Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kortikosteroid adalah obat yang memiliki efek sangat luas sehingga


banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Glukokortikoid merupakan
salah satu kortikosteroid yang luas penggunaannya, salah satunya untuk palliative
care. Glukokortikoid banyak digunakan untuk mengurangi peritumoral edema
yang berkaitan dengan tumor otak, obstruksi lambung, kompresi sumsum tulang
belakang, sindrom vena cava superiordan obstruksi uterik. Glukokortikoid juga
digunakan untuk mengatasi simptom seperti mual dan dypsnea, anorexia,
kehilangan beratbadan, fatigue, danmeningkatkan kenyamanan pasien (Pilkey et
al., 2012).

Di bidang pediatri terutama pada kegawatan, kortikosteroid digunakan


pada krisis adrenal, sindroma gagalnafas,acute respiratory distress
syndrome(ARDS), syok septik, dan lain-lain (Azis, 2011).Glukokortikoid juga
digunakan dalam pengobatan kanker. Glukokortikoid yang sering digunakan
dalam pengobatan kanker adalah prednisolon, deksametason, dan
metilprednisolon. Alasan pemakaian glukokortikoid pada pengobatan kanker
antara lain adalah mengatasi kanker itu sendiri, mengurangi inflamasi,
mengurangi mual akibatkemoterap, meningkatkan nafsu makan(Cancer Research
UK, 2013).Mual dan muntah merupakan efek samping yang umum terjadi
berkaitan dengan kemoterapi.

Agen kemoterapi dan juga neurotransmiternya dapat menstimulasi


reseptor dopamin atau serotonin pada 2 gastrointestinal, chemoreceptor trigger
zone (CTZ), atau pada sistem saraf pusat, yang berperan sebagai pusat mual
(Koda-Kimble, 2009). Diperkirakan glukokortikoid bekerja
menekanCINV(Chemoteraphy induced nausea vomitting) dan mengurangi
peradangan dengan pembatasan Produksi prostaglandin peritumoral.

1
Kortikosteroid (glukokortikoid) adalah salah satu antiemetik paling sering
Digunakan dan sering diberikan bersama dengan5-HT 3 antagonis reseptor
(Navari, 2007).Deksametason (kortikosteroid) diberikan bersama dengan
antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan pada kemoterapi. Terdapat beberapa
alasan mengapa kombinasi ini efektif dalam pengontrolan mual muntah akibat
kemoterapi. Pertama, kortikosteroid mengurangi level 5-hidroksitriptofan pada
jaringan syaraf dengan menekan prekusor triptofan. Kedua, efek antiinflamasi
dari kortikosteroid meghambat pelepasan serotoinin pada saluran cerna. Ketiga,
deksametason meningkatkan potensi dari efek antiemetik obat lain secara
farmakologis dengan meningkatkan sensitifitas reseptor. Dengan demikian
kombinasi penggunaan deksametason dengan antagonis reseptor 5 - HT3 menjadi
sangat logis untuk mengontrol mual muntah akibat kemoterapi (Henzi, 2000)
Regimen kemoterapi kanker yang banyak menggunakan kortikosteroid adalah
pada pengobatan mieloma multipel dan li mpoma . Kemoterapi kanker biasanya
menggunakan kombinasi agen kemoterapi dengan kortikosteroid (deksametason).
Salah satu contoh terapi mengguna kan steroid adalah kombinasi b ortezomib–d
oksorubis in-deksametason, bortezomib-deksametason, lenalidomid-
deksametason, fludarabin – mitoksantrondeksametason-rituzima, 3 siklofosfamid
–vincristin–doksorubisin-deksametason, dan lain-lain (Lexicomp, 2013.

Pada DiPiro dkk.(2008) juga disebutkan bahwa kemoterapi untuk kanker


limpoma menggunakan kortikosteroid (prednison) dalam regimen kemoterapi.
Meskipun kortikosteroid mempunyai efek terapi yang luas, tetapi penggunaannya
dalam jangka panjang menimbulkan berbagai efek samping yang dapat merugikan
pasien. Efek samping yang muncul akibat penggunaan kortikosteroid diantaranya
ganguan keseimbangan cairan elektrolit,ulkus pepticum, infeksi / penurunan
sistem imun, miopati, osteoporosis, osteonekrosis, gangguan pertumbuhan(Azis,
2011).

Hiperglikemia diketahui sebagai salah satu komplikasi dari pemberian


kortikosteroid dan dapat menjadi faktor prognosis negatif pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 (DM tipe 2) (Davenport dkk., 2010). Peningkatan glukosa darah

2
akan terjadi setelah beberapa hari menggunakan oral kortikosteroid dan akan
berubah tergantung waktu, dosis dan tipe kortikosteroid yang digunakan (Territary
Organitations of Diabetes Australia, 2009).

Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darahdan menghambat


ambilan glukosa oleh sel-sel otot.Peningkatan kadar glukosa darah memacu
sekresi insulin yang menstimulasi lipogenesis, menyebabkan peningkatan
deposisi lema yang disertai dengan peningkatan sekresi asam lemak dan gliserol
ke dalam sirkulasi. Pasokan glukosa yang didapatkan dari glukoneogenesis,
sekresi asam amino dari katabolisme otot, dan hambatan ambilan glukosa perifer,
semuanya berperan dalam pengaturan glukosa darah(Katzung, 2003).

Hiperglikemia menjadi efek samping potensial yang perlu diperhatikan


bila menggunakan glukokortikoid. Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme 4
glukosa dengan dua mekanisme, yaitu dengan mengurangi penggunaan glukosa
oleh sel dan juga meningkatkan produksi glukosa oleh hepar (Jerrold dan Goerge,
1976). Glukokortikoid menga caukan metabolisme glukosa di hati dengan
meningkatkan produksi glukosa basal, serta pada jaringan adiposa dan tulang
dengan resistensi insulin sehingga menurunkan penggunaan glukosa. Glu
kokortikoid mengurangi sensitivitas insulin, dan menyebabkan kerusakan sel β
pankreas melalui reseptor glukokortikoid pada sel β pankreas.Glukokortikoid
juga menyebabkan gangguan pengambilan dan metabolisme glukosa di se l β
melalui aksi genomik yang menyebabkan penurunan efikasi ion Ca2+ sitoplasma
pada proses eksositosis insulin (Dalmazi dkk., 2012).

Pengobatan yang menyebabkan hiperglikemia menjadi perhatian utama


pada pasien dengan DM (Davenport dkk., 2010. Pasien dengan DM tipe 2 dan
menggunakan glukokortikoid akan susah untuk mengontrol glukosa darahnya
karena meningkatnya kadar glukosadarah akibatefek samping dari
glukokortikoid. Apabila ada peningkatan glukosa darah, maka sebaiknya ada
penyesuaian dosis insulin atau obat antidiabetik oral lainnya (Territary
Organitations of Diabetes Australia, 2009). Peningkatan kadar glukosayang tidak

3
diikuti dengan penanganan yang baik akan memperparah kondisi pasien.Oleh
karena itu diperlukan suatu penelitian yang dapat memberikan gambaran
bagaimana gambarankadar glukosa darah pasien dengan DM tipe 2 jika
mendapatkan glukokortikoid dalam regimen kemoterapinya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Glukokortikoid

Jika membandingkan potensi relatif kortikosteroid sebagai antiinflamasi


(glukokortikoid), sebaiknya selalu diingat bahwa aktivitas glukokortikoid yang
tinggi tidak berguna jika aktivitas mineralokortikoid tinggi (lihat pada kerugian
penggunaan kortikosteroid). Misalnya fludrokortison, efek mineralokortikoid
yang terlalu tinggi membuat manfaat antiinflamasi secara klinik, tidak relevan
karena risiko menjadi lebih besar dari manfaat. Tabel di bawah ini menunjukkan
kesetaraan dosis antiinflamasi. Kesetaraan dosis kortikosteroid sebagai
antiinflamasi

Kortison dan hidrokortison mempunyai efek mineralokortikoid yang


relatif tinggi yang akan menyebabkan dapat menyebabkan retensi cairan, sehingga
tidak sesuai untuk pengobatan jangka panjang. Meskipun keduanya dapat
digunakan sebagai terapi pengganti pada insufisiensi adrenal, hidrokortison lebih
baik karena kortison masih perlu diubah menjadi hidrokortison di liver.
Hidrokortison digunakan intravena untuk pengobatan jangka pendek pada
penanganan darurat beberapa keadaan. Hidrokortison mempunyai potensi
antiinflamasi yang tidak terlalu kuat, sehingga baik digunakan secara topikal
untuk inflamasi kulit karena kemungkinan efek samping topikal maupun sistemik
kecil. Kortison tidak aktif secara topikal.

Prednisolon, mempunyai efek glukokortikoid yang dominan dan


merupakan kortikosteroid oral yang paling sering digunakan dalam terapi supresi
penyakit jangka panjang. Betametason dan deksametason mempunyai aktivitas
glukokortikoid yang sangat tinggi sedangkan aktivitas mineral okortikoidnya
sangat rendah; sehingga digunakan untuk kondisi yang memerlukan kortikosteroid
dosis tinggi tanpa retensi cairan yang membahayakan. Betametason dan
deksametason mempunyai masa kerja yang lama, dengan efek mineralokortikoid

5
yang kecil sehingga kedua sifat ini sesuai untuk kondisi yang memerlukan supresi
sekresi kortikotropin (hiperplasia adrenal kongenital). Beberapa bentuk ester
betametason dan beklometason bila diberikan mempunyai efek topikal (pada kulit
dan paru-paru) yang lebih nyata daripada bila diberikan secara oral, sehingga sifat
ini dimanfaatkan dengan menggunakan ester tersebut secara topikal agar
kemungkinan efek samping sistemik minimal (untuk pemakaian pada kulit dan
inhalasi untuk asma).

