Anda di halaman 1dari 17

Pemeriksaan Inspeksi

Inspeksi Abdomen
1. Inspeksi
Inspeksi abdomen adalah pemeriksaan dengan melihat perut, baik perut bagian
anterior maupun posterior (pinggang). Inspeksi abdomen membutuhkan penerangan
yang cukup, pasien yang rileks, dan pajanan abdomen yang penuh dari daerah di atas
prosesus xiphoideus hingga simfisis pubis. Informasi yang perlu didapatkan dalam
inspeksi abdomen adalah (Markum and Widodo, 2000; Bickley, 2013):
a. Simetris
b. Bentuk antau kontur
c. Ukuran
d. Kondisi dinding perut; kelainan kulit, vena, umbilikus, striae alba
e. Pergerakan dinding perut

Gambar 1. Inspeksi Abdomen (Bickley, 2013)

Pada kulit dapat meliputi jaringan parut (sikatriks), striae (stretch marks) berwarna
perak (merupakan keadaan normal), vena yang berdilatasi, ruam dan lesi. Pada
umbilicus dapat dilihat kontur serta lokasinya, dan tanda-tanda inflamasi atau hernia.
Kontur abdomen dapat diperhatikan apakah rata, bulat, buncit (protuberan) atau
skafoid (cekung atau konkaf). Pinggang juga dapat dilihat apakah membenjol atau
terdapat benjolan setempat.(Bickley, 2013)

Abdomen yang membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien yang
gemuk, sedangkan situasi patologis yang dilakukan perut membuncit adalah
ileus paralitik, paralitik, meteorismus meteorismus asites, asites, kistoma kistoma
ovarii dan graviditas. graviditas. Tonjolan Tonjolan yang bersifat bersifat setempat
setempat dapat diartikan diartikan sebagai sebagai kelainan kelainan organ yang
dibawahnya, dibawahnya, misalnya tonjolan yang simetris pada regio suprapubik
dapat terjadi karena retensi urin pada hipertrofi prostat pada laki-laki tua atau
kehamilan muda pada wanita. Sedangkan pembesaran uterus juga mengakibatkan
penonjolan pada daerah tersebut.(Markum and Widodo, 2000)

Abdomen dapat dilihat simetris atau tidak. Apakah terlihat organ atau massa yang
dapat diraba? Dalam situasi normal dinding perut terlihat simetris dalam posisi
terlentang. Adanya tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat
bentuk perut tidak simetris.(Markum and Widodo, 2000; Bickley, 2013)

Apabila peristalsis dapat diperhatikan apabila dicurigai terdapat obstruksi intestinal.


Peristalsis dapat terlihat secara normal pada orang yang sangat kurus. Pergerakan
dinding perut akibat peristaltic dalam keadaan normal atau fisiologis tidak terlihat.
Bila terlihat adanya gerakan peristaltik peristaltik usus dapat dipastikan dipastikan
adanya hiperperistaltik hiperperistaltik dan dilatasi dilatasi sebagai sebagai akibat
obstruksi lumen usus baik oleh tumor, perlengketan, strangulasi atau hiperperistaltik
sementara akibat skibala.(Markum and Widodo, 2000; Bickley, 2013)

Pulsasi aorta yang normal sering terlihat di daerah epigastrium.(Bickley, 2013)

2. Teknik Pemeriksaan (Bickley, 2013)


a. Periksalah apakah kandung kemih pasien telah kosong
b. Buat pasien santai dalam posisi telentang, dengan sebuah bantal di bawah kepala
dan mungkin satu di bawah lutut. Selipkan tangan Anda di bawah pinggang untuk
melihat apakah pasien sudah santai dan berbaring datar di tempat tidur.
c. Minta pasien untuk meletakan kedua lengan di sisi atau melipatnya di depan dada.
Jika lengan di atas kepala, dinding abdomen teregang dan mengencang,
menyulitkan palpasi. angkat baju ke bawah garis puting, dan berikan kain penutup
hingga ke level simfisis pubis.
d. Sebelum Anda memulai palpasi, minta pasien untuk menunjuk setiap bagian yang
nyeri sehingga Anda dapat memeriksa bagian tersebut paling akhir.
e. Hangatkan tangan dan stetoskop Anda. Untuk menghangatkan tangan Anda,
gosok-gosoklah kedua tangan Anda atau letakan tangan Anda di air hangat. Anda
juga dapat melapisi melalui baju pesien untuk menyerap kehangatan tubuh pasien
sebelum membuka abdomen.
f. Dekati pasien dengan tenang, hindari gerakan yang cepat dan mendadak. Amati
wajah pasien untuk tanda-tanda nyeri atau rasa tak-nyaman. Hindari kuku yang
panjang dalam memeriksa pasien.
g. Alihkan perhatian pasien. Jika diperlukan, dengan percakapan atau pertanyaan.
Jika pasien merasa takut atau geli, mulailah palpasi dengan tangan pasien di
bawah tangan Anda. Setelah beberapa saat, selipkan tangan Anda di bawahnya
untuk melakukan palpasi secara langsung.

A. Inspeksi Lumbal
Bagian pertama dari pemeriksaan punggung bawah dimulai dengan pemeriksaan.
Pertama perhatikan kontur tulang belakang. Perhatikan lengkungan posterior normal dari
tulang belakang atas (kifosis) dan lengkungan anterior normal dari tulang belakang
bawah (lordosis). Kurangnya lordosis lumbal (yaitu tulang punggung bawah yang rata)
sering dikaitkan dengan nyeri punggung bawah. Inspeksi juga dilakukan untuk
memeriksa apakah terdapat asimetri pada pergerakan punggung, nyeri tidaknya
pada perabaan tulang pungung, perabaan tulang pungung, daerah panggul atau daerah
panggul atau di daerah ginjal di daerah ginjal (nyeri ketok pada (nyeri ketok pada sudut
kosto-vertebral).(Markum and Widodo, 2000; Low Back Exam, Approach to | Stanford
Medicine 25 | Stanford Medicine, 2020)
Inspeksi paling baik dilakukan dengan terlebih dahulu mengamati pasien Anda berdiri
tegak, kemudian membungkuk lagi ke depan sambil tetap berdiri.(Low Back Exam,
Approach to | Stanford Medicine 25 | Stanford Medicine, 2020)
Gambar 2. Inspeksi Lumbal (Low Back Exam, Approach to | Stanford Medicine 25 | Stanford
Medicine, 2020)

a. b.
Gambar 3. Kifosis (a.) dan Skoliosis (B.) (Low Back Exam, Approach to | Stanford Medicine 25 |
Stanford Medicine, 2020)

B. Inspeksi Genitalia
1. Inspeksi Genitalia Pria
Inspeksi penis meliputi (Bickley, 2013):
a. Kulit
b. Preputium (kulup); jika terdapat prepusium, tarik lipatan kulit ini ke belakang atau
minta pasien untuk menariknya sendiri. Langkah ini sangat penting untuk
mendeteksi banyak keadaan syanker (chancre) dan karsinoma. Smegma (bercak
yang berwarna keputih-putihan dan menyerupai keju) dapat berkumpul secara
normal di bawah prepusium.
c. Glans; kemungkinan ditemukan ulkus, sikatriks, nodulus, ataupun tanda inflamasi.
d. Kulit di sekitar pangkal penis dapat diperiksa untuk menemukan ekskoriasi atau
inflamasi. Cari telur kutu atau kutu yang melekat pada pangkal rambut atau bulu
kemaluan.
e. Meatus uretra; Lakukan penekanan glans penis dengan hati-hati di antara jari
telunjuk yang ditempatkan di sebelah atas dan ibu jari tangan Anda yang di
sebelah bawah. Manuver ini harus membuka meatus uretra dan memungkinkan
kita menginspeksinya untuk menemukan sekret. Normalnya tidak terdapat sekret
di dalam meatus uretra. Apabila dilaporkan bahwa terdapat sekret namun tidak
ditemukan saat inspeksi meatus uretra, batang penis dapat diurut dari pangkal
hingga glans penis untuk mengeluarkan sekret dari meatus uretrea untuk dapat
diperiksa lebih lanjut di laboratorium.

Gambar 4. Pemeriksaan Meatus Uretrea (Bickley, 2013)

2. Posisi Inspeksi Genitalia Pria


Pemeriksaan genitalia yang baik dapat dilakukan saat pasien berdiri atau berbaring
telentang. Namun, untuk memeriksa hernia atau varikokef pasien harus berdiri dan
Anda duduk dengan nyaman pada sebuah kursi atau bangku. Pakaian periksa harus
menutupi bagian dada dan abdomen pasien dengan pas. Kenakan sarung tangan karet
selama melakukan pemeriksaan. Buka daerah genitalia dan inguinalis pasien.(Bickley,
2013)
3. Inspeksi Genitalia Wanita
a. Menilai maturitas seksual pada pasien remaja
Rambut pubis dapat diperiksa pada saat melakukan pemeriksaan luar atau dalam.
Perhatikan karakter dan distribusinya dan tentukan nilainya menurut stadium
Tanner.(Bickley, 2013)
Keterlambatan pubertas sering bersifat familial atau disebabkan oleh keadaan
sakit kronis. Keterlambatan ini dapat pula disebabkan oleh abnormalitas pada
hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior atau pada ovarium.(Bickley, 2013)
b. Inspeksi genitalia eksterna
Pisahkan kedua labia untuk melakukan inspeksi terhadap (Bickley, 2013):
1) Labia mayora
Ekskoriasi atau makulopapula yang gatal, kecil, dan berwarna merah
menunjukkan pedikulosis pubis (kutu atau "tuma"). Cari telur kutu atau kutu
itu sendiri pada pangkal rambut pubis.
2) Klitoris
Pembesaran klitoris ditemukan pada keadaan maskulinisasi.
3) Meatus uretra
Perhatikan apakah terdapat karunkulus uretra dan prolapsus mukosa uretra.
4) Introitus vagina
Kemungkinan dapat ditemukan inflamasi, ulserasi, pengeluaran sekret,
pembengkakan, ataupun nodulus. Jika terdapat lesi, laukan palpasi untuk
merabanya. Jika terdapat riwayat, atau terlihat, pembengkakan pada labia,
periksa keadaan glandula Bartholini; masukkan jari telunjuk ke dalam vagina
di dekat ujung posterior introitus tersebut, tempatkan ibu jari di sebelah luar
bagian posterior labium majus, secara bergantiary lakukan palpasi pada setiap
sisi di antara jari tangan dan ibu jari untuk meraba pembengkakan atau nyeri
tekan. Perhatikan setiap sekret yang merembas keluar dari muara (orifisium)
duktus kelenjar tersebut. ]ika terdapat sekret, lakukan pemeriksaan kulturnya.

Selain keempat hal tersebut, perineum juga merupakan bagian yang penting dalam
inspeksi genitalia wanita.(Bickley, 2013)

4. Posisi Inspeksi Genitalia Wanita


a. Pasien (Bickley, 2013)
1) Hindari sanggama, penyemprotan vagina (douching), atau penggunaan
supositoria vagina dalam waktu 24 hingga 48 iam sebelum menjalani
pemeriksaan.
2) Kosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan.
3) Berbaringlah telentang dengan kepala dan bahu sedikit diangkat, kedua lengan
diletakkan di samping tubuh atau disilangkan-di depan dada untuk
mengurangi Pengencangan otot-otot abdomen
4) Posisi tubuh pasien; Pasien ditutupi dengan kain penutup yang tepat dan
kemudian pasien dibantu dalam posisi litotomi. Bantu pasien pertama-tama
dengan menempatkan salah satu tumitnya ke dalam alat penyangga dan
kemudian tumit lainnya. Pasien mungkin merasa lebih nyaman diperiksa
dengan mengenakan sepatu daripada dengan kaki telanjang. Kemudian minta
untuk memerosotkan tubuhnya pada meja periksa ke bawah sampai pantatnya
sedikit melewati bagian tepi meja tersebut. Kedua paha pasien harus
difleksikan, diabduksikan, dan dirotasikan keluar pada sendi pahanya. Sebuah
bantal ditempatkan di bawah kepala pasien.
b. Pemeriksa (Bickley, 2013)
1) Jelaskan setap langkah pemeriksaan sebelum pemeriksaan dilakukan.
2) Tutupi tubuh pasien deagan kain penutup dari bagian pertengahan
abdomennya hingga lutut; tekan kain tersebut di antara lutut untuk menjaga
kontak maca dengan pasien.
3) Hindari gerakan yang tidak terduga atau yang mendadak.
4) Hangatkan spekulum dengan air keran.
5) Amati kenyamanan pasien selama pemeriksaan dengan memperhatikan
ekspresi wajahnya.
6) Gunakan teknik yang efektif tetapi penuh kehatihatian, khususnya pada saat
memasukkan spekulum ke dalam vagina.

C. Inspeksi Ekstremitas
1. Sendi Bahu
Amati bahu dan lengkung bahu dari sebelah anterior, dan lakukan inspeksi skapula
serta otot yang terkait dengannya dari sebelah posterior. Perhatikan setiap adanya
pembengkakan, deformitas, atau atrofi otot atau fasikulasi (tremor halus pada otot).
Cari pembengkakan kapsula sendi di sebelah anterior atau benjolan dalam bursa
subakromial di bawah muskulus deltoideus. Periksa keseluruhan ekstremitas atas
untuk menernukan ada:rya perubahan warna" perubah;ur kulit, atau posisi yang
abnormal.

Gambar 5. Dislokasi Anterior Os Humerus (Bickley, 2013)


2. Siku
Topang lengan bawah pasien dengan tangan kontralateral Anda sedemikian sehingga
siku menekuk sekitar 70°. Identifikasi epikondilus medialis dan lateralis, serta
prosesus olekranon ulna. Inspeksi kontur siku, termasuk permukaan ekstensor ulna
dan prosesus olekranon. Perhatikan adanya nodul atau pembengkakan.
Meminta pasien untuk duduk berhadapan dengan pemeriksa, berdiri atau tidur dengan
posisi supine.
3. Pergelangan tangan dan tangan
Amati posisi tangan dalam gerakan untuk melihat apakah gerakan berlangsung mulus
dan alami. Ketika melemas, jari-jari tangan seharusnya sedikit fleksi; tepi-tepi kuku
harus sejajar. Inspeksi permukaan palmar dan dorsal pergelangan tangan serta tangan
secara cermat untuk melihat ada tidaknya pembengkakan sendi. Perhatikan adanya
deformitas pergelangan tangan, tangan, atau tulang jari, serta angulasi. Amati kontur
telapak tangan, yaitu tonjolan tenar dan hipotenar. Perhatikan adanya penebalan
tendon-tendon fleksor atau kontraktur fleksi di jari-jari tangan.
Meminta pasien untuk duduk berhadapan dengan pemeriksa, berdiri atau tidur dengan
posisi supine.
4. Panggul

Inspeksi panggul dimulai dari pengamatan cermat terhadap ayunan langkah pasien
masuk ke kamar periksa. Amati dua fase langkah:
• Berdiri—ketika kaki berada di lantai dan menopang beban (60% dari siklus
berjalan)
Sebagian besar masalah panggul muncul selama fase menahan beban
• Mengayun—ketika kaki bergerak maju dan tidak menahan beban (40%dari sildus
berjalan)
Amati jarak antartumit, pergeseran panggul, dan fleksi lutut. Lebar antar tumit
sebaiknya 5-10 cm. Ayunan langkah yang normal memiliki irama yang mulus dan
kontinu, yang sebagian dicapai oleh kontraksi abduktor tungkai penahan beban.
Kontraksi abduktor menstabillkan panggul dan membantu mempertahankan
keseimbangan, mengangkat panggul kontralateral. Lutut harus menekuk sepanjang
fase.

Amati bagian lumbal tulang belakang untuk besar lordosis dan, dengan pasien dalam
posisi telentang, nilai panjang tungkai untuk kesimetrisan. Inspeksi permukaan anterior
dan posterior panggul untuk adanya atrofi otot atau memar. Sendi terletak terlalu
dalam untuk mendeteksi pembengkakan.
Jarak antartumit yang lebar mengisyaratkan gangguan serebelum atau masalah di kaki.
Dislokasi sendi panggul, artritis, ketidaksesuaian panjang tungkai, atau kelemahan
abduktor dapat menyebabkan panggul jatuh di sisi berlawanan, menghasilkan ayunan
langkah yang terbata-bata.
Kurangnya fleksi lutut, yang menyebabkan tungkai secara fungsional lebih panjang,
mengganggu kelancaran ayunan langkah dengan sirkumduksi ekstremitas, atau
mengayunkan tungkai keluar ke samping.
Hilangnya lordosis mungkin mencerminkan spasme paravertebra; lordosis yang
berlebihan mengisyaratkan deformitas fleksi sendi panggul.
Perubahan panjang tungkai dijumpai pada deformitas abduksi atau aduksi dan skoliosis.
Memendeknya tungkai dan rotasi eksternal mengisyaratkan fraktur panggul.
5. Lutut
Amati ayunan langkah ketika pasien masuk ke kamar periksa, apakah lancar dan
berirama. Lutut harus ekstensi ketika tumit menginjak lantai dan fleksi pada fase-fase
lain ayunan langkah.
Periksa susunan dan kontur lutut. Amati adanya atrofi otot-otot kuadriseps.
Perhatikan kemungkinan hilangnya cekungan-cekungan normal di sekitar patela, suatu
tanda pembengkakan sendi lutut dan kantong suprapatela; perhatikan adanya
pembengkakan lain di lutut atau jaringan sekitar.
Tersandung sewaktu tumit menjejak mengisyaratkan kelemahan otot kuadriseps atau
pergerakan patela yang abnormal.
Bowlegs (genu varum) dan knock knees (genu valgum) sering dijumpai; kontraktur
fleksi (ketidakmampuan melakukan ekstensi penuh) dijumpai pada paralisis tungkai
atau kekakuan hamstring.
Pembengkakan di atas patela mengisyaratkan bursitis prapatela. Pembengkakan di atas
tuberkulum tibia mengisyaratkan bursitis infrapatela atau, jika lebih medial, bursitis
anserina.
6. Pergelangan tangan dan kaki
Amati semua permukaan pergelangan kaki dan kaki, perhatikan ada tidaknya
deformitas, nodul, pembengkakan, atau kalus
D. Kepala dan Leher
1. Kepala
Pada pemeriksaan kepala, dapat diperiksa distribusi, tekstur, dan kehilangan pada
rambut. Selain itu kulit kepala juga perlu diperiksa untuk menentukan ada atau
tidaknya tekstur bersisik, benjolan, ataupun lesi lainnya. Selain itu bentuk dan kontur
tengkorak juga perlu diperhatikan, dapat dilihat ada atau tidaknya deformitas, depresi,
benjolan, ataupun terasa lembut. Pada wajah, perlu diperhatikan juga ekspresi dan
kontur wajah. Tentukan apakah simetris atau tidak, ada atau tidaknya gerakan
involuntary dan massa. Warna, tekstur, ketebalan, dan lesi pada kulit juga perlu
diperhatikan. Kelainan yang dapat ditemukan pada inspeksi kepala adalah sebagai
berikut.
a. Cushing Syndrome
Bentuk wajah moon face yang disebabkan oleh peningkatan produksi kortisol
pada cushing syndrome. Selain itu juga mungkin terdapat peningkatan
pertumbuhan rambut di wajah.
b. Nephrotic Syndrome
Peningkatan sekresi albumin yang menyebabkan bentuk wajah menjadi
“edematous” dan pucat. Terdapat pembengkakan pada daerah sekitar mata.
c. Myxedema
Disebabkan oleh hipertiroidisme, menyebabkan bentuk wajah yang membengkak
dan kering pada daerah alis dan kulit.
d. Pembesaran Kelenjar Parotis
Terjadi akibat pembesaran kelenjar parotis bilateral dan asimptomatik,
menyebabkan terlihatnya pembesaran pada daerah anterior daun telinga dan di
atas sudut rahang.
e. Akromegali
Akibat peningkatan growth hormone sehingga menyebabkan pembesaran pada
tulang dan jaringan ikat. Sehingga kepala berbentuk memanjang, tonjolan pada
dahi, hidung, dan rahang bawah. Serta terdapat pembesaran jaringan lunak pada
hidung, bibir, dan telinga.
f. Parkison’s Disease
Akibat adanya degenerasi pada jaringan saraf, menyebabkan adanya penurunan
mobilitas wajah dan menimbulkan struktur wajah “masklike”. Terdapat juga
pengurangan frekuensi mengedip. Biasanya pasien akan mengalami fleksi leher
dan batang tubuh bagian atas sehingga pasien terlihat menatap ke atas. Kulit
wajah menjadi lebih berminyak dan kadangkadang mengalami drooling.
2. Mata
Inspeksi pada mata dapat dilakukan dengan memerhatikan alis (diperhatikan
kepadatannya, penyebaran rambut, dan tekstur kulit di bawahnya. Selain itu dapat
juga diperhatikan kelopak matanya. Periksa ada atau tidaknya edema ataupun lesi.
Warna dan lebar kelopak juga perlu diperhatikan. Konjungtiva dan sklera juga dapat
diperiksa dengan menahan kelopak bawah pasien dan meminta pasien untuk melihat
ke atas. Perhatikan warna, pola vaskular, nodul, ataupun pembengkakan.
Pada inspeksi iris, dapat dengan menggunakan pencahayaan. Secara normal, ketika
iris diberi pencahayaan dari arah lateral atau dari temporal, pada iris tidak akan
menimbulkan bayangan berbentuk seperti bulan sabit. Namun, pada keadaan tertentu
dapat muncul bentuk bayangan seperti bulan sabit
Sedangkan untuk pemeriksaan pupil dapat dilakukan dengan pencahayaan redup
untuk memeriksa ukuran, bentuk, dan simetri kedua pupil. Penilaian pemeriksaan
pupil dapat menggunakan scoring di bawah berikut. Pupil dengan ukuran di atas 5
mm tergolong besar dan pupil dengan ukuran di bawah 3 mm tergolong kecil.
Kelainan pada mata yang dapat ditemukan di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Konjungtivitis
Dilatasi pada pembuluh darah konjungtiva sehingga menimbulkan kemerahan
pada daerah perifer mata.
b. Subconjunctival Hemorrhage
Rusaknya pembuluh darah sehingga menyebabkan darah keluar dari pembuluh.
Akibatnya membentuk area berwarna merah yang homogen.
c. Infeksi / Luka pada kornea
Adanya dilatasi pembuluh-pembuluh darah yang lebih dalam dan tampak sebagai
pembuluh yang memancar atau rona ungu kernerahan di sekitar limbus. Injeksi
siliar merupakan tanda penting dari ketiga penyakit ini meskipun mungkin kurang
jelas. Mata malah mungkin tampak merah merata. Petunjuk lain untuk penyakit-
penyakit yang lebih serius ini adalah nyeri, penurunan penglihatan, pupil tak-
simetris, dan kornea keruh.
d. Katarak
Kekeruhan pada lensa yang dapat terlihat melalui pupil. Faktor risiko adalah usia
lanjut, merokok, diabetes, dan pemakaian kortikosteroid.
e. Esotropia dan Eksotropia
Kelainan yang disebabkan oleh tidak sinkronnya tonus pada otot mata sehingga
menyebabkan adanya perbedaan lirikan mata kanan dan kiri.
f. Ptosis
Ptosis adalah kondisi dimana kelopak mata atas turun. Penyebab mencakup
miastenia gravis, kerusakan saraf okulomotorius, dan kerusakan saraf simpatis
(sindrom Hornet) . Otot yang melemah, jaringan yang melemas, dan berat lemak
yang mengalami herniasi dapat menyebabkan ptosis senilis. Ptosis juga dapat
bersifat kongenital.
g. Entropion
Entropion adalah pembalikan masuk tepi kelopak mata. Bulu mata bawah, yang
sering tidak terlihat ketika terbalik ke dalam, mengiritasi konjungtiva dan kornea
bagian bawah. Minta pasien untuk menutup mata dengan erat dan kemudian
dibuka; lalu periksa ada tidaknya entropion yang biasanya tidak terlihat
h. Ektropion
Pada ektropion, tepi kelopak mata bawah terbalik keluar sehingga konjungtiva
palpebra terpapar. Jika pungtum kelopak mata bawah terbalik keluar, drainase
mata akan terganggu, sehingga terjadi pengeluaran air mata. Ektropion juga lebih
sering pada usia lanjut.
i. Eksoftalmos dan Retraksi Bola Mata
Keadaan dimana adanya retraksi kelopak mata. Kemungkinan terjadi akibat
hipertiroidisme. Eksoftalmos adalah penonjolan bola mata, suatu gambaran umum
pada oftalmopati Graves dan dipicu oleh limfosit T autoreaktif. Pada penyakit ini,
terdapat suatu spektrum kelainan mata, berkisar dari retraksi kelopak hingga
disfungsi otot ekstraokulus, nyeri bola mata, dan lakrimasi.
3. Telinga
Inspeksi pada telinga dapat dilakukan pada aurikula untuk melihat ada atau tidaknya
deformitas, benjolan, ataupun lesi. Selain itu juga dapat dilakukan pada kanal telinga
dan gendang telinga (membran timpani) dengan menggunakan otoscope. Kelainan
pada aurikula yang dapat diidentifikasi dengan inspeksi adalah sebagai berikut.
a. Keloid
Hipertrofi dari jaringan parut. Biasanya timbul pada daerah yang mengalami luka.
b. Tofus
Merupakan endapan kristal asam urat yang khas pada gout tofaseosa kronik.
Berbentuk sebagai nodul keras diheliks atau antiheliks dan mungkin
mengeluarkan kristal putih seperti kapur melalui kulit. Biasanya muncul pada
peningkatan kadar asam urat kronis.
c. Kista Kulit
Merupakan benjolan di dermis yang berbentuk kubah. Di permukaannya mungkin
terlihat suatu bintik hitam (black head). Secara histologis, lesi ini biasanya adalah
kista epidermoid, sering di wajah dan leher, atau kistapi/ar (trikilema), sering di
kulit kepala.
d. Kondrodermatitis Helisis.
Lesi peradangan kronik ini dimulai sebagai papul yang nyeri. Dapat membentuk
ulkus dan kusta. Lesi juga dapat memerah.
e. Karsinoma Sel Basal
Merupakan suatu keganasan umum yang tumbuh lambat dan jarang bermetastasis.
Lesi dapat tumbuh dan mengalami ulserasi. Kelainan ini lebih sering pada orang
berkulit terang yang terpajan sinar matahari berlebihan.
4. Hidung
Inspeksi pada hidung dapat dilakukan dengan memerhatikan permukaan anterior dan
inferior hidung dan menentukan ada atau tidaknya asimetri atau deformitas. Selain itu
juga dapat dilakukan inspeksi pada bagian dalam hidung dengan menggunakan
otoskop. Perhatikan bagian dalam hidung, periksa adakah pembengkakan ,
perdarahan, atau eksudat. Kelainan lain seperti ulkus atau polip juga harus
diperhatikan. Kelainan yang dapat ditemukan pada hidung dapat berupa furunkel
yang ditandai dengan nyeri tekan di ujung hidung, rhinitis yang ditandai dengan
mukosa memerah dan membengkak, dan polip yang merupakan pertumbuhan mirip-
kantong berwarna pucat akibat peradangan jaringan yang dapat menyumbat saluran
hidung atau sinus.
5. Mulut dan Faring
Pertama dapat dilakukan inspeksi pada bibir untuk mengamati warna dan
kelembapannya, dan cari ada atau tidaknya benjolan, ulkus, dan keretakan.
Selanjutnya dapat dilakukan inspeksi pada mukosa oral dengan pencahayaan yang
baik dan gunakan bantuan spatula lidah. Periksa mukosa mulut untuk warna, ulkus,
bercak putih, dan nodul. Garis bergelombang putih di mukosa pipi sekitar terjadi jika
gigi atas dan bawah bertemu, berkaitan dengan iritasi akibat gerakan mengisap atau
mengunyah. Gusi dan gigi juga perlu diperhatikan pada inspeksi mulut dan faring,
warna gusi normalnya adalah merah muda. Inspeksi tepi gusi dan papila antar-gigi,
perhatikan ada atau tidaknya pembengkakan dan ulkus. Inspeksi gigi, adakah yang
tanggal, berwarna lain, berbentuk tak-lazim, atau terletak abnormal. Perhatikan juga
warna dan tekstur dorsum lidah. Inpeksi bagian samping dan bawah lidah serta dasar
mulut, tempat-tempat kanker sering tumbuh. Perhatikan setiap daerah putih atau
kemerahan, nodul, atau ulserasi. Pada pemeriksaan faring, perlu memerhatikan
palatum mole, pilar anterior dan posterior, uvula, tonsil, dan faring. Perhatikan warna
dan simetri mereka serta cari ada tidaknya eksudat, pembengkakkan, ulserasi, atau
pembesaran tonsil. Kelainan yang dapat ditemukan pada inspeksi mulut dan faring
adalah sebagai berikut.
a. Celah maksilofasial (sumbing) adalah kelainan bawaan yang paling umum dan
berhubungan dengan konsumsi fenitoin (Dilantin), ibu yang merokok dan
penggunaan alkohol, benzodiazepin, dan kortikosteroid.
b. Angular chelitis
Keadaan dimana bibir eritema, bersisik, dan fisura dangkal dan nyeri disudut
mulut bersamaan dengan air liur berlebih dan infeksi kandida. Sering terlihat pada
orang yang tidak bergigi dan gigi palsu dengan pemasangan
c. Karsinoma
Kanker pada daerah mulut.
d. Maloklusi
Keadaan dimana lengkungan gigi atas atau bawah tidak sejajar, dan gigi seri
menonjol dari masalah perkembangan mandibula atau rahang atas atau
ketidaksesuaian antara rahang dan ukuran gigi.
e. Gingivitis
Peradangan yang biasanya disebabkan oleh kebersihan gigi yang buruk atau
kekurangan vitamin C.
6. Leher
Pada inspeksi leher, perlu diperhatikan simetri dan ada tidaknya massa atau jaringan
parut. Carilah ada tidaknya pembesaran kelenjar parotis atau submandibula, dan
setiap kelenjar limfe yang terlihat perlu dicatat. Trakea penting untuk diperiksa pada
pemeriksaan leher, letakkan jari tangan sepanjang salah satu sisi trakea dan
perhatikan ruang antara trakea dan sternokleidomastoideus. Bandingkan ini dengan
sisi lainnya. Secara normal ruang ini simetris. Selain itu pada pemeriksaan leher juga
perlu memerhatikan kelenjar tiroid. Amati pasien ketika menelan. Minta pasien untuk
minum seteguk air dan meluruskan leher kembali dan menelan. Amati gerakan naik
kelenjar tiroid, dengan memerhatikan kontur dan simetrinya. Tulang rawan tiroid,
kartilago krikoid, dan kelenjar tiroid akan naik ketika pasien menelan lalu turun ke
posisi istirahatnya. Kelainan yang dapat ditemukan pada inspeksi leher adalah sebagai
berikut.
a. Goiter
Goiter atau gondok, baik simple diffuse (SDG, kiri) ataupun multinodular (MNG,
kanan) dapat ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar tiroid. SDG biasanya
terjadi pada daerah rendah yodium.
b. Hipertiroidisme
Ditandai dengan adanya peningkatan produksi hormon tiroid.
Daftar Pustaka

Bickley, L. S. (2013) Bates Buku ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan, Journal of
Chemical Information and Modeling. Jakarta: EGC. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Low Back Exam, Approach to | Stanford Medicine 25 | Stanford Medicine (2020). Available at:
https://stanfordmedicine25.stanford.edu/the25/BackExam.html (Accessed: 4 October 2020).
Markum, H. M. S. and Widodo, D. (2000) Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta:
InternaPublishing.

Anda mungkin juga menyukai