Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2

Edema otak merupakan sebab yang paling lazim dari peningkatan tekanan

intrakranial dan memiliki banyak penyebab antara lain peningkatan cairan


intrasel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, iskemia serebral,
meningitis, dan tentu saja cidera. Apapun penyebabnya efek yang ditimbulkan
pada dasarnya sama. 1
3

Dalam prinsip penatalaksanaan stroke iskemik, mencegah perburukan

neurologis yang berhubungan dengan stroke harus dilakukan (jendela terapi


sampai 72 jam). Perburukan klinis dapat disebabkan oleh edema yang progresif
dan pembengkakan akibat infark. Masalah ini umumnya terjadi pada infark yang
luas. Edema otak umumnya mencapai puncaknya pada hari ke 3 sampai 5 setelah
onset stroke dan jarang menimbulkan masalah dalam 24 jam pertama. 2
4

Komplikasi letal dari stroke adalah edema cerebral yang menyertai stroke

iskemik luas dan stroke hemoragik. Pada unit stroke, di mana komplikasi (emboli
paru dan abnormalitas jantung) dapat dihindari, edema serebri muncul sebagai
penyebab utama dari kematian. 3
5

Trauma otak menyebabkan fragmentasi jaringan dan kontusio, merusak

sawar darah otak (SDO), disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul
edema. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan pada
akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah
otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PCO2),
dan kerusakan SDO lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut hingga terjadi
kematian sel dan edema bertambah secara progresif kecuali bila dilakukan
intervensi. 1

1 | Page

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah
Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit
pada pasien yg mengalami penyakit Edema Serebri?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis tentang Edema Serebri.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus Edema Serebri pada
pasien secara langsung.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit Edema Serebri.
1.4 Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini
diantaranya:
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
dalam, khususnya mengenai Edema Serebri.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut
topik topik yang berkaitan dengan Edema Serebri.

BAB II
2 | Page

KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien

: Sri Sunarni

Umur

: 17 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Desa

Pekerjaan

: Pelajar

Status Perkawinan

: Belum Kawin

Agama

: Islam

Tanggal Masuk RS

: 09-05-2015

Nomor

: 049970

Kuing

STATUS NEUROLOGI
A. ANAMNESA
Keluhan Utama

: Alloanamnesa
:Pasien datang dengan keluhan
demam disertai penurunan
kesadaran

1. Riwayat Penyakit Sekarang


: Seorang perempuan datang ke IGD
pada tanggal 09-05-2015 dibawa oleh keluarga nya dengan keluhan
demam yang dialami OS kurang lebih setengah bulan belakangan ini. Os
datang dengan penurunan kesadaran .
Awalnya pada pertengahan bulan april, pasien sakit dengan
keluhan nyeri hebat pada kepala, nyeri pada perut dan seluruh badannya
serta lemah. Os berobat dengan mantri desa dan didiagnosa dengan
Demam Tifoid, pemeriksaan lab darah: Widal test (+), dan dirawat di
rumah selama 2 minggu.
Sejak duduk di bangku SMP pasien sering mengeluhkan nyeri kepala serta
mimisan.
2. Riwayat Penyakit Terdahulu
a. Hipertensi
b. Diabetes Mellitus

: (-)
: (-)
3 | Page

c. Penyakit Jantung
d. Asma
e. Penyakit Lain
3.
4.
5.
6.

Riwayat Pribadi
Riwayat Pengobatan Lain
Riwayat Penyakit keluarga
Anamnesa Sistem
a. Sistem Serebrospinal
b. Sistem Kardiovaskular
c. Sistem Respirasi
d. Sistem Gastrointestinal
e. Sistem Muskuloskeletal
f. Sistem Integumental
g. Sistem urogenital

: (-)
: (-)
: Demam Tifoid
: (-)
: tidak jelas
: (-)
: Nyeri Kepala
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

Resume Anamnesa
Seorang perepuan bernama Sri Sunarni berusia 17 tahun dibawa oleh keluarga nya
ke RSUD.dr. H. Kumpulan Pane dengan keluhan demam sejak setengah bulan
belakangan ini.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
c. Glasgow Coma Scale
d. Kontak
e. Vital Sign
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu
f. Berat badan
g. Tinggi badan
h. Status gizi
i. Pulmo
j. Jantung
k. Hati
l. Limpa
2. Pemeriksaan Neurologi
a. Kepala
Ukuran
Wajah

