Anda di halaman 1dari 56

SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak

Tutorial Respirologi

Fakultas Kedokteran Umum


Universitas Mulawarman

PNEUMONIA ASPIRASI DENGAN HIRSCHSPRUNG DISEASE

Disusun
Oleh:
Radhiyana
Putri
0910015031
Rahayu
Asmarani
0910015017

Pembimbing:
dr.
Hj.Sukartini, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2016

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................2
BAB 2 STATUS PASIEN..........................................................................................3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................22
BAB 4 PEMBAHASAN..........................................................................................43
BAB 5 PENUTUP..................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................50

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Penumonia hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama


pada anak di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Pneumonia menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia (IDAI, 2013)
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia lobularis disebut juga bronkopneumonia
merupakan suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering
menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur, benda asing dan juga aspirasi selama penelanan
muntah atau sonde lambung(Bradley, et al., 2011).
Salah satu penyakit yang sering menyebabkan obstruksi usus dan muntah
pada neonatus dan bayi adalah hirschsprung disease, Gejala kardinalnya yaitu
gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen
dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien
dan sangat individual untuk setiap kasus. Muntah yang disebakan oleh
hirschsprung disease ini dapat menyebakan aspirasi ke dalam paru-paru sehingga
bisa menyebabkan pneumonia.
1.2

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah agar dokter muda mampu memahami

definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis dan


penatalaksanaan serta hubungan antara pneumonia dan hirschsprung disease.

BAB 2
STATUS PASIEN
Identitas pasien
-

Nama

: An. SK

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 8 Bulan

Alamat

: Jl. Damai gang 4 RT.009, Samarinda

Anak ke

: 6 dari 6 bersaudara

MRS

: 5 Maret 2016

Identitas Orang Tua


-

Nama Ayah

: Tn. UD

Umur

: 37 tahun

Alamat

: Jl. Damai gang 4 RT.009, Samarinda

Pekerjaan

: Tukang

Pendidikan Terakhir : SMP

Ayah perkawinan ke : I

Nama Ibu

: Ny. WA

Umur

: 38 tahun

Alamat

: Jl. Damai gang 4 RT.009, Samarinda

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Terakhir : SMA

Ibu perkawinan ke

:I

Tanggal MRS

:5 Maret 2016

Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 8 Maret 2016 pukul 14.00 WITA, di ruang
Melati RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesa oleh ibu kandung pasien

Keluhan Utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam dialami sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya ibu pasien telah membawa
pasien ke puskesmas dan mendapat obat penurun panas namun pasien masih
mengalami demam. Selain itu pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1 hari
SMRS. Batuk terutama saat minum susu. Tiap kali setelah batuk pasien muntah
1x, memuntahkan air susu yang diminum disertai dahak pada muntah pasien.
Menurut ibu pasien, sebelumnya pasien sering batuk terutama saat minum susu
dan mengeluarkan dahak. Namun pada awalnya batuk tidak terlalu sering, hanya
sesekali namun kemudian batuk muncul makin sering. Frekuensi setiap kali batuk
3-5 kali. Setelah hal ini terjadi, batuk menjadi makin sering dan pasien terlihat
susah saat bernapas.
Selain itu perut pasien juga kembung, menurut ibu pasien perut anaknya
sering kembung walaupun tidak habis minum susu sejak 2 bulan yang lalu.
Pasien juga susah BAB sejak 2 bulan yang lalu, dan sempat di beri obat agar dapat
BAB melalui lubang dubur. Sejak 2 bulan terakhir, pasien BAB tiap 2 hari sekali
dan mencret beserta angin yang keluar saat buang air besar. Namun Riwayat BAB
sebelumnya lancar. Selama ini pasien hanya diberikan susu dan tidak pernah
diberikan bubur, karena takut muntah. BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering mengalami batuk sebelumnya. Riwayat alergi terhadap susu sapi
disangkal. Riwayat batuk dan bersin saat menghirup asap rokok ataupun obat
nyamuk bakar disangkal. Riwayat asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien dan tidak ada
keluarga yang memiliki riwayat pengobatan 6 bulan atau sedang menjalani
pengobatan 6 bulan.
- Nenek pasien memiliki riwayat asma dan sering menggunakan obat asma
semprot.
- Riwayat alergi disangkal.
4

- Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan susah BAB.


- Riwayat Hipertensi, DM, dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat Lingkungan & Kebiasaan
Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu dan kelima saudaranya.
Lingkungan rumah cukup berdebu karena di sekitar rumah banyak terdapat pasir
dan jalan yang masih berpasir, selain itu, pasien menggunakan bantal dari kapuk.
Selain itu, di rumah (ruang tengah) sering menggunakan obat nyamuk bakar.
Pasien masih minum ASI tanpa susu formula. Makan bubur susu sejak usia
6 bulan dan jarang mengkonsumsi sayur. Usia 6 bulan ibu pasien sempat mencoba
memberikan papaya untuk dikonsumsi karena pasien tidak BAB selama 10 hari.
Riwayat Saudara- saudara
Hamil

Kondisi

Jenis

Usia

Sehat/tidak

Usia meninggal

ke1

saat lahir
Aterm

persalinan
Spontan

16 tahun

Sehat

Aterm

Spontan

13 tahun

Sehat

Aterm

Spontan

11 tahun

Sehat

Abortus

Aterm

Spontan

9 tahun

Sehat

Aterm

Spontan

7 tahun

Sehat

Pasien

Aterm

Spontan

8 bulan

Sakit

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Berat badan lahir

: 2800 gr

Panjang badan lahir

: ibu lupa

Berat badan sekarang

: 3600 gr

Tinggi badan sekarang

: 63 cm

Gigi keluar

:-

Tersenyum

: 3 bulan

Miring

: 4 bulan

Tengkurap

: 5 bulan

Duduk

: belum

Merangkak

: belum

Berdiri

:-

Berjalan

:-

Berbicara 2 kata

:-

Makan dan Minum Anak


ASI

: Sejak lahir dan masih meminum ASI


hingga sekarang

Susu formula/sapi

:-

Buah

: 6 bulan

Bubur susu

: 6 bulan

Makanan padat+lauk

:-

Pemeriksaan Prenatal
Periksa di

: Puskesmas

Penyakit kehamilan

:-

Obat-obat yang sering diminum

: Vitamin penambah darah

Riwayat Kelahiran
Lahir di

: Klinik Bersalin

Ditolong oleh

: Bidan

Usia dalam kandungan

: 9 bulan

Jenis partus

: Spontan

Riwayat kelahiran

: Bayi langsung menangis kuat

Pemeliharaan Postnatal

Periksa di

: Praktek Bidan

Keadaan anak

: Sehat

Keluarga Berencana
Keluarga Berencana

: Ya

Memakai sistem

: Suntik 3 bulan

Riwayat Imunisasi
Imunisasi

Usia saat imunisasi


I

II

III

IV

Booster I

Booster II

BCG

(+)

