hernia inguinalis inkarserasi/strangulasi
6. Tumor testis
7. Oedem skrotum
8. Varikoke
Penatalaksanaan
1. Detorsi manual
pada kasus dini (1 2 jam) / tindakan awal bagi pasien
sebelum dibawa ke RS.
Reduksi berhasil pemulihan segera untuk aliran darah ke
testis.
Bukan terapi definitive lakukan eksplorasi gawat darurat
2. Reduksi manipulative
tidak menjamin penyembuhan sempurna
Abnormalitas penyebab torsi masih tetap ada dan mungkin
melibatkan testis pada sisi yang lain lakukan fiksasi operatif
kedua testis
3. Eksplorasi mutlak pada kasus yang diduga torsi.
Testis harus dipaparkan dengan membuat irisan ke dalam
skrotum.
Komplikasi
obstruksi aliran darah testis testis hipoksia, edema, iskemia
nekrosis

Prognosis
Umumnya viabel dalam 4 6 jam setelah torsio
Maksimum survival 70 90 % 5 12 jam
Mungkin masih baik 12 24 jam
Hasil meragukan bila lebih dari 24 jam
Dianjurkan orkidektomi bila lebih dari 4 jam
Tergantung jumlah putaran dan lamanya torsio
3. ORCHITIS
Definisi : peradangan pada salah satu atau kedua testis
(buah zakar).

Etiologi :
Bakteri
Virus gondongan (mumps). Hampir 15-25% pria yang menderita
gondongan setelah masa pubertasnya akan menderita orchitis.
Orchitis juga ditemukan pada 2-20% pria yang menderita
bruselosis. Orchitis sering dihubungkan dengan infeksi prostat atau
epididimis, serta merupakan manifestasi dari penyakit menular
seksual (misalnya gonore atau klamidia).
Faktor risiko
Immunisasi gondongan yang
tidak adekuat
Infeksi saluran kemih berulang
Kelainan saluran kemih

Diagnosis
gejala dan hasil pemeriksaan
fisik.
pembengkakan kelenjar getah
bening di selangkangan dan
pembengkakan testis yang
terkena.
Gejala :
1. Pembengkakan skrotum
2. Testis yang terkena terasa berat, membengkak dan teraba
lunak
3. Pembengkakan selangkangan pada sisi testis yang terkena
4. Demam
5. Dari penis keluar nanah
6. Nyeri ketika berkemih (disuria)
7. Nyeri selangkangan
8. Nyeri testis, bisa terjadi ketika buang air besar atau
mengedan
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan adalah :
Analisa air kemih
Pembiakan air kemih
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kimia darah.

Penatalaksanaan
Bakteri AB 7-14 hari, anti nyeri dan anti peradangan.
Virus pereda nyeri, tirah baring, skrotumnya diangkat dan
dikompres dengan air es.

Pencegahan
Immunisasi gondongan
4. TUMOR TESTIS
Definisi : pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis
(buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar
atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum
(kantung zakar).
Sering 15-40 tahun
Etio: belum diketahui
Faktor resiko
Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
Perkembangan testis yang abnormal
Sindroma Klinefelter
pemaparan bahan kimia tertentu
infeksi oleh HIV
Jika di dalam keluarga ada riwayat tumor testis, maka
risikonya akan meningkat.
Klasifikasi
1. Seminoma (30-40%) 30-40 tahun dan terbatas pada
testis
2. Non-seminoma (60%)
a. Karsinoma embrional : 20%, 20-30 tahun dan sangat ganas.
Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan
hati.
b. Tumor yolk sac : 60% anak
c. Teratoma : 7% dewasa dan 40% anak
d. Koriokarsinoma.
e. Tumor sel stroma (3-4%) : tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel
Sertoli dan sel granulosa. Tumor bisa menghasilkan hormon
estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker testis,
yaitu ginekomastia.
Stadium
Stadium I : tumor belum menyebar ke luar testis
Stadium II : tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
Stadium III : tumor telah menyebar ke luar kelenjar getah bening,
bisa sampai ke hati atau paru-paru.

Gejala
Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah
Ginekomastia
Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik.
PP:
USG skrotum
Pemeriksaan darah untuk petanda tumor
AFP (alfa fetoprotein)
HCG (human chorionic gonadotrophin)
LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma AFP atau beta HCG.
Rontgen dada (metastasis ke paru-paru)
CT scan perut (metastasis ke organ perut)
Biopsi jaringan.
PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan : pengangkatan testis (orkiektomi dan pengangkatan
kelenjar getah bening (limfadenektomi)
2. Terapi penyinaran : menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi
tinggi lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor
non-seminoma.Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada
seminoma, terutama pada stadium awal.
3. Kemoterapi : digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan
etoposid) untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah
meningkatkan angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang : dilakukan jika kemoterapi telah
menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang penderita
5. Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,
diberikan kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid
atau vinblastin).
Tumor Seminoma :
1. Stadium I : orkiektomi + penyinaran kelenjar getah bening
perut
2. Stadium II : orkiektomi + penyinaran kelenjar getah bening
+ kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III : orkiektomi + kemoterapi multi-obat.
Tumor Non-Seminoma:
1. Stadium I : orkiektomi + limfadenektomi perut
2. Stadium II : orkiektomi + limfadenektomi perut + kemoterapi
3. Stadium III : orkiektomi + kemoterapi
5. UNDESENSUS TESTIS (UDT)
Definisi UDT / kriptorkismus adalah gangguan
perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan
salah satu atau kedua testis secara komplit ke dalam
skrotum.

Epidemiologi
Insiden UDT pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan
bayi dan tingkat kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur
sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi cukup bulan. Bayi
dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT,
sedangkan dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT.
Etiologi
Tabel 1. Berbagai kemungkinan penyebab UDT
A Androgen deficiency/blockade
Pituitary/placental gonadotropin deficiency
Gonadal dysgenesis
Androgen sythesis defect (rare)
Androgen receptor defect (rare)
B Mechanical anomalies
Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal)
Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal)
Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture)
Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block
migration)
C Neurological anomalies
Myelomeningocele (GNF dysplasia)
GFN/CGRP anomalies
D Aquired anomalies
Cerebral palsy (cremaster spasticity)
Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)
Klasifikasi
1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami
penurunan parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti.
Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba
(impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur
penurunan yang normal.
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum
tetapi akibat refleks kremaster yang berlebihan dapat
kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT
yang sebenarnya.
Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi
terhentinya testis, menjadi: abdominal, inguinal, dan
suprascrotal.

Gambar 24 : Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis
Diagnosis
1. Anamnesis
prematuritas penderita, penggunaan obat-obatan saat ibu
hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal dan harus
dipastikan apakah sebelumnya testis pernah teraba di
skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis
retractile akibat refleks cremaster yang berlebihan sering
terjadi pada umur 4-6 tahun).
riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang
lebih besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan
penciuman (biasanya penderita tidak menyadari). Riwayat
keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia,
dan kematian neonatal.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang
dengan frog leg position dan jongkok. Dengan 2 tangan yang
hangat, menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri
kanalis inguinalis ke arah medial dan skrotum. Bila teraba testis
harus dicoba untuk diarahkan ke skrotum, dengan kombinasi
menyapu dan menarik terkadang testis dapat didorong ke dalam
skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis di dalam skrotum
selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami
fatigue; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan
testis yang retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali
begitu testis dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.
Gambar 25 : Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai dari SIAS. B&C: Bila teraba testis,
menggiring testis dengan ujung-ujung jari. D: Memanipulasi ke-dalam skrotum.
Testis yang atrofi atau vanishing testis dapat dijumpai
pada jalur penurunan yang normal. Kemungkinan
etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi.
Testis kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis
(72%), diikuti supraskrotal (20%), dan intra-abdomen
(8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik akan dapat
menentukan lokasi UDT tersebut.
Tanda Klinis Penyerta Kemungkinan Penyebab
Tanpa kelainan lain Simple UDT, anorchia, female
pseudo-hermaphroditsm
Mikro penis dengan atau tanpa Gangguan sintesis androgen
hipospadia partial atau Androgen insensitivity
syndrome
Anosmia dan mikro penis Sindrom Kallmann
Gangguan intelektual atau Sindrom tertentu
dismorfik
Mikro penis dan defek midline Defisiensi gonadotropin
Mikro penis dan hipoglikemi Multiple pituitary hormone
neonatal deficiency
Perawakan tinggi (testis mungkin Sindrom Klinefelter
teraba di inguinal, kecil dan
Tabel 2. Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral tidak teraba testis
padat)
Pemeriksaan Laboratorium
Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium
lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai
hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan
hormonal (yang terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk
menyingkirkan kemungkinan intersex. Setelah menyingkirkan kemungkinan
intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan dan tidak teraba
testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan dapat membantu
menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah mencapai di atas
3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus dilakukan dengan melakukan
stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin hormone).
Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai peningkatan LH/FSH setelah
dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia.
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon
testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Pada bayi,
respon normal setelah hCG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa
kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas,
dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah
stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x.
Pemeriksaan Pencitraan
USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis
terutama di daerah inguinal, di mana hal ini akan mudah
sekali dilakukan perabaan dengan tangan.
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi
dibandingkan USG terutama diperuntukkan testis
intraabdomen (tak teraba testis dan tidak dapat dideteksi
dengan USG). MRI mempunyai sensitifitas yang lebih baik
untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan
tahun). MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan
testis.
Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk
mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.
Terapi reposisi testis ke dalam skrotum baik dengan menggunakan terapi
hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).
1. Terapi Hormonal
Hormon yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau
LH-releasing hormone (LHRH). Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan
pituitary, yang akan merangsang sel Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja
peningkatan androgen pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi diduga
mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster. hCG diberikan dengan dosis 250 IU
untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur 1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun,
masing masing kelompok umur diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi adalah makin distal lokasi testis makin
tinggi keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi hormonal, UDT
bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.
2. Terapi Pembedahan
Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah
orchiopexy. Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan sampai
umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun. Pertimbangan
lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan morfologis degeneratif testis yang dapat
meningkatkan risiko infertilitas. Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100 % bergantung
pada umur penderita, ukuran testis, contralateral testis, dan keterampilan ahli bedah.
Komplikasi
Risiko Keganasan
Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal
mempunyai risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.
Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi
akan lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang
telah dilakukan orchiopexy.
Infertilitas
Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT.
Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya
penurunan volume testis, jumlah germ cells dan spermatogonia
dibandingkan dengan testis yang normal. Biopsi testis pada anak dengan
UDT unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun menunjukkan
gambaran yang tidak berbeda bermakna dengan testis yang normal.
Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur
1 tahun, semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti
risiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses
degenerasi lebih lanjut.
Gambar 26 :
undesensus testis

Anda mungkin juga menyukai