Anda di halaman 1dari 10

Hemorhragic Cystitis

Olivia C. Kaihatu
10.2011.370
viachristy@rocketmail.com
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061
Fax: (021) 563-1731
_________________________________________________________________________

Pendahuluan
Hemorrhagic cystitis merupakan gangguan salurah kemih bagian bawah yang didalamnya terjadi
hematuria dan rasa panas saat berkemih. Ini merupakan hasil dari kerusakan epitel transisional
vesika urinaria dan pembuluh darah akibat toksin, patogen, radiasi, obat, atau penyakit. Kasus
hemorrhagic cystitis yang infeksius termasuk yang dikarenakan oleh bakteri dan virus,
sedangkan yang non infektif banyak terjadi pada pasien dengan undergone pelvic radiation,
kemoterapi ataupun keduanya.1 Kebanyakan penderita biasanya asimtomatik dengan hematuria
yang akan ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik atau gross hematuria dengan gumpalan
darah, yang memicu retensi urin. Penatalaksanaannya tergantung dari etiologi dan seberapa parah
pendarahan juga dengan gejalanya.2 Maka berdasarkan skenario yang didapat seorang anak
perempuan berusia 8 tahun datang dibawa ibunya ke klinik dengan keluhan kencing berwarna
merah. Keluhan tersebut disertai nyeri perut dan rasa panas saat berkemih. Ibunya mengatakan
bahwa anak tersebut sering menahan buang air kecil saat disekolah karena taut meminta izin.
Pada pemeriksaan fisik didapati normal, kecuali nyeri tekan pada daerah suprapubik. Maka
berdasarkan skenario tersebut penulis mengmbil hipotesis berupa, anak perempuan berusia 8
tahun menderita hemorrhagic cystitis.

Anamnesis

Pasien dengan infeksi saluran kemih bumumnya datang dengan keluhan yang beragam,
seperti tidak enak badan, demam, sakit pinggang, mual, muntah, dysuria, frequency, nyeri perut
bawah, urin dengan bau busuk, bahkan sampai hematuria. ISK juga bisa terjadi pada anak dan
dewasa. Seperti pada skenario ini terjadi pada anak, maka anamnesis dilakkan secara
alloanamnesis. Jika memungkinkan untuk menjawab pertanyaan, anaknyapun, dapat
wawancarai. Adapun pertanyaannya berupa :

KU : Kencing berwarna merah

RPS :

Sudah berapa lama mengalami kejadian seperti ini?

Adakah yang dikonsumsi sebelum kencingnya ini menjadi merah? Makanan?


Obat-obatan?

Bagaimana baunya?

RPD :

Apakah sebelum ini pernah mengalami gejala yang sama?


Apakah sebelumnya sudah pernah didiagnosis menderita penyakit saluran
kemih, kelainan struktur (bawaan), urolitisis atau pernah menggunakan
kateter?

Apakah pasien sering menahan kencing?


Apakah pasien sedang, atau baru sembuh dari penyakit infeksi tenggorokan
atau infeksi kulit, seperti faringitis atau pioderma?

Keluhan Lain : Nyeri perut dan rasa panas saat berkemih

Dimana lokasi nyerinya berada? Seperti apa nyerinya? Apakah menetap atau
menjalar

Kapan nyerinya dirasakan?

Kapan terasa panas saat berkemih?

Apakah sebelumnya pernah merasakan rasa panas saat berkemih?

Apakah ada kesulitan berkemih?

Berapa kali berkemih dalam satu hari?


2

Apakah harus terbangun pada malam hari untuk berkemih?

Apakah disertai kolik?

Apakah pasien mengalami gangguan pertumbuhan?

Apakah disertai dengan demam, mual, muntah?


RP Keluarga :

Apakah di dalam keluarga pasien, ada yang mengalami gejala seperti ini?
Riwayat Pribadi :

Apakah pasien diajarkan toilet training?

Apakah setelah BAK / BAB, pasien sudah membersihkan area genitalnya


dengan baik dan benar?

Apakah pasien sudah di imunisasi dengan lengkap?

Bagaimana pola makan pasien? Apakah senang jajan?

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan visual atau
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi) dan
pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi).3

Keadaan Umum3

Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien
melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak
begitu kita mellihat pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan, sedang,
atau berat.

Kesadaran3

Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar
terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Kesadaran pasien dapat digolongkan atas
compos mentis, apatis, somnolen (letargia, obtundasi, hypersomnia), spoor (stupor), semi-koma
(koma ringan) dan koma.

1.

Tanda-Tanda Vital
Suhu
3

Suhu tubuh normal adalah 36-37C.3 Pada anak dengan infeksi salurah kemih juga bisa didapati
demam, tetapi tidak spesifik. Untuk itu harus dilakukan biakan urin.4
2.

Frekuensi Nadi

Yang normal adalah sekitar 80 per menit. Bila frekuensi nadi 100 per menit, disebut
takikardia (pulsus frequent), sedangkan bila frekuensi nadi 60 per menit disebut bradikardia
(pulsus rarus).3
3.

Frekuensi Pernapasan

Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 per menit. Bila frekuensi
pernapasan <16 per menit, disebut bradipneu, sedangkan bila frekuensi pernapasan >24 per
menit disebut takipneu
Kemudian, melakukan pemeriksaan secara localized pada bagian abdomen, berupa inspeksi,
palpasi dan auskultasi.3 Dan didapatkan hasil sebagai berikut :
1.

Palpasi : nyeri pada suprapubik

Umumnya, pasien dengan hemorrhagic cystitis didapatkan :4

Palpasi : nyeri tekan pada region suprapubik.

Perkusi : nyeri ketok pada CVA

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Pada semua pasien, harus dilakukan penghitungan darah lengkap, profil metabolik dasar.
Kadar hematokrit jarang dibawah hasil normal selama permulaan hemorrhagic cystitis.
Meskipun begitu, pasien dengan kronik hemorrhagic cystitis mungkin memiliki kadar
hematocrit dibawah normal dan beresiko terkena anemia kronis. Hitung leukosit juga
mungkin akan meningkat karena infeksi atau karena ada pengobatan lain (kemoterapi) yang
dikarenakan penyakit berat yang mendasarinya. Profil metabolic dasar (SMA-7) didapati
normal tetapi mungkin mencerminkan sequelae karena terapi penyakit dasar. Tes fungsi
ginjal yang abnormal berhubungan dengan proses utama yang mungkin dapat ditemukan
tetapi umumnya tidak berkaitan dengan hemorrhagic cystitis.5
2. Pemeriksaan Urin5
a. Analisa Urin (urinalisis)
Pemeriksaan urinalisis meliputi:

Leukosuria (ditemukannya leukosit dalam urin).


4

Dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebih leukosit (sel darah putih) per lapangan pandang
dalam sedimen urin.

Hematuria (ditemukannya eritrosit dalam urin).


Merupakan petunjuk adanya infeksi saluran kemih jika ditemukan eritrosit (sel darah merah)

5-10 per lapangan pandang sedimen urin. Hematuria bisa juga karena adanya kelainan atau
penyakit lain, misalnya batu ginjal dan penyakit ginjal lainnya.
b. Pemeriksaan bakteri (bakteriologis)
Pemeriksaan bakteriologis meliputi:5

Mikroskopis.
Bahan: urin segar (tanpa diputar, tanpa pewarnaan). Positif jika ditemukan 1 bakteri per

lapangan pandang.

Biakan bakteri.

Untuk memastikan diagnosa infeksi saluran kemih.


c. Pemeriksaan kimia
Tes ini dimaksudkan sebagai penyaring adanya bakteri dalam urin. Contoh, tes
reduksi griess nitrate, untuk mendeteksi bakteri gram negatif. Batasan: ditemukan lebih
100.000 bakteri. Tingkat kepekaannya mencapai 90 % dengan spesifisitas 99%. 5
3. Pemeriksaan Radiologi
Pencitraan dari saluran kemih bagian atas dan vesica urinaria direkomendasikan dalam
semua kasus hemorrhagic cystitis untuk membantu menemukan etiologi dan atau ada
variable yang membingungkan. Minimal, dilakukan USG terhadap vesika urinaria dan renal
dengan KUB (kidney, ureter, bladder) untuk melihat batu radio-opaque. Dengan fungsi ginjal
normat, CT urography menjadi modalitas yang sangat membantu pada sebagian besar kasus.
Cystoscopy diindikasikan untuk semua kasus kecuali untuk uncomplicated bacterial cystitis.5

Differential Diagnosis
1. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
Merupakan contoh klasik sinfrom nefrotik akut. Mulainya mendadak dari hematuria
makroskopik, edema, hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Dan merupakan penyebab tersering
hematuria makroskopis pada anak. Biasanya menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh strain
nefrritogenik dari streptokokkus beta-hemolitikus group A tertentu. Selama cuaca dingin GN
streptokokus biasanya menyertai faringitis streptokokus, selama cuaca panas GN biasanya
5

menyertai infeksi kulit atau pioderma streptokokus. Penelitian morfologi dan penurunan kadar
komplemen (C3) serum sangat menunjukan bahwa glomerulonephritis pascastreptokokus
diperantarai oleh kompleks imun, mekanisme yang tepat bagaimana streptokokus nefritogenik
menyebabkan pembentukan kompleks imun belum dapat ditentukan. GN pasca streptokokus
paling lazim terjadi pada anak tetapi jarang sebelum umur 3 tahun. Khas mengalami sindrom
nefritis akut 1-2 minggu setelah infeksi streptokokus. Beratnya keterlibatan ginjal dapat
bervariasi dari hematuria mikroskopik tidak bergejala dengan fungsi ginjal yang normal sampai
gagal ginjal akut. Tergantung pada beratnya keterlibatan ginjal. Dapat juga mengalami berbagai
tingkat edema, hipertensi dan oliguria. Dan dapat berkembang menjadi ensefalopati atau gagal
jantung atau keduanya. Ensefalopati atau gagal jantung kongestif atau keduanya juga dapat
terjadi. Gejala tidak spesifik seperti malaise, letargi, nyeri perut atau pinggang serta demam
sering terjadi. Fase akut biasanya membaik dalam satu bulan pasca mulainya, tetapi kelainan urin
dapat menetap selama lebih dari 1 tahun. Karena tidak ada terapi spesifik untuk GN pasca
streptokokus, penatalaksanaannya adalah penatalaksanaan gagal ginjal akut.4
2. Pieloneftritis Akut
Timbul dengan gejala dysuria, frekuensi, nyeri tekan pinggang dan demam, seringkali
disertai rasa dingin dan muntah. Demam mungkin merupakan satu-satunya gejala pada anakanak, dimana infeksi rekuren mungkin berhubungan dengan reflex vesikoureter yang cenderung
berkurang sejalan bertambahnya usia. Bakteriuria dipastikan dengan menemukan ekskresi lebih
dari 100.000 organisme/ml urin (jika jumlahnya <10.000/ml biasanya disebabkan oleh
kontaminasi). Infeksi mungkin tanpa gejala. Escherichia coli adalah organisme penyebab
tersering (70-80%). Organisme lain (Proteus, Staphlococcus, Streptococcus, Klebsiella, dan
Pseudomonas) biasanya berhubungan dengan abnormalitas structural atau kateterisasi dan
reinfeksi. Tuberculosis khasnya menyebabkan piuria steril. Piuria hampir selalu bisa terdeteksi
melalui pemeriksaan mikroskopik yang teliti pada urin segar tanpa sentrifugasi. Hematuria
mikroskopik sering ditemukan. Pada kasus tanpa komplikasi diobati dengan antibioik oral seperti
trimethoprim atau ampisilin setidaknya 7 hari, setelah mendapat urin untuk kultur urin dan
sensitivitas antibiotik.6

Etiologi
Hemorrhagic cystitis mempunyai kasus infeksius dan non infeksius. Meskipun begitu
kasus non infeksius hemorrhagic cystitis bervariasi. Kondisi ini paling sering berkembang
6

sebagai komplikasi dari radiasi pelvis atau dari racun yang terkait dengan dengan penggunaan
obat-obat kemoterapi (mis. cyclophosphamide, ifosfamide). Yang tidak umum, seperti terpapar
bahan industry kimia tertentu seperti aniline atau derivate toluidine yang menyebabkan
hemorrhagic cystitis. Yng jerang, seperti obat-obatan contohnya penisilin atau danazol dapat
memicu hemorrhagic cystitis. Lainnya, yang sangat jarang dilaporkan termasuk yang
berhubungan dengan keracunan makanan (dari Salmonella typhi) dan air-borne disease.8
Terlepas dari keadaan yang dirasakan, etiologi untuk yang infeksius harus dicari sebagai bagian
dari bahan penilaian awal, meskipun pada radiasi atau paparan kimia, karena dapat juga
berfungsi sebagai faktor yang memperberat. Bakteri, jamur, parasit, dan khususnya infeksi vesika
urinaria karena virus pada pasien imunosupresan sering kali dipersulit dengan pendarahan.
Dilaporkan bahwa agen infeksi untuk hemorrhagic cystitis termasuk sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Escherichia coli
Adenovirus tipe 7, 11, 21 dan 35
Papovavirus
Influenza A

Patofisiologi
Terjadinya hemorrhagic cystitis adalah sebagai hasil dari kerusakan epitel transisional
vesika urinaria dan pembuluh darah karena toksin, virus, radiasi, obat-obatan (kebanyakan obat
kemoterapi), infeksi bakteri atau proses penyakit lainnya. Secara histologi, dinding vesika
urinaria menunjukan temuan infiltrat dari inflamasi yang intens, peradangan kronis, dan fibrosis.9

Manifestasi Klinis
Frequency, urgency, nocturia dan dysuria, rasa panas saat berkemih.1,10 Mikroskopik
hematuria terjadi pada 7 53% kasus dan gross hematuria pada 30-50% pasien.10

Penatalaksanaan
Supportive Care
Terapi dimulai dengan memberhentikan obat yang memicu hemorrhagic cystitis. Intake
cairan harus ditingkatkan untuk menghidrasi vesika urinaria dan menipiskan konsentrasi toxin
yang bercampur dengan urin. Untuk mengurangi banyaknya darah yang hilang, penggunaan
platelet harus dijaga diatas 50.000/mm3. Gejala local dapat hilang dengan menggunakan
antispasmodic (oxybutin atau belladonna-opium) dan analgesic opioid. Jika hematuria tidak
berkurang atau tidak terlihat adanya perubahan, terapi intravesika harus dimulai.11

Terapi Intravesika
Beberapa obat dapat langsung dimasukan ke dalam vesika urinaria untuk mendapatkan
aktivitas local dan menghindari toksisitas sistemik (tabel 1). Skala kesuksesan terapi yang
dilaporkan beragam. Tetapi tidak ada studi control yang mengevaluasi atau membandingkan
antar regimen. Efek merugikan dapat muncul di tiap metode dan pada beberapa kasus anastesi
umum diperlukan.11

Tabel 1. Penatalaksanaan Hermorrhagic Cystitis11


Bladder Irrigation
Clot evacuation adalah terapi andalan pada hemorrhagic cystitis. Hal ini bisa dilakukan di
tempat tidur menggunakan beberapa lubang dan wide-lumen kateter (Robbins kateter). Jika
gagal, cystoscopy dapat dilakukan. Hidrasi dengan atau tanpa epsilon aminocaproic acid
(Amicar) biasanya merupakan langkah yang dilakukan setelahnya. Amicar dapat diberikan
secara oral maupun parenteral. Jika hematuria tetap berlanjut, irigasi vesika urinaria dengan
8

silver nitrat (astringent) 1% melalui three-way indwelling Foley kateter mungkin dapat berhasil.
Pemberian prostaglandin juga efektif untuk hemorrhagic cystitis.12

Tabel 2. Penatalaksanaan Hemorrhagic Cystitis Berat12

Pencegahan
Ada beberapa metode yang tersedia untuk mengurangi resiko terhadap paparan obat yang
memicu hemorrhagic cystitis, termasuk hidrasi intravena dengan diuresis bersamaan dengan
intravenous administration of mesna dan pengosongan atau kateterisasi vesika urinaria dengan
irigasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi waktu kontak antara toksin dengan dinding vesika
urinaria.11

Prognosis
Semakin awal menegakan diagnosis, semakin baik hasil yang didapat, apalagi ditunjang
dengan penatalaksanaan yang tepat.

Kesimpulan
Hemorrhagic cystitis merupakan suatu sindrom yang berhubungan dengan penyakit
tertentu atau juga karena ada paparan obat, virus, bakteri atau toksin. Hemorrhagic cystitis
sendiri bermanifestasi sebagai pendarahan akibat adanya kerusakan pada bagian endotel vesika
urinaria. Penanganannya meliputi intravesikal, sistemik, dan terapi non farmakologis.

Daftar Pustaka
1

Alkan I, Jeschke S, Leeb K, Albquami N, Janetschek G. Treatment of radiation-induced


hemorrhagic cystitis with laparoscopic cystoprostatectomy. Urol Int. 2006;77(2):190

Avidor Y, Nadu A, Matzkin H. Clinical significance of gross hematuria and its evaluation
in patients receiving anticoagulant and aspirin treatment. Urology. Jan 2000;55(1):22-4.
9

Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum. Dalam: Setiyohadi B, Djojoningrat D,


Hirlan. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.4. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2007: 224.

Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed.15. Vol.3. Jakarta: EGC; 2000:
1813-4, 1865.

Decker DB, Karam JA, Wilcox DT. Pediatric hemorrhagic cystitis. J Pediatr Urol. Aug
2009;5(4):254-64.

Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Leture notes: clinical medicine. Jakarta: EMS; 2007:
219.

Arad E, Naschitz J, Yeshurun D. [Hemorrhagic cystitis as a presenting symptom of acute


infection with Salmonella typhi]. Harefuah. Jun 16 1996;130(12):815-6.

Kok LP. Boon's disease: hemorrhagic cystitis in conjunction with massive exfoliation of
degenerated urothelial cells (apoptosis) during intercontinental flights in an otherwise
healthy person. Diagn Cytopathol. Dec 2001;25(6):361-4.

deVries CR, Freiha FS. Hemorrhagic cystitis: a review. J Urol. Jan 1990;143(1):1-9.

10 Talar-Williams C, Hijazi YM, Walther MM, Linehan WM, Hallahan CW, Lubensky I, Kerr
GS, Hoffman GS, Fauci AS, Sneller MCAnn Intern Med. 1996 Mar 1; 124(5):477-84.
11 West JN. Prevention and treatment of hemorrhagic cystitis. Pharmacotherapy 1997;
17(4):696-706.
12 Gillenwater JY, Grayhack JT, Howards SS, Mitchell ME. Adult and pediatric urology. 4 th
ed. Vol.2. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2002: 1255.

10

Anda mungkin juga menyukai