////////////

////////////

////////////

////////////

////////////

Polio

(+)

(+)

(+)

(+)

Campak

////////////

////////////

////////////

////////////

DPT

(+)

(+)

(+)

////////////

Hepatitis B (+)

(+)

(+)

//////////

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 8 Maret 2016
Kesan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital
-

Frekuensi nadi

: 124 x/menit, reguler, kuat angkat

Frekuensi napas

: 46 x/menit

Temperatur

: 39,6o C

Antropometri
Berat badan

: 6100 gr

Panjang Badan

: 63 cm

BMI

: 15,37 kg/m2

Rumus Bherman

:
7

BBI : 8 + 9/ 2 = 8,5 kg
Status Gizi : BBA/BBI x 100% = 6,1/8,5 x 100% = 71,7
Status Gizi

: Gizi kurang

TB/U : 2 SD - (-2 SD) Normal

BB/U : - 3 SD Gizi Kurang

BB/TB : 2 SD - (-2 SD) Normal


9

BMI/U : 2 SD - (-2 SD) Normal


Kepala
Rambut

: Warna hitam, agak tipis.

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor


diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+), mata cowong
(+/-)

Hidung

: Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)

Mulut

: Mukosa bibir tampak basah, sianosis (-), lidah bersih,


faring hiperemis (-), pembesaran tosil (-), soft palatum
menutup sempurna

Leher

: Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks
Pulmo
Inspeksi

: Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi subcostal (+)


retraksi suprasternal (-)

10

Palpasi

: Fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi

: Sonor di semua lapangan paru

Auskultasi

: Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi

: Iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus cordis teraba di ICS V left midclavicular line

Perkusi

: Batas jantung

Cor:

Kanan : ICS III right parasternal line


Kiri
Auskultasi

: ICS V left midclavicular line

: S1,S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi

: Agak cembung

Palpasi

: Soefl, kembung (+), distended (-), nyeri tekan (-),


hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor kulit baik.

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas

: Akral hangat (+), oedem (-)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
05/03/2016
Jam
21.21
Darah Lengkap
Leukosit
16.500
Hb
9,6
Hct
28,5%
Plt
222.000
Kimia Darah Lengkap
GDS
103
Na
136
K
4,6
Cl
106

11

Tanggal
06/03/2016
Jam
06.00
Darah Lengkap
Leukosit
12.200
Hb
8,4
Hct
25,4%
Plt
186.000
Kimia Darah Lengkap
GDS
181
Tanggal
07/03/2016
Jam
07.45
Darah Lengkap
Leukosit
9.400
Hb
8,2
Hct
24,9%
Plt
187.000
Tanggal
10/03/2016
Jam
11.54
Darah Lengkap
Leukosit
10.160
Hb
8,5
Hct
24,4%
Plt
369.000
Tanggal
13/03/2016
Leukosit
15.500
Hb
13,9
Ht
40%
Plt
478.000
GDS
78
Ureum
20,0
Kreatinin
0,5
-

Foto Rontgen thorax PA (5 Maret 2016)

Kesan : banyak
terdapat
corakan
infiltrate
disekitar
bronkus

yang

12

tidak sampai mengenai satu lobus paru, menunjukkan kesan pneumonia


aspirasi
Pemeriksaan Foto polos abdomen dengan Posisi Supine ( 7 Maret 2016)

Foto Polos
Abdomen
Prone X
table

Foto Polos Abdomen Prone


Lateral Crose table

Kesan

terdapat
gambaran
dilatasi
kolon (colon
distention)
pada foto polos, menunjukkan gambaran Hirschsprung Disease.

13

Pemeriksaan rektosigmoidografi ( 11 Maret 2016)

14

Kesan : tampak gambaran zona dilatasi kolon dan tampak adanya bagian
kolon yang menyempit

Pemeriksaan foto BNO (12 Maret 2016)

15


Kesan

tampak adanya dilatasi kolon descenden dekat rectosigmoid, barium enema


tidak mengisi hingga ke rectum kemungkinan adanya penyempitan short
segmen kolon, merupakan tanda hirschsprung disease
DIAGNOSIS
Diagnosis Utama

: Pneumonia aspirasi

Diagnosis Lain

: Hirschsprung Disease

Diagnosis Komplikasi

: Gizi kurang

PENATALAKSANAAN :
-

O2 nasal kanul 2 lpm

IVFD D5NS 500 cc/24 jam


16

Inj. Ampisilin. 4 x 125 mg

Inj. Paracetamol 3 x 50 mg

Inj. Ranitidin 2 x 5 mg

Pasang NGT

F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)

17

Follow Up Ruangan
Tanggal
S
O
A
P
05-03-16
- Demam (+), batuk Komposmentis,
Observasi febris + H-1
(+) dahak (+), N : 124 x/i RR : 46 x/i,
Bronkopneumonia
o
BB= 5,2 kg
sesak (-)
T:39,6 C, anemis (-/-), ikterik
(-/-), rho (+/+), whz (-/-),
(IGD)
retraksi subcosta (-), faring
hiperemis (-), Bising usus (+)
normal.
Lab DL :
Leu : 16.500
Hb : 9,6 gr/dl
Hct : 28,5 %
Tromb : 222.000
06/03/16
Demam (-), batuk (+) Komposmentis,
Observasi febris + H-2
berdahak.
N :121 x/i, RR :42 x/i,
Bronkopneumonia
BB= 5,2 kg
T :36,2oC,anemis (-/-), ikterik
(-/-), rho (+/+), whz (-/-),
retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Lab DL :
Leu : 12.200
Hb : 8,4 gr/dl

O2 nasal kanul 2 lpm


IVFDD5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 125 mg
Inj. Paracetamol 3 x 50 mg
Inj. Ranitidin 2 x 5 mg
Pasang NGT
F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)
Cek DL ulang besok
X- Ray thorax

IVFDD5NS 500 cc/24 jam


Inj. Ampisilin. 4 x 125 mg
Inj. Paracetamol 3 x 50 mg
Inj. Ranitidin 2 x 5 mg

18

Hct : 25,4 %
Tromb : 186.000
07/03/16
H-3
BB=5,2 kg

batuk
(+),
perut Komposmentis,
kembung (+), BAB (-) N :126x/i, RR : 40x/i, T:36,9
o
10 hari
C, anemis (-/-), ikterik (-/-),
rho (+/+), whz (-/-), retraksi
(-), faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Lab DL :
Leu : 9.400
Hb : 8,2 gr/dl
Hct : 24,9 %
Tromb : 187.000

08/03/18
batuk (+) berdahak
H-4
terutama saat minum
BB= 6,1 kg susu , muntah (-), sesak
(-). Pilek (+). Perut
kembung (+), BAB 1 x
cair,
ampas
(+).
Seperti muncrat.

Komposmentis,
N :100x/i, RR : 40x/i,
T:37,1oC, anemis (-/-), ikterik
(-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.

Pneumonia Aspirasi
ec
Susp.
Hirschsprung
disease

Pneumonia Aspirasi
Ileus fungsional dd
Hirschsprung
disease

IVFD D5NS 500 cc/24 jam


Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 50 mg
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)
Konsul Bedah anak

IVFDD5NS 500 cc/24 jam


Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)
Foto polos abdomen posisi prone
lateral crose table (+)
Klisma Nacl 0,9%
Pagi 25cc
Sore 25cc
19

09/03/16

Batuk (+) berdahak


terutama saat minum
H-5
susu , muntah (-), sesak
BB= 5,7 kg (-). Pilek (+), demam
(-) Perut kembung
(+)<<,

10/03/16

batuk (+) berdahak


terutama saat minum
H-6
susu , muntah (-), sesak
BB= 5,9 kg (-). Pilek (+), demam
(-) Perut kembung
(+)<<,

11/03/16

Komposmentis,
N :112x/i, RR : 44x/i,
T:36,5oC, anemis (-/-), ikterik
(-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.

Pneumonia Aspirasi
Ileus fungsional dd
Hirschsprung
disease

Komposmentis,
N :118x/i, RR : 40x/i, T:37oC,
anemis (-/-), ikterik (-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.

Pneumonia Aspirasi
Ileus fungsional dd
Hirschsprung
disease

batuk (+) berdahak Komposmentis,


Pneumonia Aspirasi terutama saat minum N :120x/i, RR : 44x/i, T:37oC, Ileus fungsional dd -

Rencana
Rectosigmoidografi
(Jumat, 11-03-16)
IVFDD5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)
Klisma Nacl 0,9%
Pagi 25cc
Sore 25cc
Rencana
Rectosigmoidografi
(Jumat, 11-03-16)
IVFDD5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)
Klisma Nacl 0,9%
Pagi 25cc
Sore 25cc
Rencana
Rectosigmoidografi
(Jumat, 11-03-16)
IVFDD5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
20

H-7
susu , muntah (-), sesak
BB= 6,1 kg (-). Pilek (+), demam
(-) Perut kembung
(+)<<

12/03/16

batuk (+) berdahak


terutama saat minum
H-8
susu , muntah (-), sesak
BB= 6,1 kg (-). Pilek (+), demam
(-) Perut kembung (-)

14/03/2016
H-10
BB = 6 kg

anemis (-/-), ikterik (-/-),


Hirschsprung
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-), disease
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.

Komposmentis,
Pneumonia Aspirasi
N :118x/i, RR : 40x/i, Hirschsprung
T:36,8oC, anemis (-/-), ikterik disease
(-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Lab DL :
Leu : 15.500
Hb : 13,9 gr/dl
Hct : 40 %
Tromb : 478.000

Batuk (-), demam (-), Komposmentis,


Pneumonia Aspirasi
muntah
(-),
perut N :112x/i, RR : 35 x/i, Hirschsprung
kembung (-)
T:36,7oC, anemis (-/-), ikterik disease
(-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)

Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg


Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
Rectosigmoidografi (+)
NGT dilepas, mulai diet ASI dan
PASI, jika kembung diet stop dan
pasang kembali NGT
IVFD D5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
Foto BNO 24 jam post
rektosigmoidografi

IVFD D5NS 500 cc/24 jam


Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
(H.VII) stop
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
(H.VII) stop
Inj. Cefotaxim 3x200 mg
21

Soefl, distended (-), Bising


usus (+) normal.

15/03/2016

Dilakukan kunjungan
ke rumah pasien, batuk
(+) , seperti mau
muntah saat diberi
makan, kembung (-),
sesak (-), demam (-)

Komposmentis,
Pneumonia Aspirasi
N :112x/i, RR : 40 x/i, Hirschsprung
T:36,8oC, anemis (-/-), ikterik disease
(-/-), rho (-/-), whz (-/-),
retraksi (-), faring hiperemis
(-) Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.

Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc


CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
Pasien pulang paksa

22

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

PNEUMONIA ASPIRASI

3.1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi
pada parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
dikenal 2 kelompok utama yaitu pneumonia nosokomial (PN) dan
pneumonia komunitas (PK). PN adalah pneumonia yang terjadi > 48
jam setelah dirawat di rumah sakit sedangkan PK adalah pneumonia
yang terjadi akibat infeksi di luar RS1.
Pneumonia aspirasi (PA) dapat terjadi di rumah sakit maupun di
luar rumah sakit, sehingga dapat dimasukkan ke dalam kedua
kelompok pneumonia di atas, yakni pneumonia aspirasi nosokomial
(PAN) dan pneumonia aspirasi komunitas (PAK). Pneumonia aspirasi
(Aspiration pneumonia) adalah pneumonia yang disebabkan oleh
terbawanya bahan yang ada diorofaring pada saat respirasi ke saluran
napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru.
Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang
teraspirasi serta daya tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam
berbagai bentuk berdasarkan etiologi dan patofisiologi yang berbeda
dan cara terapi yang juga berbeda1.
3.1.2 Insiden dan Epidemiologi
Beberapa studi menunjukkan bahwa 5-15% dari 4,5 juta kasus
pneumonia

yang

diperoleh

masyarakat

merupakan

aspirasi

pneumonia. Sekitar 10% dari pasien yang dirawat di rumah sakit


setelah overdosis obat akan menjadi pneumonitis aspirasi. Aspirasi
pneumonia dianggap sebagai penyakit yang umum, tetapi tidak ada
statistik yang tersedia. Kematian yang terkait pneumonia aspirasi
masyarakat pneumonia sekitar 1% dan sampai dengan 25% jumlah
pasien di rumah sakit yang membutuhkan pengobatan. Tingkat

23

kematian tergantung pada komplikasi penyakit untuk pneumonitis


kimia (sindrom Mendelson) bisa sampai 70%2,3.
3.1.3 Etiologi
Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman,
pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan
inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan
obstruksi mekanik simpel oleh benda padat. Infeksi terjadi secara
endogen oleh kuman orofaring yang biasanya polimikrobal namun
jenisnya

tergantung

kepada

lokasi,

tempat

terjadinya,

yaitu

di

komunitas atau di RS1,3.


