Anda di halaman 1dari 21

 Glukokortikoid, mineralokortikoid dan hormon-hormon kelamin

merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh bagian kulit (cortex)


kelenjar anak ginjal/kelenjar adrenal.
 Glukortikoid (kortisol) berfungsi terhadap metabolisme karbohidrat,
pertukaran protein, pembagian lemak dan reaksi peradangan.
 Sekresi kortisol memperlihatkan ritme circadian (ritme siang –malam) naik di
waktu pagi dan sepanjang hari menurun lagi.
 Produksi kortisol total sehari kurang lebih 20-30 mg pada kondisi strees
produksi meningkat sampai 100-200 mg
 Mineralokortikoid : aldosteron (prekusornya adalah kortikosteron dan
desoksikorton), hormon ini terutama mempengaruhi metabolisme
garam dan air, produksi hormon ini juga dipengaruhi oleh penggunaan
garam.
 Aldosteron dan prekusornya juga mempunyai efek seperti
glukokortikoid (sekitar 30% dibanding kortisol),
 Demikian juga kortisol memiliki efek mineralokotikoid tetapi relatif
kecil.
1. Efek glukokortikoid :
a. Efek anti radang (anti-inflamasi), misalnya akaibat trauma, alergi, infeksi,
juga berkhasiat merintangi terbentuknya cairan peradangan dan udem
setempat, misalnya selama radiasi sinar-x di daerah kepala
b. Daya imunosupresif & antialergi, reaksi imun dihambat, migrasi dan
aktivitas limfosit T/B dan makrofag dikurangi.
c. Peningkatan glukoneogenesis, pembentukan glukosa distimulasi,
penggunaan di jaringan perifer dikurangi penyimpanan sebagai glikogen
ditingkatkan
d. Efek katabol, yaitu merintangi pembentukan protein dari asam
amino, sedangkan pengubahannya menjadi glukosa dipercepat.
akibat efek katabol adalah terhambatnya pertumbuhan anak-
anak, penyembuhan tukak lambung dipersulit, tejadi
osteoporosis.
e. Pengubahan pembagian lemak, yang terkenal adalah
penumpukan lemak diatas tulang selangka dan muka (sehingga
menjadi bundar “moon face”), juga di perut dan belakang
tengkuk.

2. Efek mineralokortikoid
 yaitui retensi natrium dan air oleh tubuli ginjal, sedangkan
kalium ditinggkatkan ekskresinya.
 Terapi subtitusi, digunakan pada insufisiensi adrenal, seperti pada
penyakit addison (rasa letih, kurang tenaga dan otot lemah akibat
kekurangan kortisol). Dalam hal ini diberikan hidrokortison karena
efek mineralokortikoidnya paling kuat.
 Terapi non-spesifik, yaitu berdasar efek anti-radang, anti-alergi dan
imunosupresif. Juga untuk menghilangkan perasaan tidak enak
(malaise). Umumnya diberikan prednisolon, triamsinolon, &
deksametason.
 Ulkus peptikum,
 Sakit jantung atau hipertensi
 Congestive heart failure
 Infeksi
 Psikosis
 Diabetes
 Osteoporosis
 Glaukoma
 Infeksi herpes simplex
 Kerja Singkat : Hidrokortison, Kortison
 Kerja Sedang: Prednison, Metil Prednisolon,
Predisolon, Triamsinolon
 Kerja Lama: Betametason, Parametason,
Deksametason
 Pada mata : radang selaput mata, selaput-bening, radang pinggir
kelopak mata. contohnya adalah hidrocortison, prednisolon,
deksametason, betametason, fluormetolon. Obat-obat ini mempunyai
aktivitas relatif lemah dan sedikit diserap ke dalam darah. Tidak boleh
diberikan pada gangguan mata lain (gatal2 dan mata merah) karena
efek sampingnya adalah katarak dan glaucoma.
 Di telinga pada radang gendang telinga, biasanya dikombinasi dengan
antibiotik
 Di hidung (intranasal), digunakan sebagai spray untuk rhinitis, polip
untuk menghambat pertumbuhannya.
 Di mulut, untuk asma
 Rektal, digunakan sebagai supositoria pada wasir yang meradang,
biasanya dikombinasi dengan anestetik lokal (lidokain)
 Intra-artikuler, pada radang sendi, biasanya disuntikan hidrokortison
atau triamsinolon diantara sendi-sendi.
1. Efek samping glukokortikoid yang penting adalah:
1.a. Sindrom Cushing, gejala utamanya adalah retensi cairan di
jaringan-jaringan yang menyebabkan naiknya berat badan dengan
pesat, muka menjadi bundar (moon face) adakalanya kaki tangan
gemuk bagian atas, selain itu terjadi penumpukan lemak di bahu dan
tengkuk, kulit menjadi tipis dan mudah terluka, timbul garis kebiru-
biruan (akibat pendarahan di bawah kulit.)
1.b. Kelemahan otot (myopathie steroid), khusus dari anggota badan dan
bahu. Lebih sering terjadi pada hidrokortison dari pada derivat
sintesisnya.
1.c. Osteoporosis (rapuh tulang) karena menyusutnya tulang dan resiko
besar akan fraktur bila terjatuh. Efek ini terutama pada penggunaan
lama prednison diatas 7,5 mg sehari (ekivalen dengan dosis
glukokortikoid lain), seperti pada rema dan asma hebat. Pencegahan
dilakukan dengan vit D3 + kalsium, masing2 500 UI dan 1000 mg
sehari.
1.d. Merintangi pertumbuhan pada anak-anak, akibat dipercepatnya
penutupan epifysis tulang pipa
1.e. Diabetogen. Penurunan toleransi glukosa dapat menimbulkan
hiperglikemia dengan efek menjadi diabetes atau memperhebat
diabetes, penyebabnya adalah stimulasi pembentukan glukosa dalam
hati.
1.f. Imunosupresi, yaitu menekan reaksi tangkis tubuh, seperti yang
terjadi pada trasplantasi organ. Jumlah dan aktivitas limfosit-T/B dan
makrofak dikurangi, efeknya adalah daya tangkis tubuh turun sehingga
lebih peka terhadap infeksi kuman patogen.
1.g. Antimitosis yaitu menghambat pembelahan sel, terutama kortikoida-
fluor yang kuat yang hanya untuk penggunaan dermal.
2. Efek samping mineralokortikoid berupa :
 Hipokalemia akibat kehilangan kalium melalui kemih, bisa terjadi
kejang, kelemahan otot, aritmia jantung
 Udema dan berat badan meningkat karena retensi garam dan air, juga
resiko hipertensi dan gagal jantung.
3. Efek samping umum adalah :
 Efek sentral (atas SSP) berupa gelisah, rasa takut, sukar tidur, depresi.
 Efek adrogen, seperti acne, dan gangguan haid
 Cataract dan kenaikan tekanan okuler, juga bila digunakan sebagai
tetes mata, resiko glaukoma meningkat.
 Bertambahnya sel-sel darah
 Bertambahnya nafsu makan dan berat badan
 Reaksi hipersensitivitas.

