Anda di halaman 1dari 44

CEDERA KEPALA BERAT

CASE REPORT
Ilmu Kesehatan Saraf
Andri Heryanto
406161014
Identitas pasien
Nama : Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 35 tahun
Tempat/Tanggal Lahir: Cikarang, 2 Agustus 1982
Alamat : Jl. Mangkunegara
Pekerjaan : Karwayan Swasta
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Suku : Jawa
Pendidikan terakhir: SMA
Agama : Islam
Ruangan : Jasmine 242
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Luka robek di dahi dan kaki kiri

Keluhan Tambahan:
Nyeri kepala dan jari kaki kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Saat mengendarai motor pada tanggal 3 september 2017, motor pasien
menabrak tiang, lalu pasien dan kepala terbentur trotoar. Pada saat
kejadian, pasien sempat tidak sadar dan segera dibawa ke IGD RS
Sentra Medika Cikarang untuk mendapat pertolongan pertama. Selama
di IGD RS Centra Medika, pasien sempat muntah darah dan tidak
sadarkan diri.
Dari pemeriksaan oleh dokter jaga IGD, terdapat sebuah luka robek di
dahi, sebuah luka robek di jari kaki kelingking kiri, dan curiga patah
tulang jari kaki kiri. Dilakukan debridement dan jahitan situasi. Setelah
agak sadar, pasien mengeluh kepalanya nyeri berdenyut, mual, pusing
berputar, dan kaki kirinya sakit terutama bagian kelingking. Dilakukan
rontgen pada kaki kiri dan CT scan kepala. Pasien kemudian dirawat
inap di kamar Jasmine 242.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah menderita darah tinggi maupun kencing manis.
Riwayat patah tulang kering kaki kanan 20 tahun lalu.

Riwayat Kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 10 tahun yang lalu,
sebungkus habis dalam 2-3 hari. Kebiasaan minum alkohol disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
TANDA-TANDA VITAL
Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 6 September 2017 pukul 14.30
WIB.
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 76x /menit
RR : 18x /menit
Suhu : 36,8 C
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (GCS 15)
KEPALA
Bentuk dan ukuran : Normocefalus
Dahi : Terdapat luka tertutup kasa
Mata : CA(-/-), SI (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)
Gigi-geligi : Rapi, karies (-)
Mulut : Perdarahan gusi (-)
Tonsil : T1-T1
Faring : Hiperemis (-)

LEHER
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
TORAKS
PARU
Inspeksi : gerak napas paru kanan- kiri simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus paru kanan- kiri simetris
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: suara napas dasar vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

JANTUNG
Inspeksi : pulsasi cordis (-)
Palpasi : thrill (-)
Perkusi :
Batas pinggang jantung di ICS II midclavicula line sinistra
Batas bawah jantung di ICS V anterior axillaris line sinistra
Batas kiri jantung di ICS III parasternal line sinistra
Batas kanan jantung di ICS IV midclavicula line sinistra
Auskultasi: Suara jantung S1-S2, gallop (-), murmur (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Perut datar, peristaltik (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+), MC burney sign (-)
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+), friction rub (-)
ANUS DAN REKTUM : Tidak diperiksa
GENITALIA : Tidak diperiksa
EKSTREMITAS : Akral hangat, CRP < 2 detik, edema (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Kaku Kuduk (-) Brudzinski IV (-)

Brudzinski I (-) Kernig sign (-/-)

Brudzinski II (-/-) Laseque sign >70o

Brudzinski III (-)