Deflazakort mempunyai aktivitas glukokor-tikoid yang tinggi, merupakan


turunan dari prednisolon.

Efek kortikosteroid yang merugikan Overdosis atau penggunaan jangka


panjang dapat menimbulkan efek fisiologis yang berlebihan sehingga
menimbulkan efek samping glukokortikoid maupun mineralokortikoid.

Efek samping mineralokortikoid adalah hipertensi, retensi natrium dan air


serta kehilangan kalium. Hal ini jelas terjadi pada fludrokortison dan cukup sering
terjadi pada kortison, hidrokortison, kortikotropin dan tetrakosaktrin. Efek
samping mineralokortikoid pada betametason dan deksametason yang mempunyai
efek glukokortikoid yang besar, dapat diabaikan, sedangkan pada metil
prednisolon, prednisolon dan triamsinolon efek mineralokortikoid ringan.

Efek samping glukokortikoid antara lain diabetes dan osteoporosis, yang


berbahaya, terutama pada lanjut usia, dapat terjadi fraktur osteoporotik pada
tulang pinggul dan tulang belakang. Selain itu, pemberian dosis tinggi dapat
mengakibatkan nekrosis avaskular pada kepala femur.

Dapat terjadi gangguan mental yang serius; paranoid atau depresi dengan
risiko bunuh diri, terutama pada pasien dengan riwayat gangguan mental. Sering
terjadi euphoria. Dapat terjadi hilang massa otot (proximal myopathy). Terapi
kortikosteroid mempunyai hubungan dengan timbulnya tukak peptik meskipun
lemah. (tidak jelas manfaat sediaan yang diatur kelarutannya atau salut enterik
untuk mengurangi risiko ini).

6
Kortikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan sindrom Cushing dengan
gejala-gejala moon face, striae dan acne yang dapat pulih (reversibel) bila terapi
dihentikan, tetapi cara menghentikan terapi harus dengan menurunkan dosis
secara bertahap (tappering-off) untuk menghindari terjadinya insufisiensi adrenal
akut.

Pada anak, penggunaan kortikosteroid dapat menghambat pertumbuhan


dan dapat mempengaruhi perkembangan pubertas. Oleh karena itu penting untuk
menggunakan dosis efektif terrendah, pemberian secara berselang sehari dapat
membatasi efek penurunan perkembangan anak. Efek pemberian kortikosteroid
selama kehamilan dapat dilihat pada peringatan untuk pemakaian selama
kehamilan dan menyusui seperti tersebut di bawah ini.

Supresi Adrenal

Selama terapi jangka panjang dengan kortikosteroid, dapat terjadi atropi adrenal
yang kemungkinan masih menetap selama beberapa tahun setelah pengobatan
dihentikan. Penghentian obat secara tiba-tiba setelah penggunaan yang lama dapat
menyebabkan insufisiensi adrenal akut, hipotensi, bahkan kematian. Penghentian
kortikosteroid tiba-tiba juga dapat menyebabkan demam, mialgia, artralgia, rinitis,
konjungtivis, nodul nyeri dan gatal pada kulit, dan penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi berkurangnya respon adrenal korteks (yang disebabkan oleh
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit kronis yangberulang
kembali, trauma, atau prosedur pembedahan) diperlukan peningkatan sementara
dosis kortikosteroid, atau jika kortikosteroid sudah dihentikan diperlukan
pemberian kembali sementara kortikosteroid. Sebelum dilakukan anestesi, harus
diketahui apakah pasien sedang menggunakan kortikosteroid atau telah
menggunakan kortikosteroid, untuk menghindari penurunan tekanan darah secara
drastis selama anastesi atau segera setelah operasi.

