Anda di halaman 1dari 32

Pendahuluan Glomerulonefritis akut adalah proses keradangan akut pada glomeruli akibat reaksi imunologis terhadap bakteri atau

virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Anamnesis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Merupakan komunikasi antara dokter dan pasien atau pengantar pasien untuk mengetahui keluhan utama riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit dalam keluarganya. Anamnesis tentang penyakit pasien diawali dengan menanyakan identitas dan keluhan utama. Perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama disampaikan orang tua anak; hal ini terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, sehingga kurang dapat mengemukakan esensi masalah.1 Saat menduga adanya penyakit ginjal, hal-hal yang perlu diketahui adalah: 1. Riwayat keluarga mengenai penyakit kandung kemih, nefritis herediter, dialisis, atau transplantasi ginjal. 2. Riwayat penyakit akut maupun kronik sebelumnya atau dulu, misalnya infeksi saluran kemih (ISK/UTI), faringitis, impetigo atau endokarditis. 3. Rash dan nyeri pada sendi (artritis).
1

4. Pertumbuhan yang terlambat atau gagal tumbuh. 5. Adanya poliuria, polidipsi, enuresis, frekuensi berkemih, atau disuria. 6. Dokumentasi tentang hematuria, proteinuria, atau perubahan warna pada urin. 7. Nyeri (di abdomen, costovertebra angle (CVA) atau panggul) atau trauma. 8. Peningkatan berat badan yang tiba-tiba, edema. 9. Pemakaian obat dan paparan toxin.2

Berdasarkan skenario, anamnesisnya: Anak laki-laki umur 6 tahun Bengkak pada kedua kelopak mata setelah bangun tidur Sakit saat menelan dan disertai demam 2minggu yang lalu.

Pemeriksaan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut A. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisis anak harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum, yang mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran, dan kesan status gizi. Dengan penilaian keadaan umum ini akan diperoleh kesan apakah pasien distres akut yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis lengkap.3 Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital, yang mencakup nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu. Penilaian nadi harus mencakup frekuensi atau laju nadi, irama nadi, isi atau kualitas serta ekualitas nadi. Normal laju nadi pada anak berumur 2-10 tahun adalah 70-110/menit dalam keadaan bangun. Tekanan darah, idealnya diukur pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan pada satu ekstremitas dapat dibenarkan, apabila pada palpasi teraba denyut nadi yang normal pada keempat ekstremitas (nadi pada ekstremitas dari a.brachialis atau a.radialis dan nadi pada ekstremitas bawah a.femoralis atau a.dorsalis pedis). Pada pengukuran hendaknya dicatat keadaan pasien saat tekanan darah diukur. Tekanan darah normal pada anak berumur 5-10 tahun adalah 100/60 mmHg. Tekanan darah sistolik dan diastolik meninggi pada pelbagai kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim seperti,
2

glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindroma nefrotik, maupun kelainan renovaskular, seperti penyempitan a.renalis. 2 Pemeriksaan pernapasan mencakup laju pernapasan, irama atau keteraturan, kedalamam dan pola pernapasan. Laju pernapasan normal pada anak berusia 5-9 tahun adalah 15-30/menit. Hal yang ketiga adalah data antropometrik, mencakup berat badan, tinggi badan, dan rasio berat badan menurut tinggi badan. Kemudian berlanjut pada pemeriksaan fisis lengkap. Aspek penting pada pemeriksaan fisik anak dalam menduga penyakit ginjal yaitu : 2 o Mengetahui tinggi dan berat badan anak o Saat inspeksi terlihat adanya lesi pada kulit, kepucatan, edema dan kelainan tulang o Anomali pada organ telinga, mata dan genitalia externa mungkin saja terjadi pada penyakit ginjal o Pengukuran tanda vital Tekanan darah harus diukur dengan manset yang berada pada 2/3 lengan atas anak, dan denyut perifer dapat diraba o Palpasi abdomen dengan perhatian yang tertuju pada ginjal, massa abdomen, otot abdomen, dan adanya asites

B. Pemeriksaan Penunjang Pada penderita glomerulonefritis akut dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut ini : 2,4 Pemeriksaan urinalisis dilihat dari segi makroskopis, mikroskopis dan kimia urin pada glomerulonefritis poststreptococcal sering didapatkan hematuria makroskopis, jumlah urin berkurang, berat jenis urin meninggi, ada proteinuria (albuminuria +), eritrosit (+), leukosit (+), dan sedimen urin berupa silinder leukosit, eritorsit, hialin, dan berbutir. Leukosit PMN (Polymorphonuclear) dan sel epitel renal biasanya ditemukan pada pasien glomerulonefritis post streptococcal pada fase awal.
3

Penentuan titer ASTO (Antibody terhadap Streptolisin O) mungkin kurang membantu karena titer ini jarang meningkat beberapa hari pasca infeksi streprococcus, terutama yang kena di kulit (impetigo). Penentuan titer antibody tunggal yang paling baik untuk glomerulonefritis post streptococcal adalah dengan Tes

antideoksiribonuklease B, yakni mengukur titer terhadap antigen DNAse B. Uji Streptozime yang merupakan suatu prosedur agglutination slide yang mendeteksi antibody terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase, streptokinase dan NADase. Darah lengkap untuk mengetahui kadar protein darah (albumin serum rendah), kreatinin serum (meninggi), ureum serum, elektroilit (hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia), pH darah (asidosis), eritrosit, leukosit, trombosit, dan Hb (menurun). Kadar LED meninggi. Kadar komplemen C3, pada pasien glomerulonefritis pascastreptococcus didapatkan 90% kadar komplemen C3 rendah. Kadar ini diperiksa sejak 2 minggu pertama sakit.

Pemeriksaan Patologi Informasi histologis sangat berharga untuk diagnosis, perawatan, dan prognosis.

Evaluasi memuaskan dari jaringan ginjal memerlukan pemeriksaan oleh cahaya, immunofluorescence, dan mikroskop elektron. Ketika biopsi diantisipasi, konsultasi kepada nefrologist anak harus dilakukan. Pada anak-anak, biopsi prercutaneous ginjal dengan jarum merupakan prosedur biopsi yang berisiko rendahmenghindari risiko atau anestesi umumketika dilakukan oleh seorang dokter berpengalaman. Sebaiknya, seorang ahli bedah yang melakukan prosedur biopsi jika operasi eksposur dari ginjal diperlukan, jika terdapat faktor risiko yang meningkat (misalnya gangguan pendarahan), atau jika biopsi "baji" lebih disukai. Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan
4

mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 1. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20 Keterangan gambar :Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan

hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

Gambar 2. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40

Gambar 3.Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron Keterangan gambar :


5

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 4. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi Keterangan gambar :Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop

immunofluoresensi dengan pembesaran 25. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran starry sky appearence.5,6

Working Diagnosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.2,4,7
6

Differential Diagnosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Etiologi Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 4,12,18,25,49 dan 57. Jenis tertentu memang bersifat nefritogenik. Penykit glomerulonefritis ini dapat timbul 3 minggu setelah infeksi kuman streptokokus. Pada 23% dari anak-anak yang terkena infeksi kulit oleh streptokokus tipe 49 terkena nefritis dan hematuria. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%. Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: 1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi 2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl 3. Parasit : malaria dan toksoplasma 1,10

Streptokokus Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1miro meter. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus pathogen jika ditanam dalam perbenihna cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih.

Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negative gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negative gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidup saprofitik. Geraknya negative. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type specific protein. Jika pada perbenihan biasa, kuman ini pertumbuhannya akan kurang subur jika tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC.3,11

Epidemologi Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Pria lebih sering terkena daripada wanita. Dengan perbandingan pria dan wanita 2:1. Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling sering pada anak-anak usia sekolah. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.12 Faktor Risiko

Diabetes adalah penyakit dimana tubuh kita tidak memproduksi cukup insulin atau tidak bisa menggunakan insulin secara normal dan memadai. Hal ini meningkatkan kadar gula di dalam darah, yang bisa menyebabkan masalah pada banyak organ tubuh Kita. Diabetes adalah penyebab yang terdepan dari penyakit ginjal. Tekanan darah tinggi adalah penyebab umum lain dari penyakit ginjal dan komplikasikomplikasi lain seperti serangan jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi terjadi ketika desakan darah pada dinding arteri bertambah. Ketika tekanan darah tinggi terkontrol, resiko komplikasi seperti penyakit ginjal kronis dengan sendirinya akan menurun. Infeksi-infeksi saluran kemih terjadi ketika kuman-kuman memasuki saluran kemih dan menimbulkan gejala-gejala seperti rasa sakit atau rasa terbakar ketika buang air kecil dan keinginan berkemih yang lebih sering. Infeksi-infeksi ini paling sering berakibat pada kandung kemih, tetapi kadang-kadang menyebar keginjal-ginjal, dan bisa menyebabkan demam dan rasa sakit pada bagian belakang. Penyakit-penyakit bawaan juga dapat mempengaruhi ginjal. Hal ini biasanya berupa masalah yang terjadi dalam saluran kemih ketika bayi tumbuh dalam kandungan ibunya. Satu hal yang paling umum terjadi ialah ketika mekanisme seperti keran diantara kandung kemih dan saluran kencing gagal bekerja dengan baik dan menyebabkan urine tertarik kembali keginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan memungkinkan terjadinya kerusakan ginjal. Toksin dan obat-obatan bisa juga menyebabkan masalah-masalah ginjal. Penggunaan dalam jumlah besar obat penghilang rasa sakit dalam waktu yang panjang dapat membahayakan ginjal. Pengobatan tertentu, toksin, pestisida dan obat-obatan jalanan seperti heroin bisa juga mengakibatkan kerusakan ginjal.13

Patogenesis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi

kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Penyakit ini merupakan reaksi hypersensitivity tipe 3.5,8,10,12

Manifestasi Klinik Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Gejala klinis glomerulonefritis akut sangat bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan sampai timbul gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau ensefalopati hipertensi. Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut pada orang dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak, ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama. 6,8,10,12 1. Infeksi Streptokok Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%. 2. Gejala-gejala umum Glomerulonefritis tidak memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.
10

3. Keluhan saluran kemih Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara bakteriologis. 4. Hipertensi Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien. 5. Oedem dan bendungan paru akut Hampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan progresif, oedem ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura.

Penatalaksanaan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. Tatalaksana non-medikamentosa 1. Tirah baring mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya. 2. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi seperti natrium.

11

3. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif dan tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan ada kalanya menolong juga. 4. Lakukan follow up pasien selama periode penyembuhan (konvalesens) 12 minggu. Jika setelah periode ini ternyata GFR masih rendah dan masih ada proteinuria serta C3 tetap rendah maka diindikasikan untuk biopsy ginjal. 7,12

Tatalaksana medikamentosa 1. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi

Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. 2. Pengobatan terhadap hipertensi meliputi pemberian vasodilator ( hidralazine 0,1 3 mg/kgbb tiap 4-6 jam ), beta blocker ( propanolol dosis awal 0,5 mg/kgbb/hari ) converting enzyme inhibitor ( reserpin 0,02 mg/kgbb/hari ). 3. Pengobatan diuretika dengan hidrochlorotiazide 1-2 mg/kgbb/hari, dan furosemide 15 mg/kgbb/hari 3,4 4. Penanganan hiperkalemia dapat diberikan diuretic (yang membuang kalium) atau Ca gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 10-15 menit). Untuk Asidosisnya dapat diterapi dengan pemberian Na-bicarbonat (2-3 mEq/kgBB) dan retriksi garam. Untuk hipokalsemia dapat diberikan Ca gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 3-4 jam,

12

diteruskan dengan per oral 10-20 mg/kgBB/hari) dan untuk hiperfosfatemia dapat dengan retriksi intake fosfat.2,4

Komplikasi Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Oligouria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat

berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu). Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, kardimegali, dan meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal

jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang menurun.1,2,12

Prognosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik, penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%. Penyembuhan sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-90%, meninggal selama fase akut 0-5%, terjun menjadi sindrom RPGN 5-10%, dan menjadi kronis 5-10%. Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu, penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan konsentrasi circulating fibrinogenfibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP) dalam urin.

13

Pencegahan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut Saat ini tidak ada strategi pencegahan yang baik untuk menghindari perkembangan glomerulonefritis .Deteksi dini ditambah intervensi merupakan pilihan terbaik yang tersedia saat ini. Kontrol tekanan darah yang baik dan menghindari kerusakan ginjal lebih lanjut melalui kontrol cairan dan elektrolit, bersama dengan manajemen nutrisi, akan mengurangi morbiditas terkait dengan glomerulonefritis. Manajemen medis cepat dan tepat juga membantu mengurangi angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan glomerulonefritis. Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptococcus tenggorokan dan kulit tidak akan menghilangkan resiko glomerulonefritis. Anggota keluarga dengan lomerulonefritis akut harus dibiak untuk streptococcus beta hemolitikus grup A dan diobati jika biakan positif. 7

DD GNA NEFROPATI IMUNOGLOBULIN A (Nefropati Berger) Pendahuluan Glomerulonefritis (glomerulopati) dengan presentasi klinis kelainan urinalisis urin (hematuria dengan atau tanpa proteinuria ) sering lolos dari pendekatan diagnosis. Dahulu penyakit ini dikenal sebgai hematuria esensial karena etiologinya tidak diketahui.1 PEMERIKSAAN A. Uji Saring Laboratorium Pemeriksaan sedimen urin untuk identifikasi silinder eritrosit Albuminuria semikuantitatif atau kuantitatif Faal ginjal ureum dan kreatinin Mikrobiologi urin terutama CFU/ mL urin

B. Uji Saring Pencitraan (imaging)

14

Tujuan : untuk mencari etiologi hematuria Ginjal polikistik TBC ginjal dan saluran kemih Khusus kasus urologi Ekskresi urogram dan USG

DIAGNOSIS KERJA Pendekatan diagnostik Nefropati IgA Idiopatik tergantung manifestasi klinis. Kelainan urinalisis rutin (hematuria dengan atau tanpa proteinuria) yang merupakan salah satu manifestasi klinis. Diagnosis Nefropati IgA 1. Identifikasi faktor predisposisi. Nefropati IgA lebih sering pada pasien dengan BW35, dan DR4 MHC 2. Pemeriksaan imunodiagnostik - Glomeruli memperlihatkan proliferasi sel-sel mesangial difus dan mungkin dan mungkin disertai gambaran proliferasi fokal dan segmental - Imunofluoresensi memperlihatkan deposit granular IgA dan C3 pada semua glomeruli. Pada beberapa glomeruli pasien mungkin mengandung deposit IgG dan IgM. IgA dan C3 dapat ditemukan pada dinding kapiler di daerah perbatasan dermal dan epidermal Electron-dense deposit sering ditemukan pada subendotelium dan matriks mesangial Pada sebagian besar pasien ditemukan CICx yang mengandung IgA. Konsentrasi komponen-komponen komplemen biasanya normal. GAMBARAN KLINIS

15

Nefropati IgA tidak mempunyai gejala subyektif atau obyektif khusus (spesifik). Pada umumnya manifestasi klinis Nefropati IgA: 1) hematuria makroskopik. Hematuria makroskopik (gross) rekuren yang mengikuti infeksi saluran napas bagian atas. Hematuria berlangsung beberapa hari sampai 1 minggu. 2) proteinuria dengan sindrom nefritik. 3) Hipertensi berat disertai penurunan faal ginjal (gagal ginjal kronik).1 GAMBARAN LABORATORIK Gambaran Laboratorik : Hematuria makroskopik merupakan kelainan utama yang hilang timbul, tetapi hematuria mikroskopik menetap di antara saat terjadinya hematuria makroskopik. Dismorfik eritrosit pada urin menunjukkan bahwa eritrosit berasal dari glomerulus, walaupun mungkin ditemukan bentuk eritosit normomorfik dan dismorfik. Proteinuria sering (60% dari kasus) dideteksi pada pemeriksaan urin rutin dengan kadar <1 g/hari. Proteinuria yang berat (nephrotic range) ditemukan pada kira-kira 10% penderita. Faal ginjal umumnya masih normal, tetapi gambaran gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik dapat dideteksi pada beberapa pasien. Kadar komplemen juga normal, walaupun dapat dijumpai fragmen C3 yang meningkat, karena proses nefropati IgA berjalan melalui alternate pathway. GAMBARAN PATOLOGIK Dengan mikroskop cahaya, kebanyakan biopsi ginjal menunjukkan proliferasi setempat dan segmental serta penambahan matriks. Beberapa menujukkan proliferasi mesangium menyeluruh, kadang-kadang disertai dengan pembentukan bulan-sabit dan jeringan parut. IgA merupakan imunoglobulin utama yang diendapkan pada mesangium, tetapi IgM, IgG,C3, dan properdin dalam jumlah yang lebih sedikit lazim dijumpai. Penemuan ini diperkuat dengan pemeriksaan mikroskop elektron. ETIOLOGI Kelainan ini dikenal juga sebagai:
16

penyakit Berger nefropati IgAIgG Berger menamakannya sebagai deposisi IgA yang idioptik pada mesangium. Kelainan ini adalah suatu bentuk glomerulonefritis yang ditandai oleh deposit, terutama IgA, pada setiap glomerulus. Deposit yang difus ini disertai pula dengan kelainan fokal dan segmental. Penyakit sistematik yang juga disertai dengan deposit IgA perlu disingkirkan, seperti kelainan hepato-bilier dan purpura HenochSchonlein. Deposit IgA disertai komponen-komponen komplemen seperti C3, C4 atau CLq ternyata ditemukan pada beberapa penyakit lain seperti HSP (Henoch Schonlein purpura), SLE, dan penyakit sirosis hati. Etiologi nefropati IgA idiopatik (primer atau isolated) tidak diketahui. Presentasi klinis hematuria mikroskopik atau makroskopik berulang sering diikuti infeksi saluran bagian atas (faringitis atau tonsilitis), Hematuria yang mengikuti episode faringitis dinamakan syndrome pharyngitic hematuria.1

T abel-1 Klasifikasi Nefropati IgA A. Primer 1. Nefropati IgA primer (idiopatik) atau isolated 2. Berhubungan dengan HSP (Henoch-Schonlein purpura) B. Sekunder 1. Penyakit hati alkoholik 2. IgA monoklonal garnopati 3. Mikosis fungoides

17

4. Lepra 5. Dermatitis hepertiformis 6. Hemosiderosis paru 7. Spondilosis ankilosing 8. Shunt sistem portal

EPIDEMIOLOGI Terdapat distibusi yang tidak merata dari nefropati IgA, misalnya di Eropa lebih banyak dari pada di Amerika Serikat. (Eropa 20% dari jumlah biopsi untuk glomerulonefritis primer sedangkan di Amerika Utara 10%)4. Di beberapa negara Asia, nefropati IgA mulai nampak sebagai kelainan yang sering atau paling sering dijumpai. (30% 40% dari jumlah biopsi ginjal). Usaha untuk mencari nefropati IgA di Indonesia pada saat munculnya laporan tentang kelainan ini pada beberapa Negara Asia, belum berhasil. Tetapi kemudian tampaklah, kelainan ini menjadi penting pula bagi kita, karena semakin banyaknya dilaporkan nefropati jenis ini.. Dilaporkan pada tahun 1985 bahwa 9.5% dari pasien glomerulonefritis. 2 PATOFISIOLOGI Imunoglobulin A Imunoglobulin A (IgA) adalah protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B. IgA merupakan imunoglobulin utama yang ditemukan pada mukosa, sehingga disebut juga sebagai secretory immunoglobulin (SIgA). Bila dilihat luasnya jaringan mukosa pada badan kita, jelaslah, IgA memang peranan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh kita. IgA merupakan pertahanan primer tubuh, terdapat banyak pada air liur, air mata, sekresi bonchus, mukosa hidung, cairan prostat, sekresi vagina dan mukus dari usus halus. Di dalam serum manusia, 85%90% dari total IgA adalah monomer, sedangkan sisanya berbentuk polimer. Tiap molekul SIgA terdiri atas 2 unit dasar berantai 4, di mana terdapat

18

komponen sekresi (secretory component) dan rantai J (J-chain). Jadi SIgA adalah suatu bentuk dimer dari IgA, dengan berat molekul 400.000. Deposisi kompleks imunIgA pada mesangium Nefropati IgA adalah suatu penyakit yang berdasarkan pembentukan kompleks imun, yang diendapkan pada mesangium. Pendapat ini didukung oleh gambaran endapan IgA yang tidak merata pada membrana basalis, yang terlihat pada pemeriksaan imunoflouresens. Selain daripada itu, ginjal yang terkena nefropati IgA bila ditransplantasikan kepada resipien yang sehat, maka gambaran nefropati IgA akan menghilang. Kadar IgA pada plasma pasien didapatkan meninggi pada 50% pasien, peningkatan kadar kompleks imun IgA yang sejalan dengan aktifitas penyakit, peningkatan produksi IgA in vitro oleh limfosit, serta didapatkannya endapan IgA pada kapiler kulit, merupakan data tambahan yang menyokong adanya kompleks imun sebagai dasar nefropati IgA. Namun demikian antigen yang merangsang pembentukan kompleks imun tersebut masih belum dapat dikenal dengan jelas. Beberapa hal yang dapat menjelaskan terjadinya nefropati IgA adalah: 1) Produksi IgA yang berlebihan Hematuria pada nefropati IgA terjadi dalam 13 hari setelah infeksi saluran nafas bagian atas. Hal ini jelas membedakan nefropati IgA dengan glomerulonefritis pasca streptokokus. Infeksi virus yang berulang pada mukosa akan menyebabkan pembentukan . IgA lokal yang berlebihan. Rangsangan oleh antigen dari makanan dapat pula merangsang produksi IgA yang berlebihan pada mukosa usus. Selain daripada itu, limfosit tonsil pasien juga menunjukkan kemampuan membentuk IgA yang lebih banyak. Rangsangan kronis antigen ini memungkinkan dibentuk endapan pada glomerulus. Diperkirakan kompeks imun terbentuk in situ. 2) Defek pada mukosa Kerusakan mukosa, menyebabkan eliminasi antigen tidak sempurna. Antigen dapat masuk ke dalam peredaran darah. Kemudian dapat terjadi reaksi peradangan yang berdasarkan
19

pembentukan kompleks imun. Contoh dari hal ini adalah hubungan nefropati IgA dengan dermatitis herpetiformis dan enteropati gluten. 3). Eliminasi yang terganggu Penyakit hati, akan menghambat eliminasi kompleks imun-IgA dari sirkulasi. Kompleks imun ini dapat terlihat diendapkan pada sinusoid hati dan kapiler kulit. Dijumpai adanya nefropati IgA pada pasien serosis, mendukungpendapat ini. 4). Peranan komplemen Kompleks imunIgA tidak mampu berikatan dengan Cl, sehingga tidak terjadi pembentukan C3b. Padahal C3b ini berfungsi mencegah pembentukan kompleks imun yang berukuran besar. Seperti dibicarakan sebelumnya, kompleks imun yang berukuran besar lebih mudah diendapkan, sehingga timbul kerusakan jaringan. Selain itu C3b ini dapat mengikatkan kompleks imun pada reseptor eritrosit , sehingga memudahkan pengangkutan kompleks imun ini ketempat penghancurannya pada sistem retikuloendotelial. 5) Faktor genetik Keluarga pasien penderita nefropati IgA terbukti mempunyai kemampuan sintesis IgA poliklonal yang meninggi. Penelitian di Jepang menunjukkan kaitan antara nefropati IgA dengan sistem HLA, yaitu HLA DR4, sedangkan di Eropa menunjukkan golongan lain (HLA B35 dan HLA B12). 6) Faktor geografis Perbedaan frekuensi nefropati IgA di beberapa negara belum dapat diterangkan dengan jelas. Faktor antigen setempat, factor reaksi terhadap antigen dapat dipertimbangkan. Seleksi dan pencarin kasus yang intensif, indikasi biopsi ginjal yang lebih lunak, tentu akan menghasilkan penemuan kasus yang lebih banyak.2 PENATALAKSANAAN Terapi semata-mata bersifat simptomatik tergantung menifestasi klinis, tanpa keluhan atau keluhan ringan atau keadaan darurat medis seperti SNA (sindrom nefrotik akut). Prinsip terapi
20

simptomatik yaitu intervensi terhadap patogenesis dan patofisiologi, perjalanan penyakit atau komplikasi. Intervensi terhadap Patogenesis dan Patofisiologi 1. Mengurangi kontak dengan antigen: a. antibiotik bila berhubungan dengan infeksi bakteri b. Tonsilektomi 2. Manipulasi diet dan asupan antigen : Sodium chromoglycate 3. Mengurangi pembentukan IgA : fenitoin 4. Imune-complex-mediated injury : kortikosteroid,siklosporin 5. Obat antiproteinuria : Proteinuria diduga sebagai marka sebagai progresivitas kerusakan ginjal (glomerulosklerosis) - Pembatasan asupan protein hewani - Penghamabat ACE dan Angiotensin Receptor Blocker 6. Hipertensi : a. penghambat ACE b. angiotensin receptor blocker c. antagonis kalsium 7. Perubahan (kelainan) hemoreologi : a. antikoagulan b. obat antiplatelet (dipiridamol) c. omega 3 KOMPLIKASI
21

1. Sindrom nefritik akut (SNA) 2. Sindrom Nefrotik 3. Sindrom gagal ginjal kronik/terminal PROGNOSIS Prognosis Nefropati IgA tergantung dari manifestasi klinis. 1. Hematuria makroskopis (gross) asimtomatik - Pada anak biasanya mempunyai prognosis baik, faal ginjal normal, dan hipertensi mudah dikendalikan - Pada dewasa mempunyai prognosis lebih buruk hampir 5-10% terjadi gagal ginjal kronik. 2. Nefrotik IgA idiopatik mempunyai prognosis buruk bila manifestasi klinis berupa sindroma nefrotik disertai hipertensi. 3. Nefropati IgA dengan manifestasi klinis gagal ginjal kronik/ terminal harus menjalani program dialisis dan transplantasi ginjal. Rekurensi nefrpati IgA pada ginjal cangkok (graft kidney) setelah kira-kira 10 tahun.1

NEFRITIS HEREDITER (SINDROM ALPORT) Pendahuluan Nefritis herediter biasa disebut sebagai sindrom Alport merupakan penyakit glomerulus yang progresif terutama pada laki-laki sering disertai gangguan saraf pendengaran dan pengelihatan. PEMERIKSAAN 1. urinalisis analisis air kemih 2. Pemeriksaan audiometri menunjukkan adanya ketulian

22

3. Biopsi ginjal meunjukkan glomeulonefritis kronis sindroma alport DIAGNOSIS KERJA

dengan gambaran yang khas untuk

Adanya riwayat penyakit ginjal disertai gangguan pendengaran pada anggota keluarga merupakan tuntutan untuk mencurigai sindrom Alport. Hal ini dihubungkan dengan adanya hematuria glomerulus persisten. Pada biopsi ginjal ditemukan adanya kelainan MBG. Perkembangan klinis menuju pada progresivitas penyakit ginjal kronis serta bila mungkin tes genetika adanya mutasi gen COL4A5, COL4A3,COL4A4. GAMBARAN KLINIK Biasanya manifestasi klinis berupa hematuria asimtomatik, jarang terjadi gross hematuri, terjadi pada usia muda, mikrohematuri persisten sering terjadi terutama pada anak laki-laki. Pada tahap awal biasanya kreatinin serum dan tekanan darah tidak mengalami perubahan, tetapi dengan berjalannya waktu fungsi ginjal mengalami penurunan secara progresif yang ditandai dengan proteinuria yang semakin persisten dan menjadi gagal ginjal tahap akhir pada usia 16 sampai 35 tahun. Variasi gambaran klinis ditentukan oleh besarnya mutasi genetik. Gangguan eksternal yang paling sering didapati adalah hilangnya pendengaran, dimulai dengan hilangnya kemampuan mendengarkan nada-nada tinggi dan akhirnya hilang kemampuan mendengar percakapan normal. Pada mata dijumpai gangguan berupa kurangnya kemampuan lengkung lensa mata ( anterior lenticonus), bintik putih atau kuning di daerah perimakular retina, kelainan kornea berupa distrofi polimorfis posterior dan erosi kornea, dan berakhir dengan mundurnya ketajaman penglihatan. Megatrombsitopenia dapat ditemukan pada tipe autosomal dominant.1 GAMBARAN PATOLOGI Biopsi ginjal yang dilakukan selama usia dekade pertama dapat menunjukkan sedikit perubahan bila dilihat dengan mikroskop cahaya. Nantinya, pada glomerulus dapat terjadi proliferasi mesangium dan penebalan dinding kapiler, menimbulkan sklerosis glomerulus progresif. Atrofi tubulus, radang dan fibrosis interstitial, dan sel busa ( sel tubulus atau interstitial

23

penuh-lipid nonspesifik) terjadi jika penyakitnya menjelek. Pemeriksaan imunopatologi biasanya negatif.2 Pada kebanyakan penderita, pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan

penebalan,penipisan, perobekan, dan pelapisan membrana basalis glomerulus dan tubulus, tetapi lesi ini tidak spesifik untuk sindroma Alport dan mungkin tidak ditemukan pada keluarga tertentu yang mempunyai manifestasi klinis khas sindrom ini. ETIOLOGI Ini adalah beberapa tipe nefritis herediter yang paling sering. Ada variabilitas yang mencolok pada tanda klinis, riwayat alamiah, kelainan histologis, dan pola genetik. Sejak tahun 1980 dapat dibuktikan bahwa kelainan Sindrom Alport terletak pada membrana basalis glomerulus (MBG) akibat mutasi genetik pada collagen protein family tipe IV. Secara genetik merupakan penyakit heterogenetik dengan x-linked inheritance, baik autosomal dominant variants maupun autosmal recessive. Pada autosomal recessive sindrom Alport, mutasi berasal dari gen COL4A3, COL4A4, atau COL4A6. EPIDEMIOLOGI Prevelensi penyakit ini diperkirakan 1 : 50.000 kelahiran hidup. Pada 80% pasien, penyakit ini diturunkan melalui x-linked trait berasal dari mutasi gen COL4A5 pada kromosom x sehingga dapat dijumpai keadaan yang spesifik tidak akan terjadi penurunan dari seorang bapak ke anak laki-laki karena sifat genetik laki-laki hanya melalui kromosom y, tetapi dapat memberikan kromosom x abnormal kepada anak perempuannya. Perempuan dengan x-linked sindrom Alport merupakan karier heterogenik dari penyakit mutasi genetik ini dapat menurunkannya kepada anak laki-laki maupun perempuan. PATOFISIOLOGI GBM adalah struktur sheetlike antara sel-sel endotel kapiler dan sel-sel epitel viseral dari glomerulus ginjal. Kolagen tipe IV adalah konstituen utama dari GBM itu.Setiap jenis molekul kolagen IV terdiri dari 3 subunit, disebut alpha (IV) rantai, yang saling terkait menjadi struktur heliks tiga. Dua molekul berinteraksi pada akhir C-terminal, dan 4 molekul berinteraksi pada ujung N-terminal untuk membentuk sebuah "kawat ayam" jaringan. Enam isomer dari (IV) rantai
24

alfa ada dan ditunjuk alpha-1 (IV) untuk alpha-6 (IV). Gen-gen coding untuk 6 (IV) rantai alfa didistribusikan di pasang pada 3 kromosom (lihat Tabel 1), sebagai berikut: Alfa-1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai yang dikodekan oleh gen COL4A1 danCOL4A2, masingmasing, dan terletak pada kromosom 13. Alpha-3 (IV) dan alfa-4 (IV) rantai dikodekan oleh sepasang gen yang sama (yaitu, COL4A3, COL4A4, masing-masing) dan terletak pada kromosom 2. Gen COL4A5 dan COL4A6 pada kromosom X menyandikan alpha-5 (IV) dan alpha-6 (IV) rantai, masing-masing.

Tabel 1. Lokasi dan Mutasi Gen Coding untuk Alpha (IV) Jaringan Kolagen Tipe IV di Alport Syndrome. Alpha (IV) Rantai Alpha-1 (IV) Alpha-2 (IV) Alpha-3 (IV) Alpha-4 (IV) Alpha-5 (IV) Alpha-6 (IV) Gen COL4A1 COL4A2 COL4A3 COL4A4 COL4A5 COL4A6 Kromosom Lokasi 13 13 2 2 X X Mutasi Diketahui Diketahui Aras * Aras XLAS Leiomyomatosis

* Autosomal resesif sindrom Alport (mutasi daerah 5 'rentangan dariCOL4A5 dan COL4A6 gen)

terkait-X sindrom Alport

25

autosomal resesif sindrom Alport

Alfa-1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai di mana-mana di semua membran basement (lihat Tabel 2), namun jenis lainnya rantai kolagen IV memiliki jaringan distribusi lebih terbatas. Membran basement dari glomerulus, koklea, paru-paru, kapsul lensa, dan dan membran Bruch Descemet di mata mengandung alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai, selain alfa -1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai. Alpha-6 (IV) rantai yang hadir dalam membran basalis epidermis (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Jaringan Distribusi dari Alpha (IV) Jaringan Alpha (IV) Rantai Alpha-1 (IV) Alpha-2 (IV) Alpha-3 (IV) Ubiquitous Ubiquitous GBM, * TBM distal, Descemet membran, membran Bruch, kapsul lensa anterior, paru-paru, koklea Alpha-4 (IV) GBM, TBM distal, Descemet membran, membran Bruch, kapsul lensa anterior, paru-paru, koklea Alpha-5 (IV) GBM, TBM distal, Descemet membran, membran Bruch, kapsul lensa anterior, paru-paru, koklea Alpha-6 (IV) Distal TBM, membran basal epidermis Jaringan Distribusi

* Membran basement Tubular

26

Sindrom Alport disebabkan oleh cacat pada gen yang mengkode alpha-3, alpha-4, atau-5 alpha rantai kolagen IV membran jenis basement. Frekuensi gen diperkirakan rasio Alport syndrome adalah 1:5000, dan gangguan secara genetik heterogen. Tiga bentuk genetik dari sindrom Alport ada: XLAS, yang hasil dari mutasi pada gen COL4A5 dan account untuk 85% kasus; Aras, yang disebabkan oleh mutasi pada baik COL4A3 atau gen COL4A4 dan bertanggung jawab untuk sekitar 10-15% kasus, dan, jarang, sindrom Alport autosomal dominan (ADAS), yang disebabkan oleh mutasi pada baik COL4A3 atau gen COL4A4 dalam setidaknya beberapa keluarga dan rekening untuk sisa kasus (lihat Tabel 1). Dalam COL4A5 gen dari keluarga dengan XLAS, lebih dari 300 mutasi gen telah dilaporkan. Kebanyakan COL4A5 mutasi kecil dan termasuk mutasi missense, sambatan-situs mutasi, dan kecil (yaitu, <10-pasangan basa [bp]) penghapusan.Sekitar 20% dari penyusunan ulang mutasi pada lokus jenis utama COL4A5 (yaitu, tertentu yang berukuran besar dan menengah 5

penghapusan). Sebuah

mencakup

penghapusan

berakhir

'dari COL4A5 dan COL4A6 gen dikaitkan dengan kombinasi langka XLAS dan leiomyomatosis menyebar dari esophagus, pohon trakeobronkial, dan saluran kelamin perempuan. Pada pasien dengan sindrom Alport, tidak ada mutasi telah diidentifikasi hanya dalam gen COL4A6. Untuk saat ini, hanya 6 mutasi pada gen COL4A3 dan 12 mutasi pada gen COL4A4 telah diidentifikasi pada pasien dengan Aras. Pasien heterozigot baik homozigot untuk mutasi atau senyawa mereka, dan orang tua mereka adalah pembawa asimtomatik. Mutasi termasuk substitusi asam amino, penghapusan frameshift, mutasi missense, penghapusan inframe, dan mutasi splicing. ADAS lebih jarang daripada XLAS atau Aras. Baru-baru ini, sebuah situs sambatan mutasi sehingga melompat-lompat dari ekson 21 pada

gen COL4A3ditemukan di ADAS. Meskipun kemajuan luar biasa dalam menggambarkan genetika molekular sindrom Alport, patogenesis gagal ginjal pada pasien dengan penyakit ini masih kurang dipahami. Kelainan utama pada pasien dengan sindrom Alport hasil dari penyimpangan ekspresi basement membran alfa-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai kolagen tipe IV. Rantai ini biasanya underexpressed atau absen dari membran basement pasien dengan sindrom Alport.
27

Kelainan primer pada pasien dengan sindrom Alport terletak dalam domain (NC1) noncollagenous dari terminal C-dari rantai alpha-5 (IV) di XLAS dan bahwa alpha-3 (IV) atau alpha-4 (IV) rantai di Aras dan ADAS. Kebetulan, antigen yang terlibat dalam patogenesis sindrom Goodpasture berada dalam domain NC1 dari rantai alpha-3 (IV). Pada periode awal perkembangan ginjal, alpha-1 (IV) dan alfa-2 (IV) rantai mendominasi di GBM itu. Dengan pematangan glomerulus, alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) menjadi lebih besar rantai oleh proses yang disebut beralih isotipe.Bukti menunjukkan bahwa alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai bergabung untuk membentuk jaringan kolagen yang unik. Kelainan salah satu rantai, seperti yang diamati pada pasien dengan sindrom Alport, membatasi pembentukan jaringan kolagen dan mencegah penggabungan rantai kolagen lainnya. Bukti terbaru menunjukkan bahwa isoform switching jenis kolagen IV menjadi perkembangan ditangkap pada pasien dengan XLAS. Hal ini menyebabkan distribusi mempertahankan janin alfa-1 (IV) dan alfa-2 (IV) isoform dan tidak adanya alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) isoform. Kaya sistein-alpha-3 (IV), alfa-4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai diperkirakan untuk meningkatkan ketahanan terhadap degradasi proteolitik GBM di lokasi filtrasi glomerulus, dengan demikian, ketekunan anomali dari alfa -1 (IV) dan alfa-2 (IV) isoform menganugerahkan kenaikan tak terduga dalam kerentanan terhadap enzim proteolitik, yang mengarah ke ruang bawah tanah membelah membran dan kerusakan. Bagaimana cacat hasil kolagen rantai di glomerulosklerosis masih belum jelas.Bukti sekarang menunjukkan bahwa akumulasi jenis V dan VI kolagen (bersama dengan alpha-1 [IV] dan alpha-2 [IV]) rantai di GBM terjadi sebagai respon kompensasi untuk hilangnya alpha-3 (IV), alfa- 4 (IV), dan alpha-5 (IV) rantai.Protein ini menyebar dari lokasi subendothelial normal dan menempati lebar penuh GBM, mengubah homeostasis glomerulus dan mengakibatkan penebalan GBM dan gangguan permselectivity makromolekul dengan sklerosis glomerulus berikutnya, fibrosis interstisial, dan gagal ginjal. Penelitian eksperimental melibatkan transformasi pertumbuhan beta faktor (TGF-beta) dan matriks metalloproteinase dalam perkembangan penyakit ginjal pada sindrom Alport. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan peran mereka patogenetik yang tepat dan relevansi potensi mereka sebagai target terapi.
28

PATOGENESIS MBG awalnya normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multiminer dan akhirnya mendesak lengkung kapiler glomerulus, glomerulus menjadi sklerotik, tubulus mengalami atrofi, interstisium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal dapat diketahui bahwa COL4A3,4, dan 5 terdistribusi secara normal pada MBG, kapsul bowman dan juga pada membran basalis distal collecting tubule, serta pada membran-membran di koklea mata, dengan demikian kerusakan yng terjadi pada organ tersebut mempunyai persamaan proses. PENATALAKSANAAN Saat ini belum ada terapi spesifik, terapi lebih banyak ditujukan pada pengendalian keadaan sekunder akibat gangguan fungsi ginjal seperti pengendalian hipertensi dengan menggunakan angiotensin coverting enzym inhibitors. Obat ini dapat menurunkan tekanan intraglomerulus dan terbukti dapat menurunkan laju progresivitas penurunan fungsi ginjal. Untuk pencegahan terhadap meluasnya ekspansi mesangial dapat diberikan siklosporin A terutama pada pasien dengan proteinuria berat, sedangkan untuk pengendalian fosfat digunakan pengikat fosfat, serta pengendalian dislipidemia menggunakan statin. Gangguan fungsi pendengaran biasanya permanen sehingga pasien dapat diberikan pelatihan keterampilan berkomunikasi dengan isyarat, gangguan pada lensa mata dapat diatasi dengan penggantian lensa mata atau penggantian kornea. Dialisis dilakukan pada penyakit ginjal kronik tahap akhir.16 Transplantasi Ginjal Dilakukan pada pasien yang sudah pada tahap akhir penyakit ginjal kronik. Dilaporkan bahwa 3 sampai 4% dari pasien transplantasi ginjal tersebut mengalami anti-GBM antibody disease dan umumnya terjadi pada tahun pertamapasca transplantasi, terjadi glonerulonefritis kresentik dan berakhir dengan graft loss. Bila terjadi hal tersebut maka plasmaferesis dan pemberian siklofosfamid merupakan pilihan pengobatan. Berulangnya sindrom Alport pasca transplantasi tidak pernah dijumpai sampai saat ini. PENCEGAHAN

29

Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menjalani konsultasi pra-nikah pada seorang dengan riwayat penyakit ginjal dan ketulian dalam keluarganya. Keadaan tersebut potensial mempunyai risiko terhadap sindrom Alport. Konsultasi dilakukan oleh ahi genetika. KOMPLIKASI Jika fungsi ginjal memperburuk, hipertensi, infeksi saluran kencing, dan manifestasi kegagalan ginjal kronis dapat muncul, ESRD. PROGNOSIS Wanita biasanya mempunyai harapan hidup normal (karenanya lebih banyak ibu daripada bapak yang menurunkan penyakit ini pada anaknya) dan hanya kehilangan pendengaran subklinis. Sindrom Alport menyebabkan kerusakan progresif pada ginjal melalui penggantian bertahap struktur ginjal normal (glomeruli dan tubulus) oleh jaringan parut. Proses ini dikenal sebagai fibrosis. Semua anak laki-laki dengan X-sindrom Alport terkait akhirnya mengembangkan gagal ginjal. Dialisis atau transplantasi sering menjadi diperlukan oleh remaja atau dewasa muda, namun gagal ginjal mungkin tertunda hingga usia 40-50 tahun pada beberapa pria dengan sindrom Alport. Kebanyakan gadis-gadis dengan X-sindrom Alport terkait tidak

mengembangkan gagal ginjal. Namun, sebagai perempuan dengan usia yang sudah dewasa atau tua yang terkena sindrom Alport risiko gagal ginjal meningkat. Semua anak laki-laki dan perempuan dengan sindrom Alport resesif autosomal mengembangkan gagal ginjal, biasanya oleh remaja atau dewasa muda. Orang dengan sindrom Alport autosomal dominan biasanya juga memasuki usia paruh baya sebelum kegagalan ginjal berkembang. 17

Daftar Pustaka 1. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, et al. Glomerulonefritis akut. In: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI;2007.h.835-9.

30

2. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH.[et al]. Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.h.270-89. 3. Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ed ; 23. Jakarta. 2007. 4. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009.h.274-81. 5. Price, Sylvia A. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. ed 6, vol 2. EGC : Jakarta. 2006 6. Travis LB. Glomerulonefritis akut pascainfeksi. In: Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed, 2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007.p.1487-96, 1510. 7. Noer MS . Glomerulonefritis. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia;2002.p.323-61. 8. Wilson LM. Glomerulonefritis. In: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed, 2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.924-7. 9. Sindroma nefrotik. Edisi 25 agustus 2011. Diunduh dari

http://turunberatbadan.com/2291/sindrom-nefrotik/ , 21 oktober 2011. 10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Glomerulonefritis akut.Jakarta:infomedika; 2006.h.835-39 11. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran universitas Indonesia.Mikrobiologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Bagian Mikrobiologi FKUI;2002.h.112-20. 12. Nelson. Ilmu kesehatan anak. Vol 3 Ed 15. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Jakarta: EGC;2001.h. 1813-14 13. Travis LB. Glomerulonefritis akut pascainfeksi. In: Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed, 2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007.p.1487-96, 1510. 14. Nefropati IgA Idiopatik. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta:Interna Publishing;2009.hal 992-995. 15. Dr. M.S. Markum, Dr. Suhardjono, Dr. Endang Susalit, Dr. Jose Roesma. Nefropati Imunoglobulin A. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT. Kalbe Farma; 2000

31

16. Nefritis Herediter. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta:Interna Publishing;2009.hal 997-998. 17. Waldo E.Nelson.Neloson : Ilmu Kesehatan Anak vol.3. Edisi ke-15.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000.hal.1810-12. .

32

Anda mungkin juga menyukai