: buruk
: Somnolen
: E :2 , V :2 , M :3
: Inadekuat
: mmHg
: x/i
: x/i
: C
: 38 kg
: 155 cm
: underweight
: Suara paru
: Normal
: Normal
: Normal

: Normochepali
: Simetris

4 | Page

Fontanella
Nyeri Tekan

: Tertutup
: SDN

b. Leher dan vertebra


Inspeksi
Palpasi
Range of motion
Manuver
o Lasegue sign
o Patricks test
o Contrapatriks sign
o Lhermittres sign
o Valsava manuver
o Nafzigers test
c. Rangsangan Meningeal
Kaku Kuduk
Test Kernig
Brudzinki I
Brudzinki II
Brudzinki III
Brudzinki IV

: DBN
: DBN
: Sulit dinilai (SDN)
: SDN
: SDN
: SDN
: TDP
: TDP
: TDP

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: TDP
: TDP

d. Syaraf Otak
Nervus I ( Olfactory Nerve )
Anosmia
: (SDN)
Hiposmia
: (SDN)
Hiperosmia
: (SDN)
Parosmia
: (SDN)
Kakosmia
: (SDN)
Halusinasi Penciuman : (SDN)

Nervus II (Optic Nerve)


Daya Penglihatan
Pengenalan Warna
Medan Penglihatan
Fundus Okuli
Pupil
Retina
Arteri / Vena

Kanan
SDN
SDN
SDN
TDP
ISOKOR
TDP
TDP

Kiri
SDN
SDN
SDN
TDP
ISOKOR
TDP
TDP
5 | Page

Perdarahan

Kanan
(-)
(SDN)
(SDN)
(SDN)
(5mm)
BULAT, REGULER
ISOKOR
(-)
(-)
SIMETRIS
(-)
(-)
(-)
(-)

Kiri
(-)
(SDN)
(SDN)
(SDN)
(5mm)
BULAT, REGULER
ISOKOR
(-)
(-)
SIMETRIS
(-)
(-)
(-)
(-)

Nervus IV ( Trochlear Nerve )


Kanan
SDN
(-)
(-)

Gerak mata ke lateral bawah


Strabismus konvergen
Diplopia

(-)

Nervus III ( Oculomotor Nerve )

Ptosis
Gerak Mata ke Atas
Gerak Mata keMedial
Gerak Mata kebawah
Ukuran Pupil
Bentuk Pupil
Kesamaan Pupil
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsesuil
Rima palpebral
Strabismus divergen
Diplopia
Nistagmus
Eksoftalmus

(-)

Kiri
SDN
(-)
(-)

Nervus V ( Tregeminal Nerve)


Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas
muka

Kanan
SDN
SDN
SDN

Kiri
SDN
SDN
SDN

(+)
TDP
TDP
TDP
(-)

(+)
TDP
TDP
TDP
(-)

atas , tengah , bawah


Refleks kornea
Refleks bersin
Refleks masseter
Refleks zygomaticus
Eksoftalamus
Nervus VI ( Abducens Nerve )

6 | Page

Gerak mata ke lateral


Strabismus konvergen
Diplopia

Kanan
SDN
SDN
SDN

Kiri
SDN
SDN
SDN

Nervus VII ( Facial Nerve )


Kerutan kulit dahi
Kedipan mata
Lipatan naso- labial
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Mengerutkan alis
Menutup mata
Meringis
Menggembungkan pipi
Tic fasialis
Lakrimasi
Daya kecap lidah 2/3 bagian
Refleks visuo- palpebral
Refleks glabella
Refleks aurikulo palpebral
Tanda Myerson
Tanda chovstek
Besiul

Kanan
SDN
SDN
DBN
DBN
SDN
SDN
DBN
SDN
SDN
(-)
SDN
SDN
TDP
TDP
TDP
TDP
TDP
SDN

Kiri
SDN
SDN
DBN
DBN
SDN
SDN
DBN
SDN
SDN
(-)
SDN
SDN
TDP
TDP
TDP
TDP
TDP
SDN

Kanan
SDN
SDN
TDP
TDP
TDP

Kiri
SDN
SDN
TDP
TDP
TDP

Nervus VIII ( Vestibulocochlear Nerve)


