Anda di halaman 1dari 3

Kortikosteroid dan efek sampingnya Penggunaan dan mekanisme kerja

kortikosteroid

Kortikosteroid dan efek sampingnya Penggunaan dan mekanisme kerja kortikosteroid


Kortikosteroid adalah hormon yang disintesis di korteks adrenal, berasal dari kolesterol
dengan struktur utama siklopentanoperhidrofenantren dan hasil akhir berupa aldosteron dan
kortisol (21 atom C). Selain kortikosteroid juga dihasilkan androgen lemah (19 atom C).
Istilah kortikosteroid sendiri sebenarnya mengacu baik kepada glukokortikoid dan
mineralokortikoid, namun dalam penggunaan sehari-hari lebih banyak mengacu kepada
glukokortikoid saja. Kortikosteroid bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan sintesis
protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya
di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma
sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan
konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini
menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang
akan menghasilkan efek fisiologik steroid. Kortikosteroid memiliki dua efek utama, yaitu
dalam metabolisme dan inflamasi. Kortikosteroid berfungsi dalam proses glukoneogenesis di
hati, lipolisis dan mobilisasi asam amino (sebagai substrat untuk glukoneogenesis) serta
menghambat/inhibisi ambilan glukosa di otot dan jaringan adiposa. Sedangkan untuk efek
antiinflamatiknya, efek tersebut terjadi melalui penekanan pembentukan berbagai mediator
inflamasi (fosfolipase A, cyclooxigenase, degranulasi sel mast), menghambat fungsi
makrofag, dan bekerja dalam keadaan inflamasi akut maupun kronik. Penggunaan
kortikosteroid dapat dibagi sebagai terapi substitusi hormon maupun terapi non endokrin.
Untuk terapi substitusi hormon, kortikosteroid diberikan kepada penderita insuffisiensi
adrenal, sedangkan untuk terapi non-endokrin antara lain untuk pengobatan arthritis, asthma
bronkial, alergik, penyakit kulit (dermatitis), shock anafilaktik, penyempurnaan fungsi paru
pada fetus dll. Efek samping kortikosteroid Kortikosteroid jarang menimbulkan efek samping
jika hanya digunakan dalam waktu singkat dan non-sistemik. Namun apabila digunakan
untuk jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beragam efek samping. Ada dua
penyebab timbulnya efek samping pada penggunaan kortikosteroid. Efek samping dapat
timbul karena penghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus menerus terutama
dengan dosis besar. Efek samping yang dapat timbul antara lain: - Insufisiensi adrenal
akut/krisis adrenal Pemberian kortikosteroid jangka lama (>2 minggu) yang dihentikan secara
mendadak dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut (krisis adrenal). Insufisensi adrenal
akut sebaiknya dibedakan dari Addison disease, di mana pada Addison disease terjadi
destruksi adrenokorteks oleh bermacam penyebab (mis.autoimun, granulomatosa, keganasan
dll). Insufisiensi adrenal akut terjadi akibat penekanan sumbu hipothalamus-hipofisis-adrenal
oleh kortikosteroid eksogen, sehingga kelenjar adrenal kurang memproduksi kortikosteroid
endogen. Pada saat kortikosteroid eksogen dihentikan, terjadilah kekurangan kortikosteroid
(endogen). Dapat terjadi kehilangan ion Na+ dan shock, terkait aktivitas mineralokortikoid
yang ikut berkurang. Gejala yang timbul antara lain gangguan saluran cerna, dehidrasi, rasa
lemah, hipotensi, demam, mialgia, dan arthralgia. Hal ini diatasi dengan pemberian
hidrokortison, disertai asupan air, Na+, Cl-, dan glukosa secepatnya. Untuk menghindari
insufisiensi adrenal maka penghentian penggunaan kortikosteroid harus secara perlahan
/bertahap. - Habitus Cushing Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu lama
menyebabkan kondisi hiperkortisme sehingga menimbulkan gambaran habitus Cushing.
