Anda di halaman 1dari 41

BAB I

Fibroadenoma merupakan tumor jinak pada payudara yang paling umum


ditemukan. Fibroadenoma terbentuk dari sel – sel epitel dan jaringan ikat, dimana
komponen epitelnya menunjukkan tanda – tanda aberasi yang sama dengan
komponen epitel normal. Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun
diperkirakan berkaitan dengan aktivitas estrogen. Fibroadenoma pertama kali
terbentuk setelah aktivitas ovarium dimulai dan terjadi terutama pada remaja muda.
(1,2,3,4,5,6)

Fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita muda, terutama dengan usia di


bawah 30 tahun dan relatif jarang ditemukan pada payudara wanita postmenopause.
Tumor ini dapat tumbuh di seluruh bagian payudara, namun tersering pada quadran
atas lateral. Penyakit ini bersifat asimptomatik atau hanya menunjukkan gejala
ringan berupa benjolan pada payudara yang dapat digerakkan, sehingga pada
beberapa kasus, penyakit ini terdeteksi secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan
fisik. Penanganan fibroadenoma adalah melalui pembedahan pengangkatan tumor.
Fibroadenoma harus diekstirpasi karena tumor jinak ini akan terus membesar.(2, 3, 5, 6)

BAB II

I. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Di Amerika Serikat, fibroadenoma merupakan lesi payudara yang paling
umum, yang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40 tahun. Fibroadenoma
dapat terjadi pada wanita segala usia, selama masa reproduksi aktif dan mengecil
setelah menopause. Fibroadenoma jarang terjadi pada wanita postmenopause.
Prevalensi fibroadenoma pada wanita usia di atas 40 tahun kira-kira hanya 8 – 10

1
%. Sekitar 10 – 15 % kasus fibroadenoma merupakan multipel. Pada wanita
berkulit gelap, fibroadenoma lebih sering terjadi di usia lebih muda dibandingkan
wanita berkulit putih.(4,6)
Fibroadenoma merupakan hasil biopsi yang paling sering ditemukan di
Jamaica, yaitu sekitar 39,4% dari seluruh biopsi yang dilakukan, yang diikuti oleh
penyakit fibrokistik, sekitar 19, 3 %.(7)

II. ETIOLOGI
Penyebab pasti fibroadenoma tidak diketahui. Namun, terdapat
beberapa faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini, antara lain peningkatan mutlak
aktivitas estrogen, yang diperkirakan berperan dalam pembentukannya. Selain itu,
diperkirakan terdapat prekursor embrional yang dormant di kelenjar mammaria
yang dapat memicu pembentukan fibroadenoma yang akan berkembang mengikuti
aktivitas ovarium.(2,3)

III. ANATOMI

Payudara terdiri dari jaringan kelenjar, fibrosa, dan lemak. Jaringan ikat
memisahkan payudara dari otot – otot dinding dada, otot pektoralis dan seratus
anterior. Sedikit di bawah pusat payudara dewasa terdapat puting (papila mamaria),
tonjolan yang berpigmen dikelilingi oleh areola. Puting mempunyai perforasi pada
ujungnya dengan beberapa lubang kecil, yaitu apertura duktus laktiferosa. Tuberkel
– tuberkel Montgomery adalah kelenjar sebasea pada permukaan areola.(8)

Jaringan kelenjar membentuk 12 hingga 25 lobus yang tersusun radier di


sekitar puting dan dipisahkan oleh jaringan lemak yang bervariasi jumlahnya, yang
mengelilingi jaringan ikat (stroma) di antara lobus – lobus. Setiap lobus berbeda,
sehingga penyakit yang menyerang satu lobus tidak menyerang lobus lainnya.
Drainase dari lobus menuju sinus laktiferosa, yang kemudian berkumpul di duktus
pengumpul dan bermuara ke puting. Jaringan ikat di banyak tempat akan memadat
membentuk pita fibrosa yang tegak lurus terhadap substansi lemak, mengikat

2
lapisan dalam dari fasia subkutan payudara pada kulit. Pita ini, yaitu ligamentum
Cooper merupakan ligamentum suspensorium payudara.(8)

