Anda di halaman 1dari 16

Candesartan dan Hipertensi

I. Learning Issue
A. Dosis Lazim, Indikasi, Kontraindikasi, Perhitungan Dosis Maksimum dan Lazim,
Farmakodinamika, Farmakokinetika, dan Interaksi Antar Obat: Candesartan
1. Monografi
a. Indikasi
Indikasinya adalah untuk penderita hipertensi. Kombinasi dengan HCT
digunakan sebagai pengobatan hipertensi yang tidak dapat terkontrol dengan
kandesartan sileksetil atau HCT sebagai monoterapi.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
b. Kontraindikasi
Kehamilan (Hindari; dapat mengganggu tekanan darah dan fungsi ginjal janin
dan neonatus; juga bisa mengakibatkan cacat pada tengkorak dan
oligohidramnios; toksik pada uji menggunakan hewan), menyusui, kolestasis;
kombinasi dengan HCT.(2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas,
2015)
c. Efek Samping
Diare, rash, kenaikan asam urat, gout, batu ginjal, angioedema, anaemia,
hiperkalemia, sakit kepala, nasopharingitis, pusing, lemah, infeksi saluran
nafas bagian atas, nyeri punggung, dan batuk. Dan juga vertigo, sakit
kepala; sangat jarang mual, hepatitis, kerusakan darah, hiponatremia, nyeri
punggung, sakit sendi, nyeri otot, ruam, urtikaria, rasa gatal.(2.3.6 Antagonis
Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
d. Dosis
1) Hipertensi, dosis awal 8 mg (gangguan fungsi hati 2 mg, gangguan fungsi
ginjal atau volume deplesi intravaskular 4 mg) sekali sehari, tingkatkan
jika perlu pada interval 4 minggu hingga maksimal 32 mg sekali sehari;
dosis penunjang lazim 8 mg sekali sehari.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
Dosis maksimal 32 mg/hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis
terbagi. Pasien dengan deplesi volume intravaskuler: Dosis awal 4 mg
sekali sehari.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution |
MIMS Indonesia, 2020)
Dosis anak 1 – <6 th awal 200 mcg/kgBB/hari. Dapat meningkat sesuai
respons 50 – 400 mcg/kgBB/hari. Pada anak ≥6 th <50 kg, dosisnya 4 – 8
mg/hari, diatur sesuai respons 2 – 16 mg/hari. Pada anak ≥50 kg, dosisnya
8 – 16 mg/hari, diatur sesuai respons 4 – 32 mg/hari. Semua dosis dapat
diberikan sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis terbagi.(Candesartan:
Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
2) Gagal jantung, dosis awal 4 mg sekali sehari, tingkatkan pada interval
sedikitnya 2 minggu hingga dosis target 32 mg sekali sehari atau hingga
dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
3) Kombinasi dengan HCT: kandesartan sileksetil 16 mg + HCT 12,5 mg
sekali sehari, dengan atau tanpa makanan.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
4) Pasien usia lanjut, sebelum pengobatan dengan kombinasi harus dimulai
dengan kandesartan sileksetil 2 mg tunggal untuk pasien >75 tahun, atau
kandesartan sileksetil 4 mg tunggal untuk pasien < 75 tahun.(2.3.6
Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
5) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, regimen lazim untuk kombinasi
kandesartan sileksetil/HCT dapat diikuti selama kreatinin klirens di atas 30
mL/menit. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang lebih parah,
diuretika kuat lebih disukai daripada tiazid, sehingga kombinasi
kandesartan sileksetil/HCT tidak dianjurkan.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
Pasien dengan gangguan fungsi hati, diuretika tiazid harus digunakan dengan
hati-hati, oleh karenanya dosis harus diberikan dengan hati-hati.(2.3.6
Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
2. Farmakodinamika
Candesartan (Kandesartan Sileksetil) adalah antagonis reseptor angiotensin II.
Sifatnya mirip dengan penghambat ACE, tetapi obat golongan ini tidak
menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tidak
menimbulkan batuk kering persisten yang biasanya mengganggu terapi dengan
penghambat ACE. Karena itu, obat golongan ini merupakan alternatif yang
berguna untuk pasien yang harus menghentikan penghambat ACE akibat batuk
yang persisten. Antagonis reseptor angiotensin II digunakan sebagai alternatif dari
penghambat ACE dalam tatalaksana gagal jantung atau nefropati akibat
diabetes.(2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
3. Farmakokinetika
a. Absorpsi
Diserap dari saluran gastrointestinal. Bioavailabilitas mutlak: Kira-kira 15%.
Waktu untuk konsentrasi plasma puncak: 3 – 4 jam.(Candesartan: Indication,
Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
b. Distribusi
Volume distribusi: 0,13 L/kg. Pengikatan protein plasma:
>99%.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS
Indonesia, 2020)
c. Metabolisme
Kandesartan sileksetil mengalami hidrolisis ester di saluran gastrointestinal
menjadi kandesartan aktif.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect,
Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
d. Ekskresi
Melalui urin dan empedu (sebagai obat yang tidak berubah dan metabolit tidak
aktif). Waktu paruh terminal: Kira-kira 9 jam.(Candesartan: Indication,
Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
4. Perhitungan Dosis
a. Perhitungan Dosis Maksimum dan Lazim
Perhitungan dosis obat berdasarkan dosis maksimum dan dosis lazim yaitu
membandingkan dosis obat dalam resep dengan dosis obat maksimum atau
dosis obat lazim yang tertera pada buku standar. Farmakope Indonesiaonesie
digunakan sebagai acuan dalam melakukan perhitungan dosis.(Athijah, 2011)
Berdasarkan skenario A Blok 10 Tahun 2020, diketahui bahwa Tn. Hyunbin
mendapatkan terapi Candesartan 1 x 8 mg (dosis pemakaian sehari adalah 8
mg). Menurut MIMS Indonesia, dosis maksimum Candesartan untuk
penderita hipertensi adalah 32 mg/hari, baik sekali pakai maupun terbagi
menjadi 2 dosis. Maka perhitungannya berdasakran dosis maksimum adalah
sebagai berikut:
1) Dosis sekali pakai = 8 mg/32 mg x 100% = 25%
2) Dosis sehari pakai = 8 mg/32 mg x 100% = 25%
Karena nilai yang diperoleh, baik pemakaian sekali maupun sehari, tidak
melebihi takaran maksimumnya, dapat dinyatakan bahwa dosis yang diberikan
pada Tn. Hyunbin tidak overdose.(Athijah, 2011)
Menurut MIMS Indonesia, dosis Candesartan untuk penderita hipertensi
adalah 8 mg sekali sehari bagi orang dewasa, 4 mg sekali sehari bagi pasien
dengan deplesi volume intravaskuler (4 – 8 mg/hari). Maka perhitungannya
berdasarkan dosis lazim adalah sebagai berikut:
1) Dosis sekali pakai = 8 mg/4 mg x 100% = 200%
2) Dosis sehari pakai = 8 mg/4 mg x 100% = 200%
Karena nilai yang diperoleh, baik pemakaian sekali maupun sehari, lebih besar
dari dosis lazimnya, dapat dinyatakan bahwa dosis yang diberikan pada Tn.
Hyunbin tidak underdose.(Athijah, 2011)
b. Dosis Pasien Obesitas
Seseorang dinyatakan obesitas apabila berat badannya mencapai 20% di atas
berat badan ideal. Pada perhitungan, yaitu jika berat badan dibagi kuadrat
tinggi badan (m) pada pria lebih besar dari 27,8 sedangkan pada wanita
27,3.(Athijah, 2011)
Perhitungan berat badan ideal dapat mengacu pada rumus(Athijah, 2011):
BB ideal = (T – 100) x 0,9 kg
Keterangan:
T adalah tinggi dalam cm
Problema yang timbul pada penderita yang obesitas adalah jika obat yang
digunakan memiliki daya larut dalam lemak yang tinggi atau bersifat lipofilik.
Karena bersifat suka lemak maka distribusi obat dalam tubuh kecil disebabkan
banyak obat yang berikatan dengan lemak. Akibatnya, waktu paruh obat (t½)
untuk eleminasi makin panjang. Perhitungan dosis untuk obat-obat yang
bersifat lipofilik dilakukan berdasarkan Berat Badan Nyata (BBN). Contoh
bahan obat yang bersifat lipofilik ialah benzodiazepine.(Athijah, 2011)
Untuk obat bersifat lipofob dosisnya tidak banyak dipengaruhi oleh adanya lemak.
Oleh karena itu, perhitungan dosisnya berdasarkan Berat Badan Tanpa Lemak
(BBTL). Contoh bahan obat yang bersifat lipofob ialah digitoxin, streptomycin,
gentamicin. Untuk obat dengan daya larut dalam lemak menengah dilakukan dosis
percobaan, diadakan penyesuaian dosis regimen dengan memantau konsentrasi obat
dalam plasma.(Athijah, 2011)
5. Interaksi Obat
OAINS (obat antiinflamasi nonsteroid) dapat mengurangi efek antihipertensi dan
menyebabkan kerusakan fungsi ginjal termasuk kemungkinan gagal ginjal akut.
Dapat meningkatkan konsentrasi litium serum. Diuretik hemat Kalium (K-
Sparing), suplemen Kalium atau pengganti garam yang mengandung Kalium
dapat meningkatkan risiko hiperkalemia.(Candesartan: Indication, Dosage, Side
Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
Berpotensi Fatal: Pemberian bersamaan dengan aliskiren pada pasien diabetes
dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal, hipotensi, dan
hiperkalemia.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS
Indonesia, 2020)
Kombinasi dengan Hidroklorotiazid (HCT) digunakan sebagai pengobatan
hipertensi yang tidak dapat terkontrol dengan Kandesartan sileksetil atau HCT
sebagai monoterapi.(2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)