7
Pemberian kortikosteroid yang dianjurkan pada pasien yang menggunakan
lebih dari 10 mg prednisolon perhari (atau yang setara) dalam masa 3 bulan
sebelum operasi adalah sebagai berikut:

 Pembedahan kecil dengan anastesi umum– dosis lazim kortikosteroid


secara oral pada pagi hari saat pembedahan atau dengan 25-50 mg
(biasanya dengan natrium suksinat) secara intra vena pada saat induksi.
Dosis kortikosteroid yang biasa digunakan secara oral dianjurkan
diberikan setelah pembedahan.
 Pembedahan sedang/pembedahan besar: dosis oral kortikosteroid pada
pagi hari saat pembedahan dan hidrokortison 25-50 mg secara intravena
pada saat induksi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian hidrokortison
25-50 mg 3 kali sehari secara intravena selama 24 jam setelah
pembedahan sedang atau selama 48-72 jam setelah pembedahan besar.
Setelah penggunaan injeksi hidrokortison dihentikan kortikosteroid
diteruskan dengan dosis kortikosteroid secara oral yang biasa digunakan
sebelum operasi.

Infeksi
Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi dan memperparah atau memberatkan infeksi yang
terjadi. Gejala klinis infeksi menjadi tidak jelas. Infeksi berat seperti septikemia
dan tuberkulosis dapat berkembang sampai tahap lanjut atau berat sebelum
terdeteksi. Amubiasis atau strongyloidiasis kemungkinan dapat kambuh dan dapat
menjadi bertambah buruk (pastikan penyakit ini tidak ada sebelum mulai
pemberian obat dan jangan diberikan pada pasien dengan risiko atau gejala yang
mengarah ke penyakit tersebut). Infeksi mata karena jamur dan virus juga akan
menjadi berat.

Cacar air, Kecuali pasien sudah pernah menderita cacar air, pemberian
kortikosteroid secara oral atau parenteral untuk tujuan lain selain sebagai
pengganti kortikosteroid akan meningkatkan risiko terkena cacar air yang berat.

8
Manifestasi klinik berat seperti timbulnya penyakit pneumonia, hepatitis dan DIC
(disseminated intravascular coagulation), rash mungkin tidak muncul.

Imunisasi pasif dengan varicella-zoster immunoglobulin, diperlukan untuk


pasien belum imunisasi yang terpapar penyakit ini yang sedang atau dalam 3
bulan terkahir menerima kortikosteroid sistemik. Varicella-zoster
immunoglobulin sebaiknya segera diberikan dalam waktu 3 hari (tidak lebih dari 1
0 hari) setelah terpapar. Pasien yang sedang mendapat kortikosteroid dan
dipastikan menderita cacar air harus segera mendapatkan pengobatan dan
perawatan khusus oleh spesialis. Kortikosteroid tidak boleh dihentikan dan
kemungkinan dosis perlu ditingkatkan. Penggunaan kortikosteroid topikal,
inhalasi, atau rektal kecil tidak meningkatkan risiko cacar air yang berat.

Measles/Campak
Pasien yang sedang mendapat kortikosteroid sebaiknya menghindari sumber
penularan campak dan bila terpapar secepatnya harus ke dokter. Mungkin
diperlukan pencegahan/ profilaksis dengan pemberian immunoglobulin secara
intramuskular.

Penggunaan Kortikosteroid

Dosis kortikosteroid bervariasi tergantung penyakit dan kondisi pasien. Jika


kortikosteroid dapat menyelamatkan atau memperpanjang hidup, seperti pada
penyakit exfoliative dermatitis, pemphigus, leukemia akut atau penolakan
transpalantasi akut, dosis tinggi diberikan karena komplikasi terapi yang mungkin
timbul akan relatif lebih ringan dibandingkan penyakitnya sendiri.

Terapi kortikosteroid jangka panjang untuk penyakit kronis yang


memerlukannya kemungkinan efek samping pengobatan menjadi lebih kecil dari
efek yang disebabkan oleh penyakit. Untuk mengurangi efek samping tersebut
sebaiknya digunakan dosis pemeliharaan serendah mungkin.

9
Bila pengobatan yang lebih aman tidak berhasil maka kortikosteroid secara
topikal boleh digunakan untuk kondisi inflamasi pada kulit. Penggunaan
kortikosteroid pada psoriasis sedapat mungkin dihindarkan atau digunakan hanya
di bawah pengawasan dari dokter spesialis.

Kortikosteroid dapat digunakan secara topikal (melalui rektum) dan


sistemik (secara oral atau injeksi intravena) untuk penanganan kolitis ulserasi dan
penyakit Crohn. Aktivitas mineralokortikoid fludrokortison dapat digunakan
untuk menangani postural hipotensi pada neuropathy autonomic. Meskipun dosis
kortikosteroid yang sangat tinggi telah diberikan secara injeksi intravena
pada septicshock, suatu studi dengan menggunakan dosis tinggi metil prednisolon
natrium suksinat tidak menunjukkan manfaat bahkan pada sebagian kelompok
pasien memberi kesan tingkat mortalitas yang lebih tinggi. Namun terdapat bukti
bahwa pemberian hidrokortison dosis rendah (50 mg secara intravena setiap 6
jam) dan fludrokortison (50 mcg perhari secara oral) bermanfaat untuk pasien
yang mengalami insufisiensi adrenal korteks akibatseptic shock.