Penghentian kortikosteroid yang diberikan secara sistemik sebaiknya
dilakukan secara bertahap pada pasien yang tidak mempunyai kemungkinan
terjadinya kekambuhan penyakit dan mempunyai kondisi sebagai berikut:
 Baru saja menerima pengobatan berulang (terutama jika digunakan selama
lebih dari tiga minggu).
 Menjalani pengobatan jangka pendek dalam waktu setahun setelah
penghentian terapi jangka panjang.
 Supresi adrenal yang disebabkan oleh penyebab lain.

 Menerima prednisolon lebih dari 40 mg sehari (atau yang setara).

 Diberikan dosis pada malam hari berulang-ulang.

 Menjalani pengobatan lebih dari 3 minggu.


 Pemberian kortikosteroid secara sistemik mungkin dapat dihentikan
secara tiba-tiba/ mendadak pada kondisi di mana penyakit tidak
mungkin kambuh dan yang telah menerima pengobatan selama 3
minggu atau kurang serta yang tidak termasuk pada kelompok pasien
yang telah disebutkan di atas.
 Selama penghentian kortikosteroid, dosis dapat dikurangi dengan
cepat sampai mencapai dosis fisiologis (setara dengan prednisolon 7,5
mg sehari) dan kemudian dikurangi secara lebih perlahan.
Pengamatan penyakit diperlukan selama proses penghentian
pengobatan untuk memastikan bahwa penyakit tidak kambuh.
 Gejala withdrawal syndrome adalah gejala yang timbul ketika seseorang menggunakan
steroid jangka panjang dan tiba-tiba menghentikan obatnya. Steroid yang dikonsumsi dapat
berupa suntikan, transdermal, atau diminum. Gejala dan tanda yang tampak pada
withdrawal syndrome antara lain:
 Kelemahan umum

 Rasa pegal-pegal

 Penurunan nafsu makan

 Penurunan berat badan

 Mual

 Muntah

 Diare

 Nyeri perut

 Tekanan darah rendah (hipotensi)

 Rasa melayang

 Kadar gula darah yang rendah (hipoglikemi)

 Perubahan siklus menstruasi


 Glaukoma
  Glaucoma is a condition in which there is damage to the optic nerve,
often related to elevated intraocular pressure (IOP). The result of this
damage is a progressive, permanent vision loss. Steroid use can cause
an increase in IOP by increasing the expression of ocular extracellular
matrix proteins, thus increasing resistance to the outflow of aqueous
from the eye.5 The risk of steroid-induced glaucoma depends on the
duration of use and potency of the steroids themselves as well as the
individual’s baseline risk for glaucoma.6-8 The risks factors that have
been identified to place someone at risk for a steroid-induced increase
in IOP include: pre-existing primary open angle glaucoma, a history
of increased IOP with previous steroid administration, a diagnosis of
Type 1 diabetes, or those who are very young or very old.9 Patients
who are taking steroids long-term should be regularly evaluated by
ophthalmology for IOP changes, and consideration for non-steroid
medications should always be made.
 Katarak
 Cataracts are a common finding in aging adults and are safely
removed and replaced with an artificial lens during cataract surgery.
Long-term steroid use is associated with an accelerated development
of cataracts. While the mechanism of cataract development in this
setting is not well understood, it is thought to involve steroid-induced
changes in gene transcription within lens epithelial cells.10 Classically,
the type of cataract associated with steroid use is called a posterior
subcapsular cataract, which forms in the back of the lens (Figure
1).11 Patients on steroids who are experiencing reduced vision should
be evaluated by an ophthalmologist.
 Steroids are often used in conjunction with topical antibiotics in
ocular infections such as corneal ulcers. However, previous research
has identified that steroids inhibit growth factors critical in wound
healing.12 Similarly, without co-treatment with antibiotics, local
ocular infections that are treated with steroids may become worse,
especially viral infections such as herpetic keratitis.12 While local
steroid therapy is valuable in infections of the eye, owing to their
ability to reduce inflammation and scarring, these benefits must be
weighed against the risk of recurrent infection and poor wound
healing and require the close monitoring of an eye specialist.

Anda mungkin juga menyukai