Anda di halaman 1dari 8

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PARAPSORIASIS

A. Definisi
Parapsoariasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,
pada umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit terutama terdiri atas eritema dan
skuama, berkembangnya biasanya perlahan-lahan, perjalanannya umumnya kronik.
Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Brock pada tahun 1902 dengan ciri
sebagai berikut : jarang terdapat, keadaan umum penderita baik, umumnya tidak
disertai keluhan (kadang-kadang gatal ringan), perjalanannya perlahan-lahan dan
menahun, kelainan kulit berupa eritema dan skuama, dan terapinya sukar.
Parapsoriasis istilah yang digunakan untuk makulopapular didefinisikan dengan baik
lesi eritematosa yang terjadi pada usia pertengahan dan tua. Beberapa kasus
berkembang menjadi mikosis fungoides dan biopsi spesimen harus diambil dari setiap
plak. 1,2

B. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab penyakit ini belum diketahui. Penelitian sebelumnya memperlihatkan
bahwa penyakit ini mewakili tahap yang berbeda dari gangguan limfoproliperatif.
Kelainan tersebut ditandai dengan adanya infiltrat limfoid kutaneus superfisial yang
terdiri sel T CD4+.3
Patogenesis tidak diketahui, tapi sebagian orang menganggap itu terkait
dengan limfoma sel-T. Klonalitas sel-T dominan telah dibuktikan dalam banyak
kasus large-plaque parapsoriasis dan lebih sedikit dalam kasus small-plaque
parapsoriasis. Perbedaannya kemungkinan dari densitas sel T yang lebih rendah
pada small-plaque parapsoriasis.Sekarang ditetapkan bahwa setidaknya beberapa
large-plaque parapsoriasis dan variannya merupakan manifestasi dari tahap bercak
mikosis fungoides. Hal ini membantu menjelaskan perkembangan large-plaque
parapsoriasis ke bentuk limfoma lebih jelas sekitar 10% per dekade. Baru-baru ini,
1

konsep dermatitis klonal diajukan untuk menjelaskan gangguan limfoproliferatif selT yang mungkin merupakan tahap intermediet atau transisi antara dermatitis kronis
dan limfoma sel-T kutaneus. Studi retrospektif kecil menunjukkan bahwa dermatitis
klonal memiliki risiko progresif sekitar 20% ke limfoma sel-T kutaneus selama 5
tahun. Large-plaque parapsoriasis dan small-plaque parapsoriasis dapat dipandang
sebagai bentuk dermatitis klonal, meskipun hanya large-plaque parapsoriasis yang
tampaknya memiliki risiko signifikan terhadap perkembangan limfoma. 4,5,6

C. Epidemiologi
Diagnosis

parapsoriasis

jarang dibuat karena kriteria diagnosis

masih

kontroversial. Di Eropa lebih banyak dibuat diagnosis parapsoriasis daripada di


Amerika Serikat. Large Plaque Parapsoriasis (LPP) dan Small Plaque parapsoriasis
(SPP), secara umum dengan kejadian puncak pada dekade kelima. SPP menunjukkan
dominasi laki-laki pasti sekitar 3: 1. LPP lebih sering terjadi pada pria, tetapi
perbedaannya tidak begitu mencolok seperti di SPP. Keduanya terjadi pada semua
kelompok ras dan wilayah geografis. 1,7

D. Klasifikasi :
Dalam kepustakaan terdapat bermacam macam klasifikasi dan tidak terdapat
penyesuaian terhadap nomenklatur. Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3
bagian, yakni : 1,8
1. Parapsoriasis Gutata : bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria
dan relatif paling sering ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular.
Eritama dan skuama, dapat hemoragik, kadang-kadang berkonfluensi, dan
umumnya simetrik. Penyakit ini sembuh spontan tanpa menimbulkan sikatriks.
Tempat predileksi pada badan, lengan atas dan paha. Tidak terdapat pada kulit
kepala, muka, dan tangan.

2. Parapsoriasis Variegata. Kelainan terdapat pada badan, bahu, dan tungkai,


bentuknya seperti kulit zebra ; terdiri atas skuama dan eritema yang bergarisgaris.
3. Parapsoriasis En Plaques. Insiden penyakit ini pada orang kulit berwarna rendah.
Umumnya mulai pada usia pertengahan, dapat terus-menerus atau mengalami
remisi, lebih sering pada pria daripada wanita. Tempat predileksi pada badan dan
ekstremitas. Kelainan kulit berupa bercak eritematosa, permukaannya datar, bulat
atau lonjong, berdiameter 2,5 cm dengan sedikit skuama, berwarna merah jambu,
coklat, atau agak kuning. Bentuk ini sering berkembang menjadi mikosis
fungoides.
Parapsoriasis En Plaque ini terbagi menjadi 2 yaitu :
a.

Large-plaque parapsoriasis (LPP)

b.

