Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp. An-KIC
dr. Ricka Lesmana, Sp. An
dr. Febrian Dwi Cahyo, Sp. An, M.Kes
Diajukan Oleh :
Dewinta Kesuma Alam., S. Ked
Dian Malahayati., S. Ked
PENDAHULUAN
Induksi anastesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anastesia dan pembedahan. Induksi
anestesi dapat dilakukan secara
• Intravena
Induksi intravena paling banyak digunakan karena cepat dan dikerjakan pada
pasien yang kooperatif
• Intramuskular
Sampai saat ini hanya ketamin yang dapat diberikan secara IM dengan
dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
• Inhalasi
Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan atau sevofluran
• Per-rektal
Cara ini hanya untuk anak dan bayi, menggunakan tiopental atau midazolam
• Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur
Rumatan anestesi dapat dikerjakan secara intravena atau
inhalasi serta dengan campuran keduanya.
Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid
dosis tinggi atau dosis biasa.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O
dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2vol% atau enfluran 2-
4vol% atau isofluran 2-4vol% atau sevofluran 2-4vol%
tergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu, atau
dikendalikan
MONITORING PERIANESTESIA
Indikasi
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002
antara lain :
• Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan
oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan
pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.
• Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
• Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau
sebagai bronchial toilet.
• Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat
atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
• Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang
sulit.
• Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan
tenggorokan, karena pada kasus-kasus demikian sangatlah
sukar untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu
pekerjaan ahli bedah.
• Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan
yang tenang dan tidak ada ketegangan.
• Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction
dilakukan dengan mudah, memudahkan respiration control dan
mempermudah pengontrolan tekanan intra pulmonal.
• Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi
intestinal.
• Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
• Tracheostomni.
Kontraindikasi
Tidak ada kontra indikasi yang absolute; namun demikian
beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang
tidak memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan
yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa
kasus. Trauma servikal yang memerlukan keadaan
imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit
untuk dilakukan intubasi.
CARA INTUBASI
• S (Scope)
- laringoskop dipilih yang sesuai dan lampunya harus terang
- stetoskop untuk memeriksa apakah ujung pipa berada di tempatyang benar.
• T (Tube)
- Pipa trakea yang sesuai dengan ukuran dan sediakan satu ukuran yang lebih besar dan satu yang
lebih kecil. Olesi dengan pelicin jeli.
• A (Airway)
- Pipa nafas mulut faring
• T (Tape)
- Plester untuk memfiksasi pipa di mulut
• I (Introducer)
- Mandrin atau stilet untuk memandu saat memasukkan ujung pipa trakea.
• C (Connector)
- alat penyambung pipa kea lat anestesi
• S (Suction)
- Alat penyedot lendir/sekret dan muntah pasien
• Laringoskop
Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop dewasa
Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya blade magill).Biasanya
digunakan pada bayi dan anak.
• Pipa Endotrakeal
Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu,
misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang
mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada
ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa
berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang
masuk 20-23 cm.
• Pipa orofaring/nasoparing
Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.
• Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
• Stilet atau forcep intubasi
Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat
insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal
nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring
• Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas
PROSEDUR TINDAKAN INTUBASI
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi
Mallampati :
• Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang,
oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan
bantal yang cukup keras atau botol infus)à kepala dalam keadaan
ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
• Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot,
lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal
dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan
kiri dan balon dengan tangan kanan.
• Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang
laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop
dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade
laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat
dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis.
Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis
diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak
keputihan bentuk huruf V.
• Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui
sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum
memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita
suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut.
Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan
tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop
dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
• Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi.
Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara
nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa
endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa
suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara
wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada
ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum
atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),
kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak
semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali
setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
• Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien
bersangkutan.
KOMPLIKASI