B. Hipertensi
1. Patofisiologi
Hipertensi timbul dengan pathogenesis yang multifaktorial dan kompleks. Faktor-
faktor yang mempengaruhi tekanan darah antara lain mediator humoral,
reaktivitas vaskular, volume darah yang bersirkulasi, kaliber vaskular, viskositas
darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah, dan stimulasi saraf. Patogenesis
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah dapat berinteraksi untuk
menghasilkan hipertensi.(Alexander et al., 2019)
Riwayat alami hipertensi esensial berkembang dari hipertensi sesekali/kadang-
kadang menjadi hipertensi tetap. Setelah periode asimtomatik yang tidak berubah-
ubah, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi yang rumit, di mana
kerusakan organ akhir pada aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina, dan
sistem saraf pusat terlihat jelas.(Alexander et al., 2019)
Perkembangan hipertensi adalah sebagai berikut(Alexander et al., 2019):
a. Prehipertensi pada orang berusia 10-30 tahun (dengan peningkatan curah
jantung)
b. Hipertensi dini pada orang berusia 20-40 tahun (di mana peningkatan
resistensi perifer menonjol)
c. Hipertensi berat pada orang berusia 30-50 tahun
d. Hipertensi rumit pada orang berusia 40-60 tahun

Ada kemungkinan bahwa banyak faktor yang saling terkait berkontribusi pada
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi, dan peran relatifnya mungkin
berbeda antar individu.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)