Mendengar suara berbisik
Mendengar detik arloji
Test rinne
Test weber
Test schwabach
Nervus IX ( Glossopharyngeal Nerve)
Arkus faring
Daya kecap 1/3 belakang
Refleks muntah
Sengau
Tersedak

SDN
TDP
TDP
TDP

7 | Page

Nervus X ( Vagus Nerve )


Arkus faring
Nadi
Bersuara
Menelan

DBN
TERABA
(-)
(-)

Nervus XI ( Accesory Nerve )


Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu
Trofi bahu

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kanan
SDN
SDN
SDN
EUTROFI

Kiri
SDN
SDN
SDN
EUTROFI

Nervus XII ( Hypoglossus Nerve )


Sikap lidah
: DBN
Artikulasi
: (SDN)
Tremor lidah
: (SDN)
Menjulurkan lidah
: (SDN)
Kekuatan lidah
: (SDN)
Trofi otot lidah
: EUTROFI
Fasikulasi lidah
: (-)

e. Sistem Motorik
Inspeksi
Gerakan Volunter
Palpasi Otot
Perkusi Otot
Tonus Otot
Kekuatan Otot
ESD :
E:
F:
EID :
E:
F:
f. Sistem Sensorik
Sensibilitas

: DBN
: (SDN)
: DBN
: DBN
: DBN
: (SDN)
ESS :
E:
F:
EIS :
E:
F:
Tangan

Kaki
8 | Page

Nyeri
Termis
Taktil
Posisi
Vibrasi

Kanan
SDN
SDN
SDN
SDN
TDP

Kiri
SDN
SDN
SDN
SDN
TDP

Kanan
SDN
SDN
SDN
SDN
TDP

Kiri
SDN
SDN
SDN
SDN
TDP

g. Refleks Fisiologi
Refleks
Biceps reflex
Triceps reflex
Brechioradialis reflex
Knee patella reflex
Achilles reflex

Kanan
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)

Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)

h. Refleks Patologi
Refleks
Babinski reflex
Chaddock reflex
Oppenhein reflex
Gordon reflex
Schaeffer reflex
Gonda reflex
Hoffman reflex
Tromner reflex

Kanan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

i. Fungsi Serebellum
Cara Berjalan
: SDN
Ataksia
: SDN
Rebound fenomen
: SDN
Dismetri
Tes telunjuk hidung
Tes telunjuk telunjuk
Tes hidung telunjuk hidung
Tes romberg
Disdiadokhok nesis
: TDP
Nistagmus
: TDP
j. Fungsi Vegetatif

Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

: TDP
: TDP
: TDP
: TDP

9 | Page

Vasomotorik
Sudomotorik
Pilo erektor
Miksi
Defekasi
Potensi libido
k. Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif
Daya ingat kejadian
Orientasi
- Tempat : SDN
Waktu : SDN
- Orang
: SDN
- Situasi : SDN
Intelegensi
Daya pertimbangaan
Reaksi emosi
Afasia
Agnosia
Akalkulia

: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: DBN
: TDP
: Buruk
: SDN
:

: SDN
: SDN
: SDN
: (-)
: (-)
: (-)

B. PEMERIKSAAN LAIN
Darah Rutin :
o Hb

Elektrolit

: 10,7 g/dl
:

o K+
: 3,0 mEq/L
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Head CT-Scan

D. DIAGNOSIS BANDING :
1. Edema Serebri Difus
2. Tumor otak
E. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis Klinik
2. Diagnosis Topik
3. Diagnosis Etiologik

: Edema Serebri Difus


: Lesi di korteks
: Ensefalitis

F. TERAPI
T/h :
RL 20 gtt/I (makro)

10 | P a g e

Inf aminofluid 1 fls/hari


Omeprazol + NaCl 0,9 % 100 cc/ 12 jam
Inj dopamin (sesuai protap)
Inj ceftriaxone 2 gr/12 jam
Inj ranitidin 1 amp/12 jam
Inj dexametason 2 amp/8 jam
Inj kalnex 500 mg/8 jam

P/o :

Sanmol
B Comp

4 x 1 (k/p)
1x1

G. PROGNOSIS
1. Death
2. Desease
3. Disability
4. Discomfort
5. Dissatisfaction

: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam

H. FOLLOW UP
Tabel Follow UpTandaVital
Tanggal

Sensorium

TD

HR

RR

Temperature

10-05-2015

Somnolen

140/60

72

24

37,9

Pukul 07.10

Somnolen

140/60

72

24

39,0

Pukul 13.35
11-05-2015

Somnolen
Somnolen

120/80
110/80

120
136

24
26

40,5
39,7

12-05-2015

Sopor

103/86

50

12

36,2

13-05-2015

Sopor

114/89

45

18

36,2

14-05-2015

Coma ringan

92/57

112

42

37,0

15-05-2015

Coma

84/49

45

23

36,5

16-05-2015

Coma

111/72

87

29

36,2

17-05-2015

Coma

118/92

56

25

36,2

Pukul 17.15

Os Meninggal

11 | P a g e

Tabel Follow UpSubjek (S)

12 | P a g e

Tanggal

Sensorium

Refleks

Refleks

Refleks

10-05-2015

Somnolen

Demam (+),

Fisiologis
(+)/ (+)

Patologis
(-) / (-)

Kornea
(+)

Pukul 07.10

Somnolen

Sesak (-), pupil

Pukul 13.35
11-05-2015

Somnolen
Somnolen

midriasis
Demam (+), sesak

(+)/ (+)

(-) / (-)

(+)

12-05-2015

Sopor

(-),pupil midriasis
Demam (-),sesak

(+)/ (+)

(-) / (-)

(+)

Sopor

(-),pupil midriasis
Demam (-), sesak

(+)/ (+)

(-) / (-)

(+)

14-05-2015

Coma

(-),pupil midriasis
Demam (-), sesak

(+)/ (+)

(-) / (-)

(+)

15-05-2015

Ringan
Coma

(+),pupilmidriasis
Demam (-), sesak

(+)/ (+)

(-) / (-)

(+)

16-05-2015

Coma

(-),pupil midriasis
Demam (-), sesak

(+)/ (+)

(-) / (-)

(+)

Coma

(+),pupilmidriasis
Demam (-), sesak

(+)/ (+)

(-) / (-)

(+)

13-05-2015

17-05-2015

Keadaan Umum

(-),pupil midriasis
Os
Pukul 17.15

Meninggal

13 | P a g e

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.

Definisi
Edema serebri merupakan akumulasi cairan secara abnormal di dalam

jaringan otak yang kemudian menyebabkan pembesaran secara volumetrik. Dapat


terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea)
maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial.1
3.2.

Klasifikasi
3.2.1. Berdasarkan patofisiologi :
a. Edema vasogenik.
b. Cytotoxic edema.
c. Osmotic edema
d. Interstisial edema
3.2.2. Berdasarkan Lokalisasi cairan dalam jaringan otak
a. Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba.
b. Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia grisea.
3.2.3. Berdasarkan CT scan
a. Edema perifokal.
b. Edema difus. 5

3.3.

Etiologi

14 | P a g e

Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan non neurologis.
a.

Kondisi Neurologis
Edema ini dapat timbul pada akibat stroke iskemik dan perdarahan
intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.

b.

Kondisi non neurologis


Dapat timbul pada ketoasidosisis diabetikum, koma asidosis akut,
hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremi, ketergantungan pada
opioid, gigitan reptile tertentu, atau high altitude cerebral edema
(HACE).3

3.4.

Patofisiologi
3.4.1. Edema vasogenik
Pada Edema vasogenik, terdapat peningkatan volume cairan
ekstraseluler karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga air
dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler dan masuk ke
ekstraseluler.
Vasogenik edema ini disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik,
terutama meningkatnya tekanan darah dan aliran darah dan oleh faktor
osmotik. Ketika protein dan makromolekul lain memasuki rongga
ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air dan
natrium pada rongga ekstraseluler juga meningkat.Edema vasogenik ini
lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral karena perbedaan
compliance antara substansia alba dan substansia grisea.
Edema vasogenic ini juga sering disebut edema basah karena
pada beberapa kasus, potongan permukaan otak nampak cairan edema.
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi
fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral, dll.3