Jika dilihat melalui potongan sagital, maka struktur payudara terdiri atas
beberapa lapisan, dari luar ke dalam, yaitu : kulit, jaringan lemak subkutaneus,
stroma (jaringan fibroglandular) yang di dalamnya terdapat pula duktus laktiferus,
fascia pektoralis, m. pektoralis mayor dan tulang iga.(9)

Gambar 1. Anatomi Payudara. Potongan Sagital. (dikutip dari


kepustakaan 9)

3
Gambar 3. Anatomi Payudara. Struktur Lobus Payudara. (dikutip dari
keustakaan 9)

Vaskularisasi kelenjar mamae terutama berasal dari cabang arteri aksilaris,


ramus perforata intercostalis 1 – 4 dari arteri mammaria interna dan ramus perforata
arteri intercostalis 3 – 7. Cabang arteri aksilaris dari medial ke lateral adalah arteri
torakalis lateralis. Agak ke lateral dari arteri torakalis lateralis terdapat arteri
subskapularis. Vena dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yakni superfisial dan
profunda. Vena superfisial terletak di subkutis, mudah tampak, bermuara ke vena
mammaria interna atau vena superfisial leher. Vena profunda berjalan seiring
dengan arteri yang senama, dan secara terpisah bermuara ke vena aksilaris, vena
mammaria interna dan vena azigos atau vena hemiazigos.(10)

Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti vena kelenjar


mammae, drainasenya terutama melalui : (10)

1. Bagian lateral dan sentral masuk ke kelenjar limfe fosa aksilaris


2. Bagian medial masuk ke kelenjar limfe memmaria interna.
3. Saluran limfe subkutis kelenjar mammae umumnya masuk ke pleksus
imfatik subareolar.

Kelenjar mammae dipersarafi oleh nervi intercostal ke 2 – 6 dan 3 –


4 rami dari pleksus servikalis. Sedangkan saraf yang berkaitan dengan terapi bedah
adalah : (10)

1. Nervus torakalis lateralis. Kira-kira di tepi medial m.pektoralis minor


melintasi anterior vena aksilaris, berjalan ke bawah, masuk ke
permukaan dalam m. pektoralis mayor.
2. Nervus torakalis medialis. Kira – kira 1 cm lateral dari nervus torakalis
lateralis, tidak melintasi vena aksilaris, berjalan ke bawah masuk ke m.
pektoralis minor dan m. pektoralis mayor.
3. Nervus torakalis longus dari pleksus servikalis. Menempel rapat pada
dinding toraks berjalan ke bawah, mempersarafi m. seratus anterior.

4
4. Nervus torakalis dorsalis dari pleksus brakhialis. Berjalan bersama
pembuluh darah subskapularis, mempersarafi m. subskapularis, m. teres
mayor.

IV. FISIOLOGI
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipegaruhi oleh
hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas,
pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi oleh ovarium dan juga hormon
hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan
timbulnya asinus. (5)
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke – 8
haid, payudara jadi lebih besar dan beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi
pembesaran maksimal. Kadang – kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata.
Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga
pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu,
pemeriksaan foto mamografi tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar.
Begitu haid mulai, semuanya berkurang. (5)
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobus dan duktus alveolus
berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. (5)
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel – sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke puting susu.(5)

V. PATOFISIOLOGI.
Fibroadenoma adalah tumor jinak yang menggambarkan suatu proses
hiperplasia dan proliferasi pada satu duktus terminal, perkembangannya
dihubungkan dengan suatu proses aberasi perkembangan normal. Penyebab
proliferasi duktus tidak diketahui, diperkirakan sel stroma neoplastik mengeluarkan
faktor pertumbuhan yang memengaruhi sel epitel. Peningkatan mutlak aktivitas
estrogen, diperkirakan berperan dalam pembentukannya. Kira – kira 10%

5
fibroadenoma akan menghilang secara spontan tiap tahunnya dan kebanyakan
perkembangan fibroadenoma berhenti setelah mencapai diameter 2 – 3 cm.
Fibroadenoma hampir tidak pernah menjadi ganas.(2,4)
Fibroadenoma jarang ditemukan pada wanita yang telah mengalami
postmenopause dan dapat terbentuk gambaran kalsifikasi kasar. Sebaliknya,
fibroadenoma dapat berkembang dengan cepat selama proses kehamilan, pada
terapi pergantian hormon, dan pada orang – orang yang mengalami penurunan
kekebalan imunitas, bahkan pada beberapa kasus, dapat menyebabkan keganasan.
Pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kekebalan tubuh, perkembangan
fibroadenoma berkaitan dengan infeksi virus Epstein-Barr.(4)
Fibroadenoma terbagi atas Juvelline Fibroadenoma, yang terjadi pada
wanita remaja dan Myxoid Fibroadenoma yang terjadi pada pasien dengan Carney
complex. Carney complex merupakan suatu sindrom neoplasma autosomal dominan
yang terdiri atas lesi pada kulit dan mukosa, myxomas dan kelainan endokrin.(4)

VI. DIAGNOSIS
VII.1. DIAGNOSIS KLINIK
VII.1.a. GAMBARAN KLINIK

Fibroadenoma pada sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala


dan terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan fisik. Pertumbuhan fibroadenoma
relatif lambat dan hanya menunjukkan sedikit perubahan ukuran dan tekstur dalam
beberapa bulan. Fibroadenoma memiliki gejala berupa benjolan dengan permukaan
yang licin dan merah. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan
nyeri bila ditekan.(3,5)

VII.1.b. PEMERIKSAAN FISIK.


Secara klinik, fibroadenoma biasanya bermanifestasi sebagai massa soliter,
diskret, dan mudah digerakkan, selama tidak terbentuk jaringan fibroblast di
sekitar jaringan payudara, dengan diameter kira-kira 1 – 3 cm, tetapi ukurannya
dapat bertambah sehingga membentuk nodul dan lobus. Fibroadenoma dapat

6
ditemukan di seluruh bagian payudara, tetapi lokasi tersering adalah pada quadran
lateral atas payudara. Tidak terlihat perubahan kontur payudara. Penarikan kulit dan
axillary adenopathy yang signifikan pun tidak ditemukan.(2,3,11)

VII.1.c. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Secara makroskopis, semua tumor teraba padat dengan warna cokelat –


putih pada irisan, dengan bercak – bercak kuning – merah muda yang mencerminkan
daerah kelenjar.(2)

Secara histologis, tumor terdiri atas jaringan ikat dan kelenjar dengan
berbagai proporsi dan variasi. Tampak storma fibroblastik longgar yang
mengandung rongga mirip duktus berlapis sel epitel dengan ukuran dan bentuk
yang beragam. Rongga yang mirip duktus atau kelenjar ini dilapisi oleh satu atau
lebih lapisan sel yang reguler dengan membran basal jelas dan utuh. Meskipun di
sebagian lesi duktus terbuka, bulat hingga oval dan cukup teratur (fibroadenoma
perikanalikularis), sebagian lainnya tertekan oleh proliferasi ekstensif stroma
sehingga pada potongan melintang rongga tersebut tampak sebagi celah atau
struktur ireguler mirip – bintang (fibroadenoma intrakanalikularis).(2, 11)

7
VII.2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
VII.2.a. MAMMOGRAFI
Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma digambarkan sebagai massa
berbentuk bulat atau oval dengan batas yang halus dan berukuran sekitas 4 – 100
mm. Fibrodenoma biasanya memiliki densitas yang sama dengan jaringan kelenjar
sekitarnya, tetapi, pada fibroadenoma yang besar, dapat menunjukkan densitas yang
lebih tinggi. Kadang-kadang, tumor terdiri atas gambaran kalisifikasi yang kasar,
yang diduga sebagai infraksi atau involusi. Gambaran kalsifikasi pada
fibroadenoma biasanya di tepi atau di tengah berbentuk bulat, oval atau berlobus –
lobus. Pada wanita postmenopause, komponen fibroglandular dari fibroadenoma
akan berkurang dan hanya meninggalkan gambaran kalsifikasi dengan sedikit atau
tanpa komponen jaringan ikat.(4,11,12)
VII.2.b. ULTRASONOGRAPHY (USG)
Dalam pemeriksaan USG, fibroadenoma terlihat rata, berbatas tegas,
berbentuk bulat, oval atau berupa nodul dan lebarnya lebih besar dibandingkan
dengan diameter anteroposteriornya. Internal echogenicnya homogen dan
ditemukan gambaran dari isoechoic sampai hypoechoic. Gambaran echogenic
kapsul yang tipis, merupakan gambaran khas dari fibroadenoma dan
mengindikasikan lesi tersebut jinak. Fibroadenoma tidak memiliki kapsul,
gambaran kapsul yang terlihat pada pemeriksaan USG merupakan pseudocapsule
yang disebabkan oleh penekanan dari jaringan di sekitarnya.(4,11)

8
Gambar 3. Gambaran USG Fibroadenoma. Tampak massa hipoechoic yang
rata, batas tegas pada sebagian lobus merupakan khas dari fibroadenoma
(dikutip dari kepustakaan 4)

VII.2.c. MAGNETIC RESONANCES IMAGING (MRI)

Dalam pemeriksaan MRI, fibroadenoma tampak sebagi massa bulat atau


oval yang rata dan dibandingkan dengan menggunakan kontras gadolinium-based.
Fibroadenoma digambarkan sebagai lesi yang hypointense atau isointense, jika
dibandingkan dengan jaringan sekitarnya dalam gambaran T1-weighted dan
hypointense and hyperintense dalam gambaran T2-weighted.(4)

9
Gambar 13. Seorang wanita 47 tahun, dengan lesi 1cm yang terohat dari
mamografi. Dari pemeriksaan USG dan FNA, menujukkan gambaran
fibroadenoma. Pemeriksaan dengan MRI post-contras, memperlihatkan penyerapan
yang cepat tanpa pembersihan, yang merupakan ciri khas dari fibroadenoma.
(dikutip dari kepustakaan 15)

VII. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari fibroadenoma, antara lain :
1. Cystosarcoma Phyllodes. Tumor ini jauh lebih jarang ditemukan dan
diperkirakan berasal dari stroma intralobulus. Tumor ini berdiameter kecil, sekitar 3
– 4 cm, tetapi sebagian besar terus tumbuh dan membesar sehingga menyebabkan
payudara membesar. Tumor ini terdapat pada semua usia, namun kebanyakan
ditemukan pada usia 45 tahun. Gambaran radiologis (mammografi) dari tumor ini
berupa massa berbentuk bulat dan berbatas tegas.(2,5,13)

10
Gambar 14. Mamografi Cystosarcoma Phyllodes. Tampak massa
berbatas tegas tanpa kalsifikasi (dikutip dari kepustakaan 14)

Gambaran USG tumor ini, pada umumnya hipoechoic dengan batas yang
masih tegas, echo-internal dapat homogen atau sedikit inhomogen serta adanya
penyangatan akustik posterior lemah, hal ini mungkin disebabkan struktur kistik
pada tumor tersebut.(16)

Gambar 15. Gambaran USG Cystosarcoma Phylloides. Lesi hypoechoic


tampak besar , berlobulasi dengan echo-internal inhomogen, sering ampak struktur
anechoic yang menandakan adanya proses degeneresi kistik. (dikutip dari
kepustakaan 16)
2. Kista Payudara. Kista payudara dapat berasal dari adenosis, ketika lamina
duktus dan acini mengalami dilatasi dan dibatasi oleh jaringan epitel. Gambaran

11
mamografinya berupa massa bulat atau oval yang berbatas tegas. Tepi kista ini
dapat berbatasan dengan jaringan fibroglandular, baik sebagian maupun seluruhnya.
(11)

Gambar 15. Gambaran Mamografi Kista Payudara. Tampak massa


bulat atau oval dengan densitas yang lebih terang dibandingkan
dengan parenkim payudara. (dikutip dari kepustakaan 13)

Gambaran USG pada kista adalah lesi dengan bentuk bulat


atau oval, mempunyai batas tegas dan teratur, an-echoic dan adanya penyangatan
akustik posterior.(16)