a. Curah Jantung dan Resistensi Perifer


Pemeliharaan tekanan darah normal bergantung pada keseimbangan antara
curah jantung dan resistensi pembuluh darah perifer. Kebanyakan pasien
dengan hipertensi esensial memiliki curah jantung normal tetapi resistensi
perifer meningkat. Telah dipostulasikan bahwa pada hipertensi yang sangat
awal, resistensi perifer tidak meningkat dan peningkatan tekanan darah
disebabkan oleh peningkatan curah jantung, yang berhubungan dengan
aktivitas berlebihan simpatis.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)
b. Sistem Renin-Angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin terpenting
yang mempengaruhi kontrol tekanan darah. Angiotensin II adalah
vasokonstriktor kuat dan dengan demikian menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Selain itu, ini merangsang pelepasan aldosteron dari zona glomerulosa
kelenjar adrenal, yang menghasilkan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan
darah terkait dengan retensi natrium dan air. Sistem renin-angiotensin yang
bersirkulasi tidak dianggap bertanggung jawab secara langsung atas
peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial. Namun demikian,
semakin banyak bukti bahwa ada sistem renin-angiotensin epicrine atau
parakrin non-sirkulasi "lokal" yang penting, yang juga mengontrol tekanan
darah.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)
c. Sistem Saraf Otonom
Stimulasi sistem saraf simpatis dapat menyebabkan penyempitan arteriol dan
dilatasi arteriol. Namun, ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa epinefrin
(adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin) memiliki peran yang jelas dalam
etiologi hipertensi. Kemungkinan besar hipertensi terkait dengan interaksi
antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin, bersama dengan
faktor-faktor lain, termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon
yang baru-baru ini dijelaskan.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)
d. Disfungsi endothelial
Sel endotel vaskular memainkan peran kunci dalam regulasi kardiovaskular
dengan memproduksi sejumlah agen vasoaktif lokal yang kuat, termasuk
molekul vasodilator oksida nitrat dan endotel peptida vasokonstriktor.
Disfungsi endotel telah terlibat dalam hipertensi esensial manusia.(Beevers,
Lip and O’Brien, 2015)
e. Substansi Vasoaktif
Banyak sistem dan mekanisme vasoaktif lain yang mempengaruhi transpor
natrium dan tonus vaskular terlibat dalam pemeliharaan tekanan darah normal.
Namun, tidak jelas apa peran ini dalam perkembangan hipertensi esensial.
Bradikinin adalah vasodilator poten yang diinaktivasi oleh enzim pengubah
angiotensin. Akibatnya, penghambat ACE dapat mengerahkan sebagian dari
efeknya dengan memblokir inaktivasi bradikinin.(Beevers, Lip and O’Brien,
2015)
f. Hiperkoagulabilitas
Pasien dengan hipertensi menunjukkan kelainan pada dinding pembuluh
(disfungsi atau kerusakan endotel), konstituen darah (tingkat abnormal faktor
hemostatik, aktivasi trombosit, dan fibrinolisis), dan aliran darah (reologi,
viskositas, dan cadangan aliran), menunjukkan bahwa hipertensi memberikan
a keadaan prothrombotik atau hiperkoagulasi.(Beevers, Lip and O’Brien,
2015)
g. Sensitivitas Insulin
Secara epidemiologis terdapat pengelompokan beberapa faktor risiko, antara
lain obesitas, hipertensi, intoleransi glukosa, diabetes melitus, dan
hiperlipidemia. Hal ini menyebabkan dugaan bahwa ini mewakili sindrom
tunggal (sindroma metabolik X atau sindrom Reaven), dengan jalur umum
terakhir yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kerusakan
vaskular.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)
h. Faktor Genetik
Meskipun gen dan faktor genetik yang terpisah telah dikaitkan dengan
perkembangan hipertensi esensial, banyak gen kemungkinan besar
berkontribusi pada perkembangan kelainan pada individu tertentu. Oleh
karena itu, sangat sulit untuk menentukan secara akurat kontribusi relatif
masing-masing gen ini. Namun demikian, hipertensi dua kali lebih sering
terjadi pada subjek yang memiliki satu atau dua orang tua hipertensi, dan
banyak studi epidemiologi menunjukkan bahwa faktor genetik menyumbang
sekitar 30% dari variasi tekanan darah di berbagai populasi.(Beevers, Lip and
O’Brien, 2015)
i. Pengaruh Intrauterina
Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa pengaruh janin,
terutama berat lahir, dapat menjadi penentu tekanan darah dalam kehidupan
orang dewasa.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)
j. Disfungsi Diastolik
Pada hipertrofi ventrikel kiri hipertensi, ventrikel tidak dapat berelaksasi
secara normal pada diastol. Jadi, untuk menghasilkan peningkatan masukan
ventrikel yang diperlukan, terutama selama olahraga, terjadi peningkatan
tekanan atrium kiri daripada penurunan normal tekanan ventrikel, yang
menghasilkan efek hisap tersebut.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)

2. Gejala dan Macam


Hipertensi disebut sebagai "silent killer". Kebanyakan orang dengan hipertensi
tidak menyadari masalah tersebut karena mungkin tidak ada tanda atau gejala
peringatan. Untuk alasan ini, tekanan darah harus diukur secara
teratur.(Hypertension, 2019)
Gejala yang muncul dapat berupa sakit kepala di pagi hari, mimisan, irama
jantung tidak teratur, perubahan penglihatan, dan telinga berdengung. Hipertensi
berat dapat menyebabkan kelelahan, mual, muntah, kebingungan, kecemasan,
nyeri dada, dan tremor otot.(Hypertension, 2019)
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih,
atau tekanan darah diastolik 90 mm Hg atau lebih, atau minum obat antihipertensi.
Berdasarkan rekomendasi Laporan Ketujuh dari Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
7), klasifikasi TD untuk orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih adalah sebagai
berikut(Alexander et al., 2019):
a. Normal: Sistolik lebih rendah dari 120 mm Hg, diastolik lebih rendah dari 80
mm Hg
b. Prehipertensi: Sistolik 120-139 mm Hg, diastolik 80-89 mm Hg
c. Stadium (stage) 1: Sistolik 140-159 mm Hg, diastolik 90-99 mm Hg
d. Stadium (stage) 2: Sistolik 160 mm Hg atau lebih, diastolik 100 mm Hg atau
lebih

Pedoman ACC/AHA 2017 menghilangkan klasifikasi prehipertensi dan


membaginya menjadi dua tingkatan(Alexander et al., 2019):

a. Tekanan darah tinggi dengan tekanan sistolik antara 120 dan 129 mm Hg dan
tekanan diastolik kurang dari 80 mm Hg
b. Hipertensi stadium (stage) 1, dengan tekanan sistolik 130 hingga 139 mm Hg
atau tekanan diastolik 80 hingga 89 mm Hg

Hipertensi dapat terjadi secara primer, sebagai akibat dari penyebab lingkungan
atau genetik, atau sekunder, yang memiliki banyak etiologi, termasuk penyebab
ginjal, vaskular, dan endokrin.(Alexander et al., 2019)