Pada PAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob
obligat (41-46%) yang terdapat disekitar gigi dan dikeluarkan melalui
ludah, misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai Klebsiella
pneumonia

dan

Stafilokokkus,

atau

Fusobacterium

Bacteriodes melaninogenicus, dan Peptostreptococcus.

nucleatum,
Pada PAN

pasien di RS kumannya berasal dari kolonisasi kuman anaerob


fakultatif, batang Gram negatif, Pseudomonas, Proteus, Serratia dan S.
aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman anaerob obligat di
atas. Pada pasien yang berasal dari rumah perawatan (nursing home)
dapat terinfeksi patogen seperti halnya pada infeksi nosokomial.
Manifestasi

pneumonia

aspirasi

dapat

berupa

bronkopneumonia,

pneumonia lobar, pneumonia nekrotikans, atau abses paru dan dapat


diikuti terjadinya empyema1,3.
Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulang kali adalah4 :

Penurunan kesadaran yang menganggu proses penutupan glottis,


refleks batuk (kejang, strok, pembiusan, cedera kepala, tumor otak).

Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker


nasofaring, skleroderma)

Kerusakan sfingter esofagus oleh selang nasogatrik. Juga berperan


jumlah bahan aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan
mekanisme klirens saluran nafas.

3.1.4 Patofisiologi
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis
akibat sekret orofaringeal, nanah, atau isi lambung yang masuk ke
24

saluran napas bagian bawah. Kebanyakan individu mengaspirasi


sedikit sekret orofangeal selama tidur, dan sekret tersebut akan
dibersihkan secara normal tanpa gejala sisa melalui mekanisme
pertahanan normal. Aspirasi dapat terjadi lebih sering dan dapat
menjadi lebih berat pada individu dengan derajat kesadaran yang
terganggu (misalnya alkoholik, penyalahgunaan obat, pasien setelah
kejang, stroke, atau anestesi umum), disfungsi neurologis orofaring dan
gangguan menelan atau

mekanisme impedimen (misalnya pipa

nasogastrik dan endotrakea). Adanya refleks batuk yang terganggu


atau disfungsi makrofag mukosiliaris atau alveolar akan meningkatkan
resiko pneumonia5.
Tiga

sindrom

aspirasi

berbeda

harus

dibedakan

karena

perbedaan sifat bahan yang diaspirasi, tanda dan gejala, serta


patofisiologinya5,6.
1. Infeksi
Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring
adalah cara infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang tersering
dan menyebabkan pneumonia bakteri. Pneumonia anerobik disebabkan
oleh aspirasi sekret orofaringeal yang terdiri dari mikroorganisme
anaerob

seperti

Bacteroides,

Pepetostreptococcus

yang

Fuscobacterium,

merupakan

spesies

Peptococcus,
yang

dan

tersering

ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang buruk.


Pneumonia anaerobik paling sering mengenai pasien-pasien yang
dirawat di rumah sakit dan orang dengan alkoholisme kronik dengan
infeksi pada gusi dan predisposisi mengalami aspirasi. Akhir-akhir ini,
semua kasus pneumonia yang didapat di rumah sakit disebabkan oleh
campuran mikroorganisme anaerobik dan aerobik (misal, basal gramnegatif, S. aureus)1,5.
2. Aspirasi Asam
Sindrom aspirasi tipe kedua yang disebut sindrom Mendelson
berkaitan dengan regurgitasi dan aspirasi isi asam lambung. Bertolak
belakang dengan pneumonia abaerobik yang berawitan lambat,
pneumonitis berkembang dalam waktu beberapa jam dan sangat
parah.

Inhalasi

masif

isi

gaster

dapat

menyebabkan

kematian
25

mendadak akibat obstruksi, sedangkan aspirasi sedikit isi gaster dapat


menyebabkan edema yang meluas, takipnea, dispnea, takikardia,
demam, leukositosis, dan gagal napas. Luas dan beratnya kondisi
pasien sering tergantung kepada volume dan keasaman cairan
lambung. Jumlah asam lambung yang banyak dapat menimbulkan
gangguan pernapasan akut dalam waktu 1 jam setelah obstruksi
sebagai akibat dari aspirat atau cairan yang masuk ke saluran
napas1,5.
Namun biasanya aspirasi sedikit hingga hanya menimbulkan
sakit ringan. Penumonia bakterial yang berkembang sebagian oleh
bahan kimia akibat reaksi cairan gaster dan sebagian lagi akibat
superinfeksi

bakterial

yang

timbul

setelah

beberapa

hari

dari

organisme yang mungkin hidup di mulut atau di lambung1,5.


3. Aspirasi Non Asam
Jenis ketiga sindrom aspirasi berkaitan dengan bahan yang
diaspirasi (biasanya makanan) atau cairan bukan asam (misalnya,
karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan) yang
menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus
segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi
adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada
ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika
bahan itu tersangkut dalam bagian trakea, akan menyebabkan
obstruksi total, apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Bila
bahan tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan bantuan jari atau
dengan manuver Heimlich, maka harus segera dilakukan trakeotomi
(krikotirotomi). Jika bahan (misalnya, kacang) tersangkut pada bagian
saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat
berupa batuk kronik dan infeksi berulang. Pengobatan dengan cara
mengeluarkan

bahan

yang

tersangkut,

biasanya

dengan

bronkoskopi1,5.
3.1.5 Diagnosis
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

gejala

klinis,

gambaran

radiologi, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan histopatologis.


26

Keempat hal tersebut sedapatnya menyokong adanya kemungkinan


aspirasi yaitu pada pasien yang berIsiko untuk mengalami pneumonia
aspirasi6.
3.1.6 Gejala Klinis
Gejala klinisnya yaitu pasien yang mendadak batuk dan sesak
sesudah makan atau minum. Umumnya pasien datang 1-2 minggu
sesudah aspirasi, dengan keluhan demam menggigil, nyeri pleuritik,
batuk, dan dahak purulen berbau (pada 50% kasus). Kemudian bisa
ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat badan. Pada
pneumonia aspirasi akibat infeksi, awitan gejala biasanya terjadi
secara perlahan-lahan selama hingga 2 minggu, dengan demam,
penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk
disertai produksi sputum berbau busuk2,6.
Pada pneumonia aspirasi akibat aspirasi asam, yang terjadi
dengan segera adalah sesak nafas dan peningkatan denyut jantung.
Gejala lainnya berupa demam, dahak kemerahan dan sianosis. Pada
pneumonia aspirasi akibat aspirasi non asam, penyumbatan mekanik
saluran pernafasan bisa disebabkan oleh terhirupnya partikel atau
benda asing1,2.
Anak kecil beresiko tinggi karena sering memasukkan benda ke
dalam mulutnya dan menelan mainan kecil atau bagian-bagian dari
mainan. Obstruksi juga dapat terjadi pada orang dewasa, terutama jika
daging terhirup pada saat makan. Jika benda menyumbat trakea,
pasien tidak dapat bernafas atau bicara. Jika benda tersebut tidak
dikeluarkan

dengan

segera

penderita

akan

segera

meninggal.

Dilakukan Manuver Heimlich, untuk mengeluarkan benda asing dan


tindakan ini biasanya dapat menyelamatkan nyawa penderita. Jika
benda asing tertahan di bagian yang lebih bawah dari saluran
pernafasan, bisa terjadi batuk iritatif menahun dan infeksi yang
berulang. benda asing biasanya dikeluarkan dengan bronkoskopi1,2.
3.1.6 Gambaran Radiologis
Foto Toraks

27

Pemeriksaan radiologi pilihan untuk pneumonia aspirasi adalah


foto

toraks.

Gambaran

radiologi

pneumonia

aspirasi

bervariasi

tergantung pada beratnya penyakit dan lokasinya. Lobus bawah dan


lobus tengah kanan paling sering terkena, tetapi lobus bawah kiri juga
sering. Ditemukan area-area ireguler yang tidak berbatas tegas yang
mengalami peningkatan densitas. Pada tahap awal area densitas tinggi
tersebut hanya lokal, akan tetapi pada tahap lanjut akan berkelompok/
menyatu (infiltrat). Pada beberapa kasus pneumonia aspirasi bersifat
akut

dan

akan

bersih

dengan

cepat

ketika

penyebab

yang

menimbulkan aspirasi telah teratasi. Pada beberapa kasus, pneumonia


disebabkan

oleh

penyakit

kronik

dan

aspirasi

berulang

akan

mengakibatkan pneumonitis basis paru kronik yang menampilkan


bercak berawan (perselubungan inhomogen)7.
Gambar
3.1

Aspiration pneumonia. Memperlihatkan infiltrat pada paru


Gambaran

radiologi

klasik

dari

pneumonia

adalah

perselubungan inhomogen (konsolidasi) dengan air bronchograms sign,


dengan distribusi segmental atau lobar. Pneumonia aspirasi dapat
terjadi pada pasien yang kesulitan menelan. Pneumonia disebabkan
oleh

aspirasi

bahan-bahan

yang

terinfeksi

dari

orofaring

dan

esophagus ke dalam saluran napas bawah. Keadaan ini sering ditemui


28

pada pasien yang tidak sadar dan pada pasien dengan penyakit
neuromuscular atau kelainan esophagus yang menimbulkan refluks
(refluks gastroesofageal). Segmen posterior lobus atas kanan atau
segmen superior lobus bawah kanan yang sering terkena. Infiltrat pada
basis lobus bawah bilateral juga pertanda pneumonia aspirasi. Aspirasi
dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang akan memberikan gambaran
infiltrat difus. Pada foto toraks terlihat gambaran infiltrat pada segmen
paru unilateral yang dependen dan mungkin disertai kavitasi dan efusi
pleura. Lokasi tersering adalah lobus kanan tengah dan/atau lobus
atas, meskipun lokasi ini tergantung kepada jumlah aspirat dan posisi
badan pada saat aspirasi7,8.

Computed Tomography Scanning (CT scan) Toraks


Pemeriksaan CT scan lebih unggul dibanding dengan foto
konvensional dalam menentukan sifat, luas, dan komplikasi aspirasi.
Multidetektor CT (MDCT) telah terbukti efektif dalam mengevaluasi
adanya benda asing atau cairan. Pada pasien yang diduga aspirasi
benda

asing,

dalam

hubungannya

dengan

MDCT,

dapat

menggambarkan lokasi yang sesungguhnya. CT scan juga dapat


menentukan kelainan anatomi di kepala, leher, dan toraks. Temuan ini
mungkin dapat membantu penyebab aspirasi seperti fistulla atau
tumor tenggorokan, laring, atau kerongkongan9.
Gambaran CT scan yang dapat kita peroleh pada pneumonia
aspirasi adalah adanya peningkatan densitas dari paru-paru yang
terkena bahan aspirasi berupa bayangan opak. Bayangan ini terlihat
seperti konsolidasi dan ground-glass opacities9.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Toraks
Beberapa penelitian besar dari MRI yang didedikasikan untuk
penyakit pneumonia aspirasi ini telah dilakukan. Namun, hasil dari
studi kasus dipublikasikan untuk mengkonfirmasi akurasi pencitraan
MRI untuk kondisi-kondisi seperti peradangan akut, granuloma, dan
fibrosis. MRI berkerja baik dalam mendefinisikan sifat aspirasi dan
reaksi tubuh terhadap aspirasi. Beberapa penulis telah menemukan
29

bahwa MRI lebih unggul daripada CT scan dalam diagnosis lipoid


aspirasi9.
Gambar 3.2
Gambaran
pneumonia
dengan

menggunakan MRI terlihat pada panah yang terbesar.


3.1.7 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan dengan pewarnaan gram terhadap bahan
sputum saluran napas dijumpai banyak neutrofil dan kuman campuran.
Terdapat leukositosis dan laju endap darah (LED) meningkat. Perlu
dilakukan pemeriksaan elektrolit, BUN dan kreatinin, analisis gas darah
dan kultur darah9.
3.1.8 Histopatologi
Pneumonia interstisial dapat dikatakan sebagai pneumonia
fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap
jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit,
histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila
peradangan mengenai pleura visceral9.
3.1.9 Diagnosis Banding
1. Atelektasis
2. Efusi pleura
3. Massa di Paru
3.1.10

Pengobatan

30

Pada anak, pada aspirasi isi lambung akut harus segera dicegah
dengan suction orofaring dan memperbaiki posisi anak. Dilakukan
intubasi trakea jika refleks saluran napas tidak adekuat atau jika
terdapat gagal napas. Harus diberikan bantuan oksigen. Berikutnya
infeksinya ditangani10.
Jika

tidak

terdapat

tanda-tanda

infeksi

maka

dilakukan

observasi. Jika berikutnya terdapat tanda infeksi maka diberikan


antibiotik empiris sebelum hasil kultur ada. Pneumonia yang di dapat
diluar rumah sakit (dalam masyarakat) diberikan golongan penisilin
sedangkan infeksi nosokomial kombinasi klindamisin dan gentamisin.
Jika resisten terhadap penisilin maka biasanya digunakan klindamisin
atau tikarsilin klavulanat11.

31

Gambar 3 Algoritma penanganan pasien Pneumonia Aspirasi


3.1.11

Prognosis

Angka mortalitas pneumonitis yang tidak disertai komplikasi


adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirasi massif mencapai 70%12.
3.2

HIRSCHSPRUNG DISEASE

32

3.2.1Definisi

Penyakit hirschsprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion


di pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissners). Penyakit
Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital adalah salah
satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28
hari)13.
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon)
berupa gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pada bayi yang
lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel ganglion yang
berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus distal.
Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di bagian usus besar tidak
dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar feses)13.
3.2.2Epidemiologi

a.

Distribusi dan Frekuensi


Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup dan

merupakan penyebab

tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada

neonatus. Penyakit yang lebih sering ditemukan memperlihatkan predominasi


pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:113.
Insidens penyakit Hirschsprung bertambah pada kasus-kasus familial yang
rata-rata mencapai sekitar 6% (berkisar antara 2-18%). Sementara untuk
distribusi ras setara untuk bayi berkulit putih dan Amerika keturunan
Afrika.Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau
colon transversum pada 17% kasus13.
b. Determinan Penyakit Hirschsprung
Faktor Bayi
Umur Bayi
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling
rentan terkena penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan
salah satu penyebab paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28
hari).
Riwayat Sindrom Down

33

Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari
sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang
paling umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirschsprung adalah
Sindrom Down. 2-10% dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan
penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada
tambahan salinan kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah,
cacat jantung bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak13,14.
Faktor Ibu
Umur
Umur ibu yang semakin tua

(> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat

meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan


Sindrom Down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang mendekati masa menopause.
Ras/Etnis
Di

Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan

kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal).
Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau
incest. Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat
dan memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital14.
3.2.3Etiologi

Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian


atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal.
Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat
dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam
dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding usus13.
Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit
Hirschsprung. Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia
endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan
dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan
dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -313.

34

Gambar 3.4 Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian akhir usus Pleksus
Myenterik (Auerbach) dan Pleksus Submukosal (Meissner)

3.2.4Patofisiologi

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon
dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik
selalu terdapat dibagian distal rektum14.
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive
dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar14.
Hipoganglionosis
Pada

proximal

hipoganglionosis.

Area

segmen
tersebut

dari

bagian

dapat

aganglion

juga

terdapat

merupakan

area

terisolasi.

Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali
dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada
colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal.

35

Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang
mengenai seluruh kolon14,15.
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase14,15.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf
lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH).Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama
kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang
memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis
adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis14.
Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari
vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis
seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah
yang inadekuat15.
3.2.5

Tipe Hirschsprungs Disease:


Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang

terkena. Tipe Hirschsprun disease meliputi 14:


1) Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil
dari rectum.
2) Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.
3) Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
4) Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan
kadang sebagian usus kecil.

36

3.2.6Manifestasi Klinis

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikan. Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.
Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda
yang signifikan mengarah pada diagnosis ini15.
Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan
adanya enterocolitis. Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat
mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat
konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti
adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis.
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal
atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya
pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah.
Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat
individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal
komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan
pertama kehidupan15.
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola
makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat.
Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat
konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan
sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala
dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada
pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya
kosong 15.
Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang
berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana
merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara
penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana

37

beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan
15

.
Enterokolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit

hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan
invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan
pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas
prostaglandin

E1,

infeksi

oleh

Clostridium

difficile

atau

Rotavirus.

Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun
telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon
yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu,
diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan
nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan
perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit
hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan
perforasi15.
3.2.7Diagnosis

Anamnesis
Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat pada saat melakukan anamnesis
adalah adanya keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang pada
umumnya keluar > 24

jam, muntah berwarna hijau, adanya obstipasi masa

neonatus. Jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut
kembung, poor feeding, muntah dan pertumbuhan terhambat. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti
periode diare yang massif kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi
yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik
konstipasi dan enkoperesis. Selain itu perlu diketahui adanya riwayat keluarga
sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki
terdahulu meninggal sebelum usia dua minggu dengan riwayat tidak dapat
defekasi14.
Pemeriksaan Fisik

38

Pada neonatus biasa ditemukan distensi abdomen, gambaran kontur


usus, gerakan paristaltik dan venektasi. Bila dilakukan colok

dubur

maka

sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah
yang banyak dan tampak perut anak sudah kembali normal16.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada penyakit
Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya pemeriksaan
enema barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk mendeteksi
penyakit Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos abdomen
dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi masih
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar13.
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda
khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitan ke arah daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di
proksimal daerah transisi13.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan

membaur

dengan

feses.

Gambaran

khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feses ke arah proksimal
kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak mengalami Hirschsprung namun
disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah
rektum dan sigmoid13.

39

Gambar 3.5 Foto polos abdomen pada penderita penyakit Hirschsprung

40

Gambar 3.6 Foto barium enema pada penderita penyakit Hirschsprung

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Diagnosis patologi-anatomik penyakit Hirschsprung dilakukan melalui
prosedur biopsi yang didasarkan atas tidak adanya sel ganglion pada pleksus
myenterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Di samping itu akan
terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut saraf (parasimpatik). Akurasi
pemeriksaan

akan

semakin

tinggi

apabila

menggunakan

pengecatan

immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada


serabut saraf parasimpatik 13.
Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan ojektif yang
mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan sfingter
anorektal. Dalam praktiknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil
pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini
41

memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang sensitif terhadap tekanan
seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau
komputer.

(a)
(b)
Gambar 3.7 (a) Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa penyakit Hirschsprung
sedangkan gambar (b) menunjukkan hasil pemeriksaan manometri anorektal pada
penderita penyakit Hirschsprung

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit


Hirschsprung adalah hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi
peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex
tidak berkembang yang artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna
setelah distensi rektum akibat desakan feses atau tidak adanya relaksasi spontan.
3.2.8Penatalaksanaan

Sampai pada saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat


dilakukan dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi
42

untuk menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau


pemasangan

pipa

lambung

dan

irigasi

rektum.

Pemberian

antibiotika

dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan


mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh14.
Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap
pertama dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan
operasi definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk
mencegah komplikasi dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi,
sehingga akan menghilangkan distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi
pasien. Tahapan kedua adalah dengan melakukan operasi definitif dengan
membuang segmen yang ganglionik dengan bagian bawah rektum14.
Dikenal beberapa prosedur tindakan definitif yaitu prosedur Swensons
sigmoidectomy, prosedur Duhamel, prosedur Soaves Transanal Endorectal PullThrough, prosedur Rehbein dengan cara reseksi anterior, prosedur Laparoskopic
Pull-Through, prosedur dan prosedur miomektomi anorektal14.
Setelah diagnosis penyakit Hirschsprung ditegakkan maka sejumlah
tindakan praoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam
keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi
dengan pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan pipa lambung.
Apabila sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka cairan
resusitasi cairan dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik broad spektrum
secara ketat kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus14
Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit
hirschsprung:
Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen
kemudian dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy
seromuskuler.
Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode13:
1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani
interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum.

43

2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang


ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIA
kemudian dimasukkan melalui anus.
3. Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal
aganglioner.
3.2.9Komplikasi

Komplikasi

pasca

tindakan

bedah

penyakit

Hirschsprung

dapat

digolongkan atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan


fungsi sfingter. Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita
penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan
invasi bakteri dan translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen musin dan
sel neuroendokrin, kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium
difficile atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada
keadaan yang sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik
yang ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen,
dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi nekrosis akibat iskemia mukosa diatas
segmen aganglionik akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi
usus15.
Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi obstruksi usus
letak rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding
usus, sehingga dinding usus mengalami iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik
mudah terinfeksi oleh kuman, dan kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi
kuman dari lumen usus, ke mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya
ke rongga peritoneal atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat
berlanjut yang akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan
dinding usus mulai dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis14.
Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita
penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun
paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia
1 minggu.Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan
disertai demam14.

44

3.2.10Prognosis

Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat


bergantung pada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum
prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung yang mendapat
tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang

masih

mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus

dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan


pembedahan pada bayi sekitar 20%13.

BAB 4
PEMBAHASAN

TEORI

KASUS
ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan :

Pneumonia Aspirasi

Pasien
batuk

biasanya
dan

sesak

1. Pasien datang dengan keluhan

sesudah

demam.

minum.

2. Demam

Umumnya pasien datang 1-2

SMRS.

makan

atau

minggu

sesudah

aspirasi,

dengan

keluhan

demam

nyeri

pleuritik,

menggigil,
batuk,
-

mendadak

dan

dahak

purulen

dialami

hari

3. Batuk berdahak sejak 1 hari


SMRS.
4. Pasien juga muntah sebanyak
1x

setelah

batuk

dan

susu

yang

berbau (pada 50% kasus).

mengeluarkan

Bisa ditemukan nyeri perut,

diminum kemudian setelah itu

anoreksia,

pasien

dan

penurunan

tampak

susah

saat

berat badan. Pada pneumonia


45

aspirasi akibat infeksi, awitan


gejala biasanya terjadi secara

bernapas.
5. Pasien

memiliki

riwayat

perlahan-lahan selama hingga 2

sering batuk terutama saat

minggu,

minum susu.

dengan

demam,

penurunan berat badan, anemia,


leukositosis, dispnea, dan batuk
disertai

produksi

sputum

berbau busuk.

6. Pasien selalu kembung saat


sejak 2 bulan yang lalu
7. Susah BAB sejak 2 bulan
yang lalu

Faktor penyebab paling sering Aspirasi

8. Tidak ada keluarga pasien

Pneumonia :

yang mengalami gejala sama

gangguan neuromuscular, Anaestesi,

seperti pasien.

pada kondisi dimana reflek batuk dan

9. Pasien hanya diberi ASI dan

refleks muntah tertekan, gangguan

tidak diberikan makanan lain

menelan,

karena khawatir pasien akan

masif

Muntah

dengan

bahan-bahan

aspirasi

material

yang

muntah.

berasal dari lambung, benda asing,


abnormalitas

struktur

esophagus,

Gastroesofageal refluks disease, serta


hilangnya kesadaran
Hirschsprung Disease :
1. Keterlambatan

pengeluaran

mekonium pertama yang pada


umumnya keluar > 24 jam.
2. Muntah berwarna hijau.
3. Adanya

obstipasi

masa

neonatus.
4. Jika terjadi pada anak yang lebih
besar obstipasi semakin sering,
5. Adanya
kembung
seperti
multipel

riwayat
berat

konstipasi,
dan

perut

tong,

massa

faeses

dan

sering

dengan
46

enterocolitis, dan dapat terjadi


gangguan pertumbuhan.
6. Riwayat keluarga sebelumnya
yang pernah menderita keluhan
serupa.

PEMERIKSAAN FISIK
Pneumonia Aspirasi :
Pemeriksaan saat diruangan :
Tanda fisis seperti pada tipe
1. Pasien tidak mengalami sesak
pneumonia klasik bisa didapatkan
2. Terdengar suara nafas tambahan
berupa demam, sesak napas, tandaronki pada kedua lapang torak
tanda konsolidasi paru (perkusi
3. Tidak ada retraksi
paru pekak, ronki nyaring, suara
4. Terdapat distensi abdomen
napas bronchial). Pada inspeksi
pada pasien terutama setelah
terlihat retraksi otot epigastrik,
minum susu
interkostal,
suprasternal,
dan
5. Pasien demam
pernapasan cuping hidung.
6. Pada pemeriksaan lainnya tidak
ditemukan adanya kelainan
Hirschsprung Disease :
1. Perut

kembung

karena

mengalami obstipasi.
2. Bila

dilakukan

colok

dubur
ditarik

maka

sewaktu

jari

keluar

maka

feses

akan

menyemprot keluar dalam jumlah


yang banyak dan tampak perut anak
sudah kembali normal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pneumonia Aspirasi :

1. Hasil Pemeriksaan Penunjang :


a) Terjadi

leukositosis

pada
47

Foto Toraks

Gambaran radiologi pneumonia


aspirasi
pada

bervariasi

beratnya

pemeriksaan

tergantung

penyakit

dan

lokasinya.
Lobus bawah dan lobus tengah

b) Pada foto toraks pasien tampak


bercak infiltrat terutama pada
lobus paru kanan tepatnya di
area

Tetapi lobus bawah kiri juga bisa

kanan
area-area

c)

di

lobus

kiri

Pada

foto polos

abdomen

ditemukan distensi kolon.

Pada tahap awal area densitas

dan

bronkus

bronkus kiri.

yang tidak berbatas tegas yang

tinggi tersebut hanya lokal, akan

percabangan

tepatnya di area percabangan

ireguler

mengalami peningkatan densitas.

lengkap

(16.500/mm3)

kanan paling sering terkena,


terkena.
Ditemukan

darah

d) Pada

foto

BNO

tetapi pada tahap lanjut akan

penyempitan

berkelompok/ menyatu (infiltrat).


Gambaran radiologi klasik dari

rektosigmoid pasien.
e)

terlihat

pada

Pada

kolon

pemeriksaan

pneumonia adalah perselubungan

rektosigmoidografi

inhomogen (konsolidasi) dengan

adanya zona dilatasi dan zona

air bronchograms sign, dengan

yang mengalami penyempitan

distribusi segmental atau lobar.

pada

daerah

ditemukan

kolon

rektosigmoid.

Pemeriksaan laboratorium
Terdapat leukositosis dan laju
endap darah (LED) meningkat.
Hirschsprung Disease :
1. Pada foto polos abdomen dapat
dijumpai gambaran

obstruksi

usus letak rendah, meski pada


bayi

masih

sulit

untuk

membedakan usus halus dan usus


besar.
48

2. Pemeriksaan
dimana

enema

akan

barium,

dijumpai

tiga

tanda khas yaitu adanya daerah


penyempitan di bagian rektum
ke proksimal yang panjangnya
bervariasi,
transisi,

terdapat

terlihat di proksimal

daerah

penyempitan

daerah

dilatasi,

daerah

daerah
ke

serta

pelebaran

arah

terdapat

lumen

di

proksimal daerah transisi.


3. Apabila dari foto barium enema
tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit

Hirschsprung,

maka

dapat dilanjutkan dengan


retensi

barium.

khasnya

adalah

foto

Gambaran
terlihatnya

barium yang membaur dengan


feses ke arah proksimal kolon.

1. Penatalaksaan Umum

PENATALAKSANAAN
Pengobatan dan tindakan yang

Penumoni Aspirasi :

didapat diruangan:
-

1. Terapi suportif umum

a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 100 mmHg atau saturasi 95 96% berdasarkan

pemeriksaan

analisis -

gas darah.
b. Humidifikasi dengan netribulizer
untuk

pengenceran

dahak

yang

IVFD D5NS 500 cc/24 jam


Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 50 mg
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5
mg, Efedrin 2,5 mg 3 x 1
pulv
49

kental, dapat disertai nebulizer untuk


pemberian

bronkodilator

bila

terdapat bronkospasme
c. Pengaturan cairan.
d. Ventilasi mekanis
2. Antibiotik
Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi
maka

dilakukan

observasi

dan

KLISMA

diberikan antibiotik empiris sebelum


hasil kultur ada. Pneumonia yang di
dapat diluar rumah sakit (dalam
masyarakat)

diberikan

golongan

penisilin.
Hirschsprung Disease :
Tindakan-tindakan

medis

dapat

dilakukan tetapi untuk menangani


distensi

abdomen

pemasangan

pipa

pemasangan pipa

dengan
anus

atau

lambung dan

irigasi rektum.
Pemberian antibiotika dimaksudkan
untuk pencegahan infeksi terutama
untuk enterokolitis dan mencegah
terjadinya
dapat

sepsis. Cairan

diberikan

keseimbangan

untuk

cairan,

infus

menjaga
elektrolit,

dan asam basa tubuh.


Penanganan bedah pada umumnya
terdiri atas dua tahap yaitu tahap
pertama
kolostomi

dengan
dan

pembuatan
tahap

kedua

50

dengan melakukan operasi definitif


yaitu

prosedur

Swensons

sigmoidectomy, prosedur Duhamel,


prosedur

Soaves

Transanal

Endorectal Pull-Through, prosedur


Rehbein

dengan

anterior,

prosedur

cara

reseksi

Laparoskopic

Pull-Through, prosedur dan prosedur


miomektomi anorektal.

51

52

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Keluhan yang dialami pasien adalah demam yang telah dialami sejak 3
hari SMRS, pasien juga mengalami batuk sejak 1 hari SMRS. Namun menurut
pengakuan ibu pasien, pasien sering mengalami batuk terutama setelah meminum
susu. Pasien sempat mengalami muntah 1x setelah batuk. Setelah terjadi hal ini,
pasien terlihat susah saat bernapas. Selain itu, ibu pasien mengeluhkan perut
kembung pada pasien yang terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami
susah BAB, pernah tidak BAB dalam 10 hari. Saat BAB, biasanya BAB keluar
mencret dan angin sehingga tampak menyemprot. Adapun hasil pemeriksaan fisik
yang ditemukan adalah kesadaran komposmentis pada pasien, suhu meningkat
dan frekuensi pernapasan normal, tidak ada distensi abdomen, bising usus normal.
Pada pemeriksaan penunjang, foto thoraks ditemukan adanya gambaran infiltrat
pada lobus kanan pada percabangan bronkus kanan dan kiri serta adanya
leukositosis pada hasil pemeriksaan darah lengkap, dan pada pemeriksaan foto
polos abdomen, rektosigmoidografi, dan foto BNO ditemukan adanya kolon yang
berdilatasi dan terdapat penyempitan pada daerah kolon rektosigmoid. Jika
ditelaah berdasarkan anamnesis hingga pemeriksaan penunjang, maka didapatkan
kesimpulan bahwa telah sesuai dari diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini
dengan literature yang kami dapatkan.

53

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, A; Setiyohadi, B; Alwi, I; dkk. Pneumonia Bentuk Khusus. Dalam:


Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FKUI; 2006. Hal.974, 982-3
21
2. Swaminathan, A. Overview Pneumonia Aspiration. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/807600-overview Updated May 5,
2009s
3. Wilson, L. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan dan Penyakit Pernapasan
Restriktif. Dalam: Patofisologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol. 2
Edisi
4. Stead L. G, Stead S. M, Kaufman M. S. Aspiration Pneumonia in First Aid for
the Emergency Medicine Clerkship. Singapore: The McGraw-Hill Companies;
2002. p. 116
5. Karlinsky JB, King TE, Crapo JD, Glassroth J. Aspiration Pneumonia in
Anaerobic and other Infection Syndromes. In: Baums textbook of pulmonary
diseases.7th Ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2004.p. 405-8.
6. Mettler AF. Chest dalam Essentials of Radiology. 2nd ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2005. p 94
7. Eisenberg, Ronald L. Aspiration Pneumonia. In: Comprehensive Radiographic
Pathology. United States of America: Mosby Elsevier; 2007. p 48
8. Gurney WJ, Muram, Winer HT. Aspiration Pneumonia. In: Pocket Radiologist
Chest Top 100 Diagnoses. China: Amirsys; 2003. p. 6-8
9. Swaminathan, A.; Pneumonia Aspiration: Multimedia. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/807600-media. Updated May 5, 2009
10. Lee,
J.
Aspiration
Pneumonia:
Imaging.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/353329-imaging. Updated Dec 17,
2008
11. HNoer Sjaifullah H. M, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
12. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
13. Warner, B. (2004). Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON
TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. . Philadelphia. Page 2113-2114:
Elsevier-Saunders.

54

14. Ziegler, M., Azizkhan, R., & Weber, T. (2003). Chapter 56 Hirschsprung
Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. New York. Page 617-640:
McGraw-Hill.
15. Holschneider, A., & Ure, B. (2000). Chapter 34 Hirschsprungs Disease in:
Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition. Philadelphia: Saunders Company.
16. World Health Organization. (2013). Pocket Book of Hospital Care for
Children. Switzerland: WHO publication.

55

Anda mungkin juga menyukai