Efek mineralokortikoid deksametason dan betametason hampir tidak ada


atau ada kecil sekali dan lama kerjanya sangat panjang sehingga sesuai untuk
supresi sekresi kortikotropin pada hiperplasia adrenal kongenital di mana dosis
sebaiknya disesuaikan dengan respon klinik dan dengan kadar androgen adrenal
dan 17-hidroksiprogesteron. Sebagaimana semua glukokortikoid, aksi supresif
terhadap hypothalamic pituitary adrenal axis paling kuat dan lama jika diberikan
pada malam hari.

Pada kebanyakan subjek normal, pemberian dosis tunggal deksametason 1


mg pada malam hari cukup untuk menghambat sekresi kortikotropin selama 24
jam. Hal ini merupakan dasar dari ”overnight dexamethason suppress ion
test” yang digunakan untuk diagnosa Cushing ’s Syndrome.

Betametason dan Deksametason juga menjadi pilihan untuk kondisi dimana


retensi cairan merupakan suatu keadaan yang dihindari.

10
Kortikosteroid dapat digunakan untuk penanganan kasus peningkatan
tekanan intrakranial atau serebral odema akibat keganasan, umumnya digunakan
betametason dan deksametason dosis tinggi. Namun demikian, kortikosteroid
sebaiknya tidak digunakan untuk penanganan luka kepala atau stroke karena
mungkin tidak memberi manfaat dan bahkan dapat membahayakan.

Pada reaksi hipersensitif akut misal angioedema pada saluran pernapasan


atas dan syok anafilaksis, kortikosteroid diindikasikan sebagai obat tambahan
pada penanganan gawat darurat dengan adrenalin (epinefrin), pada beberapa kasus
diperlukan hidrokortison (sebagai natrium suksinat) injeksi intravena dengan dosis
100-300 mg.

Kortikosteroid sebaiknya digunakan secara inhalasi dalam penanganan


asma, tetapi terapi sistemik bersama dengan bronkodilator diperlukan untuk
pengobatan asma akut yang parah.

Kortikosteroid mungkin bermanfaat pada kondisi seperti auto-


immune hepatitis, rhematoid arthritis, sarkoidosis, anemia hemolitik
yang acquired, mungkin bermanfaat pada beberapa kasus sindrom nefrotik
(terutama pada anak) dan trombositopenia purpura.

Kortikosteroid dapat memperbaiki prognosis penyakit serius


seperti systemic lupus erythematosus, temporal arteritis dan polyarteritis nodosa.
Efeknya mungkin dapat menekan proses penyakit dan menghilangkan gejala,
walau sebenarnya tidak menyembuhkan penyakitnya, tetapi gejala dapat hilang.

Biasanya untuk memulai terapi pada kondisi ini adalah dengan dosis tinggi seperti
40-60 mg prednisolon per hari dan kemudian dosis dikurangi sampai dosis yang
paling rendah yang tetap dapat mengendalikan penyakit.

11
Kehamilan dan Menyusui

Berdasarkan data keamanan penggunaan kortikosteroid pada kehamilan dan


menyusui, diperoleh pendapat/kesimpulan sebagai berikut:

 Kemampuan kortikosteroid untuk menembus plasenta berbeda-beda,


betametason dan deksametason dengan mudah dapat menembus plasenta,
sementara 88% prednisolon yang menembus plasenta diubah menjadi
bentuk inaktif.
 Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa penggunaan kortikosteroid
secara sistemik dapat meningkatkan kejadian abnormalitas kongenital
seperti sumbing pada bibir atau langit-langit mulut.
 Jika pemberian kortikosteroid diperpanjang atau diulang selama
kehamilan, pemberian kortikosteroid secara sistemik dapat meningkatkan
risiko penghambatan pertumbuhan intrauterin. Namun tidak ada bukti
terjadinya gangguan pertumbuhan intra uterin selama pengobatan jangka
pendek (contohnya pada pengobatan profilaksis untuk neonatal
respiratory distress syndrome).
 Beberapa supresi adrenal pada janin akibat pemberian sebelum kelahiran,
biasanya akan hilang setelah kelahiran bayi dan tidak begitu bermakna
klinis.
 Prednisolon terdapat di dalam ASI dalam jumLah sedikit, tetapi dosis yang
diberikan kepada ibu menyusui sampai 40 mg perhari tampaknya tidak
menyebabkan efek sistemik pada bayi, sebaiknya dimonitor terhadap
kemungkinan supresi adrenal jika ibunya menggunakan dosis yang lebih
tinggi.

12
Pemberian
Bilamana memungkinkan pengobatan lokal dengan krim, injeksi intraartikular,
inhalasi, tetes mata atau secara enema lebih baik digunakan daripada pengobatan
sistemik. Aksi supresif kortikosteroid terhadap sekresi kortisol paling kecil bila
obat diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Untuk mengurangi
supresi pituitary-adrenal lebih lanjut, dapat diusahakan dengan memberikan total
dosis untuk 2 hari dalam bentuk dosis tunggal dan diberikan setiap 2 hari, tetapi
cara pemberian tersebut tidak efektif untuk penanganan asma.

Supresi pituitary–adrenal dapat juga dikurangi dengan cara pemberian selang hari
pada terapi jangka pendek. Pada beberapa kondisi mungkin untuk mengurangi
dosis kortikosteroid dengan penambahan dosis kecil obat imunosupresan.

Penghentian penggunaan kortikosteroid

Penghentian kortikosteroid yang diberikan secara sistemik sebaiknya dilakukan


secara bertahap pada pasien yang tidak mempunyai kemungkinan terjadinya
kekambuhan penyakit dan mempunyai kondisi sebagai berikut:

 Baru saja menerima pengobatan berulang (terutama jika digunakan selama


lebih dari tiga minggu).
 Menjalani pengobatan jangka pendek dalam waktu setahun setelah
penghentian terapi jangka panjang.
 Supresi adrenal yang disebabkan oleh penyebab lain.
 Menerima prednisolon lebih dari 40 mg sehari (atau yang setara).
 Diberikan dosis pada malam hari berulang-ulang.
 Menjalani pengobatan lebih dari 3 minggu.

Pemberian kortikosteroid secara sistemik mungkin dapat dihentikan secara


tiba-tiba/ mendadak pada kondisi di mana penyakit tidak mungkin kambuh dan
yang telah menerima pengobatan selama 3 minggu atau kurang serta yang tidak
termasuk pada kelompok pasien yang telah disebutkan di atas.

13
Selama penghentian kortikosteroid, dosis dapat dikurangi dengan cepat
sampai mencapai dosis fisiologis (setara dengan prednisolon 7,5 mg sehari) dan
kemudian dikurangi secara lebih perlahan. Pengamatan penyakit diperlukan
selama proses penghentian pengobatan untuk memastikan bahwa penyakit tidak
kambuh.

Monografi:

BETAMETASON

Indikasi:

supresi inflamasi dan gangguan alergi; hyperplasia adrenal congenital, lihat


keterangan di atas; telinga (bagian 12.1); mata (bagian 11.2); hidung (bagian
12.2).

Peringatan:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; efek sementara pada


pergerakan fetal dan denyut nadi.

Kontraindikasi:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Dosis:

Oral, umum 0,5 - 5 mg/hari; lihat pemberian dosis di atas. Ulserasi oral,
(penggunaan tidak dianjurkan), dewasa dan anak di atas 12 tahun, 500 mcg
dilarutkan dalam 20 mL air dan dibilas sekitar mulut 4 kali sehari, tidak ditelan.
Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus, 4 - 20mg, diulangi

14
sampai 4 kali dalam 24 jam; anak melalui injeksi intravena lambat, sampai umur 1
tahun 1 mg, umur 1-5 tahun 2 mg, umur 6-12 tahun 4 mg, diulangi sampai 4 kali
dalam 24 jam disesuaikan dengan respon.

DEKSAMETASON

Indikasi:

supresi inflamasi dan gangguan alergi; Cushing's disease, hiperplasia adrenal


kongenital; udema serebral yang berhubungan dengan kehamilan; batuk yang
disertai sesak napas (bagian 3.2); penyakit rematik (bagian 10.1.2); mata (bagian
11.2); lihat keterangan di atas.

Peringatan:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Kontraindikasi:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; iritasi perineal dapat diikuti
dengan pemberian injeksi intravena ester fosfat.

Dosis:

Oral, umum 0,5 - 10 mg/hari; anak 10 - 100 mcg/kg bb/hari; lihat juga pemberian
dosis di atas. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus
(sebagai deksametason fosfat), awal 0,5 - 24 mg; anak 200 - 400 mcg/kg bb/hari.
Udema serebral yang berhubungan dengan kehamilan (sebagai deksametason
fosfat), melalui injeksi intravena, awal 10 mg, kemudian 4 mg melalui injeksi
intramuskular tiap 6 jam selama 2-4 hari kemudian secara bertahap dikurangi dan

15
dihentikan setelah 5-7 hari. Pengobatan pendukung bakteri meningitis, (dimulai
sebelum atau dengan dosis pertama pengobatan antibakteri, sebagai deksametason
fosfat) (tanpa indikasi), dengan injeksi intravena 10 mg tiap 6 jam selama 4 hari;
anak 150 mcg/kg bb tiap 6 jam selama 4 hari. Catatan: Deksametason 1 mg
sebanding dengan deksametason fosfat 1,2 mg sebanding dengan deksametason
natrium fosfat 1,3 mg.

FLUDROKORTISON ASETAT

Indikasi:

pengganti mineralokortikoid pada insufisiensi adrenokortikal.

Peringatan:

seperti pada sesi terapi glukokortikoid.

Interaksi:

Lampiran 1 (kortikosteroid).

Kontraindikasi:

seperti pada sesi terapi glukokortikoid.

Efek Samping:

seperti pada sesi terapi glukokortikoid.

Dosis:

50-300 mcg per hari, anak-anak 5 mcg/kg bb/hari.

16
FLUOKORTOLON

Indikasi:

penyakit yang memerlukan kortikosteroid sistemik: demam reumatik, artritis


reumatoid, asma bronkial, reaksi radang dan alergi di kulit (lihat 13.4); penyakit
imunologi: hepatitis kronis aktif, sindrom nefrotik; penyakit darah, beberapa
penyakit mata.

Peringatan:

lihat keterangan untuk prednison.

Kontraindikasi:

lihat keterangan untuk prednison.

Efek Samping:

lihat keterangan untuk prednison.

Dosis:

oral: DEWASA 20-60 mg/hari, kadang-kadang perlu sampai 100 mg. Setelah ada
perbaikan dosis diturunkan bertahap sebesar 2,5-5 mg/hari setiap 2-4 hari; ANAK
mula-mula 1-2 mg/kg bb/hari, dan diturunkan bertahap 2,5 mg sampai dicapai
dosis penunjang

17
HIDROKORTISON

Indikasi:

kekurangan adrenokortikal (bagian 6.3.1); syok; lihat keterangan di atas; reaksi


hipersensitif misalnya syok anafilaktik angiodema (bagian 3.4.3), penyakit
inflamasi usus besar (bagian 1.5); ambeien (bagian 1.7.2); penyakit rematik
(bagian 10.1.2); mata (bagian 11.4.1); kulit (bagian 13.4).

Peringatan:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Kontraindikasi:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; ester fosfat dihubungkan


dengan paraestesia dan nyeri (terutama pada daerah perineal).

Dosis:

Oral, terapi pengganti 20 - 30 mg/hari dalam dosis terbagi lihat bagian 6.3.1; anak
10 - 30 mg. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus 100 -
500 mg, 3-3 kali dosis terbagi dalam 24 jam atau sesuai kebutuhan; anak dengan
injeksi intravena sampai dengan umur 1 tahun 25 mg, umur 1-5 tahun 50 mg,
umur 6-12 tahun 100 mg.

18
KORTISON ASETAT

Indikasi:

lihat di bawah dosis tetapi sekarang digantikan, lihat juga keterangan di atas.

Peringatan:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Kontraindikasi:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Dosis:

Untuk terapi pengganti, 25 - 37,5 mg/hari dosis terbagi.

METILPREDNISOLON

Indikasi:

supresi inflamasi dan gangguan alergi; udema serebral dihubungkan dengan


keganasan; lihat keterangan di atas; penyakit rematik (bagian 10.1.2); kulit
(bagian 13.4).

Peringatan:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; pemberian dosis besar secara
intravena cepat dihubungkan dengan kolaps jantung.

Kontraindikasi:

19
lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; iritasi perineal dapat diikuti
dengan pemberian injeksi intravena ester fosfat.

Dosis:

Oral, umum 2-40 mg/hari; lihat juga pemberian dosis di atas. Injeksi
intramuskular atau injeksi intravena lambat atau infus, awal 10-500 mg; reaksi
penolakan pencangkokan sampai 1 g/hari melalui infus intravena selama 3 hari.

PREDNISOLON

Indikasi:

supresi inflamasi dan gangguan alergi; lihat keterangan di atas; inflamasi usus
besar, bagian 1.5; asma, bagian 3.2; supresi inflamsi bagian 8.2.2; rematik, bagian
10.1.2.

Peringatan:

supresi adrenal dan infeksi (lihat keterangan di atas), anak dan remaja (gangguan
pertumbuhan kemungkinan tidak reversible), lanjut usia (memerlukan supervise
ketat terutama pengobatan jangaka panjang); diperlukan pengawasan terus
menerus jika ada sejarah tuberkulosis (atau perubahan X-ray), hipertensi, infark
miokard (dilaporkan rupture), gagal jantung kongestif, gagal hati (Lampiran 2),
gangguan ginjal, diabetes melitus termasuk riwayat keluarga, osteoporosis (wanita
pascamenopouse yang risiko terkena), glaukoma (termasuk riwayat keluarga),
perforasi kornea, gangguan berat (terutama jika riwayat psikosissteroid-induced),
epilepsi, tukak lambung, hipotiroid, riwayat steroid miopati, kehamilan (Lampiran
4) dan menyusui (Lampiran 5) (lihat keterangan di atas).