3. Sakit Kepala
Di antara berbagai macam sakit kepala sekunder, sebagian besar berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Biasanya, peningkatan tekanan darah arteri yang
tiba-tiba menyebabkan sakit kepala daripada nilai absolutnya. Sakit kepala terkait
hipertensi dibahas dalam 5 kategori utama dan untuk masing-masing kriteria pasti
telah divalidasi [International Headache Classification (IHCD-2)].(Assarzadegan
et al., 2013)
a. Pheochromocytoma (jinak atau ganas)
Pheochromocytoma adalah tumor penghasil katekolamin yang berasal dari sel
chromaffin yang terletak di medula adrenal dan terkadang jaringan ekstra
adrenal.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria diagnostik untuk sakit kepala di pheochromocytoma(Assarzadegan et
al., 2013):
1) Serangan sakit kepala diskrit intermiten disertai dengan setidaknya satu
dari berikut ini dan memenuhi kriteria C dan D:
a) Berkeringat
b) Palpitasi
c) Kegelisahan
d) Muka pucat
2) Pheochromocytoma ditunjukkan dengan pemeriksaan biokimia, pencitraan
dan / atau pembedahan
3) Sakit kepala berkembang bersamaan dengan peningkatan tekanan darah
yang tiba-tiba
4) Sakit kepala mereda atau membaik dalam waktu 1 jam setelah normalisasi
tekanan darah
b. Krisis hipertensi tanpa ensefalopati
Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah akut dan parah yang sering
digambarkan sebagai tekanan darah sistolik >180 mmHg, atau tekanan darah
diastolic >120 mmHg.(Assarzadegan et al., 2013)
Diasumsikan bahwa penyempitan pembuluh darah difus yang disebabkan oleh
faktor humoral adalah pemicu terjadinya proses hipertensi. Konsekuensinya
adalah cedera endotel vaskular dan aktivasi faktor koagulasi yang
menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol. Sistem renin-angiotensin dan
sebagian besar vasokonstriktor, seperti norepinefrin dan vasopresin,
menambah proses dan akhirnya kita mengalami peningkatan tekanan darah
yang cepat dan mengakhiri kerusakan iskemik organ.(Assarzadegan et al.,
2013)
Kriteria diagnostik untuk sakit kepala pada krisis hipertensi tanpa
ensefalopati(Assarzadegan et al., 2013):
1) Sakit kepala dengan setidaknya salah satu dari ciri-ciri berikut dan
memenuhi kriteria C dan D:
a) Bilateral
b) Kualitas berdenyut
c) Dipicu oleh aktivitas fisik
2) Krisis hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan paroksismal pada
tekanan darah sistolik (hingga >160 mmHg) dan/atau diastolik (hingga
>120 mmHg) tetapi tidak ada gambaran klinis ensefalopati hipertensi
3) Sakit kepala berkembang selama krisis hipertensi
4) Sakit kepala hilang dalam 1 jam setelah normalisasi tekanan darah
5) Investigasi yang tepat telah menyingkirkan racun vasopressor atau obat-
obatan sebagai faktor penyebab
c. Ensefalopati hipertensi
Hipertensi terakselerasi, juga disebut ensefalopati hipertensi, dapat
menyebabkan gangguan kesadaran. Etiologi ensefalopati hipertensi hampir
sama dengan krisis hipertensi tanpa ensefalopati tetapi dengan cara yang lebih
parah.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria sakit kepala pada ensefalopati hipertensi(Assarzadegan et al., 2013):
1) Sakit kepala dengan setidaknya salah satu dari karakteristik berikut dan
memenuhi kriteria C dan D:
a) Nyeri menyebar
b) Kualitas berdenyut
c) Diperburuk oleh aktivitas fisik
2) Peningkatan tekanan darah yang persisten hingga >160/100 mmHg dengan
setidaknya dua dari berikut ini:
a) Kebingungan
b) Tingkat kesadaran berkurang
c) Gangguan penglihatan (selain migrain aura khas) termasuk kebutaan
d) Kejang
3) Sakit kepala berkembang dalam hubungan temporal yang erat dengan
peningkatan tekanan darah
4) Sakit kepala sembuh dalam 3 bulan setelah pengobatan dan pengendalian
hipertensi yang efektif
5) Penyebab lain dari gejala neurologis telah disingkirkan
d. Pre-eklampsia dan eklampsia
Wanita pra-eklampsia mengalami komplikasi kardiovaskular. Tanda dan
gejala neurologis adalah gambaran umum dari gangguan tersebut, termasuk
sakit kepala parah yang terus-menerus, cacat penglihatan (seperti penglihatan
kabur, diplopia, atau bintik-bintik mengambang), kebingungan, depresi
kesadaran, dan akhirnya dapat menyebabkan kejang atau
eklampsia.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria sakit kepala pada pre-eklampsia dan eklampsia(Assarzadegan et al.,
2013):
1) Sakit kepala dengan sekurang-kurangnya salah satu dari ciri-ciri berikut
dan memenuhi kriteria C dan D:
a) Bilateral
b) Kualitas berdenyut
c) Diperburuk oleh aktivitas fisik
2) Kehamilan atau nifas (sampai 4 minggu pascapersalinan), dan pre-
eklampsia/eklampsia ditentukan oleh kedua hal berikut:
a) Hipertensi (> 140/90 mmHg) didokumentasikan pada dua pembacaan
tekanan darah setidaknya dengan jarak 4 jam
b) Ekskresi protein urin >0,3 g per 24 jam
c) Terjadi kejang (pada eklampsia)
3) Sakit kepala berkembang selama periode tekanan darah tinggi
4) Sakit kepala sembuh dalam 7 hari setelah pengobatan hipertensi yang ektif
5) Penyelidikan yang tepat telah menyingkirkan toksin vasopresor, obat-
obatan, atau pheochromocytoma sebagai faktor penyebab
6) Stroke telah dikecualikan pada eklampsia
e. Respon tekanan akut terhadap agen eksogen
Pada setiap pasien yang mengeluh sakit kepala dan kami mendeteksi tekanan
darah tinggi, penting untuk meninjau kembali obatnya dan menanyakan pasien
tentang penyalahgunaan kokain. Agen yang paling terkenal termasuk kokain,
amfetamin, kontrasepsi oral, dan inhibitor oksidase
monoamine.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria sakit kepala akibat respon tekanan akut terhadap agen
eksogen(Assarzadegan et al., 2013):
1) Sakit kepala, tidak ada ciri khas yang diketahui, memenuhi kriteria C dan
D
2) Agen atau toksin yang sesuai telah diberikan atau dicerna dan telah terjadi
peningkatan tekanan darah yang akut
3) Sakit kepala berkembang dalam hubungan temporal yang erat dengan
peningkatan akut tekanan darah
4) Sakit kepala sembuh dalam 24 jam setelah normalisasi tekanan darah
5) Tidak ada mekanisme lain untuk sakit kepala yang terlihat
4. Tengkuk Berat (Nyeri Leher)
Nyeri leher, yang tidak berhubungan dengan trauma, relatif umum dan biasanya
dianggap berasal dari muskuloskeletal. Seorang pasien dipresentasikan dengan
penyebab nyeri leher, hipertensi maligna yang tidak biasa dan serius. Mekanisme
nyeri leher mungkin baru jadi akibat herniasi tonsil otak kecil yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan intrakranial.(Stockwell and George, 1997)
Edema serebral menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, karenanya edema
papil, sakit kepala (lebih buruk saat bangun), dan muntah yang sangat umum
terjadi pada hipertensi maligna. Hiperperfusi korteks oksipital dapat berkontribusi
pada gejala visual, seperti halnya edema papil. Hiperperfusi serebelar, bersama
dengan peningkatan tekanan intrakranial, diekspektasikan menyebabkan derajat
herniasi tonsil melalui foramen magnum. Nyeri leher telah digambarkan sebagai
gejala yang muncul pada herniasi tonsil.(Stockwell and George, 1997)

5. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat diubah termasuk pola makan yang tidak sehat (konsumsi
garam yang berlebihan, pola makan yang tinggi lemak jenuh dan lemak trans,
rendahnya asupan buah dan sayuran), kurangnya aktivitas fisik, konsumsi
tembakau dan alkohol, dan kelebihan berat badan atau obesitas.(Hypertension,
2019)
Faktor risiko yang tidak dapat diubah termasuk riwayat keluarga hipertensi, usia
di atas 65 tahun, dan penyakit yang menyertai seperti diabetes atau penyakit
ginjal.(Hypertension, 2019)

II. Analisis Masalah


A. Bagaimana mekanisme sakit kepala dan tengkuk berat berdasarkan skenario?
Sakit kepala yang berkaitan dengan hipertensi pada skenario, dengan meninjau dari
lima kategori penyebab sakit kepala (pheocromacytoma, krisis hipertensi tanpa
ensefalopati, ensefalopati hipertensi, pre-eklampsia dan eklampsia, serta respon
tekanan akut terhadap agen eksogen), sakit Tn. Hyunbin kemungkinan mengalami
sakit kepala berupa krisis hipertensi tanpa ensefalopati, di mana vasokonstriksi difus
yang terjadi dapat mengakibatkan cedera endotel vaskular dan aktivasi faktor
koagulasi yang menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol.
Tengkuk berat terjadi karena meningkatnya tekanan intracranial yang mungkin
disebabkan oleh edema serebral.
B. Apakah usia merupakan salah satu faktor dari keluhan yang dialami pasien?
Iya, usia di atas 65 tahun termasuk salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi.
C. Bagaimana hubungan hasil pemeriksaan tanda vital terhadap pilihan pengobatan?
Tekanan darah tinggi (hipertensi stadium 2) menjadi alasan diberikannya obat
antihipertensi tipe antagonis reseptor angiotensin II (candesartan). Perhitungan dosis
pada obat yang tidak larut dalam air dapat menggunakan acuan berat badan nyata.
D. Bagaimana interaksi antara ketiga obat tersebut? Apakah terapi yang diberikan sudah
tepat (Candesartan, Furosemid, dan Spironolakton)?
Iya, karena Candesartan tidak dikombinasi dengan obat antiinflamasi nonsteroid yang
akan menurunkan efek antihipertensif. Kombinasinya bersama dengan obat diuretik
tipe K-Sparing (Spironolakton), yang meningkatkan risiko terjadi hiperkalemi, masih
dapat diberikan dengan pengawasan/monitor. Selain itu, furosemid merupakan obat
diuretik yang tidak menghemat kalium dan bekerja dengan membuang kalium melalui
urin, sehingga efek interaksi masih belum jelas dan tetap dapat diberikan dengan
pengawasan.
Spironolakton dapat mempotensiasi efek hipotensif dari obat antihipertensi.
Furosemid juga dapat meningkatkan efek hipotensif pada obat antihipertensi tipe
antagonis reseptor angiotensin II. Kombinasinya bersama spironolakton bertolak
belakang antara meningkatkan dan menurunkan kadar kalium dalam darah serta perlu
dilakukan pengawasan/monitor terhadap kombinasi obat tersebut.
E. Apa saja indikasi, kontra indikasi, mekanisme kerja, efek samping dari masing2 obat?
(Lihat di LI)
F. Bagaimana cara menentukan pemilihan obat yang tepat?
Daftar Pustaka

2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas (2015). Available at:


http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-sistem-kardiovaskuler-0/23-antihipertensi/236-antagonis-
reseptor-angiotensin-ii (Accessed: 12 November 2020).

Alexander, M. R. et al. (2019) Hypertension: Practice Essentials, Background, Pathophysiology.


Available at: https://emedicine.medscape.com/article/241381-overview#a3 (Accessed: 12
November 2020).

Assarzadegan, F. et al. (2013) ‘Secondary headaches attributed to arterial hypertension.’, Iranian


journal of neurology, 12(3), pp. 106–10. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24250915%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/articler
ender.fcgi?artid=PMC3829292.

Athijah, U. L. P. H. P. P. (2011) ‘Buku Ajar Preskripsi: Obat dan Resep Jilid 1’. Surabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP).

Beevers, G., Lip, G. Y. H. and O’Brien, E. (2015) ‘ABC of hypertension: The pathophysiology
of hypertension’, BMJ, 11(2), pp. 341–344. doi: 10.1136/bmj.322.7291.912.

Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia (2020). Available
at: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/candesartan?mtype=generic (Accessed: 12
November 2020).

Hypertension (2019). Available at: https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/hypertension (Accessed: 12 November 2020).

Stockwell, J. and George, G. (1997) ‘Neck pain as a presenting symptom in malignant


hypertension’, Emergency Medicine Journal, 14(1), pp. 51–52. doi: 10.1136/emj.14.1.51.

Anda mungkin juga menyukai