15 | P a g e

3.4.2. Edema Sitotoksik


Pada edema sitotoksik, terdapat peningkatan volume cairan
intrasel, yang berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energi yang
secara normal tetap mencegah air memasuki sel, hal ini disebabkan karena
pompa natrium dan kalium tidak berfungsi dengan baik pada membran sel
glia. Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea
menyerap air dan membengkak. Akibat dari pembengkakan endotel
kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otak semakin berat karena perfusi
darah terganggu. Pembengkakan otak berhubungan dengan edema
sitotoksik yang berarti terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati,
yang akan berakibat sangat buruk. Edema sitotoksik ini sering
disistilahkan dengan edema kering.3
Edema sitotoksik ini terjadi bila otak mengalami kerusakan yang
berhubungan dengan hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolik (uremia,
ketoasidosis

metabolik),

intoksikasi

(dimetrofenol,

triethyl

itin,

hexachlorophenol, isoniazid) dan pada sindroma Reye, hipoksemia berat.3


3.4.3. Edema Osmotik
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat terjadi karena terjadi perbedaan
tekanan osmotic antara plasma darah (intravaskular) dan jaringan otak
(ekstravaskular).3
3.4.4. Edema Interstisial/Hidrostatik
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang
terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan
serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler
meningkat. Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi
terhambat, cairan serebrospinal merembes melalui dinding ventrikel,
meningkatkan volume ruang ekstraseluler.3

16 | P a g e

Manifestasi Klinis

3.5.

Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan


meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF).
Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem,
memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan.
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan
tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardi dan hipertensi. Terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor

medular.

Hal

ini

merupakan

mekanisme

untuk

mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan


meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah
kapiler serebral oleh edema.
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pernapasan; respirasi menjadi lambat
dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang
otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes,
kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler,
apnea, dan kematian.
6. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang
tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2. Dapat dilakukan
pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat etiologi dan luas
edema serebri.

17 | P a g e

Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan


kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang
tertekan. 3
Gejala efek massa di antaranya adalah:
1. Herniasi tentorial (lateral)
Akibat meluasnya lesi desak ruang midlateral menimbulkan herniasi
tentorial/uncal pada bagian medial lobus temporal melalui hiatus tentorial karena
proses peningkatan tekanan intrakranial terus berlanjut dengan gejala:

Hemianopsia homonim jika a. serebri posterior tertekan.


Gangguan kesadaran jika formasio retikularis tertekan.
Hemiparese ipsilateral.
Ptosis5

2. Herniasi tentorial (sentral)


Akibat lesi midline atau edema difus hemisfer serebri sehingga terjadi
dorongan vertikal (tegak lurus) pada midbrain dan diensefalon melalui hiatus
tentorial menimbulkan kerusakan jaringan otak dan iskemik sekunder akibat
regangan mikrovaskuler.

Gangguan gerakan bola mata.


Gangguan kesadaran.
Diabetes insipidus jika hipofisis dan hipotalamus terdorong ke bawah5

3. Subfalcine midline shift


Terjadi awal, karena lesi desak ruang unilateral sering tanpa gejala
walaupun sudah terjadi oklusi a. serebri anterior ipsilateral.5

18 | P a g e

3.6.

Pemeriksaan Penunjang
CT scan. Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena

pengurangan radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada
midline shift dan desakan serta distorsi ventrikular.6
CT dan MRI menunjukkan efek massa dari edema dengan kompresi dari
vertikel lateral dan pergeseran struktur unline. Seperti yang kita ketahui, kecuali
pada stroke fossa posterior, pasien dengan infark yang luas dan banyak efek massa
mempunyai prognosis yang jelek. Pada stroke yang meleibatkan serebellum,
jumlah kecil dari bengkak dapat mengkompresi batang otak, melukai struktur
vitalnya dan menyebabkan progresif yang cepat dari hicrocephalus obstruktif. CT
dapat menunjukkan perimesencephlalis, sistema sudut serebellopontan dan
displacement dari ventrikel keempat.6
3.7.

Penatalaksanaan
A. Posisi Kepala dan Leher
Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus
dihindari.

