Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya
regang miometrium. ( Sarwono Prawirohardjo ).
Rupture Uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan
dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi )
Ruptur Uteri dapat dibagi menurut beberapa cara, yaitu :
1. Menurut waktu terjadinya
a.
b.
a.
b.
c.
d.
Korpus Uteri ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti
sectio caeseria klasik ( korporal ), miomektomi.
Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju.
SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah Ruptur Uteri sebenarnya.
Serviks Uteri terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi
sedang pembukaan belum lengkap.
Kolporeksis robekan otot rahim diantara serviks dan vagina,
3. Menurut apakah peritonium ikut robek atau tidak
a.
a.
b.
Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping janin ( janin
seperti berada diluar uterus ).
Tenang
Kemungkinan terjadi muntah
Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen
Nyeri berat pada suprapubis
Kontraksi uterus hipotonik
Perkembangan persalinan menurun
Perasaan ingin pingsan
Hematuri ( kadang-kadang kencing darah )
Perdarahan vagina ( kadang-kadang
Tanda-tanda syok progresif
Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin
tidak dirasakan
DJJ mungkin akan hilang
D. PATOFISIOLOGI
Robekan perinium terjadi pada semua persalinan dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama karenba akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan
janin dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama.
Robekan perinium umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehimgga kepala janin
terpaksa lahir lebih kebelakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia.
F. TES LABORATORIUM
MANAJEMEN
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
2. Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit,
misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah.
( jaga agar
jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ).
3. Hubungi bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan
plasma beku segar yang diperlukan
4. Berikan oksigen
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan histerektomi )
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan oksitosin
dalam cairan intra vena.
PENATALAKSANAAN MEDIS :
1. Penjahitan robekan serviks
Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan antiseptik ke vagina dan
serviks.
Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anestesi tidak dibutuhkan pada sebagian
besar robekan serviks. Berikan pethidine dan diazepam melalui IV secara perlahan
(jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan Ketamin untuk
robekan serviks yang tinggi dan lebar.
Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu
mendorong serviks jadi terlihat.
Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks ( jika perlu ).
Pegang serviks dengan forcep cincin atau forsep spons dengan hati-hati. Letakan forsep
pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh
serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
Tutup robekan serviks dengan jahitan jeluhur menggunakan benang catgut kromik atau
poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks ( tepi atas robekan ) yang sering kali menjadi sumber
perdarahan.
Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan
benang catgut kropmik atau poliglikolik 0.
Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang apeks dengan forsep arteri atau forsep cincin.
Pertahankan forsep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat
perdarahan karena upaya tersebut dapat memperberat perdarahan, selanjutnya :
Setelah 4 jam buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
Setelah 4 jam berikutnya keluarkan seluruh forsep.
2. Penjahitan robekan vagina dan perinium
Terdapat 4 derajat robekan yang bisa terjadi pada saat persalinan, yaitu :
Derajat I
Derajat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat dan otot dibawahnya tetapi
tidak mengenai spingter ani.
: Robekan hanya terdapat pada selaput lendir vagina dan jaringan ikat.
ASUHAN KEPERAWATAN
Anamnesa dan inspeksi :
Perdarahan pervaginam.
Palpasi :
Bila kepala janin belum turun akan mudah dilepaskan dari pintu atas pinggul.
Auskultasi : DJJ sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
Pemeriksaan dalam :
Kepala janin yang tadinya sudah turuin kebawah dengan mudah didorong kearas.
Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba pada dinding rahim.
Sirkulasi :
Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi
melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum.
Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus bagian
bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling lazim
dari ruptur.
Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung ke
dalam rongga peritoneum, yang dapat dikenali melalui :
Permukaan serosa uterus yang halus dan licin
Adanya usus dan ommentum
Jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d peregangan pada perinium.
2. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan dan penurunan kesadaran.
3. Kekurangan volume cairan b.d perdarahan.
4. Resiko tinggi perdarahan pervaginam b.d adanya ruptur.
5. Gangguan pola tidur b.d adanya nyeri.
INTERVENSI DAN RASIONAL
Dx : 1
Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu intervensi
yang tepat.
Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam.
Rasional perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi
peningkatan nyeri.
Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit merasa lebih nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat membantu
mengurangi nyeri yang dirasakan.
Beri posisi yang nyaman.
Rasional posisi yang nyaman dapat menghindari penekanan pada area yang nyeri.
Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri dapat dipersepsikan.
Dx : 2
Kaji kemampuan klien dalam memenuhi perawatan diri
Rasional untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau ketergantungan klien dalam merawat
diri sehingga dapat membantu dalam memenuhi kebutuhannya.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rasional kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan.
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesui kemampuannya.
Rasional pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan
secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.
Anjurkan keluarga untuk selalu berada didekat klien dan membantu memenuhi
kebutuhan.
Rasional membantu memenuhi kebutuhan klien yang dapat terpenuhi secara mandiri.
Dx : 3
Pantau jumlah perdarahan
Rasional mengetahui jumlah darah yang keluar.
Catat kehilangan cairan.
Rasional potensial kehilangan cairan.
Pantau nadi.
Rasional takikardia dapat terjadi memaksimalkan sirkulasi cairan pada kejadian dihidrasi
atau hemoragi.
Pantau tekanan darah sesui indukasi.
Rasional peningkatan tekanan darah munkin karena efek-efek obat. Penurunan tekanan
darah mungkin tanda lanjut dari kehilangan cairan secara berlebihan.
Evaluasi kadar Hb dan Ht.
Rasional mengetahui terjadi penurunan yang menyebabkan kehilangan darah berlebihan