Anda di halaman 1dari 12

Kortikosteroid adalah hormon yang disekresikan dibagian korteks kelenjar adrenal.

Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid adalah penyimpanan glikogen hepar dan efek

antiinflamasinya, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit sangat kecil.

Efek utama golongan mineralokortikoid adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,

sedangkan  pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil dan golongan

mineralokortikoid tidak mempunyai efek antiinflamasi.

Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologis yang

menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang berperan mengendalikan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, dan juga bersifat anti inflamasi dengan cara

menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil. Kelompok

lain dari kortikosteroid adalah mineralokortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi

mengatur kadar elektrolit dan air.

Korteks kelenjar adrenal dibagi dalam 3 zona yang mensintesis berbagai steroid.

Bagian luar yaitu zona glomerulosa menghasilkan mineralokortikoid, yaitu aldosteron yang

mempengaruhi keseimbangan elektrolit (mineral) cairan ekstraselular, terutama natrium dan

kalium. Tanpa mineralokortikoid, maka besarnya konsentrasi ion kalium dalam cairan

ekstraselular meningkat secara bermakna, konsentrasi natrium dan klorida akan berkurang,

dan volume total cairan ekstraselular dan volume darah juga akan sangat berkurang.

Bagian tengah, zona fasikulata dan lapisan terdalam zona retikularis mensintesis

glukokortikoid seperti kortisol/hidrokortison dan androgen adrenal. Kortisol memiliki efek

yaitu untuk merangsang proses glukoneogenesis. Sekresi kortikosteroid diatur oleh hormon

hipotalamus yaitu CRH (Corticotropin Releasing Hormone). CRH kemudian akan memberi
sinyal kepada hipofisis anterior untuk mengeluarkan ACTH. ACTH ini akan merangsang sel

fasikulata pada korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.

Farmakokinetik

Pada keadaan normal, >90% kortisol dalam plasma terikat pada protein. Hanya fraksi

kortikosteroid yang tidak terikat yang dapat memasuki sel dan menimbulkan efek. Jika

kortisol

plasma melebihi 20-30 μg/dL, CBG akan tersaturasi dan konsentrasi kortisol bebas akan

meningkat dengan cepat. Protein plasma yang mengikat sebagian besar hormon steroid

adalah:

1. Corticosteroid binding globulin (CBG, atau transkortin)

CBG adalah suatu α-globulin yang disintesis oleh hepar. CBG memiliki

afinitas tinggi terhadap steroid, namun kapasitas total bindingnya rendah.

CBG memiliki afinitas yang relatif tinggi terhadap kortisol, dan memiliki

afinitas rendah terhadap aldosteron. CBG akan meningkat pada kehamilan,

pemberian estrogen, dan hipertiroid. CBG menurun pada hipotiroid, defek

genetik pada sintesis, dan defisiensi protein.

2. Albumin disintesis oleh hepar, namun memiliki sifat yang berbeda dengan

CBG, dimana memiliki afinitas yang rendah terhadap steroid dan kapasitas

pengikatan yang tinggi. Kortikosteroid sintetik, seperti dexametason, sebagian

besar terikat pada albumin.

Waktu paruh kortisol pada sirkulasi adalah sekitar 60-90 menit; waktu paruh dapat

meningkat pada pemberian hidrokortison dalam dosis besar, pada keadaan stres, hipotiroid,

atau pada gangguan hepar. Steroid yang sudah terkonjugasi akan menjadi larut air (water
soluble) dan dapat diekskresikan melalui urin. Sekresi steroid juga dapat terjadi melalui bilier

dan fecal, namun dalam jumlah yang kurang bermakna.

Mekanisme kerja kortikosteroid

Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan non spesifik yang terkait dengan

mekanisme

yang berbeda dari aksi, termasuk antiinflamasi, imunosupresif ,antiproliferatif, dan efek

vasokonstriksi. Sebagian besar aksi dari kortikosteroid tersebut di mediasi olleh reseptor

intraseluller yang disebut reseptor glukokortikoid. Reseptor dari glukokortikoid aisoform

terletak di sitosol dan mengikat glukokortikoid yang mampu merangsang dan

menghambat transkripsi yang berdekatan, sehingga mengatur proses inflamasi.

Efek antiinflamasi

Kortikosteroid di duga memberikan efek anti inflamasi kuat dengan cara menghambat

pelepasan fosfolipase A2, enzim yang bertanggung jawab untuk pembentukan

prostaglandins, leukotriene, dan turunan lainnya dari jalur asam arakidonat.

Kortikosteroid juga menghambat faktor transkripsi, seperti aktifator protein I dan faktor

nuklir k, yang terlibat dalam aktifasi gen proinflamasi. kortikosteroid juga mengurangi dari

pelepasan interleuikin1 (IL1α ) pentingnya sitokin proinflamasi, dari keratinosit. Mekanisme

lainnya untuk efek antiinflamasi kortikosteroid meliputi penghambatan fagositosis dan

stabilisasi membran lisosom sel fagosit.

Efek imunosupresif

Kortikosteroid menekan produksi dan efek dari faktor humoral yang terlibat dalam

respon inflamasi, menghambat migrasi leukosit ke situs peradangan, dan mengganggu fungsi

sel endotel, granulosit, sel mast, dan fibroblas. Selain itu, beberapa sitokin secara langsung
dipengaruhi oleh kortikosteroid, termasuk IL1, tumor necrosis factor , granulositmakrofag

colonystimulating factor, dan IL8. Efek ini juga mungkin α akibat dari aksi steroid pada sel-

sel antigen.

Efek antiproliferatif

Efek antiproliferatif kortikosteroid topikal di perentarai oleh penghambatan sintesis

DNA

dan mitosis, sebagian menjelaskan tindakan terapi obat ini dalam skala dermatosis.

Mereka dikenal untuk mengurangi ukuran keratinosit dan proliferasi. Aktivitas fibroblast

dan pembentukan kolagen juga dihambat oleh kortikosteroid topikal.

Vasokontriksi

Mekanisme kortikosteroid menginduksi vasokonstriksi belum sepenuhnya jelas. Hal

ini

diduga terkait dengan penghambatan vasodilator alami seperti histamin, bradikinin, dan

prostaglandin. Steroid topikal menyebabkan kapiler dalam dermis superfisial mengerut,

sehingga mengurangi eritema. Kemampuan agen kortikosteroid diberikan untuk

menyebabkan vasokonstriksi biasanya berkorelasi dengan potensi antiinflamasi

Cara penggunaan

Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral, intramuskular,

intravena. Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan keparahan penyakit.

Kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang. Jika

digunakan kurang dari 3 – 4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis

yang paling kecil dengan masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk

meminimal efek samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan

terjadi umpan balik yang maksimal dari sekresi ACTH.


Kortikosteroid yang banyak dipakai adalah prednison karena telah lama digunakan

dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan metilprednisolon karena prednison

dimetabolisme dihepar menjadi metilprednisolon. Pada penderita dengan hipertensi,

gangguan jantung, atau keadaan lain yang retensi garam merupakan masalah, maka dipilih

kortikosteroid yang efek kortikosteroidnya sedikit/tidak ada, lebih-lebih bila diperlukan dosis

kortikosteroid yang tinggi. Kortikosteroid yang memberi banyak efek mineralokortikoid

jangan dipakai pada pemberian jangka panjang (lebih dan pada sebulan).

Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah mengalami

perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur (tapering off) agar penyakitnya tidak

mengalami eksaserbasi dan tidak terjadi sindrom putus obat. Pada sindrom putus obat

terdapat keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan yang jarang melebihi 39°C.

Terjadinya efek samping tergantung pada dosis, lama pengobatan dan macam kortikosterid.

Pada pengobatan jangka pendek (beberapa hari / minggu) umumnya tidak terjadi efek

samping yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan / tahun)

dapat terjadi efek samping sebagai berikut.

Tempat Macam efek samping


1 Saluran cerna Tukak lambung, hipersekresi asam lambung, pankreatitis,
ileitis regional, kolitis ulseratif.
2 Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu
3 Tulang dan sendi Gangguan pertumbuhan (anak), Osteoporosis, kompresi
vertebra, skoliosis, nekrosis avaskular
4 Kulit Hirsutisme, hipotropi, striae atrofise, dermatosis akneiformis,
purpura
5 Mata Glaukoma dan katarak
6 Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit, hipokalemi
7 Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah, gagal jantung
8 Kelenjar adrenal bagian
Atrofi, tidak bisa melawan stres
kortek
9 Metabolisme protein, Kebilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia, gula
KH dan lemak meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.
10 Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium.(astenia, paralisis,
tetani, aritmia kor)
11 Sistem immunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes
simplek dan keganasan dapat timbul
Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat menopause.

Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas moon face, buffalo hump,

penebalan lemak suprakavikula, obesitas sentral, striae atrofise, purpura, dermatosis

akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri kepala, pseudotumor

serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan keadaan ateroskierosis

dipercepat.

Klasifikasi

Sediaan kortikosteroid sistemik dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan

dosis ekuivalen, potensi glukokortikoid (GK), potensi mineralokortikoid (MK), waktu paruh

plasma (WPP) dan waktu paruh biologis (WPB).

Dosis Potensi
Potensi WPP WPB
Macam Kortikosteroid ekuivalen mineralok
glukokortikoid (menit) (Jam)
(mg) ortikoid
1. Kerja singkat
a. Hidrokortison 1 20 2+ 60-120 8-12
b. Kortison 0,8 25 2+ 30-9 8-12
2. Kerja sedang
a. Prednison 4 5 +1 60 24-36
b. Metilprednisolon 5 4 0 180 24-36
e. Triamsinolon 5 4 0 78-188 24-36

3. Kerja lama
a. Deksametason 20-30 0,75 0 100-300 36-54

Pada tabel diatas terlihat bahwa metilprednisolon, triamsinolon dan deksametason

tidak mempunyai efek mineralokortikoid. Hampir semua golongan kortikosteroid mempunyai


efek glukokortikoid. Pada tabel ini obat disusun menurut kekuatan (potensi) dan yang paling

lemah sampai yang paling kuat. Dksametason mempunyai potensi paling kuat dengan waktu

paruh 36-54 jam. Sedangkan kortison dan hidrokortison mempunyai waktu paruh paling

singkat yaitu kurang dari 12 jam. Harus diingat semakin kuat potensinya semakin besar efek

samping yang terjadi.

Selama penggunaan kortikosteroid tetap perlu dilakukan evaluasi diantaranya

menanyakan kepada pasien terjadinya poliuri, polidipsi, nyeri abdomen, demam, gangguan

tidur dan efek psikologi. Penggunaan glukokortikoid dosis besar mempunyai kemungkinan

terjadi efek yang serius terhadap afek bahkan psikosis. Berat badan dan tekanan darah tetap

selalu di monitor. Elektrolit serum, kadar gula darah puasa, kolesterol, dan trigliserida tetap

diukur dengan regular. Pemeriksaan tinja perlu dilakukan pada kasus darah yang

menggumpal. Selain itu, pemeriksaan lanjut pada mata karena ditakutkan terjadinya katarak

dan glaukoma.

Dosis inisial kortikosteroid sistemik perhari untuk orang dewasa pada berbagai

dermatosis

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

Dermatitis Metilprednisolon 16-24 mg dosis terbagi

Erupsi alergi obat


Metilprednisolon 24-32 mg dosis terbagi
ringan

SSJ dan NET Metilprednisolon 1-3 x 62,5 mg

Eritroderma Metilprednisolon 40-62,5 mg dosis terbagi

Reaksi lepra Metilprednisolon 24-48 mg

Pemfigoid bulosa Metilprednisolon 32-62,5 mg dosis terbagi

Pemfigus vulgaris Metilprednisolon 40-125 mg dosis terbagi


Kortikosteroid topikal bagi menjadi 7 golongan besar, diantaranya berdasarkan anti

inflamasi dan anti mitotik, Golongan 1 yang paling kuat daya anti inflamasi dan anti

mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).

Kiasifikasi Nama Dagang Nama Generik


Golongan 1: (super poten) Diprolene ointment 0,05% betamethason dipropionate
Diprolene AF cream
Psorcon ointment 0,05% diflorasone diacetate
Temovate ointment 0,05% clobetasol propionate
Temovate cream
Olux foam
Ultravate ointment 0,05% halobetasol propionate
Ultravate cream
Golongan II: (potensi tmggi) Cyclocort ointment 0,1% ameinonide
Diprosone ointment 0,05% betamethasoiie dipropionate
Elocon ointment 0,01% mometasone fuorate
Florone ointment 0,05% diflorasone diacetate
Halog ointment 0,01% halcinonide
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment 0,05% fluocinonide
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate ointment 0,05% betamethasone dipropionate
Maxivate cream
Topicort ointment 0,25% desoximetasone
Topicort cream
Topicort gel 0,05% desoximetasone
Golongan III: (potensi finggi) Aristocort A ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Cultivate ointment 0,005% fluticasone propionate
Cyclocort cream 0,1 amcinonide
Cyclocort lotion
Diprosone cream 0,05% betamethasone dipropionate
Flurone cream 0,05% diflorosone diacetate
Lidex E cream 0,05% fluocmomde
Maxiflor cream 0,05% diflorosone diacetate
Maxivate lotion 0,05% betamethasone dipropionate
Topicort LP cream 0,05% desoxitnetasone
Valisone ointment 0,01% betamethasone valerate
Golongan IV: (potensi Aristocort omtment 0,1% traamcinolone acetomde
medium) Cordran ointment 0,05% flurandrenolide
Elocon cream 0,1% mometasone furoate
Elocon lotion
Kenalog ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Kenalog cream
Synalar ointment 0,025% fluocinolone acetonide
Westcort ointment 0,2% hydrocortisone valerate
Golongan V: (potensi Cordran cream 0,05% flurandrenolide
medium) Cutivate cream 0,05% fluticasone propionate
Dermatop cream 0,1% prednicarbate
Diprosone lotion 0,05% betamethasone dipropionate
Kenalog lotion 0,1% triamcinolone acetonide
Locoid ointment 0,1% hydrocortisone butyrate
Locoid cream
Synalar cream 0,025% fluocinolone acetonide
Tridesilon ointment 0,05% desonide
Valisone cream 0,1% betamethasone valerate
Westcort cream 0,2% hydrocortisone valerate
Golongan VI: (potensi Aclovate ointment 0,05% aclometasone
medium) Aclovate cream
Aristocort cream 0,1% triamcinolone acetonide
Desowen cream 0,05% desonide
Kenalog cream 0,025% triamcinolone acetonide
Kenalog lotion
Locoid solution 0,1% hydrocortisone butyrate
Synalar cream 0,01% fluocinolone acetonide
Synalar solution
Tridesilon cream 0,05% desonide
Valisone lotion 0,1% betamethasone valerate
Golongan VII: Potensi Obat topical dengan
lemah) hidrokortison,
dekametason,
glumetalone,
prednisolone, dan
metilprednisolone