Fiksasi

Endotracheal

Tube

(EET)

dilakukan

dengan

menggunakan perekat yang kuat. Untuk mengurangi edema otak dapat


dilakukan elevasi kepala 300.7
B. Ventilasi dan Oksigenasi.
Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena
merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan
volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasien
dengan permeabilitas kapiler yang abnormal. Intubasi dan ventilasi
mekanik di indikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pasien edema otak
buruk.7

19 | P a g e

C. Penatalaksanaan Tekanan Darah.


Tekanan darah yang ideal di pengaruhi oleh penyebab edema otak.
Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan cara
menghindari kenaikan tekana darah tiba tiba dan hipertensi yang sangat
tinggi untuk menjaga perfrusi tetap adekuat. Tekanan perfusi serebral
harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pasca trauma otak.7
D. Pencegahan Demam, Kejang, dan Hiperglikemi.
Kejang, demam, dan hiperglikemi merupakan factor-faktor yang
dapat memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik bila
sudah terjadi. Penggunaan anti konvulsan profilaktik sering kali diterapkan
dalam praktek klinis. Suhu tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus
tetap diukur.7
E. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik.
Nyeri,

kecemasan,

dan

agitasi

meningkatkan

kebutuhan

metabolism otak, aliran darah otak, dan TIK. Oleh karena itu, analgesik
dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien edema otak. Pasien yang
menggunakan ventilator harus diberi sedasi supaya tidak memperberat
TIK.7
F. Penatalaksanaan Cairan
Osmolaritas serum yang rendah dapat menyebabkan edema
sitotoksik, sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan
pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (keseimbangan -200 ml).10

20 | P a g e

Terapi osmotic
Terapi osmotic menggunakan manitol dan salin hipertonik
1. Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 gr/KgBB IV bolus, diikuti dengan
0,25-0,5 gr/KgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek maksimum terjadi setelah
20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.10
Pemberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolaritas
serum. Osmolaritas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan resiko
gagal

ginjal.

Kadar

osmolaritas

serum

tidak

boleh

lebih

dari

320mOsmol/L.10
2. Salin hipertonik
Cairan salin hipertonik NaCl juga dapat digunakan sebagai alternative
pengganti manitol dalam terapi edema serebri. Mekanisme kerjanya
kurang lebih sama dengan manitol yaitu dehidrasi osmotic.10
G. Terapi Kortikosteroid
Glikokortikoid
Efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai tumor,
peradangan,

dan

kelainan

lain

yang

berhubungan

peningkatan

permeabilitas sawar darah otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan.


Namun, steroid tidak berguna mengatasi edema sitotoksik.10
Dexametason pilihan utama. Dosis awal 10 mg IV atau peroral,
dianjurkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis yang lebih tinggi hingga 90
mg perhari dapat diberikan pada pasien yang refrakter. Setelah
penggunaan beberapa hari dosis steroid harus diturunkan bertahap atau
taperring off. Untuk menghindari komplikasi yaitu edema rekuren dan
supresi kelenjar adrenal.10
21 | P a g e

I. Furosemid
Terkadang dikombinasikan dengan manitol, terbukti berhasil
meningkatkan efek menitol, namun harus diberikan dalam dosis tinggi
sehingga resiko terjadinya kontraksi volume melampaui manfaat yang
diharapkan.10
3.8.

Komplikasi
a. Fungsi Otak
Otak terletak dalam ronnga tengkorak yang dibatasi tulangtulang keras, dengan adanya edema serebri dapat meningkatkan
TIK, akibatnya seperti herniasi, torsi, dan lain-lain yang akan
mengganggu fungsi otak.9
b. Aliran darah ke Otak
Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi oleh tekanan
arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme autoregulasi otak.
Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila
tekanan arteri lebih besar daripada TIK, perbedaan minimal antara
tekanan arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah
40 mmHg. Jika kurang dari itu perfusi akan berkurang atau terhenti
sama sekali.10
c. Kenaikan Tekanan Intra Kranial
Jika mekanisme kompensasi tidak berhasil makan terjadi
penambahan volume 2% atau 10-15 ml tiap hemisfer akan
menimbulkan TIK yang hebat.9
d. Herniasi Jaringan Otak
a. Herniasi tentorium serebelum

22 | P a g e

Akibat herniasi tentorium serebelum tekanan bangunanbangunan seperti mesensefalon, N III, arteri serebri posterior,
lobus temporalis dan unkus menjadi ukus temporalis menekan
kebawah dan menekan bangunan pada hiatus, N III yang
mengandung serabut parasimpatis untuk kontriksi pupil mata
tertekan menyebabkan dilatasi dan reflek cahaya negaif. Pada
mesensefalon dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Pada
arteri serebri posterior menyebabkan iskemia dan infark pada
korteks oksipital.9
b. Herniasi foramen magnum
Peningkatan TIK akan mendorong tonsil serebelum kearah
foramen magnum. Herniasi bias mencapai servikal 1 dan 2 dan
akan menekan medulla oblongata akibatnya terjadi gangguan
kardiovaskular dan respirasi.9

23 | P a g e

BAB IV
PERMASALAHAN
Daftar Masalah
1. Apakah diagnosa pada kasus sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus sudah tepat?
3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?

4.1.

4.2.

Pembahasan Masalah
1. Apakah diagnosa pada kasus sudah tepat?
Jawab: Menurut penulis diagnosa pada kasus ini sudah benar. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan neurologist didapati pasien datang dengan
penurunan kesadaran dan didapati pupil dilatasi dengan refleks cahaya
positif menurun. Head CT Scan merupakan salah satu. Gold Standard
untuk mendiagnosa edema serebri.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus sudah sesuai dengan teori?
Jawab: Penatalaksanaan awal bagi pasien ini sudah tepat. Penatalaksanaan
ini bertujuan menjaga fungsi vital otak dan saraf dan

mengurangkan

tekanan intrakranial. Pada pasien pemberian ringer laktat bertujuan untuk


keseimbangan hemodinamik, dexamethason untuk mengurangkan tekanan
intrakranial, ceftriaxon sebagai antibiotik pada pasien, sanmol yang
diberikan peroral untuk antipiretik terhadap pasien dan B Comp diberikan
sebagai antineurogenik.
3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Prognosis pada kasus ini:

Ad vitam
: dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
24 | P a g e

Edema otak merupakan akumulasi cairan secara abnormal di dalam jaringan


otak yang kemudian menyebabkan pembesaran secara volumetrik. Dapat muncul
pada keadaan neurologis dan non neurologis. Penggolongan edema selebri secara
patofisiologi di golongkan menjadi :

Edema serebri vasogenik

Edema serebri sitotoksik

Edema serebri osmotik

Edema serebri hidrostatik/interstisial

Penegakan diagnosa yang tepat akan mengarahkan penatalaksanaan yang lebih


akurat. Sehingga penatalaksanaan edema serebri lebih tepat dan adekuat, agar
mencegak terjadinya komplikasi yang serius. Prognosa edema serebri bisa di nilai
dari tingkat keparahan edema, jika muncul komplikasi maka kemungkinan
prognosa akan buruk.
5.2.

Saran
Dalam penyelesaian laporan kasus ini kami juga memberikan saran bagi

para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan laporan kasus
berikutnya :
a. Kombinasikan metode pembuatan laporan kasus berikutnya.

b. Pembahsan yang lebih mendalam disertai data-data yang lebih akurat.


Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila ada
pihak-pihak yang ingin melanjutkan penelitian terhadap laporan kasus ini, dan
demikian laporan kasus ini disusun serta besar harapan nantinya lapkas ini dapat
berguna bagi pembaca khususunya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Sumatra Utara dalam penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Price AS. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC. 2006
2. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI, Update In Neuroemergencies,
Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2002. 24-26.

25 | P a g e

3. Caplan, Louis R. Stroke. A Clinical Approach, 2 nd Edition. British Library


Cataloguing-in- Publication Data. 2010. 179-180.
4. Harsono. Buku Anjar Neurologi Klinis, Yogyakarta; UGM Press, 2005
5. Campbel, WW. The Neurologic Examination. Lippincott Willems and
Wilkens 530 Walnut Street, Philadelphia, 2005. 600-6001.
6. Millikan HC, dkk. Stroke. Lea and Febiger, Philadelphia. 2011; 35-37.
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. 2003.
8. Sidharta, P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat 2004.
9. American Stroke Association. Stroke, 2000. Dikutip dari stroke.
ahajournals.org.
10. Wibowo, S. Bofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba
Medika. 2001. 64-65.

26 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai