Tutorial Respirologi
Disusun
Oleh:
Radhiyana
Putri
0910015031
Rahayu
Asmarani
0910015017
Pembimbing:
dr.
Hj.Sukartini, Sp.A
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................2
BAB 2 STATUS PASIEN..........................................................................................3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................22
BAB 4 PEMBAHASAN..........................................................................................43
BAB 5 PENUTUP..................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................50
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah agar dokter muda mampu memahami
BAB 2
STATUS PASIEN
Identitas pasien
-
Nama
: An. SK
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 8 Bulan
Alamat
Anak ke
: 6 dari 6 bersaudara
MRS
: 5 Maret 2016
Nama Ayah
: Tn. UD
Umur
: 37 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Tukang
Ayah perkawinan ke : I
Nama Ibu
: Ny. WA
Umur
: 38 tahun
Alamat
Pekerjaan
Ibu perkawinan ke
:I
Tanggal MRS
:5 Maret 2016
Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 8 Maret 2016 pukul 14.00 WITA, di ruang
Melati RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesa oleh ibu kandung pasien
Keluhan Utama
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam dialami sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya ibu pasien telah membawa
pasien ke puskesmas dan mendapat obat penurun panas namun pasien masih
mengalami demam. Selain itu pasien juga mengalami batuk berdahak sejak 1 hari
SMRS. Batuk terutama saat minum susu. Tiap kali setelah batuk pasien muntah
1x, memuntahkan air susu yang diminum disertai dahak pada muntah pasien.
Menurut ibu pasien, sebelumnya pasien sering batuk terutama saat minum susu
dan mengeluarkan dahak. Namun pada awalnya batuk tidak terlalu sering, hanya
sesekali namun kemudian batuk muncul makin sering. Frekuensi setiap kali batuk
3-5 kali. Setelah hal ini terjadi, batuk menjadi makin sering dan pasien terlihat
susah saat bernapas.
Selain itu perut pasien juga kembung, menurut ibu pasien perut anaknya
sering kembung walaupun tidak habis minum susu sejak 2 bulan yang lalu.
Pasien juga susah BAB sejak 2 bulan yang lalu, dan sempat di beri obat agar dapat
BAB melalui lubang dubur. Sejak 2 bulan terakhir, pasien BAB tiap 2 hari sekali
dan mencret beserta angin yang keluar saat buang air besar. Namun Riwayat BAB
sebelumnya lancar. Selama ini pasien hanya diberikan susu dan tidak pernah
diberikan bubur, karena takut muntah. BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering mengalami batuk sebelumnya. Riwayat alergi terhadap susu sapi
disangkal. Riwayat batuk dan bersin saat menghirup asap rokok ataupun obat
nyamuk bakar disangkal. Riwayat asma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien dan tidak ada
keluarga yang memiliki riwayat pengobatan 6 bulan atau sedang menjalani
pengobatan 6 bulan.
- Nenek pasien memiliki riwayat asma dan sering menggunakan obat asma
semprot.
- Riwayat alergi disangkal.
4
Kondisi
Jenis
Usia
Sehat/tidak
Usia meninggal
ke1
saat lahir
Aterm
persalinan
Spontan
16 tahun
Sehat
Aterm
Spontan
13 tahun
Sehat
Aterm
Spontan
11 tahun
Sehat
Abortus
Aterm
Spontan
9 tahun
Sehat
Aterm
Spontan
7 tahun
Sehat
Pasien
Aterm
Spontan
8 bulan
Sakit
: 2800 gr
: ibu lupa
: 3600 gr
: 63 cm
Gigi keluar
:-
Tersenyum
: 3 bulan
Miring
: 4 bulan
Tengkurap
: 5 bulan
Duduk
: belum
Merangkak
: belum
Berdiri
:-
Berjalan
:-
Berbicara 2 kata
:-
Susu formula/sapi
:-
Buah
: 6 bulan
Bubur susu
: 6 bulan
Makanan padat+lauk
:-
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di
: Puskesmas
Penyakit kehamilan
:-
Riwayat Kelahiran
Lahir di
: Klinik Bersalin
Ditolong oleh
: Bidan
: 9 bulan
Jenis partus
: Spontan
Riwayat kelahiran
Pemeliharaan Postnatal
Periksa di
: Praktek Bidan
Keadaan anak
: Sehat
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana
: Ya
Memakai sistem
: Suntik 3 bulan
Riwayat Imunisasi
Imunisasi
II
III
IV
Booster I
Booster II
BCG
(+)
////////////
////////////
////////////
////////////
////////////
Polio
(+)
(+)
(+)
(+)
Campak
////////////
////////////
////////////
////////////
DPT
(+)
(+)
(+)
////////////
Hepatitis B (+)
(+)
(+)
//////////
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 8 Maret 2016
Kesan umum
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
-
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
: 46 x/menit
Temperatur
: 39,6o C
Antropometri
Berat badan
: 6100 gr
Panjang Badan
: 63 cm
BMI
: 15,37 kg/m2
Rumus Bherman
:
7
BBI : 8 + 9/ 2 = 8,5 kg
Status Gizi : BBA/BBI x 100% = 6,1/8,5 x 100% = 71,7
Status Gizi
: Gizi kurang
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
Pulmo
Inspeksi
10
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas jantung
Cor:
Abdomen
Inspeksi
: Agak cembung
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
05/03/2016
Jam
21.21
Darah Lengkap
Leukosit
16.500
Hb
9,6
Hct
28,5%
Plt
222.000
Kimia Darah Lengkap
GDS
103
Na
136
K
4,6
Cl
106
11
Tanggal
06/03/2016
Jam
06.00
Darah Lengkap
Leukosit
12.200
Hb
8,4
Hct
25,4%
Plt
186.000
Kimia Darah Lengkap
GDS
181
Tanggal
07/03/2016
Jam
07.45
Darah Lengkap
Leukosit
9.400
Hb
8,2
Hct
24,9%
Plt
187.000
Tanggal
10/03/2016
Jam
11.54
Darah Lengkap
Leukosit
10.160
Hb
8,5
Hct
24,4%
Plt
369.000
Tanggal
13/03/2016
Leukosit
15.500
Hb
13,9
Ht
40%
Plt
478.000
GDS
78
Ureum
20,0
Kreatinin
0,5
-
Kesan : banyak
terdapat
corakan
infiltrate
disekitar
bronkus
yang
12
Foto Polos
Abdomen
Prone X
table
Kesan
terdapat
gambaran
dilatasi
kolon (colon
distention)
pada foto polos, menunjukkan gambaran Hirschsprung Disease.
13
14
Kesan : tampak gambaran zona dilatasi kolon dan tampak adanya bagian
kolon yang menyempit
15
Kesan
: Pneumonia aspirasi
Diagnosis Lain
: Hirschsprung Disease
Diagnosis Komplikasi
: Gizi kurang
PENATALAKSANAAN :
-
Inj. Paracetamol 3 x 50 mg
Inj. Ranitidin 2 x 5 mg
Pasang NGT
17
Follow Up Ruangan
Tanggal
S
O
A
P
05-03-16
- Demam (+), batuk Komposmentis,
Observasi febris + H-1
(+) dahak (+), N : 124 x/i RR : 46 x/i,
Bronkopneumonia
o
BB= 5,2 kg
sesak (-)
T:39,6 C, anemis (-/-), ikterik
(-/-), rho (+/+), whz (-/-),
(IGD)
retraksi subcosta (-), faring
hiperemis (-), Bising usus (+)
normal.
Lab DL :
Leu : 16.500
Hb : 9,6 gr/dl
Hct : 28,5 %
Tromb : 222.000
06/03/16
Demam (-), batuk (+) Komposmentis,
Observasi febris + H-2
berdahak.
N :121 x/i, RR :42 x/i,
Bronkopneumonia
BB= 5,2 kg
T :36,2oC,anemis (-/-), ikterik
(-/-), rho (+/+), whz (-/-),
retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Lab DL :
Leu : 12.200
Hb : 8,4 gr/dl
18
Hct : 25,4 %
Tromb : 186.000
07/03/16
H-3
BB=5,2 kg
batuk
(+),
perut Komposmentis,
kembung (+), BAB (-) N :126x/i, RR : 40x/i, T:36,9
o
10 hari
C, anemis (-/-), ikterik (-/-),
rho (+/+), whz (-/-), retraksi
(-), faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Lab DL :
Leu : 9.400
Hb : 8,2 gr/dl
Hct : 24,9 %
Tromb : 187.000
08/03/18
batuk (+) berdahak
H-4
terutama saat minum
BB= 6,1 kg susu , muntah (-), sesak
(-). Pilek (+). Perut
kembung (+), BAB 1 x
cair,
ampas
(+).
Seperti muncrat.
Komposmentis,
N :100x/i, RR : 40x/i,
T:37,1oC, anemis (-/-), ikterik
(-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Pneumonia Aspirasi
ec
Susp.
Hirschsprung
disease
Pneumonia Aspirasi
Ileus fungsional dd
Hirschsprung
disease
09/03/16
10/03/16
11/03/16
Komposmentis,
N :112x/i, RR : 44x/i,
T:36,5oC, anemis (-/-), ikterik
(-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Pneumonia Aspirasi
Ileus fungsional dd
Hirschsprung
disease
Komposmentis,
N :118x/i, RR : 40x/i, T:37oC,
anemis (-/-), ikterik (-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Pneumonia Aspirasi
Ileus fungsional dd
Hirschsprung
disease
Rencana
Rectosigmoidografi
(Jumat, 11-03-16)
IVFDD5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)
Klisma Nacl 0,9%
Pagi 25cc
Sore 25cc
Rencana
Rectosigmoidografi
(Jumat, 11-03-16)
IVFDD5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
Inj. Gentamicin 2 x 12,5 mg
Inj. Paracetamol 3 x 0,5cc
CTM 0,5 mg, Ambroxol 2,5 mg,
Efedrin 2,5 mg 3 x 1 pulv
F-75 tiap 3 jam (8 x 50cc)
Klisma Nacl 0,9%
Pagi 25cc
Sore 25cc
Rencana
Rectosigmoidografi
(Jumat, 11-03-16)
IVFDD5NS 500 cc/24 jam
Inj. Ampisilin. 4 x 200 mg
20
H-7
susu , muntah (-), sesak
BB= 6,1 kg (-). Pilek (+), demam
(-) Perut kembung
(+)<<
12/03/16
14/03/2016
H-10
BB = 6 kg
Komposmentis,
Pneumonia Aspirasi
N :118x/i, RR : 40x/i, Hirschsprung
T:36,8oC, anemis (-/-), ikterik disease
(-/-),
rho (-/-), whz (-/-), retraksi (-),
faring hiperemis (-)
Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
Lab DL :
Leu : 15.500
Hb : 13,9 gr/dl
Hct : 40 %
Tromb : 478.000
15/03/2016
Dilakukan kunjungan
ke rumah pasien, batuk
(+) , seperti mau
muntah saat diberi
makan, kembung (-),
sesak (-), demam (-)
Komposmentis,
Pneumonia Aspirasi
N :112x/i, RR : 40 x/i, Hirschsprung
T:36,8oC, anemis (-/-), ikterik disease
(-/-), rho (-/-), whz (-/-),
retraksi (-), faring hiperemis
(-) Soefl, distended (-), Bising
usus (+) normal.
22
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
PNEUMONIA ASPIRASI
3.1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi
pada parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia
dikenal 2 kelompok utama yaitu pneumonia nosokomial (PN) dan
pneumonia komunitas (PK). PN adalah pneumonia yang terjadi > 48
jam setelah dirawat di rumah sakit sedangkan PK adalah pneumonia
yang terjadi akibat infeksi di luar RS1.
Pneumonia aspirasi (PA) dapat terjadi di rumah sakit maupun di
luar rumah sakit, sehingga dapat dimasukkan ke dalam kedua
kelompok pneumonia di atas, yakni pneumonia aspirasi nosokomial
(PAN) dan pneumonia aspirasi komunitas (PAK). Pneumonia aspirasi
(Aspiration pneumonia) adalah pneumonia yang disebabkan oleh
terbawanya bahan yang ada diorofaring pada saat respirasi ke saluran
napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru.
Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang
teraspirasi serta daya tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam
berbagai bentuk berdasarkan etiologi dan patofisiologi yang berbeda
dan cara terapi yang juga berbeda1.
3.1.2 Insiden dan Epidemiologi
Beberapa studi menunjukkan bahwa 5-15% dari 4,5 juta kasus
pneumonia
yang
diperoleh
masyarakat
merupakan
aspirasi
23
tergantung
kepada
lokasi,
tempat
terjadinya,
yaitu
di
dan
Stafilokokkus,
atau
Fusobacterium
nucleatum,
Pada PAN
pneumonia
aspirasi
dapat
berupa
bronkopneumonia,
3.1.4 Patofisiologi
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis
akibat sekret orofaringeal, nanah, atau isi lambung yang masuk ke
24
sindrom
aspirasi
berbeda
harus
dibedakan
karena
seperti
Bacteroides,
Pepetostreptococcus
yang
Fuscobacterium,
merupakan
spesies
Peptococcus,
yang
dan
tersering
Inhalasi
masif
isi
gaster
dapat
menyebabkan
kematian
25
bakterial
yang
timbul
setelah
beberapa
hari
dari
bahan
yang
tersangkut,
biasanya
dengan
bronkoskopi1,5.
3.1.5 Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis,
gambaran
dengan
segera
penderita
akan
segera
meninggal.
27
toraks.
Gambaran
radiologi
pneumonia
aspirasi
bervariasi
dan
akan
bersih
dengan
cepat
ketika
penyebab
yang
oleh
penyakit
kronik
dan
aspirasi
berulang
akan
radiologi
klasik
dari
pneumonia
adalah
aspirasi
bahan-bahan
yang
terinfeksi
dari
orofaring
dan
pada pasien yang tidak sadar dan pada pasien dengan penyakit
neuromuscular atau kelainan esophagus yang menimbulkan refluks
(refluks gastroesofageal). Segmen posterior lobus atas kanan atau
segmen superior lobus bawah kanan yang sering terkena. Infiltrat pada
basis lobus bawah bilateral juga pertanda pneumonia aspirasi. Aspirasi
dalam jumlah kecil tetapi berulang-ulang akan memberikan gambaran
infiltrat difus. Pada foto toraks terlihat gambaran infiltrat pada segmen
paru unilateral yang dependen dan mungkin disertai kavitasi dan efusi
pleura. Lokasi tersering adalah lobus kanan tengah dan/atau lobus
atas, meskipun lokasi ini tergantung kepada jumlah aspirat dan posisi
badan pada saat aspirasi7,8.
asing,
dalam
hubungannya
dengan
MDCT,
dapat
Pengobatan
30
Pada anak, pada aspirasi isi lambung akut harus segera dicegah
dengan suction orofaring dan memperbaiki posisi anak. Dilakukan
intubasi trakea jika refleks saluran napas tidak adekuat atau jika
terdapat gagal napas. Harus diberikan bantuan oksigen. Berikutnya
infeksinya ditangani10.
Jika
tidak
terdapat
tanda-tanda
infeksi
maka
dilakukan
31
Prognosis
HIRSCHSPRUNG DISEASE
32
3.2.1Definisi
a.
merupakan penyebab
33
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari
sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang
paling umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirschsprung adalah
Sindrom Down. 2-10% dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan
penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada
tambahan salinan kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah,
cacat jantung bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak13,14.
Faktor Ibu
Umur
Umur ibu yang semakin tua
kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal).
Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau
incest. Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat
dan memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital14.
3.2.3Etiologi
34
Gambar 3.4 Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian akhir usus Pleksus
Myenterik (Auerbach) dan Pleksus Submukosal (Meissner)
3.2.4Patofisiologi
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon
dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik
selalu terdapat dibagian distal rektum14.
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive
dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar14.
Hipoganglionosis
Pada
proximal
hipoganglionosis.
Area
segmen
tersebut
dari
bagian
dapat
aganglion
juga
terdapat
merupakan
area
terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali
dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada
colon inervasi jumlah plexus myentricus berkurang 50% dari normal.
35
Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang
mengenai seluruh kolon14,15.
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase14,15.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel saraf
lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH).Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama
kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang
memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis
adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis14.
Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari
vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis
seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah
yang inadekuat15.
3.2.5
36
3.2.6Manifestasi Klinis
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikan. Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.
Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda
yang signifikan mengarah pada diagnosis ini15.
Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan
adanya enterocolitis. Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat
mengalami kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat
konstipasi. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti
adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis.
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi intestinal
atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu gagalnya
pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen dan muntah.
Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien dan sangat
individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal
komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan
pertama kehidupan15.
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola
makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat.
Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat
konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan
sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala
dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada
pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya
kosong 15.
Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang
berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana
merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara
penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana
37
beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan
15
.
Enterokolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit
hirschsprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan
invasi bakteri juga translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan
pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas
prostaglandin
E1,
infeksi
oleh
Clostridium
difficile
atau
Rotavirus.
Patogenesisnya masih belum jelas dan beberapa pasien masih bergejala walaupun
telah dilakukan colostomy. Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon
yang mengancam jiwa. Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu,
diare yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan
nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan
perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit
hirschsprung. Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan
perforasi15.
3.2.7Diagnosis
Anamnesis
Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat pada saat melakukan anamnesis
adalah adanya keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang pada
umumnya keluar > 24
neonatus. Jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut
kembung, poor feeding, muntah dan pertumbuhan terhambat. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang diikuti
periode diare yang massif kita harus mencurigai adanya enterokolitis. Pada bayi
yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan dengan kronik
konstipasi dan enkoperesis. Selain itu perlu diketahui adanya riwayat keluarga
sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki
terdahulu meninggal sebelum usia dua minggu dengan riwayat tidak dapat
defekasi14.
Pemeriksaan Fisik
38
dubur
maka
sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah
yang banyak dan tampak perut anak sudah kembali normal16.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada penyakit
Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya pemeriksaan
enema barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk mendeteksi
penyakit Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos abdomen
dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi masih
sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar13.
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa
penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda
khas yaitu adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah
penyempitan ke arah daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di
proksimal daerah transisi13.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan
membaur
dengan
feses.
Gambaran
khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feses ke arah proksimal
kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak mengalami Hirschsprung namun
disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah
rektum dan sigmoid13.
39
40
akan
semakin
tinggi
apabila
menggunakan
pengecatan
memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang sensitif terhadap tekanan
seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau
komputer.
(a)
(b)
Gambar 3.7 (a) Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa penyakit Hirschsprung
sedangkan gambar (b) menunjukkan hasil pemeriksaan manometri anorektal pada
penderita penyakit Hirschsprung
pipa
lambung
dan
irigasi
rektum.
Pemberian
antibiotika
43
Komplikasi
pasca
tindakan
bedah
penyakit
Hirschsprung
dapat
44
3.2.10Prognosis
masih
BAB 4
PEMBAHASAN
TEORI
KASUS
ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan :
Pneumonia Aspirasi
Pasien
batuk
biasanya
dan
sesak
sesudah
demam.
minum.
2. Demam
SMRS.
makan
atau
minggu
sesudah
aspirasi,
dengan
keluhan
demam
nyeri
pleuritik,
menggigil,
batuk,
-
mendadak
dan
dahak
purulen
dialami
hari
setelah
batuk
dan
susu
yang
mengeluarkan
anoreksia,
pasien
dan
penurunan
tampak
susah
saat
bernapas.
5. Pasien
memiliki
riwayat
minggu,
minum susu.
dengan
demam,
produksi
sputum
berbau busuk.
Pneumonia :
seperti pasien.
menelan,
masif
Muntah
dengan
bahan-bahan
aspirasi
material
yang
muntah.
struktur
esophagus,
pengeluaran
obstipasi
masa
neonatus.
4. Jika terjadi pada anak yang lebih
besar obstipasi semakin sering,
5. Adanya
kembung
seperti
multipel
riwayat
berat
konstipasi,
dan
perut
tong,
massa
faeses
dan
sering
dengan
46
PEMERIKSAAN FISIK
Pneumonia Aspirasi :
Pemeriksaan saat diruangan :
Tanda fisis seperti pada tipe
1. Pasien tidak mengalami sesak
pneumonia klasik bisa didapatkan
2. Terdengar suara nafas tambahan
berupa demam, sesak napas, tandaronki pada kedua lapang torak
tanda konsolidasi paru (perkusi
3. Tidak ada retraksi
paru pekak, ronki nyaring, suara
4. Terdapat distensi abdomen
napas bronchial). Pada inspeksi
pada pasien terutama setelah
terlihat retraksi otot epigastrik,
minum susu
interkostal,
suprasternal,
dan
5. Pasien demam
pernapasan cuping hidung.
6. Pada pemeriksaan lainnya tidak
ditemukan adanya kelainan
Hirschsprung Disease :
1. Perut
kembung
karena
mengalami obstipasi.
2. Bila
dilakukan
colok
dubur
ditarik
maka
sewaktu
jari
keluar
maka
feses
akan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pneumonia Aspirasi :
leukositosis
pada
47
Foto Toraks
bervariasi
beratnya
pemeriksaan
tergantung
penyakit
dan
lokasinya.
Lobus bawah dan lobus tengah
kanan
area-area
c)
di
lobus
kiri
Pada
foto polos
abdomen
dan
bronkus
bronkus kiri.
percabangan
ireguler
lengkap
(16.500/mm3)
darah
d) Pada
foto
BNO
penyempitan
rektosigmoid pasien.
e)
terlihat
pada
Pada
kolon
pemeriksaan
rektosigmoidografi
pada
daerah
ditemukan
kolon
rektosigmoid.
Pemeriksaan laboratorium
Terdapat leukositosis dan laju
endap darah (LED) meningkat.
Hirschsprung Disease :
1. Pada foto polos abdomen dapat
dijumpai gambaran
obstruksi
masih
sulit
untuk
2. Pemeriksaan
dimana
enema
akan
barium,
dijumpai
tiga
terdapat
terlihat di proksimal
daerah
penyempitan
daerah
dilatasi,
daerah
daerah
ke
serta
pelebaran
arah
terdapat
lumen
di
Hirschsprung,
maka
barium.
khasnya
adalah
foto
Gambaran
terlihatnya
1. Penatalaksaan Umum
PENATALAKSANAAN
Pengobatan dan tindakan yang
Penumoni Aspirasi :
didapat diruangan:
-
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 100 mmHg atau saturasi 95 96% berdasarkan
pemeriksaan
analisis -
gas darah.
b. Humidifikasi dengan netribulizer
untuk
pengenceran
dahak
yang
bronkodilator
bila
terdapat bronkospasme
c. Pengaturan cairan.
d. Ventilasi mekanis
2. Antibiotik
Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi
maka
dilakukan
observasi
dan
KLISMA
diberikan
golongan
penisilin.
Hirschsprung Disease :
Tindakan-tindakan
medis
dapat
abdomen
pemasangan
pipa
pemasangan pipa
dengan
anus
atau
lambung dan
irigasi rektum.
Pemberian antibiotika dimaksudkan
untuk pencegahan infeksi terutama
untuk enterokolitis dan mencegah
terjadinya
dapat
sepsis. Cairan
diberikan
keseimbangan
untuk
cairan,
infus
menjaga
elektrolit,
dengan
dan
pembuatan
tahap
kedua
50
prosedur
Swensons
Soaves
Transanal
dengan
anterior,
prosedur
cara
reseksi
Laparoskopic
51
52
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Keluhan yang dialami pasien adalah demam yang telah dialami sejak 3
hari SMRS, pasien juga mengalami batuk sejak 1 hari SMRS. Namun menurut
pengakuan ibu pasien, pasien sering mengalami batuk terutama setelah meminum
susu. Pasien sempat mengalami muntah 1x setelah batuk. Setelah terjadi hal ini,
pasien terlihat susah saat bernapas. Selain itu, ibu pasien mengeluhkan perut
kembung pada pasien yang terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami
susah BAB, pernah tidak BAB dalam 10 hari. Saat BAB, biasanya BAB keluar
mencret dan angin sehingga tampak menyemprot. Adapun hasil pemeriksaan fisik
yang ditemukan adalah kesadaran komposmentis pada pasien, suhu meningkat
dan frekuensi pernapasan normal, tidak ada distensi abdomen, bising usus normal.
Pada pemeriksaan penunjang, foto thoraks ditemukan adanya gambaran infiltrat
pada lobus kanan pada percabangan bronkus kanan dan kiri serta adanya
leukositosis pada hasil pemeriksaan darah lengkap, dan pada pemeriksaan foto
polos abdomen, rektosigmoidografi, dan foto BNO ditemukan adanya kolon yang
berdilatasi dan terdapat penyempitan pada daerah kolon rektosigmoid. Jika
ditelaah berdasarkan anamnesis hingga pemeriksaan penunjang, maka didapatkan
kesimpulan bahwa telah sesuai dari diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini
dengan literature yang kami dapatkan.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
14. Ziegler, M., Azizkhan, R., & Weber, T. (2003). Chapter 56 Hirschsprung
Disease In: Operative PEDIATRIC Surgery. New York. Page 617-640:
McGraw-Hill.
15. Holschneider, A., & Ure, B. (2000). Chapter 34 Hirschsprungs Disease in:
Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition. Philadelphia: Saunders Company.
16. World Health Organization. (2013). Pocket Book of Hospital Care for
Children. Switzerland: WHO publication.
55