Nervus Cranialis
N.I : tidak diperiksa (alat tidak tersedia)
N.II : pupil isokor, bulat, ditengah, diameter 3mm, tepi rata
N.III, IV, VI : Refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+), gerakan bola mata dapat ke seluruh arah, lapang
pandang sama dengan pemeriksa, strabismus (-/-), ptosis (-/-), diplopia
(-/-), eksoftalmus (-/-), enoftalmus (-/-).
N.V : motorik membuka rahang (+), menggerakan rahang (+)
Sensibilitas rasa nyeri, raba, suhu kanan-kiri simetris
N.VII: wajah simetris, angkat alis (+), mengerutkan dahi (+), lagoftalmos
(-/-), mengembungkan pipi (+), menyeringai (+), Chovtek sign (-), kecap
lidah depan (tidak diperiksa).
N.VIII : nistagmus (-/-), Vertigo (-), suara bisik (kanan =
kiri), gesekan jari (ka=ki), test rinne, weber, swabach (tidak
diperiksa)
N.IX, X : kecap lidah belakang (tidak diperiksa), arkus
faring simetris, palatum mole simetris, uvula di tengah,
sengau (-), parau (-), disartria (-), mengejan (+), refleks gag,
okulokardiak, sinus karotikus (tidak diperiksa)
N.XI : M. sternokleidomastoideus (+/+), M. trapezius
(+/+)
N. XII : lidah dalam mulut simetris, lidah di luar mulut
simetris, tremor (-), fasikulasi (-), atrofi (-), gerakan lidah
simetris, otot lidah simetris
Kekuatan Otot Tonus Otot
Kanan Kiri
Kanan Kiri
Atas 5 5
Fleksor Normotoni Normotoni
Bawah 5 5
Lengan Lengan
Tangan 5 5 Ekstensor Normotoni Normotoni

Jari 5 5
Fleksor Normotoni Normotoni
Atas 5 5
Tungkai
Bawah 5 5 Ekstensor Normotoni Normotoni
Tungkai
Kaki 5 5
Jari 5 5
Refleks Fisiologis: Refleks Patofisiologis:
Bicep : (+/+) H.Thromner (-/-) Gordon (-/-)
Tricep : (+/+)
Radialis : (+/+) Babinsky (-/-) Oppenheim (-/-)
Patela : (+/+)
Achilles : (+/+) Chadok (-/-) Klonus Lutut (-/-)

Schaefer (-/-) Klonus Kaki (-/-)

Tonus Otot: Eutrofi


Koordinasi: telunjuk hidung (+), diadokinesis (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Hasil Laboratorium Nilai Rujukan
Leukosit 17.3 H 5-10
Eritrosit 4.34 4-5
RONTGEN: fraktur digiti minimi pedis
Hemoglobin 14.4 13-16 V sinistra.
Hematokrit 41 L 45-55
Trombosit 240 150-400 CT-SCAN : tampak perdarahan di
MCV 84 82-92 ruang subaraknoid.
MCH 30 27-31
MCHC 34 32-36 DIAGNOSA : vulnus laceratum regio
RDW-SD 40 35-47 frontalis, vulnus laceratum digiti
Natrium 134 L 135-153 minimi pedis V sinistra, fraktur digiti
Kalium 4.2 3.5-5.1 minimi pedis V sinistra, cedera kepala
Clorida 104 98-109 berat, SAH.
Ureum 21 10-50
Kreatinin 0.96 0.5-1.5
Tatalaksana
R/ Tramadol tab 50 mg No. XXX
S 3 dd 1 tab jika nyeri
-------------------------------------- a
R/ Citicoline tab 500 mg No. X
S 1 dd 1 tab
---------------------------------------a
R/ Cefixime tab 200 mg No. XX
S 2 dd 1 tab habiskan
---------------------------------------a
R/ Ranitidin tab 300 mg No. XX
S 2 dd 1 tab
---------------------------------------a
R/ Furosemid tab 40 mg No. X
S 1 dd 1 tab
---------------------------------------a
DEFINISI
Cedera kranioserebral termasuk dalam ruang lingkung
cabang ilmu neurotraumatologi, yang mempelajari/ meneliti
pengaruh trauma terhadap sel otak secara struktural
maupun fungsional dan akibatnya baik pada masa akut
maupun sesudahnya.
Akibat trauma dapat terjadi pada masa akut (kerusakan
primer) dan sesudahnya (kerusakan sekunder), oleh karena
itu manajemen segera dan intervensi lanjut harus sudah
dilaksanakan sejak awal kejadian guna mencegah /
meminimalkan kematian maupun kecacatan pasien.
Klasifikasi
Klasifikasi cedera kranioserebral berdasarkan patologi
komosio serebri,
kontusio serebri,
laserasi.
Klasifikasi berdasarkan lesi
fokal
Difus
aksonal
hematoma.
ekstradural / hematoma epidural (EDH),
hematoma subdural (SDH),
hematoma intraserebral (ICH),
perdarahan subaraknoid (SAH).
Klasifikasi berdasarkan derajat kesadaran
Kategori GCS Gambaran Klinik Scan Otak
CK Ringan 13-15 Pingsan < 10 menit, defisit Normal
neurologik (-)

CK Sedang 9-12 Pingsan > 10 menit s/d <6 Abnormal


jam, defisit neurologik (+)

CK Berat 3-8 Pingsan > 6 jam, defisit Abnormal


neurologik (+)
Tampakan Skala Nilai
Spontan 4
Dipanggil 3
Eye Rangsang nyeri
Tidak ada respon
2
1
Glasgow Coma Scale
Orientasi baik 5
Jawaban kacau 4

Verbal Kata-kata tak jelas 3


Bunyi/ suara tak berarti 2
Tidak bersuara 1
Sesuai perintah 6
Lokalisasi perintah 5
Reaksi atas nyeri 4
Motorik Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1
Hematoma Ekstradural / Epidural (EDH)
Sebagian besar akibat robeknya arteri meningea media. Perdarahan
terletak di antara tulang tengkorak dan duramater.
Gejala klinisnya adalah lucid interval, selang waktu antara pasien
masih sadar setelah kejadian trauma kranioserebral dengan
penurunan kesadaran yang terjadi kemudian.
Gejala lain nyeri kepala bisa disertai muntah proyektil, pupilk anisokor
dengan midriasis di sisi lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis, dan
refleks patologis Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi
terlambat.
Pada gambaran CT scan kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran
darah intrakranial) umumnya di daerah temporal berbentuk
cembung.
Hematoma Subdural (SDH)
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus
duramater atau robeknya araknoidea.
Perdarahan terletak di antara duramater dan araknoidea.
SDH ada yang akut dan kronik.
Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan
muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan
jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan
kesadaran.
Gambaran CT scan kepala berupa bulan sabit. Bila darah lisis
menjadi cairan, disebut hidroma subdural.
Edema Serebri Traumatik Cedera Otak Difus
Cedera otak akan mengganggu pusat Terjadi kerusakan baik pada
persarafan dan peredaran darah di pembuluh darah maupun pada
batang otak dengan akibat tonus dinding parenkim otak, disertai edema
pembuluh darah menurun, sehingga Keadaan pasien umumnya buruk.
cairan lebih mudah menembus
dindingnya.
Penyebab lain adalah benturan yag dapat
menimbulkan kelainan langsung apda
dinding pembuluh darah sehingga
menjadi lebih permeabel. Hasil akhirnya
akan terjadi edema.
Hematoma Subaraknoid (SAH)
Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada lebih kurang 40%
kasus cedera kranioserebral, sebagian besar terjadi di daerah
permukaan oksipital dan parietal sehingga sering tidak dijumpai
tanda-tanda rangsang meningeal.
Adanya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan
penguncupan arteri-arteri di dalam rongga subaraknoidea. Bila
vasokonstriksi yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan timbul
gangguan aliran darah di dalam jaringan otak.
Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak membaik setelah
beberapa hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah mulai
terjadi pada hari ke3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari
lebih.
Gejala klinis yang didapat berupa nyeri kepala hebat. Pada CT
scan otak tampak perdarahan di ruang subaraknoid. Berbeda
dengan SAH non-traumatik yang umumnya disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak (AVM atau aneurisma),
perdarahan pada SAH traumatik biasanya tidak terlalu berat.
Fraktur Basis Kranii
Biasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di
daerah basal tengkorak, bisa di anterior, medial, atau
posterior. Sulit dilihat dari foto polos tulang tengkorak
atau aksial CT scan.
Garis fraktur bisa terlihat pada CT scan beresolusi
tinggi dan potongan yang tipis. Umumnya yang
terlihat di CT scan adalah gambaran pneumoensefal.
Fraktur anterior fosa melibatkan tulang frontal, etmoid, dan
sinus frontal.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya
cairan likuor yang keluar dari hidung atau telinga disertai
hematoma kacamata (racoon eye, brill hematoma,
hematoma bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu
hematoma retroaurikular. Kadang disertai anosmia atau
gangguan nervi kraniales VII dan VIII.
Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila duramater robek.
Tatalaksana
Penatalaksanaan cedera kranioserebral
Prinsip tatalaksana cedera otak dapat dibagi berdasarkan:
atau trauma otak Kondisi kesadaran pasien
Resusitasi ABC Kesadaran menurun
Kesadaran baik
Penanganan cedera otak primer
Tindakan
Mencegah dan menangani cedera Terapi non-operatif
otak sekunder Terapi operatif
Optimalisasi metabolisme otak Saat kejadian
Manajemen prehospital
Rehabilitasi Instalasi Gawat Darurat
Perawatan di ruang rawat
Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk:
Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah
kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial
Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)
Minimalisasi kerusakan sekunder
Mengobati smptom akibat trauma otak
Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang,
infeksi (antikonvulsan dan antibiotik)
Terapi operatif terutama di indikasikan untuk kasus:
1. Cedera kranioserebral tertutup
Fraktur impresi (depressed fracture)
Perdarahan epidural (hematoma epidural / EDH) dengan volume perdarahan lebih
dari 30ml/44ml dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3mm serta ada
perburukan kondisi pasien.
Perdarahan subdural (hematoma subdural/ SDH) dengan pendorongan garis tengah
lebih dari 3mm atau kompresi / obliterasi sisterna basalis
Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan neurologik
atau herniasi
2. Cedera kranioserebral terbuka
Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multiple, dura yang
robek disertai laserasi otak
Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 ari
Pneumoencephali
Corpus alienum
Luka tembak
Pasien dalam keadaan sadar
1. Simple Head Injury (SHI)
Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama
sekali dan tidak ada defisit neurologis, dan tidak ada muntah. Tindakan
hanya perawatan luka. Pemeriksaan neurologik hanya atas indikasi.
Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta
mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat
diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan,
pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit.
2. Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah
trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali.
Pasien ini kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan
(CKR)
Pasien dengan Kesadaran Menurun
Cedera kranioserebral ringan (GCS 13-15)
Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan perintah,
tanpa disertai defisit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka,
foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai kondisi pasien
disertai terapi simptomatis.
Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma
intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah,
kesadaran turun, gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleks patologis positif). Jika
dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan.
Pasien cedera kraniocerebral ringan tidak perlu dirawat jika:
Orientasi baik
Tidak ada gejala fokal neurologik
Tidak ada muntah atau sakit kepala
Tidak ada fraktur tulang kepala
Tempat tinggal dalam kota
Ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
Cedera kranioserebral sedang (GCS 9-12)
Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan
kardiopulmoner
Urutan tindakan:
Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan
(Breathing), dan sirkulasi (Circulation).
Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan
cedera organ lain. Jika curiga fraktur tulang servikal atau
ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan collar dan
atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan.
Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya.
CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial
Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral
Cedera kranioserebral berat (GCS 3-8)
Pasien dalam kategori ini biasanya disertai cedera multipel.
Bila didapatkan fraktur sservikal, segera pasang collar, bila ada
luka terbuka, dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut
tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan
cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat
dan dirawat di ICU.
Disamping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan
sistemik. Pasien cedera kranioserebral berat sering berada
dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni akibat
gangguan kardiopulmoner.
Anamnesis
Identitas pasien: nama, umur, sex, suku, agama, pekerjaan, alamat
Keluhan utama
Mekanisme trauma
Waktu dan perjalanan trauma
Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
Amnesia retrogarde atau antegarde
Keluhan: nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang, vertigo
Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala, hipertensi dan diabetes
melitus, serta gangguan faal pembekuan darah.
Penyakit penyerta: epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi, dan
diabetes melitus
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan kepala
Jejas di kepala meliputi: hematoma subkutan, subgaleal, luka terbuka, luka
tembus dan benda asing.
Tanda patah dasar tengkorak, meliputi: ekimosis periorbita (brill hematoma),
ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe serta perdaraha
di membran timpani atau laserasi kanalis auditorius.
Tanda patah tulang wajah meliputi: fraktur maksila (lefort), fraktur rima orbita
dan fraktur mandibula.
Tanda trauma pada mata meliputi: perdarahan konjungtiva, perdarahan bilik
mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
Pemeriksaan leher dan tulang belakang
Mencari adanya tanda cedera pada tulang servikal dan tulang belakang dan
cedera pada medula spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas, deformitas, status
motorik, sensorik, dan autonomik.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari:
1. Tingkat kesadaran: berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS). Cedera
kepala berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC diklasifikasikan:
GCS 14-15 : Cedera otak ringan (COR)
GCS 9-13 : Cedera otak sedang (COS)
GCS 3-8 : Cedera otak berat (COB)
2. Saraf kranial, terutama
3. Funduskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina,
retinal detachment
4. Motoris dan sensoris dibandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah
mencari tanda lateralisasi
5. Autonomis: bulbocavernous reflek, reflek cremaster, reflek spingter, reflek
tendon, reflek patologis dan tonus spingter ani
Pemeriksaan Laboratorium
Hb, Leukosit, diferensiasi sel
Gula darah sewaktu
Ureum dan kreatinin
Analisa gas darah
Elektrolit
Albumin serum
Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen
Pemeriksaan Foto Polos Kepala
Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servikal, vollar yang telah
terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan abdomen dilakukan atas
indikasi.3
Indikasi pemeriksaan foto polos kepala:
Kehilangan kesadaran, amnesia
Nyeri kepala menetap
Gejala neurologis fokal
Jejas pada kulit kepala
Kecurigaan luka tembus
Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
Kesulitan dalam penilaian klinis: mabuk, intoksikasi obat, epilepsi
Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai risiko:
benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasien usia > 50
tahun.
Pemeriksaan CT-Scan
CT scan otak dikerjakan bila ada fraktur tulang tengkorak atau bila secara klinis
diduga ada hematoma intrakranial.3
Indikasi pemeriksaan CT-scan kepala pada pasien cedera kepala:
GCS 13 setelah resusitasi.
Deteorisasi neurologis: penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
Nyeri kepala, muntah yang menetap.
Terdapat tanda fokal neurologis.
Terdapat tanda fraktur, atau kecurigaan fraktur.
Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus.
Evaluasi pasca operasi.
Pasien multitrauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ)
Indikasi sosial
Kriteria Masuk Rumah Sakit
Pasien cedera kepala akan dirawat di rumah sakit dengan kriteria:
Kebingungan atau riwayat pingsan/ penurunan kesadaran.
Keluhan dan gejala neurologik, termasuk nyeri kepala menetap dan
muntah.
Kesulitan dalam penilaian klinis, misalnya pada alkohol, epilepsi.
Kondisi medik lain: gangguan koagulasi, diabetes melitus.
Fraktur tengkorak.
CT scan abnormal.
Tak ada yang dapat bertanggung jawab untuk observasi di luar rumah sakit.
Umur pasien diatas 50 tahun.
Anak-anak.
Indikasi sosial.
Kriteria Pulang Pasien
Cedera Kepala
Edukasi
Kriteria pasien cedera kepala dapat Pasien cedera kepala yang
dipulangkan:
pulang perlu diberi peringatan,
Sadar dan terorientasi baik, tidak harap segera dibawa ke IGD bila:
pernah pingsan
Muntah makin sering
Tidak ada gejala neurologis
Nyeri kepala atau vertigo
Keluhan berkurang, muntah atau memberat
nyeri kepala hilang
Tak ada fraktur kepala atau basis Gelisah atau kesadaran
kranii menurun
Ada yang mengawasi di rumah Kejang
Tempat tinggal dalam kota Kelumpuhan anggota gerak
Kriteria Masuk ROI (Ruang Observasi Intensif)
Kriteria pasien cedera kepala yang memerlukan perawatan di ROI
GCS 8
GCS 13 dengan tanda TIK tinggi
GCS < 15 dengan lateralisasi
GCS 15 dengan hemodinamik tidak stabil
Cedera kepala dengan defisit neurologis belum indikasi tindakan operasi
Pasien pasca operasi

Kriteria pasien pindah dari ROI ke Ruang HCU


Pasien cedera kepala yang tidak memerlukan ventilator dan transportable.
Telah dilakukan koordinasi dengan ruang HCU
Daftar Pustaka
1. Konsensus Nasional Penanganan trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
PERDOSSI, 2006.
2. Ling GSF, Grimes J. Pathophysiology and initial prehospital
management. AAN Hawaii, 2011.
3. Marshall SA. Management of moderate and severe traumatic brain
injury. AAN Hawaii, 2011
4. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak ed ke-2. Tim Neurotrauma RSUD
dr.Soetomo, Surabaya, 2014.

Anda mungkin juga menyukai