Small- plaque parapsoriasis (SPP)

E. Diagnosis
Diagnosis pasien Parapsoriasis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis
(effloresensi), dan histopatologi.
Gejala Klinis
Pada small-plaque parapsoriasis, lesi biasanya muncul secara tersembunyi dan
asimptomatik pada tubuh dan lebih kurang meluas ke ekstremitas pada dewasa muda.
Lesi berupa bercak eritem bulat monomorfik atau oval, diameter 2,5-5 cm, dengan
sisik tipis. 8

Gambar 1. Small Plaque Parapsoriasis 5

Secara klinis, lesi large-plaque parapsoriasis bentuk oval atau tidak teratur,
asimptomatik atau bercak yang sedikit gatal atau plak yang sangat tipis, dengan
sebagian besar lesi dengan diameter lebih dari 5 cm, dan dengan sisik yang berkerut
dan hanya sedikit, teleangiektasis dan pigmentasi burik mungkin juga diamati.
Ukuran lesi stabil dan mungkin meningkat secara bertahap. Sebagian besar ditemukan
pada tubuh dan area fleksural, dan juga pada ekstremitas dan tubuh bagian atas,
terutama payudara pada wanita.7

Gambar 2 : Large-plaque Parapsoriasis pada payudara wanita 5

Histopatologik 1
1. Parapsoriasis Gutata, terdapat sedikit infiltrat limfohistiositik disekitar
pembuluh darah superficial, hyperplasia epidermal yang ringan, dan sedikit
spongiosis setempat.
2. Parapsoriasis

Variegata, epidermis tampak menipis disertai parakeratosis

setempat-setempat. Pada dermis terdapat infiltrate menyerupai pita terutama


terdiri atas limfosit.
3. Parapsoriasis en plaque, gambarannya tak khas mirip dermatitis kronik.

F. Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding ialah pitiriasis rosea dan psoriasis. Ruam pada
pitiriasis rosea juga terdiri dari eritema dan skuama, tetapi perjalanannya tidak
menahun seperti pada parapsoriasis. Perbedaan lain ialah pada pitiriasis rosea susunan
ruam sejajar dengan lipatan kulit dan kosta. Psoriasis berbeda dengan parapsoriasis,
karena pada psoriasis skuamanya tebal, kasar, berlapis-lapis, dan terdapat fenomena
tetesan lilin dan Auspitz. Selain itu gambaran histopatologiknya berbeda.1

Gambar 3. Tepi yang berbatas jelas dengan plak yang eritem pada pasein psoriasis.6

Gambar 4. Herald Patches pada Pitiriasis Rosea

G. Penatalaksanaan
Biasanya parapsoriasis yang asimptomatik tidak ada perawatan yang diperlukan.
Hasil pengobatan kurang memuaskan. Penyakit dapat membaik dengan penyinaran
ultraviolet atau kortikosteroid topikal seperti yang digunakan pada pasien psoriasis
tetapi lesi cenderung berulang ketika ini dihentikan. Fototerapi yang paling banyak
digunakan, radiasi yang berkerja paling baik bath PUVA atau narrow-band 311 nm.
Sinar matahari yang alami juga menjadi pengobatan pada small-plaque parapsoriasis.
Kortikosteroid topikal dosis sedang (6-metil prednisolon 0,25-1%) dalam kemasan
krim/salep/lotion dan emolien yang mengandung urea dapat digunakan untuk lesi
yang gatal atau meradang. Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering
kambuh. Dalam kepustakaan banyak sekali obat yang dicobakan, diantaranya :
kalsiferol, preparat ter, obat antimalaria, derivat sulfon, obat sitostatik, dan vitamin E.
Ada laporan pengobatan psoriasis gutata akuta dengan eritromisin (40 mg/kg BB)
dengan hasil baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek menghambat
kemotaksis neutrofil. Pada dasarnya pengobatan LPP maupun SPP perawatan sangat
diperlukan, menggunakan Emolien topikal dapat membantu mengontrol scaling,

UVB dan PUVA semua

membantu dalam meringankan gejala. Dan pemberian

steroid topikal harus digunakan dengan hati-hati. 1,4,6, 9

H. Prognosis
Seperti telah dikatakan parapsoariasis bersifat kronis dan residif, tidak ada obat
pilihan dan sebagian menjadi mikosis fungoides. 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adi. Dermatosis Eritroskuamosa. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. p. 195-6.
2. Buxton, Paul K. ABC of Dermatology. 4th edition. London: BMJ Publishing
Group; 2003. p.77.
3. Duarte IAG, Korkes KL. An evaluation of the treatment of parapsoriasis with
phototherapy. An Brass Dermatol 2013:306-308.
4. Hunter, John. Clinical Dermatology. 3th edition. Blackwell Publishing ; 2002.
p.67,69
5. Wood GS, Reizner G. Other Papulosquamous Disorders. In: Bolognia JL, Jorizzo
JL, Rapini RP. Dermatology. 2nd edition. US: Mosby Elsevier; 2008.
6. Papulosquamous

Disorder.

In:

W.Sterry,

R.Paus,

W.Burgdorf,

editors.

Dermatology. Germany: Thieme; 2006. p. 264,280.


7. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7th Ed. United state of America:
Mc Graw Hill; 2008. Page 236-238.
8. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis, Recalcitrant Palmoplantar Eruptions, Pustular
Dermatitis, and Erythroderma. In: D.James W, G.Berger T, M.Elston D, editors.
Andrew's Diseases Of The Skin ; Clinical Dermatology. 10 ed: Saunders Elsevier;
2006. p. 208.
9. Whittaker SJ. Cutaneus Lymphomas and Lymphocytic Infiltrats. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.7th edition.
UK: Wiley-Blackwell; 2010. p. 54.46-47.

Anda mungkin juga menyukai