20
Interaksi:

Lampiran 1 (kortikosteroid).

Kontraindikasi:

infeksi sistemik (kecuali kalau diberikan pengobatan microbial spesifik), hindari


pemberian vaksin virus hidup pada pemberian dosis imunosupresif (respon serum
antibodi berkurang).

Efek Samping:

dikurangi dengan menggunakan dosis efektif paling rendah untuk periode


sesingkat mungkin, efek saluran pencernaan termasuk dyspepsia, tukak lambung
(dengan perforasi), abdominal distention, pankreatitis akut, ulserasi esophageal
dan kandidiasis, efek musculoskeletal termasuk miopati proksimal, osteoporosis,
patah tulang dan tulang belang, avascular osteonecrosis, tendon rupture, efek
endokrin termasuk supresi adrenal, haid tidak teratur dan amenore, Cushing's
syndrome (pada dosis tinggi, biasanya kembali bila dihentikan), hirsutism, berat
badan bertambah, keseimbangan nitrogen dan kalsium negatif, peningkatan nafsu
makan, memperberat infeksi, efek neuropsikiatrik termasuk
euporia, psychological dependence, depresi insomnia, meningkatkan tekanan
intracranial dengan papilodema pada anak (biasanya setelah dihentikan), psikosis
dan aggravation of schizophrenia, aggravation of epilepsy; efek optalmik
termasuk glaukoma, papilloedema, katarak subkapsular posterior, corneal
atau scleral thinning dan eksaserbasi virus mata atau penyakit jamur; efek
samping lain termasuk gagal penyembuhan, atropi kulit, menimbulkan luka
memar, striae, telangiectais, jerawat, rupture jantung diikuti infark jantung,
gangguan cairan dan elektrolit, leukositosis, reaksi hipersensitif (termasuk
pencegahan), tromboembilisme, mual, muntah, cekukan.

Dosis:

21
Oral, awal 10-20 mg/hari (penyakit berat sampai 60 mg/hari), sebaiknya diberikan
pagi setelah sarapan pagi, dosis dapat diturunkan dalam beberapa hari tetapi
dilanjutkan selama beberapa minggu atau bulan. Pemeliharaan, 2,5-15 mg/hari,
tetapi dapat ditingkatkan bila diperlukan, efek samping meningkat pada dosis di
atas 7,5 mg/hari. Injeksi intramuscular, prednisolon asetat (bagian 10.1.2), 25-
100mg sekali atau dua kali seminggu.

PREDNISON

Indikasi:

menekan reaksi radang dan reaksi alergi; lihat keterangan di atas.

Peringatan:

lihat keterangan di atas pada prednisolon; hindari penggunaannya pada penyakit


hati.

Kontraindikasi:

lihat keterangan di atas pada prednisolon.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas pada prednisolon.

Dosis:

lihat pada prednisolon.

22
TRIAMSINOLON

Indikasi:

supresi inflamasi dan gangguan alergi; lihat keterangan di atas; penyakit rematik
(bagian 10.1.2); mulut (bagian 12.3.1), kulit (bagian 13.4).

Peringatan:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon; dosis besar menyebabkan


miopati proksimal, hindari pengobatan kronik.

Kontraindikasi:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas dan di bawah prednisolon.

Dosis:

Injeksi intramuskular dalam, kedalam otot gluteal, 40 mg esetonide untuk efek


depot, ulangi pada interval sesuai respon pasien, dosis tunggal maksimal 100 mg.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, arthur C. 1987. Guyton fisiologi manusia dan mekanisme


penyakit. penerbit buku kedokteran ECG
2. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 10 2010/2011.BIP
KELOMPOK GRAMEDIA.
3. Data Obat di Indonesia (DOI). Edisi 11 2008. PT MULIAPURNA
JAYATERBIT.
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Glukokortikoid http://www.scribd.com/doc/13
461799/kortikosteroid-topikal
5. http://artikelkedokteran.net/news/jenis2golonganhormongluokortikoid.htl
6. Http://id.wikipedia.org/wiki/glukokortikoid
7. http://artikelkedokteran.net/news/hormonglukokortikoiddanjenis2obatgluk
okortikoid.html
8. http://artkelkedokteran.net/news/jurnalsistemendokrinhormonglukokortiko
id.pdf.html

24

Anda mungkin juga menyukai