Kortikosteroid yang berlebihan akan memicu katabolisme lemak sehingga terjadi redistribusi
lemak di bagian tertentu tubuh. Gejala yang timbul antara lain moon face, buffalo hump,
penumpukan lemak supraklavikular, ekstremitas kurus, striae, acne dan hirsutism. Moon face
dan buffalo hump disebabkan redistribusi/akumulasi lemak di wajah dan punggung. Striae
(parut kulit berwarna merah muda) muncul akibat peregangan kulit (stretching) di daerah
perut yang disebabkan oleh akumulasi lemak subkutan. - Hiperglikemia dan glikosuria
Karena kortikosteroid (glukokortikoid) berperan dalam memetabolisme glukosa yaitu melalui
peningkatan glukoneogenesis dan aktivitas enzim glukosa-6-pospat, maka akan timbul gejala
berupa peninggian kadar glukosa dalam darah sehingga terjadi hiperglikemia dan glikosuria.
Dapat juga terjadi resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa, sehingga menyebabkan
diabetes steroid (steroid-induced diabetes). - Penurunan absorpsi kalsium intesinal Penelitian
menunjukkan bahwa betametason serta prednison menyebabkan penurunan absorpsi kalsium
di intestinal dalam jumlah signifikan. Hal ini dapat membuat keseimbangan kalsium yang
negatif. - Keseimbangan nitrogen negatif Kortikosteroid juga menyebabkan mobilisasi asam
amino dari jaringan ekstrahepatik, yang digunakan sebagai substrat untuk glukoneogenesis.
Hal ini menyebabkan tingginya kadar asam amino dalam plasma, peningkatan pembentukan
urea, dan keseimbangan nitrogen negatif. - Mudah terkena infeksi Kortikosteroid selain
memiliki efek metabolik juga memiliki efek antiinflamatik. Efek antiinflamatik ini terjadi
melalui mekanisme salah satunya penekanan aktifitas fosfolipase sehingga mencegah
pembentukan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan leukotrien. Penekanan sistem imun
ini bermanfaat untuk menghentikan reaksi peradangan, namun dapat memudahkan pasien
terkena infeksi. Oleh karena itu pada pemberian kortikosteroid sebagai antiinflamatik
sebaiknya disertakan dengan pemberian antibiotik/antifungal untuk mencegah infeksi. -
Tukak peptik Tukak peptik merupakan komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada
pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan radiologi terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan. Pemberian
dosis besar sebaiknya dilakukan pada waktu lambung berisi, dan di antara waktu makan
diberikan antasida (bila perlu). Perforasi yang terjadi sewaktu terapi kortikosteroid dosis
besar sangat berbahaya karena dapat berlangsung dengan gejala klinis minimal. -
Osteoporosis (steroid-induced osteoporosis) Kortikosteroid dapat menurunkan kadar Ca2+
dalam darah dengan cara menghambat pembentukan osteoklast, namun dalam jangka waktu
lama malah menghambat pembentukan tulang (sintesis protein di osteoblast) dan
meningkatkan resorpsi sehingga memicu terjadinya osteoporosis. Selain itu juga menurunkan
absorpsi Ca2+ dan PO43- dari intestinal dan meningkatkan ekskresinya melalui ginjal,
sehingga secara tidak langsung akan mengaktifkan PTH yang menyebabkan resorpsi. Salah
satu komplikasinya adalah fraktur vertebra akibat osteoporosis dan kompresi. - Miopatik
Katabolisme protein akibat penggunaan kortikosteroid yang dapat menyebabkan
berkurangnya massa otot, sehingga menimbulkan kelemahan dan miopatik. Miopatik
biasanya terjadi pada otot proksimal lengan dan tungkai, bahu dan pelvis, dan pada
pengobatan dengan dosis besar. Miopatik merupakan komplikasi berat dan obat harus segera
dihentikan. - Psikosis Psikosis merupakan komplikasi berbahaya dan sering terjadi.
Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan elektrolit dalam otak,
sehingga mempengaruhi kepekaan otak. Berbagai bentuk gangguan jiwa dapat muncul, antara
lain: nervositas, insomnia, psikopatik, skizofrenik, kecenderungan bunuh diri. Gangguan jiwa
akibat penggunaan hormon ini dapat hilang segera atau dalam beberapa bulan setelah obat
dihentikan. - Hiperkoagubilitas darah Hiperkoagulabilitas darah dengan kejadian
tromboemboli telah ditemukan terutama pada pasien yang mempunyai penyakit yang
memudahkan terjadinya trombosis intravaskular. Pengobatan kortikosteroid dosis besar pada
pasien ini, harus disertai pemberian antikoagulan sebagai terapi profilaksis. - Pertumbuhan
terhambat Pada anak-anak penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan pertumbuhan
terhambat. Mekanisme terjadinya melalui stimulasi somatostatin, yang menghambat growth
hormone. Selain itu kortikosteroid menyebabkan kehilangan Ca2+ melalui ginjal, akibatnya
terjadi sekresi PTH yang meningkatkan aktivitas osteoklast meresorpsi tulang. Kortikosteroid
juga menghambat hormon-hormon gonad, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan
proses penulangan sehingga menghambat pertumbuhan. - Peningkatan tekanan darah
Kortikosteroid dengan efek mineralokortikoidnya dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah/hipertensi. Yaitu efek retensi sodium yang mengakibatkan retensi air dan peninggian
tekanan darah. Beberapa obat dengan efek mineralokortikoid kuat antara lain fludrokortison
dan hidrokortison. - Glaukoma (steroid-induced glaucoma) Patofisiologi glaukoma akibat
kortikosteroid belum diketahui dengan baik. Diduga terdapat defek berupa peningkatan
akumulasi glikosaminoglikan atau peningkatan aktivitas respons protein trabecular-meshwork
inducible glucocorticoid (TIGR) sehingga menyebabkan obstruksi cairan. Selain itu bukti lain
mengisyaratkan terjadi perubahan sitoskeleton yang menghambat pinositosis aqueous humor
atau menghambat pembersihan glikosaminoglikans dan menyebabkan akumulasi. Dan masih
ada beberapa efek samping lain seperti katarak, peninggian kolesterol LDL, ginekomastia,
akne, virilisasi, pembesaran prostat, sterilitas dll. Mekanisme terjadinya beragam efek
samping ini masih ada yang belum diketahui dan sedang diteliti. Untuk menghindari efek
samping yang tidak diinginkan tsb, diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan
sebelum obat digunakan: 1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus
ditetapkan dengan trial and error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perubahan penyakit, 2. Suatu dosis tunggal kortiksteroid umumnya tidak berbahaya, 3.
Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak
membahayakan kecuali dosis sangat besar, 4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2
minggu/lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek lethal
potensial akan bertambah. Awasi dan sadari risio pengaruhnya terhadap metabolisme
terutama bila gejala terkait muncul misalnya diabetes resistensi insulin, osteoporosis,
lambatnya penyembuhan luka, 5. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan
kortikosteroid bukan terapi kausal melainkan hanya paliatif saja, 6. Penghentian pengobatan
tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi
adrenal yang hebat dan mengancam jiwa. Secara ringka dapat dikatakan bahwa bila
kortikosteroid akan digunakan untuk jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal
yang masih efektif melalui trial and error. Dosis awal harus kecil kemudian secara bertahap
ditingkatkan, dan diturunkan secara bertahap pula. Untuk terapi yang bertujuan mengatasi
keadaan yang mengancam, dosis awal haruslah cukup besar, dan bila dalam beberapa hari
belum terlihat efeknya dosis dapat dilipatgandakan. Sedangkan untuk keadaan yang tidak
mengancam jiwa, kortikosteroid dosis besar dapat diberikan untuk waktu singkat selama
tidak ada kontraindikasi spesifik. Sebelum mengambil keputusan, dokter harus dapat
mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan bahaya akibat penyakit itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai