Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN LITERATUR

GAMBARAN KLINIKOPATOLOGI VITILIGO


Anggun Putri Yuniaswan*, Fitri Firdausiya
*Dept./SMF Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang, Indonesia

Abstrak
Vitiligo merupakan penyakit kulit depigmentasi yang paling sering dijumpai. Penyebab dan
patogenesis vitiligo belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa teori yang banyak diterima adalah teori
genetik, autoimun, dan biokimia yang menyebutkan bahwa vitiligo disebabkan adanya gangguan fungsi
melanosit yang mengarah pada kerusakan melanosit. Penyakit ini memiliki lesi berupa makula dan patch
depigmentasi dengan batas tegas, bentuk dan ukuran bervariasi. Penegakan diagnosis vitiligo memerlukan
histopatologi apabila mendapatkan kasus yang tidak khas atau diagnosis yang masih meragukan. Gambaran
histopatologi vitiligo secara umum didapatkan gambaran hilangnya melanosit dan pigmen melanin pada
epidermis. Diagnosis banding vitiligo yakni halo nevus, memiliki gambaran histopatologi yang mirip dengan
vitiligo yakni tidak adanya melanosit dan pigmen melanin pada stratum basal epidermis pada area
depigmentasi. Halo nevus dapat dikaitkan dengan vitiligo, yakni sebagai faktor risiko dan bisa menjadi tanda
klinis dari vitiligo. Beberapa penyakit lain seperti nevus depigmentosus, pityriasis alba dan albinisme memiliki
gambaran klinis berupa lesi hipopigmentasi yang mirip dengan vitiligo. Untuk itu dalam tinjauan pustaka ini
akan dibahas mengenai vitiligo dan diagnosis bandingnya baik dari segi gambaran klinis maupun
histopatologinya serta gambaran kulit normal. Sehingga dapat meningkatkan pemahaman mengenai
perbedaan dari penyakit tersebut dan penegakan diagnosis lebih tepat, mengingat perjalanan klinis dan
prognosis vitiligo tidak dapat diprediksi.

Kata Kunci: Vitiligo, Halo Nevus, Nevus Depigmentosus, Pityriasis Alba, Albinism

OVERVIEW OF VITILIGO CLINICOPATHOLOGY

Abstract
Vitiligo is the most common depigmentation skin disease. The etiology and pathogenesis of vitiligo
are uncertain. However, widely accepted theories are genetic, autoimmune, and biochemical theories,
suggesting a malfunction of melanocytes which leads to melanocyte damage. The lesions of vitiligo are
macules and depigmented patches with distinct margins. Diagnosis of vitiligo uses histopathological biopsy
for cases that are atypical or doubtful. The histopathology generally shows melanocyte and pigment melanin
loss in the epidermis. The differential diagnosis of vitiligo, halo nevi, has a histopathology similar to vitiligo,
such as the absence of melanocytes and melanin pigments in the basal stratum of the epidermis in the
depigmented area. Halo nevi relate to vitiligo as they become not only a risk factor but also a clinical sign of
vitiligo. Some other diseases such as nevus depigmentosus, pityriasis alba and albinism have a clinical sign
of hypopigmented lesions similar to vitiligo. For this reason, this literature review will discuss vitiligo and its
differential diagnosis both in terms of clinical and histopathological features as well as normal skin pictures in
order to better understand the differences in these diseases so that diagnosis will be more precise because
vitiligo has unpredictable clinical course and progonosis.
Keyword : Vitiligo, Halo Nevus, Nevus Depigmentosus, Pityriasis Alba, Albinism


E-mail: angg_yuniawan@yahoo.com

E-mail: fitri.firdausiya@gmail.com

1
Pendahuluan Tujuan dari karya tulis ini adalah untuk
Vitiligo merupakan penyakit kulit mempelajari vitiligo beserta gambaran
depigmentasi yang paling sering dijumpai, histopatologisnya dan mempelajari gambaran pada
menyerang sekitar 0.5-1% dari populasi di seluruh histologi kulit normal agar lebih mudah untuk
dunia.1 Vitiligo merupakan kelainan idiopatik yang mengenali gambaran histopatologi yang khas pada
didapat (acquired), ditandai dengan adanya makula vitiligo. Disamping itu, karya tulis ini juga akan
depigmentasi, ukuran bervariasi dan bisa membahas tentang halo nevus yang berdasarkan
bergabung untuk membentuk area luas beberapa literatur dapat dikaitkan dengan vitiligo
leukoderma.2 Prevalensi vitiligo cukup konsisten di dan juga beberapa penyakit lain yang secara klinis
antara populasi yang berbeda: 0.38% di Kaukasia ditandai dengan lesi hipopigmentasi sehingga dapat
dan bangsa kulit gelap, sedangkan di India sebesar menyerupai vitiligo.
8.8%. Vitiligo mempengaruhi kedua jenis kelamin
dan dapat menyerang segala usia, dengan onset Tinjauan Literatur Definisi
usia rata-rata sebelum 20 tahun.1 Beberapa kasus Vitiligo merupakan kelainan idiopatik yang
telah dilaporkan paling cepat terjadi 6 minggu didapat, ditandai dengan adanya makula
setelah kelahiran dan hampir setengahnya hadir depigmentasi, ukuran bervariasi dan bisa
sebelum usia 20 tahun.3 bergabung untuk membentuk area luas
Vitiligo adalah penyakit autoimun pada leukoderma. Hal ini terjadi karena adanya destruksi
kulit yang berkaitan dengan sel T CD8+. dari melanosit.2 Vitiligo dapat menimbulkan
Patogenesis telah diperdebatkan selama bertahun- gangguan psikologis dan stigma sosial bagi
tahun, dengan beberapa hipotesis antara lain penderita. Vitiligo dapat meningkatkan resiko
termasuk stres seluler yang menyebabkan terjadinya penyakit autoimun yang lain, dengan
degenerasi melanosit, toksisitas kimia yang perkembangan yang tidak dapat diprediksi dan
menyebabkan kematian melanosit, dan perubahan hasil pengobatan yang belum memuaskan.1
saraf yang memengaruhi melanosit atau Epidemiologi
kemampuannya memproduksi melanosit.1 Vitiligo Prevalensi vitiligo cukup konsisten di antara
mempunyai beberapa area predileksi, antara lain di populasi yang berbeda: 0.38% di Kaukasia dan
daerah periorifisial, wajah, genital membran bangsa kulit gelap, sedangkan di India sebesar
mukosa, daerah ekstensor, tangan, dan kaki. Lesi 8.8%. Vitiligo mempengaruhi kedua jenis kelamin
vitiligo dapat terasa gatal dan sering terjadi dan dapat menyerang segala usia, dengan onset
fenomena Koebner. Penyakit ini biasanya terjadi usia rata-rata sebelum 20 tahun.1 Beberapa kasus
secara persisten, jarang terjadi repigmentasi telah dilaporkan paling cepat terjadi 6 minggu
spontan, dan mempunyai pola perifolikular.3 setelah kelahiran dan hampir setengahnya hadir
Subtipe yang paling umum adalah vitiligo sebelum usia 20 tahun.3 Vitiligo lebih sering
generalisata, yakni penyakit autoimun yang didiagnosis pada musim semi dan musim panas
dikaitkan dengan penyakit autoimun lainnya di (64,4%).5 Vitiligo memengaruhi kedua jenis kelamin
sekitar 20% -30% pasien, diantaranya yang paling secara sama, meskipun pada pengamatan umum
sering adalah penyakit tiroid autoimun (tiroiditis wanita mengeluh lebih awal dan lebih sering, hal ini
atau penyakit Grave Hashimoto), radang sendi, dimungkinkan karena di beberapa tempat vitiligo
psoriasis, diabetes tipe 1 (biasanya onset dewasa), dianggap sebagai stigma atau masalah kosmetik.6
anemia pernisiosa, lupus erythematosus sistemik, Tipe vitiligo yang paling sering terjadi adalah vitiligo
dan penyakit Addison.1 generalisata yakni penyakit autoimun yang
Untuk menegakkan diagnosis vitiligo bisa dikaitkan dengan penyakit autoimun lainnya di
dilakukan dengan pemeriksaan secara klinis sekitar 20% -30% pasien, paling sering penyakit
maupun dengan pemeriksaan histopatologi. tiroid autoimun (tiroiditis atau penyakit Grave
Diagnosis histologi vitiligo didasarkan pada Hashimoto), radang sendi, psoriasis, diabetes tipe 1
hilangnya pigmen melanin dari epidermis secara (biasanya onset dewasa), anemia pernisiosa, lupus
komplit dan ketiadaan melanosit. Perbedaan erythematosus sistemik, dan penyakit Addison.1
histopatologis mendasar antara kulit dengan warna Etiologi
normal dan kulit dengan vitiligo adalah tidak adanya Vitiligo adalah penyakit autoimun pada kulit
melanosit yang berfungsi baik untuk proliferasi, di mana sel T CD8+ menargetkan melanosit dan
diferensiasi maupun migrasi.4 Disamping itu juga menghancurkannya, meninggalkan area tanpa
terdapat beberapa gambaran histologi yang dapat produksi pigmen, yang secara klinis bermanifestasi
membedakan antara kulit normal dengan kulit sebagai makula dan bercak putih. Patogenesis
vitiligo. telah diperdebatkan selama bertahun-tahun,

2
dengan beberapa hipotesis antara lain termasuk Protein antigenik lain yang telah terdeteksi
stres seluler yang menyebabkan degenerasi pada vitiligo, termasuk glikoprotein 100 (gp100) dan
melanosit, toksisitas kimia yang menyebabkan antigen melanoma dikenali oleh sel T 1 (MART-1).
kematian melanosit, dan perubahan saraf yang Beberapa makalah menunjukkan limfosit CD4 +
memengaruhi melanosit atau kemampuannya dan CD8 + di persimpangan dermal epidermis area
memproduksi melanosit.1 kulit dekat lesi vitiligo, menyoroti aktivasi imunitas
Patogenesis Genetik yang dimediasi sel. Baru baru ini studi in vitro
Sebagian besar kasus vitiligo bersifat mengidentifikasi adanya limfosit T sitotoksik, yaitu
sporadik, namun pada 20% kasus ditemukan membunuh melanosit di kulit perilesional, dan
adanya anggota keluarga yang juga menderita sekarang diketahui bahwa Limfosit CD8 + T yang
vitiligo. Pada individu kulit putih, frekuensi vitiligo terbatas pada HLA-A2, spesifik melanosit terdeteksi
pada saudara kandung pasien didapatkan sebesar pada pasien vitiligo berhubungan dengan aktivitas
6,1%, yaitu 18 kali lipat lebih tinggi dibandingkan penyakit.6
pada populasi. Penelitian epidemiologi menyatakan Sitokin juga telah dipelajari dalam
bahwa vitiligo diturunkan secara non-Mendelian, patogenesis vitiligo, yang dianggap sebagai
bersifat multifaktorial dan memiliki pola poligenik.7 penyakit terkait Th1. Telah dilaporkan bahwa ada
Kembar monozigot dengan DNA yang identik hanya peningkatan yang signifikan dalam tumor nekrosis
memiliki tingkat kesesuaian 23% pada factor-α (TNF-α), interferon-γ (IFN-γ), dan IL-10. IL-
perkembangan vitiligo, yang mencerminkan 17 juga telah ditemukan pada level yang lebih tinggi
terdapat peranan komponen non genetik yang di dalam darah dan jaringan pasien. Aktivitasnya
signifikan.2 mempengaruhi produksi TNF-α, yang juga
Semua penelitian mengenai keterlibatan meningkat dalam vitiligo. Selain itu, studi sudah
genetik pada vitiligo memfokuskan pada vitiligo menunjukkan bahwa persistensi vitiligo
generalisata. Beberapa gen terlibat dalam fungsi berhubungan dengan tingkat IL-17. 6

imun, meliputi lokus pada MHC, CTLA4, PTPN22, Biokimia


IL10, MBL2, dan NALP1 (NLRP1) yang terlibat Ada beberapa bukti bahwa vitiligo adalah
dalam kerentanan individu terhadap terjadinya penyakit yang menyerang seluruh epidermis,
vitiligo generalisata. Penelitian Genomewide kemungkinan melibatkan kelainan biokimia pada
Association terhadap pasien vitiligo generalisata ras melanosit dan keratinosit. Kelainan morfologis dan
Kaukasian dan keluarganya di Eropa menemukan fungsional spesifik yang diamati pada melanosit
setidaknya terdapat sepuluh lokus berbeda yang dan keratinosit vitiligo dianggap memiliki latar
berperan dalam terjadinya vitiligo generalisata. belakang genetik. Kelainan ultrastruktural dari
Tujuh dari lokus tersebut dikaitkan dengan penyakit keratinosit dari perilesional kulit vitiligo telah
autoimun yang lain (meliputi HLA class I, HLA class dikaitkan dengan gangguan aktivitas mitokondria
II, PRPN22, LPP, IL2RA, UBASH3A, dan dan dianggap mempengaruhi produksi spesifik
CIQTNF6), dua lokus yang lain berfungsi faktor pertumbuhan melanosit dan sitokin yang
mengkode fungsi imun (seperti RERE dan GZMB), mengatur kelangsungan hidup melanosit.1,7
sementara lokus lainnya, TYR, mengkode Hipotesis stres oksidatif menunjukkan
tirosinase, yaitu sebuah enzim kunci dalam bahwa adanya redoks yang tidak seimbang
biosintesis melanin dan merupakan autoantigen (reduksi-oksidasi) pada kulit vitiligo. Hal ini
vitiligo generalisata yang utama.7 menghasilkan produksi dramatis spesies oksigen
Autoimun reaktif (ROS), seperti H2O2.8 Kadar H2O2
Telah diketahui secara luas bahwa vitiligo meningkat di daerah epidermis yang terkena, yang
dapat dikaitkan dengan beberapa penyakit mungkin disebabkan sebagian oleh berkurangnya
autoimun, termasuk penyakit tiroid autoimun, kapasitas antioksidan enzimatik dari keratinosit dan
alopecia areata, halo nevus, dan penyakit Addison. melanosit. Pertahanan antioksidan yang rusak
Dalam literatur hubungan telah dilaporkan antara dapat meningkatkan kerentanan melanosit baik
vitiligo dan penyakit autoimun mempengaruhi untuk sitotoksisitas imunologis dan sitotoksisitas
hingga 20% pasien Kaukasia. Meskipun peran yang diinduksi oleh spesies oksigen reaktif.1,7 ROS
antibodi anti-melanosit dalam vitiligo masih belum mengoksidasi komponen sel yang mengarah ke
jelas diketahui, tingkat tinggi autoantibodi yang penghancuran melanosit dan membuat makula
beredar telah ditemukan pada sekitar 10% pasien, yang terdepigmentasi.8
terutama terhadap tirosinase satu dan dua (TRP-1
dan TRP-2) yang dapat dikaitkan. terhadap
kerusakan keratinosit dan melanosit.6

3
Gambaran Klinis Beberapa klasifikasi vitiligo antara lain: (1)
Manifestasi klinis vitiligo yang paling sering dijumpai vitiligo vulgaris yakni ditandai dengan lesi multiple
adalah makula atau patch depigmentasi berwarna tersebar, distribusi dengan pola yang simetris,
seperti susu atau putih yang dikelilingi oleh kulit merupakan vitiligo generalisata yang paling banyak
normal. Lesi vitiligo memiliki batas yang tegas, dijumpai. (2) Vitiligo acrofacial mengenai bagian
memiliki ukuran yang bervariasi.1 Vitiligo umumnya distal jari dan sekitar mulut dengan pola
bersifat asimptomatik, namun terkadang dapat melingkar.Merupakan subtipe dari vitiligo
dikeluhkan adanya patch dengan batas meradang generalisata. (3) Vitiligo campuran yakni kombinasi
dengan rasa gatal pada lesi.9 dari vitiligo vulgaris dan akrofasial. (4) Vitiligo
Terdapat berbagai sistem klasifikasi vitiligo universalis ditandai dengan depigmentasi komplit
sehingga menimbulkan terminologi yang atau hampir komplit dari seluruh tubuh. Merupakan
membingungkan. Telaah oleh Vitiligo Global Issues bentuk vitiligo generalisata yang paling berat. (5)
Consensus Conference (VGICC) tahun 2012 Vitiligo fokal yang dikarakteristikkan dengan
menyatakan bahwa klasifikasi vitiligo terdiri atas kehadiran dari satu atau sedikit macula pada satu
tipe non-segmental, segmental, campuran (mixed) area tapi distribusinya tidak berpola segmental.
dan unclassifiable atau undetermined berdasarkan Dipertimbangkan sebagai precursor dari vitiligo
gambaran klinis dan perjalanan alamiah penyakit, generalisata. (6) Vitiligo mukosa ditandai dengan
sebagai berikut: 9 depigmentasi hanya pada membrane mukosa. (7)
Segmental vitiligo yang dikarakteristikkan dengan
Tabel 1 Tabel klasifikasi vitiligo berdasarkan makula yang memiliki distribusi unilateral dan tidak
VGICC melewati garis tengah tubuh. Biasanya menyerang
Tipe Vitiligo Subtipe Vitiligo usia anak-anak.7
Vitiligo non-segmental Fokal Diagnosis
Akrofasial Diagnosis vitiligo ditegakkan berdasarkan
Mukosal (melibatkan lebih gambaran klinis lesi dengan mempertimbangkan
dari satu mukosa) distribusi, luas lesi, dan perjalanan alamiah
Generalisata penyakit.1 Diagnosis vitiligo biasanya dibuat secara
Universalis klinis dan dengan menggunakan lampu Wood.
Lampu Wood, fotografi, dan / atau in vivo
Vitiligo segmental Unisegmental,
bisegmental, atau mikroskop confocal juga dapat memfasilitasi
multisegmental memantau perkembangan lesi seiring waktu.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama bila
Vitiligo campuran Berhubungan dengan terdapat kaitan antara vitiligo dengan penyakit-
keparahan vitiligo penyakit autoimun yang lain.3 Pemeriksaan
segmental laboratorium yang dilakukan meliputi kadar T4 dan
thyroid-stimulating hormone (TSH), antinuclear
Vitiligo unclassifiable atau Fokal antibodies, dan pemeriksaan darah lengkap.
undetermined Mukosal (hanya Pemeriksaan antitiroglobulin dan antithyroid
melibatkan satu mukosa)
peroxidase antibodies dilakukan terutama bila
pasien memiliki tanda dan gejala penyakit tiroid.1,7
Biopsi kulit sangat jarang diperlukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis vitiligo.1 Pemeriksaan
histopatologis dapat membantu membedakan
vitiligo dengan lesi yang tidak khas atau
meragukan. Biopsi pada kasus vitiligo dapat
dilakukan pada dua tempat yakni area lesi vitiligo
dan area kulit normal di sekitar lesi vitiligo.10 British
Association of Dermatologists menyusun
rekomendasi untuk diagnosis dan evaluasi pasien
vitiligo sebagai berikut.3

4
Tabel 2. Rekomendasi menurut British Association of Dermatologist
Vitiligo dapat mudah ditegakkan bila didapatkan presentasi lesi klasik
Bila presentasi atipikal, kasus harus dirujuk pada ahli dermatologist
Pada orang dewasa dengan vitiligo, fungsi tiroid harus diperiksa
Lampu Wood bisa digunakan untuk menentukan luas dan aktivitas vitiligo, serta memantau respons terhadap
terapi
Respon pengobatan vitiligo harus mempertimbangkan perjalanan alamiah penyakit, mengenali kemungkinan
repigmentasi spontan dapat terjadi tapi merupakan hal yang jarang
Dokter harus menilai psikologis dan kualitas hidup pada pasien vitiligo
Dalam uji klinis vitiligo, pengukuran peningkatan kualitas hidup harus menjadi tolak ukur yang paling penting.

A B

C D E

Gambar 1. Manifestasi Klinis Vitiligo. (A) Vitiligo akrofasial (B) Vitiligo fokal (C) Vitiligo universalis (D) Vitiligo vulgaris
(E) Vitiligo segmental.1

5
Gambar 2. Manifestasi Klinis Vitiligo. Lesi vitiligo berupa patch depigmentasi, multipel, batas tegas, tepi ireguler. ( )

Histopatologi Kulit Normal hari untuk mencapai stratum korneum. (4) Stratum
Kulit terdiri dari tiga lapisan yakni epidermis, basalis: Sel pada rete ridges adalah sel punca yang
dermis dan subkutan.11 Epidermis terdiri dari 4 paling banyak berkembang biak dengan cepat. 11
lapisan antara lain: (1) Stratum korneum: memiliki Melanosit rata-rata setiap sel kesepuluh di
pola normal basket-weave ortokeratosis, nukleus sepanjang lapisan basal adalah melanosit. Secara
biasanya diekstrusi sebelum keratinosit mencapai umum, semua individu memiliki jumlah molosit yang
stratum korneum. (2) Stratum granulosum: ciri sama (lebih banyak stadium IV pada kulit yang
penting dalam lapisan ini adalah keratohialin, lebih gelap dan lebih banyak stadium I pada kulit
profilagrin terlibat dalam pengumpulan keratin yang yang lebih terang). Ras yang lebih gelap memiliki
sesuai untuk transformasi ke stratum korneum. (3) melanosom yang lebih besar dan tersebar tunggal
Stratum spinosum: zona maturasi, membutuhkan dalam keratinosit.11
14

1
2

4
A B

Gambar 3. Histologi kulit normal.(A) Kulit terbagi menjadi 3 lapisan. (B) Stratum korneum tampak basket-weave ortokeratosis (
); 1= stratum korneum, 2= stratum granulosum, 3= stratum spinosum, 4= stratum basalis. (C) Melanosit yakni sel dengan nucleus
hiperkromatik di sepanjang stratum basalis ( ).11

Lapisan dermis merupakan lapisan di bawah butiran melanin, sisa lesi tidak menunjukkan
epidermis yang terdiri dari pembuluh darah, melanosit dan tidak adanya melanin. Meskipun
jaringan ikat (kolagen, jaringan elastis), saraf, otot mungkin ada melanosit pada lesi kulit, tapi
dan sel inflamasi (seperti dendrosit dermal, limfosit, melanosit biasanya tidak ada yang dapat
fibroblas. Sedangkan paling dalam adalah subkutan diverifikasi lebih lanjut dengan pewarnaan Fontana-
terdiri dari sel-sel adiposa.11 Masson, khusus untuk melanin.4 Kadang-kadang,
Histopatologi Vitiligo infiltrat limfoid dapat terlihat jelas di bagian aktif luar
Secara umum, kulit vitiligo menunjukkan lesi. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kulit
hilangnya melanin pigmen dari epidermis dan tidak yang sehat di dekat makula hipopigmentasi
adanya melanosit.2 Vitiligo dicirikan terutama oleh menunjukkan daerah vakuolisasi terisolasi di
temuan khas pada persimpangan dermal- persimpangan dermal-epidermal dan kehadiran
epidermal. Sementara batas makula putih masih moderat sel mononuklear. Selain itu, telah
menunjukkan melanosit residu dan beberapa ditunjukkan bahwa sel Langerhans menggantikan

6
melanosit yang rusak dan perubahan keratinosit di Halo nevus atau disebut Sutton nevi atau
sekitar perbatasan lesi telah diamati.6 Penelitian leukoderma acquisitum centrifugum yaitu
yang dilakukan oleh You Chan Kim et al, 78% kulit dikarakteristikkan dengan adanya gambaran halo
vitiligo menunjukkan lebih banyak basal depigmentasi dengan ukuran sampai beberapa
hipopigmentasi dibandingkan dengan kulit normal millimeter di sekitar nevus melanosit.2,13 Halo nevus
perilesional. Kulit vitiligo menunjukkan peradangan umum terjadi pada anak-anak dan dewasa muda,
kulit ringan sebanyak 41% dari kasus, lebih sering dengan usia rata-rata pada permulaan 15 tahun.
dari 23% kasus kulit normal perilesional (P= 0,05). Individu yang terkena sering memiliki beberapa
Gambaran lain seperti hiperkeratosis, acanthosis, halo nevus, yang biasanya terlokalisasi di bagian
eksositosis, spongiosis, melanofag, rete ridge belakang dan dapat dikelompokkan. Insiden halo
elongation, dan telangiectasia diamati pada kulit nevus dalam populasi diperkirakan sekitar 1%.
vitiligo tetapi ternyata tidak signifikan secara Semua ras dan jenis kelamin rentan terhadap
statistik dibandingkan dengan perilesional kulit perkembangan lesi ini. Kecenderungan keluarga
normal (P = 0,28).10 untuk halo nevus telah dilaporkan.13 Kerentanan
Diagnosis Banding Halo Nevus halo nevus diduga pada gen yang terletak dekat

A B

C D

dengan lokus HLA-C.


Gambar 4. Histopatologi vitiligo. (A) Tidak ditemukan melanosit dan melanin pada stratum basalis, dengan pewarnaan HE ( ).
(B) Tidak tampak melanin pada stratum basalis maupun dermis dengan pewarnaan Masson-Fontana ( ). (C) Tampak melanosit
dengan giant melanosom pada tepi area depigmentasi ( ). Tampak limfosit pada sekitar melanosit menunjukkan apoptosis awal ( ).2

7
A B

C D
Gambar 5. Histopatologi Vitiligo dari Poli Kulit RSSA. (A) Epidermis hiperkeratosis ( ) (pewarnaan HE, 40x). (B) Rete ridges
memendek ( ) (100x). (C) Infiltrasi limfosit minimal di lapisan dermis ( ) (400x). (D) Tidak tampak adanya melanosit dan pigmen
melanin ( )(400x).

8
Penyebab halo nevus belum diketahui ekstremitas bagian proksimal. Pada mayoritas
secara pasti, tetapi diduga akibat reaksi imunitas kasus, nevus depigmentosus sering terjadi pada
terhadap melanosit.14 Semua nevus menunjukkan bayi baru lahir, atau anak usia dini. Dengan
perkembangan klinis yang sama. Setelah inflamasi pemeriksaan lampu wood, lesi hipopigmentasi
awal tahap, permukaan lesi secara bertahap tampak aksentuasi off white tanpa adanya
menjadi menebal dan kasar, lalu verukosa dan floresensi.2
terangkat, dan akhirnya bersisik dan berkrusta. Halo Pada gambaran histopatologi nevus
yang ditandai dari depigmentasi kemudian depigmentosus dibandingkan dengan kulit normal,
berkembang di semua lesi, dengan simultan didapatkan lebih banyak hipopigmentasi lapisan
hilangnya permukaan hiperkeratotik. Pada basal, melanofag dan inflamasi ringan di dermis.
pemeriksaan dermoskopi tampak karakteristik jinak Tidak didapatkan gambaran hiperkeratosis,
nevus melanositik, diwakili oleh pola globular dan / akantosis, eksositosis, pendataran rete ridge dan
atau homogen. Ada pengurangan ukuran yang teleangiketasis.15
cukup besar dari komponen nevus seiring dengan Pityriasis Alba
waktu.2 Pityriasis alba adalah kondisi yang umum
Halo nevus dapat dikaitkan dengan dermatitis ditemukan pada anak dan remaja terutama di
atopik atau gangguan autoimun seperti vitiligo dan daerah wajah dan leher. Meskipun kondisi ini lebih
tiroiditis Hashimoto. Hubungan antara vitiligo dan terlihat pada kulit gelap, tetapi tidak ada perbedaan
halo nevus telah dipelajari karena hubungan klinis prevalensi antara jenis kelamin perpempuan atau
yang mencolok. Beberapa peneliti menduga bahwa laki-laki dan juga tipe kulit tertentu. Etiologi dan
halo nevus bisa menjadi faktor risiko untuk vitiligo patogenesis masih belum diketahui secara pasti,
dan, lebih lanjut bahwa halo nevus bisa menjadi tapi sering dikaitkan dengan paparan sinar matahari
tanda klinis vitiligo.13 Tampaknya ada hubungan tanpa proteksi, frekuensi mandi dan mandi dengan
berbeda antara pasien halo nevus tanpa vitiligo dan air panas.1,7 Pityriasis alba dikarakteristikkan dengan
halo nevus dengan vitiligo, meskipun fitur definitif adanya patch eritematosa yang kemudian membaik
belum ditentukan. Halo nevus multipel, kehadiran dengan meninggalkan bekas hipopigmentasi pasca
fenomena Koebner, dan riwayat keluarga vitiligo inflamasi (Gambar 8).16
telah diidentifikasi sebagai kemungkinan Biopsi kulit dapat menunjukkan adanya reaksi
meningkatkan risiko vitiligo pada pasien dengan halo spongiosis ringan termasuk hyperkeratosis,
nevus.14 Namun, beberapa kasus vitiligo yang luas, parakeratosis fokal, spongiosis minimal, penurunan
tidak ada keterlibatan nevus melanositik. Dalam melanosit di lapisan basal dan infiltrasi limfosit
penelitian oleh Van Geel et al menggambarkan nilai perivascular. Terkadang melanofag dapat hadir di
prognostik dan signifikansi klinis halo nevus pada dermis superfisial. Lesi folikulosentrik dapat
pasien vitiligo.13 menunjukkan spongiosis, dilatasi folikuler dengan
Pada gambaran histopatologi, biasanya ada adanya sumbatan, parakeratosis parafolikuler dan
infiltrat limfositik padat di dalam dermis.2 Sel-sel atrofi kelenjar sebacea.16
infiltrasi sebagian besar adalah limfosit T, dan Albinisme
limfosit sitotoksik (CD8) lebih banyak daripada Albinisme adalah kelainan pigmentasi yang
limfosit T helper (CD4) dengan rasio sekitar 4: 1. diturunkan secara resesif. Secara klinis albinisme
Serta makrofag yang tersebar, terdiri dari sebagian ditandai dengan kulit dengan pigmen yang terang
besar sel-sel inflamasi dalam halo nevus. Seperti atau tidak didapatkan pigmentasi pada kulit dan
terlihat dalam vitiligo, tidak ada melanosit dalam warna rambut yang putih keabuan atau berwarna
epidermis dalam komponen depigmentasi halo terang (Gambar 9). Meskipun abnormalitas
nevus, menunjukkan mekanisme etiologi yang pigmentasi yang berhubungan dengan albinisme
serupa.14 Infiltrate halo yang depigmentasi juga sangat beragam, namun semua tipe albinisme
menunjukkan tidak adanya pigmen melanin di ditandai dengan penurunan ketajaman penglihatan
lapisan basal. Limfosit terkadang berada di zona dan nistagmus. Tipe paling sering dari albinisme
halo dekat melanosit pada lesi yang baru terbentuk, adalah Oculocutaneous Albinsm Type 1 (OCA 1)
tetapi pada lesi yang telah berkembang lebih lanjut yang disebabkan karena hilangnya fungsi dari enzim
biasanya tidak dijumpai di lapisan basal.2 melanosit yakni enzim tirosinase akibat adanya
Nevus Depigmentosus mutasi dari gen TYR.1,7
Nevus depigmentosus adalah suatu kondisi Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan
yang jarang terjadi, ditandai dengan makula adanya penurunan secara parsial atau komplit dari
hipopigmentasi berbentuk sirkular, rectangular pigmen melanin di kulit dan bulbus rambut. Morfologi
(Gambar 7). Predileksi terletak di badan dan dan jumlah melanosit normal. Aktifitas tirosinase

9
berkurang pada melanosit di fase anagen pada tipe
OCA 1.2

A B

Gambar 6. Halo nevus. (A) Gambaran klinis ditandai nevus yang dikelilingi patch depigmentasi. (B) Gambaran
histopatologi ditandai adanya limfosit padat dalam dermis dan sel nevus diantara limfosit 14

A B

C D

Gambar 7. Nevus depigmentosus. (A) Gambaran klinis ditandai patch hipoigmentasi dengan batas tegas, tampak pola
isolated, terdiri dari lesi tunggal. (B) Pola segmental. (C) Gambaran histopatologi tampak penurunan pigmen melanin
secara signifikan pada lapisan basal kulit lesi (Mason Fontana, 200x) dibandingkan kulit normal pada gambar D.15

A B
Gambar 8. Pityriasis alba. (A) Gambaran klinis ditandai makula dan patch hipopigmentasi dengan batas tegas,
predileksi di wajah dan leher.1 (B) Gambaran histopatologi ditandai hyperkeratosis, parakeratosis fokal, spongiosis
minimal, penurunan melanosit di lapisan basal dan infiltrasi limfosit perivaskular 16

10
A B

Gambar 9. Albinism. (A) Gambaran klinis ditandai dengan tidak adanya pigmen pada kulit dan rambut, disertai iris
mata yang berwarna translusen.1 (B) Gambaran histopatologi didapatkan melanosit dengan jumlah dan morfologi yang
normal, tetapi tidak didapatkan adanya pigmen melanin (pewarnaan HE).2

Kesimpulan depigmentosus, pityriasis alba dan


Vitiligo merupakan penyakit kulit albinisme. Sedangkan gambaran
depigmentasi yang paling sering dijumpai histopatologinya serupa dengan area
dengan penyebab yang multifaktorial dan depigmentasi pada halo nevus. Sehingga
patogenesis belum diketahui secara pasti. pada kasus yang tidak khas ataupun masih
Tipe vitiligo yang paling sering terjadi adalah meragukan, penegakan diagnosis vitiligo
vitiligo generalisata yang terdiri dari vitiligo memerlukan pemeriksaan histopatologi
vulgaris, acrofasial dan campuran. Vitiligo menggunakan perwarnaan khusus seperti
memiliki gambaran klinis berupa makula atau Mason Fontana untuk melihat pigmen
patch depigmentasi berwarna seperti susu melanin. Kemampuan menegakkan
atau putih yang dikelilingi oleh kulit normal diagnosis vitiligo penting mengingat
dengan batas yang tegas. Lesi perjalanan klinis dan prognosis penyakit ini
hipopigmentasi vitiligo mirip dengan nevus tidak dapat diprediksi.

Daftar Pustaka rates of vitiligo by gender and age. Int J


1. Ezzedine K, Harris J.E. Vitiligo. In: Kang Dermatol. 2009; 48: 328-329
S., Amagai M., Bruckner A.L., Enk A.H., 6. Lanella G, Greco A, Didona D, et al.
Margolis D.J., McMichael A.J., Orringer Vitiligo: Pathogenesis, clinical variants
J.S., editor. Fitzpatrick’s Dermatology in and treatment approach. Elsevier. 2016;
General Medicine 9th edition. New York : 15: 335-343
McGraw-Hill. 2019. 1330-1350. 7. Birlea A. Stanca, Spritz A. Richard,
2. Patterson J.W., Hoshler G.A., Prenshaw Norris A. David. Fitzpatricks’s
K.L. Weedon’s Skin Pathology 5th Dermatology in General Medicine 8th
Edition. London: Elsevier. 2021. 979- edition. New York : Mc Graw-Hill. 2012;
981. 74:1108-1123
3. Alikhan A, Felsten LM, Daly M, Petronic- 8. Mohammed GF, Gomaa AH, Al-
Rosic V. Vitiligo: a comprehensive Dhubaibi MS. Highlights in pathogenesis
overview introduction, epidemilology, of vitiligo. World J Clin Cases. 2015;
quality of life, diagnosis, associations, 3(3): 221-30.
histopathology, etiology, and work-up. J 9. Ezzedine K, et al. Revised
Am Acad Dermatol. 2011; 65(3):473-91. classification/nomenclature of vitiligo
4. Faria, A. R., Tarlé, R. G., Dellatorre, G., and related issues: the Vitiligo Global
Mira, M. T., & Castro, C. C. Vitiligo--Part Issues Consensus Conference Pigment
2--classification, histopathology and Cell Melanoma Res. 2012; 25: 1-13
treatment. Anais brasileiros de 10. Kim Chan You, et al. Histopathologic
dermatologia. 2014; 89(5): 784-790 Features in Vitiligo. Am J
5. K.P. Kyriakis, I. Palamaras, E. Tsele, C. Dermatopathol. 2008; 30:112–116
Michailides, S. Terzoudi. Case detection

11
11. Smoller R. Bruce, Hiatt M. Kim.
Dermatopathology : The Basics. New
York : Springer. 2009; 1: 1-30
12. Chien, A. L., Mu, E. W., & Kang, S. Skin
in Osteogenesis Imperfecta.
Osteogenesis Imperfecta. 2014; 283–
288
13. Ezzedine K, Diallo A, Léauté-Labrèze C,
et al. Halo Nevi Association in
Nonsegmental Vitiligo Affects Age at
Onset and Depigmentation Pattern. Arch
Dermatol. 2012; 148(4): 497–502
14. Zhou H, Wu LC, Chen MK, Liao QM,
Mao RX, Han JD. Factors Associated
with Development of Vitiligo in Patients
with Halo Nevus. Chin Med J (Engl).
2017 Nov 20. 130 (22):2703-2708.
15. Kim SK, Kang HY, Lee ES, Kim YC.
Clinical and histopathologic
characteristics of nevus depigmentosus.
Journal of the American Academy of
Dermatology. 2006 Sep 1; 55(3): 423-8
16. Barnhill L Raymond. Dermatopathology.
Third Edition. New York : McGraw Hill.
2010; 2: 20-21, 345

12

Anda mungkin juga menyukai