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk

suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatjf dan

supresjf terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada

kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada anak-anak dan
usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada

dermatitis kontak alergik, dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan

kronis dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis

atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.

Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih hati-hati.

Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit efek samping

terhadap pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan dalam jangka waktu

yang singkat. Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping yang tinggi karena kulit

bayi masih belum sempurna dan fungsinya belum berkembang seutuhnya. Secara umum,

kulit bayi lebih tipis, ikatan sel-sel epidermisnya masih longgar, lebih cepat menyerap obat

sehingga kemungkinan efek toksis lebih cepat terjadi serta sistem imun belum berfungsi

secara sempurna. Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi steroid topikal

meningkat. Selain itu, pada geriatric juga telah mengalami kulit yang atropi sekunder karena

proses penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan secara tidak sering, waktu singkat

dan dengan pengawasan yang ketat.

Steroid topikal terdiri dan berbagai macam vehikulum dan bentuk dosis. Salep

(ointments) ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi

seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Jenis

ini merupakan yang terbaik untuk pengobatan kulit yang kering karena banyak mengandung

pelembab. Selain itu juga baik untuk pengobatan pada kulit yang tebal contoh telapak tangan

dan kaki. Salep mampu melembabkan stratum komeum sehingga meningkatkan penyerapan

dan potensi obat. Krim adalah suspensi minyak dalam air. Krim meniiliki komposisi yang

bervaniasi dan biasanya lebih berminyak dibandingkan ointments tetapi berbeda pada daya

hidrasi terhadap kulit. Banyak pasien lebih mudah menemukan krim untuk kulit dan secara

kosmetik lebih baik dibandingkan ointments. Meskipun itu, krim terdiri dari emulsi dan
bahan pengawet yang mempermudah terjadi reaksi alergi pada beberapa pasien. Lotion

(bedak kocok) tediri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin

sebagai bahan perekat, lotion mirip dengan krim. Lotion terdiri dan agents yang membantu

melarutkan kortikosteroid dan lebih mudah menyebar ke kulit. Solution tidak mengandung

minyak tetapi kandungannya terdini dan air, alkohol dan propylene glycol. Gel komponen

solid pada suhu kamar tetapi mencair pada saat kontak dengan kulit. Lotion, solution, dan gel

memiliki daya penyerapan yang lebih rendah dibandingkan ointment tetapi berguna pada

pengobatan area rambut contoh pada daerah scalp dimana lebih berminyak dan secara

kosmerik lebih tidak nyaman pada pasien.

Efek samping terjadi bila:

1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan

2. Penggunaan kortikosteroid topilcal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau

penggunaan secara okiusif

Harus diingat bahwa makin tinggi potensi kortikosteroid topikal, makin cepat terjadinya efek

samping. Gejala efek samping:

1. Atrofi

2. Strie atrofise

3. Purpura

4. Dermatosis akneiformis

5. Hipopigmentasi

6. Menghambat penyembuhan ulkus

7. Infeksi mudah terjadi dan meluas

8. Gambaran kilnis penyakit infeksi menjadi kabur

Anda mungkin juga menyukai