I. Learning Issue
A. Dosis Lazim, Indikasi, Kontraindikasi, Perhitungan Dosis Maksimum dan Lazim,
Farmakodinamika, Farmakokinetika, dan Interaksi Antar Obat: Candesartan
1. Monografi
a. Indikasi
Indikasinya adalah untuk penderita hipertensi. Kombinasi dengan HCT
digunakan sebagai pengobatan hipertensi yang tidak dapat terkontrol dengan
kandesartan sileksetil atau HCT sebagai monoterapi.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
b. Kontraindikasi
Kehamilan (Hindari; dapat mengganggu tekanan darah dan fungsi ginjal janin
dan neonatus; juga bisa mengakibatkan cacat pada tengkorak dan
oligohidramnios; toksik pada uji menggunakan hewan), menyusui, kolestasis;
kombinasi dengan HCT.(2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas,
2015)
c. Efek Samping
Diare, rash, kenaikan asam urat, gout, batu ginjal, angioedema, anaemia,
hiperkalemia, sakit kepala, nasopharingitis, pusing, lemah, infeksi saluran
nafas bagian atas, nyeri punggung, dan batuk. Dan juga vertigo, sakit
kepala; sangat jarang mual, hepatitis, kerusakan darah, hiponatremia, nyeri
punggung, sakit sendi, nyeri otot, ruam, urtikaria, rasa gatal.(2.3.6 Antagonis
Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
d. Dosis
1) Hipertensi, dosis awal 8 mg (gangguan fungsi hati 2 mg, gangguan fungsi
ginjal atau volume deplesi intravaskular 4 mg) sekali sehari, tingkatkan
jika perlu pada interval 4 minggu hingga maksimal 32 mg sekali sehari;
dosis penunjang lazim 8 mg sekali sehari.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
Dosis maksimal 32 mg/hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis
terbagi. Pasien dengan deplesi volume intravaskuler: Dosis awal 4 mg
sekali sehari.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution |
MIMS Indonesia, 2020)
Dosis anak 1 – <6 th awal 200 mcg/kgBB/hari. Dapat meningkat sesuai
respons 50 – 400 mcg/kgBB/hari. Pada anak ≥6 th <50 kg, dosisnya 4 – 8
mg/hari, diatur sesuai respons 2 – 16 mg/hari. Pada anak ≥50 kg, dosisnya
8 – 16 mg/hari, diatur sesuai respons 4 – 32 mg/hari. Semua dosis dapat
diberikan sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis terbagi.(Candesartan:
Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
2) Gagal jantung, dosis awal 4 mg sekali sehari, tingkatkan pada interval
sedikitnya 2 minggu hingga dosis target 32 mg sekali sehari atau hingga
dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
3) Kombinasi dengan HCT: kandesartan sileksetil 16 mg + HCT 12,5 mg
sekali sehari, dengan atau tanpa makanan.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
4) Pasien usia lanjut, sebelum pengobatan dengan kombinasi harus dimulai
dengan kandesartan sileksetil 2 mg tunggal untuk pasien >75 tahun, atau
kandesartan sileksetil 4 mg tunggal untuk pasien < 75 tahun.(2.3.6
Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
5) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, regimen lazim untuk kombinasi
kandesartan sileksetil/HCT dapat diikuti selama kreatinin klirens di atas 30
mL/menit. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang lebih parah,
diuretika kuat lebih disukai daripada tiazid, sehingga kombinasi
kandesartan sileksetil/HCT tidak dianjurkan.(2.3.6 Antagonis Reseptor
Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
Pasien dengan gangguan fungsi hati, diuretika tiazid harus digunakan dengan
hati-hati, oleh karenanya dosis harus diberikan dengan hati-hati.(2.3.6
Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
2. Farmakodinamika
Candesartan (Kandesartan Sileksetil) adalah antagonis reseptor angiotensin II.
Sifatnya mirip dengan penghambat ACE, tetapi obat golongan ini tidak
menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tidak
menimbulkan batuk kering persisten yang biasanya mengganggu terapi dengan
penghambat ACE. Karena itu, obat golongan ini merupakan alternatif yang
berguna untuk pasien yang harus menghentikan penghambat ACE akibat batuk
yang persisten. Antagonis reseptor angiotensin II digunakan sebagai alternatif dari
penghambat ACE dalam tatalaksana gagal jantung atau nefropati akibat
diabetes.(2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
3. Farmakokinetika
a. Absorpsi
Diserap dari saluran gastrointestinal. Bioavailabilitas mutlak: Kira-kira 15%.
Waktu untuk konsentrasi plasma puncak: 3 – 4 jam.(Candesartan: Indication,
Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
b. Distribusi
Volume distribusi: 0,13 L/kg. Pengikatan protein plasma:
>99%.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS
Indonesia, 2020)
c. Metabolisme
Kandesartan sileksetil mengalami hidrolisis ester di saluran gastrointestinal
menjadi kandesartan aktif.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect,
Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
d. Ekskresi
Melalui urin dan empedu (sebagai obat yang tidak berubah dan metabolit tidak
aktif). Waktu paruh terminal: Kira-kira 9 jam.(Candesartan: Indication,
Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
4. Perhitungan Dosis
a. Perhitungan Dosis Maksimum dan Lazim
Perhitungan dosis obat berdasarkan dosis maksimum dan dosis lazim yaitu
membandingkan dosis obat dalam resep dengan dosis obat maksimum atau
dosis obat lazim yang tertera pada buku standar. Farmakope Indonesiaonesie
digunakan sebagai acuan dalam melakukan perhitungan dosis.(Athijah, 2011)
Berdasarkan skenario A Blok 10 Tahun 2020, diketahui bahwa Tn. Hyunbin
mendapatkan terapi Candesartan 1 x 8 mg (dosis pemakaian sehari adalah 8
mg). Menurut MIMS Indonesia, dosis maksimum Candesartan untuk
penderita hipertensi adalah 32 mg/hari, baik sekali pakai maupun terbagi
menjadi 2 dosis. Maka perhitungannya berdasakran dosis maksimum adalah
sebagai berikut:
1) Dosis sekali pakai = 8 mg/32 mg x 100% = 25%
2) Dosis sehari pakai = 8 mg/32 mg x 100% = 25%
Karena nilai yang diperoleh, baik pemakaian sekali maupun sehari, tidak
melebihi takaran maksimumnya, dapat dinyatakan bahwa dosis yang diberikan
pada Tn. Hyunbin tidak overdose.(Athijah, 2011)
Menurut MIMS Indonesia, dosis Candesartan untuk penderita hipertensi
adalah 8 mg sekali sehari bagi orang dewasa, 4 mg sekali sehari bagi pasien
dengan deplesi volume intravaskuler (4 – 8 mg/hari). Maka perhitungannya
berdasarkan dosis lazim adalah sebagai berikut:
1) Dosis sekali pakai = 8 mg/4 mg x 100% = 200%
2) Dosis sehari pakai = 8 mg/4 mg x 100% = 200%
Karena nilai yang diperoleh, baik pemakaian sekali maupun sehari, lebih besar
dari dosis lazimnya, dapat dinyatakan bahwa dosis yang diberikan pada Tn.
Hyunbin tidak underdose.(Athijah, 2011)
b. Dosis Pasien Obesitas
Seseorang dinyatakan obesitas apabila berat badannya mencapai 20% di atas
berat badan ideal. Pada perhitungan, yaitu jika berat badan dibagi kuadrat
tinggi badan (m) pada pria lebih besar dari 27,8 sedangkan pada wanita
27,3.(Athijah, 2011)
Perhitungan berat badan ideal dapat mengacu pada rumus(Athijah, 2011):
BB ideal = (T – 100) x 0,9 kg
Keterangan:
T adalah tinggi dalam cm
Problema yang timbul pada penderita yang obesitas adalah jika obat yang
digunakan memiliki daya larut dalam lemak yang tinggi atau bersifat lipofilik.
Karena bersifat suka lemak maka distribusi obat dalam tubuh kecil disebabkan
banyak obat yang berikatan dengan lemak. Akibatnya, waktu paruh obat (t½)
untuk eleminasi makin panjang. Perhitungan dosis untuk obat-obat yang
bersifat lipofilik dilakukan berdasarkan Berat Badan Nyata (BBN). Contoh
bahan obat yang bersifat lipofilik ialah benzodiazepine.(Athijah, 2011)
Untuk obat bersifat lipofob dosisnya tidak banyak dipengaruhi oleh adanya lemak.
Oleh karena itu, perhitungan dosisnya berdasarkan Berat Badan Tanpa Lemak
(BBTL). Contoh bahan obat yang bersifat lipofob ialah digitoxin, streptomycin,
gentamicin. Untuk obat dengan daya larut dalam lemak menengah dilakukan dosis
percobaan, diadakan penyesuaian dosis regimen dengan memantau konsentrasi obat
dalam plasma.(Athijah, 2011)
5. Interaksi Obat
OAINS (obat antiinflamasi nonsteroid) dapat mengurangi efek antihipertensi dan
menyebabkan kerusakan fungsi ginjal termasuk kemungkinan gagal ginjal akut.
Dapat meningkatkan konsentrasi litium serum. Diuretik hemat Kalium (K-
Sparing), suplemen Kalium atau pengganti garam yang mengandung Kalium
dapat meningkatkan risiko hiperkalemia.(Candesartan: Indication, Dosage, Side
Effect, Precaution | MIMS Indonesia, 2020)
Berpotensi Fatal: Pemberian bersamaan dengan aliskiren pada pasien diabetes
dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal, hipotensi, dan
hiperkalemia.(Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS
Indonesia, 2020)
Kombinasi dengan Hidroklorotiazid (HCT) digunakan sebagai pengobatan
hipertensi yang tidak dapat terkontrol dengan Kandesartan sileksetil atau HCT
sebagai monoterapi.(2.3.6 Antagonis Reseptor Angiotensin II | PIO Nas, 2015)
B. Hipertensi
1. Patofisiologi
Hipertensi timbul dengan pathogenesis yang multifaktorial dan kompleks. Faktor-
faktor yang mempengaruhi tekanan darah antara lain mediator humoral,
reaktivitas vaskular, volume darah yang bersirkulasi, kaliber vaskular, viskositas
darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah, dan stimulasi saraf. Patogenesis
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah dapat berinteraksi untuk
menghasilkan hipertensi.(Alexander et al., 2019)
Riwayat alami hipertensi esensial berkembang dari hipertensi sesekali/kadang-
kadang menjadi hipertensi tetap. Setelah periode asimtomatik yang tidak berubah-
ubah, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi yang rumit, di mana
kerusakan organ akhir pada aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina, dan
sistem saraf pusat terlihat jelas.(Alexander et al., 2019)
Perkembangan hipertensi adalah sebagai berikut(Alexander et al., 2019):
a. Prehipertensi pada orang berusia 10-30 tahun (dengan peningkatan curah
jantung)
b. Hipertensi dini pada orang berusia 20-40 tahun (di mana peningkatan
resistensi perifer menonjol)
c. Hipertensi berat pada orang berusia 30-50 tahun
d. Hipertensi rumit pada orang berusia 40-60 tahun
Ada kemungkinan bahwa banyak faktor yang saling terkait berkontribusi pada
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi, dan peran relatifnya mungkin
berbeda antar individu.(Beevers, Lip and O’Brien, 2015)
a. Tekanan darah tinggi dengan tekanan sistolik antara 120 dan 129 mm Hg dan
tekanan diastolik kurang dari 80 mm Hg
b. Hipertensi stadium (stage) 1, dengan tekanan sistolik 130 hingga 139 mm Hg
atau tekanan diastolik 80 hingga 89 mm Hg
Hipertensi dapat terjadi secara primer, sebagai akibat dari penyebab lingkungan
atau genetik, atau sekunder, yang memiliki banyak etiologi, termasuk penyebab
ginjal, vaskular, dan endokrin.(Alexander et al., 2019)
3. Sakit Kepala
Di antara berbagai macam sakit kepala sekunder, sebagian besar berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Biasanya, peningkatan tekanan darah arteri yang
tiba-tiba menyebabkan sakit kepala daripada nilai absolutnya. Sakit kepala terkait
hipertensi dibahas dalam 5 kategori utama dan untuk masing-masing kriteria pasti
telah divalidasi [International Headache Classification (IHCD-2)].(Assarzadegan
et al., 2013)
a. Pheochromocytoma (jinak atau ganas)
Pheochromocytoma adalah tumor penghasil katekolamin yang berasal dari sel
chromaffin yang terletak di medula adrenal dan terkadang jaringan ekstra
adrenal.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria diagnostik untuk sakit kepala di pheochromocytoma(Assarzadegan et
al., 2013):
1) Serangan sakit kepala diskrit intermiten disertai dengan setidaknya satu
dari berikut ini dan memenuhi kriteria C dan D:
a) Berkeringat
b) Palpitasi
c) Kegelisahan
d) Muka pucat
2) Pheochromocytoma ditunjukkan dengan pemeriksaan biokimia, pencitraan
dan / atau pembedahan
3) Sakit kepala berkembang bersamaan dengan peningkatan tekanan darah
yang tiba-tiba
4) Sakit kepala mereda atau membaik dalam waktu 1 jam setelah normalisasi
tekanan darah
b. Krisis hipertensi tanpa ensefalopati
Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah akut dan parah yang sering
digambarkan sebagai tekanan darah sistolik >180 mmHg, atau tekanan darah
diastolic >120 mmHg.(Assarzadegan et al., 2013)
Diasumsikan bahwa penyempitan pembuluh darah difus yang disebabkan oleh
faktor humoral adalah pemicu terjadinya proses hipertensi. Konsekuensinya
adalah cedera endotel vaskular dan aktivasi faktor koagulasi yang
menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol. Sistem renin-angiotensin dan
sebagian besar vasokonstriktor, seperti norepinefrin dan vasopresin,
menambah proses dan akhirnya kita mengalami peningkatan tekanan darah
yang cepat dan mengakhiri kerusakan iskemik organ.(Assarzadegan et al.,
2013)
Kriteria diagnostik untuk sakit kepala pada krisis hipertensi tanpa
ensefalopati(Assarzadegan et al., 2013):
1) Sakit kepala dengan setidaknya salah satu dari ciri-ciri berikut dan
memenuhi kriteria C dan D:
a) Bilateral
b) Kualitas berdenyut
c) Dipicu oleh aktivitas fisik
2) Krisis hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan paroksismal pada
tekanan darah sistolik (hingga >160 mmHg) dan/atau diastolik (hingga
>120 mmHg) tetapi tidak ada gambaran klinis ensefalopati hipertensi
3) Sakit kepala berkembang selama krisis hipertensi
4) Sakit kepala hilang dalam 1 jam setelah normalisasi tekanan darah
5) Investigasi yang tepat telah menyingkirkan racun vasopressor atau obat-
obatan sebagai faktor penyebab
c. Ensefalopati hipertensi
Hipertensi terakselerasi, juga disebut ensefalopati hipertensi, dapat
menyebabkan gangguan kesadaran. Etiologi ensefalopati hipertensi hampir
sama dengan krisis hipertensi tanpa ensefalopati tetapi dengan cara yang lebih
parah.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria sakit kepala pada ensefalopati hipertensi(Assarzadegan et al., 2013):
1) Sakit kepala dengan setidaknya salah satu dari karakteristik berikut dan
memenuhi kriteria C dan D:
a) Nyeri menyebar
b) Kualitas berdenyut
c) Diperburuk oleh aktivitas fisik
2) Peningkatan tekanan darah yang persisten hingga >160/100 mmHg dengan
setidaknya dua dari berikut ini:
a) Kebingungan
b) Tingkat kesadaran berkurang
c) Gangguan penglihatan (selain migrain aura khas) termasuk kebutaan
d) Kejang
3) Sakit kepala berkembang dalam hubungan temporal yang erat dengan
peningkatan tekanan darah
4) Sakit kepala sembuh dalam 3 bulan setelah pengobatan dan pengendalian
hipertensi yang efektif
5) Penyebab lain dari gejala neurologis telah disingkirkan
d. Pre-eklampsia dan eklampsia
Wanita pra-eklampsia mengalami komplikasi kardiovaskular. Tanda dan
gejala neurologis adalah gambaran umum dari gangguan tersebut, termasuk
sakit kepala parah yang terus-menerus, cacat penglihatan (seperti penglihatan
kabur, diplopia, atau bintik-bintik mengambang), kebingungan, depresi
kesadaran, dan akhirnya dapat menyebabkan kejang atau
eklampsia.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria sakit kepala pada pre-eklampsia dan eklampsia(Assarzadegan et al.,
2013):
1) Sakit kepala dengan sekurang-kurangnya salah satu dari ciri-ciri berikut
dan memenuhi kriteria C dan D:
a) Bilateral
b) Kualitas berdenyut
c) Diperburuk oleh aktivitas fisik
2) Kehamilan atau nifas (sampai 4 minggu pascapersalinan), dan pre-
eklampsia/eklampsia ditentukan oleh kedua hal berikut:
a) Hipertensi (> 140/90 mmHg) didokumentasikan pada dua pembacaan
tekanan darah setidaknya dengan jarak 4 jam
b) Ekskresi protein urin >0,3 g per 24 jam
c) Terjadi kejang (pada eklampsia)
3) Sakit kepala berkembang selama periode tekanan darah tinggi
4) Sakit kepala sembuh dalam 7 hari setelah pengobatan hipertensi yang ektif
5) Penyelidikan yang tepat telah menyingkirkan toksin vasopresor, obat-
obatan, atau pheochromocytoma sebagai faktor penyebab
6) Stroke telah dikecualikan pada eklampsia
e. Respon tekanan akut terhadap agen eksogen
Pada setiap pasien yang mengeluh sakit kepala dan kami mendeteksi tekanan
darah tinggi, penting untuk meninjau kembali obatnya dan menanyakan pasien
tentang penyalahgunaan kokain. Agen yang paling terkenal termasuk kokain,
amfetamin, kontrasepsi oral, dan inhibitor oksidase
monoamine.(Assarzadegan et al., 2013)
Kriteria sakit kepala akibat respon tekanan akut terhadap agen
eksogen(Assarzadegan et al., 2013):
1) Sakit kepala, tidak ada ciri khas yang diketahui, memenuhi kriteria C dan
D
2) Agen atau toksin yang sesuai telah diberikan atau dicerna dan telah terjadi
peningkatan tekanan darah yang akut
3) Sakit kepala berkembang dalam hubungan temporal yang erat dengan
peningkatan akut tekanan darah
4) Sakit kepala sembuh dalam 24 jam setelah normalisasi tekanan darah
5) Tidak ada mekanisme lain untuk sakit kepala yang terlihat
4. Tengkuk Berat (Nyeri Leher)
Nyeri leher, yang tidak berhubungan dengan trauma, relatif umum dan biasanya
dianggap berasal dari muskuloskeletal. Seorang pasien dipresentasikan dengan
penyebab nyeri leher, hipertensi maligna yang tidak biasa dan serius. Mekanisme
nyeri leher mungkin baru jadi akibat herniasi tonsil otak kecil yang disebabkan
oleh peningkatan tekanan intrakranial.(Stockwell and George, 1997)
Edema serebral menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, karenanya edema
papil, sakit kepala (lebih buruk saat bangun), dan muntah yang sangat umum
terjadi pada hipertensi maligna. Hiperperfusi korteks oksipital dapat berkontribusi
pada gejala visual, seperti halnya edema papil. Hiperperfusi serebelar, bersama
dengan peningkatan tekanan intrakranial, diekspektasikan menyebabkan derajat
herniasi tonsil melalui foramen magnum. Nyeri leher telah digambarkan sebagai
gejala yang muncul pada herniasi tonsil.(Stockwell and George, 1997)
5. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat diubah termasuk pola makan yang tidak sehat (konsumsi
garam yang berlebihan, pola makan yang tinggi lemak jenuh dan lemak trans,
rendahnya asupan buah dan sayuran), kurangnya aktivitas fisik, konsumsi
tembakau dan alkohol, dan kelebihan berat badan atau obesitas.(Hypertension,
2019)
Faktor risiko yang tidak dapat diubah termasuk riwayat keluarga hipertensi, usia
di atas 65 tahun, dan penyakit yang menyertai seperti diabetes atau penyakit
ginjal.(Hypertension, 2019)
Athijah, U. L. P. H. P. P. (2011) ‘Buku Ajar Preskripsi: Obat dan Resep Jilid 1’. Surabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP).
Beevers, G., Lip, G. Y. H. and O’Brien, E. (2015) ‘ABC of hypertension: The pathophysiology
of hypertension’, BMJ, 11(2), pp. 341–344. doi: 10.1136/bmj.322.7291.912.
Candesartan: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution | MIMS Indonesia (2020). Available
at: https://www.mims.com/indonesia/drug/info/candesartan?mtype=generic (Accessed: 12
November 2020).