Gambar 16. Gambaran USG Kista Payudara. Tumor ini akan tampak
sebagai suatu lesi an-echoic dengan batas teratur serta tampak
penyangatan akustik posterior. (dikutip dari kepustakaan 16)

12
3. Papilloma. Merupakan lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferus dan
75% tumbuh di bawah areola mamma. Papilloma memberikan gejala berupa sekresi
cairan serous atau berdarah, adanya tumor subareola kecil dengan diameter
beberapa milimeter atau retraksi puting payudara (jarang ditemukan). Biasanya,
ukuran lesi papilloma sangat kecil, hanya beberapa milimeter, sehingga pada
mamografi, terlihat gambaran sedikit pengembungan atau normal dari duktus retro-
areolar. .(2,5,11)

Gambar 17. Mamografi Papilloma. Tampak gamabran heterogen


dari payudara dengan kalsifikasi yang menyebar tanpa gambaran
massa (dikutip dari kepustakaan 14)

Gambaran USG kelainan ini adalah suatu lesi intraduktal dengan pelebaran
duktus laktiferus.(16)

13
Gambar 18. Gambaran USG Papiloma. Tampak lesi iso-echoic
dengan pelebaran duktus laktiferus. (dikutip dari kepustakaan 14)
VIII. PENATALAKSANAAN.
Operasi eksisi merupakan satu-satunya pengobatan untuk fibroadenoma. Operasi
dilakukan sejak dini, hal ini bertujuan untuk memelihara fungsi payudara dan untuk
menghindari bekas luka. Pemilihan tipe insisi dilakukan berdasarkan ukuran dan
lokasi dari lesi di payudara. terdapat 3 tipe insisi yang biasa digunakan, yaitu (3)
1. Radial Incision, yaitu dengan menggunakan sinar.
2. Circumareolar Incision
3. Curve/Semicircular Incision

Tipe insisi yang paling sering digunakan adalag tipe radial. Tipe
circumareolar, hanya meninggalkan sedikit bekas luka dan deformitas, tetapi hanya
memberikan pembukaan yang terbatas. Tipe ini digunakan hanya untuk
fibroadenoma yang tunggal dan kecil dan lokasinya sekitar 2 cm di sekitar batas
areola. Semicircular incision biasanya digunakan untuk mengangkat tumor yang
besar dan berada di daerah lateral payudara.(3)

IX. PROGNOSIS.
Prognosis dari penyakit ini baik, walaupun penderita mempunyai resiko
yang tinggi untuk menderita kanker payudara. bagian yang tidak diangkat harus
diperiksa secara teratur.(6)

2.1 Anestesi

2.1.1 Definisi Anestesi

14
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu.1

a. Hipnotik, hilang kesadaran

b. Analgetik, hilang perasaan sakit

c. Relaksan, relaksasi otot-otot

2.1.2 Anestesi Umum

Anestesi umum atau general anesthesia merupakan suatu keadaan dimana


hilangnya kesadaran disertai dengan hilangnya perasaan sakit di seluruh tubuh
akibat pemberian obat-obatan anestesi dan bersifat reversible. Anestesi umum dapat
diberikan secara intravena, inhalasi dan intramuskular.1

Indikasi anestesi umum : 1

 Pada bayi dan anak-anak


 Pembedahan pada orang dewasa di mana anestesi umum lebih disukai oleh
ahli bedah walaupun dapat dilakukan dengan anestesi lokal
 Operasi besar
 Pasien dengan gangguan mental
 Pembedahan yang lama
 Pembedahan yang dengan lokal anestesi tidak begitu praktis dan
memuaskan
 Pasien dengan obat-obatan anestesi lokal pernah mengalami alergi.

Teknik anestesi umum ada 3, yaitu :3

a. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena.

15
b. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O,
Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan
sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube nafas terkontrol.

c. Anestesi berimbang merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan


kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi
atau kombinasi teknik anestesi umum dengan analgesia regional untuk mencapai
trias anestesi secara optimal dan berimbang.

Sebelum dilakukan tindakan anestesi, sebaiknya dilakukan persiapan pre- anestesi.


Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien
menjalani suatu tindakan operasi. Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut:3

a. Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya


sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak
nafas.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar
sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu
tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua
sistem organ tubuh pasien.

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan


dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium rutin yang
sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, masa
perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada pasien yang berusia di atas
50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto toraks dan EKG.

d. Klasifikasi status fisik

16
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) :3

 ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia


 ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
 ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas
 ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tidak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap
saat
 ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
kehidupannya tidak akan lebih dari 24 jam.
 ASA 6 : Pasien dengan kematian batang otak
 Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat (E: EMERGENCY), misalnya ASA IE atau
IIE.
2.1.3 Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan
premedikasi:3

 Meredakan kecemasan dan ketakutan


 Memperlancar induksi anestesi
 Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
 Mengurangi refleks yang tidak diharapkan
 Mengurangi isi cairan lambung
 Mengurangi rasa sakit
 Menghilangkan efek samping dari obat sebelum dan selama anestesi
 Menurunkan basal metabolisme tubuh

Obat-obat premedikasi, dosisnya disesuaikan dengan berat badan dan keadaan


umum pasien. Biasanya premedikasi diberikan intramuskuler 1 jam sebelumnya
atau per oral 2 jam sebelum anestesi.

Beberapa ahli anestesi menghindari penggunaan opium untuk premedikasi jika


anestesinya mencakup pernapasan spontan dengan campuran eter/udara. Yang
banyak digunakan:

Analgetik opium :

17
 Morfin 0,15 mg/kgbb, intramuskuler
 Petidin 1,0 mg/kgbb, intramuskuler
Sedatif :

 Diazepam 0,15 mg/kgbb, oral/intramuskuler


 Pentobarbital 3 mg/kgbb per oral atau, 1,5 mg/kgbb intramuskuler
 Prometazin 0,5 mg/kgbb per oral
 Kloral hidrat sirup 30 mg/kgbb
Vagolitik antisialogog :

 Atropin 0,02 mg/kgbb, intramuskuler atau intravena pada saat induks


maksimal 0,5 mg
Antasida :

 Ranitidine 150 mg per oral setiap 12 jam dan 2 jam sebelum operasi
 Omeprazole 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi
 Metoclopramide 10 mg per oral sebelum operasi

Sebelum induksi anastesi

Sebelum memulai, periksalah jadwal pasien dengan teliti. Tanggung jawab


untuk pemeriksaan ulang ini berada pada ahli bedah dan ahli anatesi. Periksalah
apakah pasien sudah dipersiapkan untuk operasi dan tidak makan/minum sekurang-
kurangnya 6 jam sebelumnya, meskipun bayi yang masih menyusui hanya
dipuasakan 3 jam (untuk induksi anastesi pada operasi darurat, lambung mungkin
penuh). Ukurlah nadi dan tekanan darah dan buatlah pasien relaks sebisa mungkin.
Asisten yang membantu induksi harus terlatih dan berpengalaman. Jangan
menginduksi pasien sendirian saja tanpa asisten.

Pemeriksaan Alat

Penting sekali bila kita memeriksa alat-alat sebelum melakukan anastesi,


karena keselamatan pasien tergantung pada hal ini. Kita harus mempunyai daftar
hal-hal yang harus diperiksa dan gantungkan pada alat anastesi yang sering
digunakan. Pertama yakinlah bahwa alat yang akan dipergunakan bekerja dengan
baik. Jika kita menggunakan gas kompresi, periksalah tekanan pada silinder yang
digunakan dan silinder cadangan. Periksalah apakah vaporizer sudah disambung
dengan tepat tanpa ada yang bocor, hilang atau terlepas, sistem pernapasan dan
aliran gas ke pasien berjalan dengan baik dan aman. Jika kita tidak yakin dengan
sistem pernapasan, cobalah pada diri kita (gas anastesi dimatikan). Periksalah

18
fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan bila terjadi kesalahan aliran
gas), laringoskop, pipa dan alat penghisap. Kita juga harus yakin bahwa pasien
berbaring pada meja atau kereta dorong yang dapat diatur dengan cepat ke dalam
posisi kepala dibawah, bila terjadi hipotensi mendadak atau muntah. Persiapkan
obat yang akan digunakan dalam spuit yang diberi label, dan yakinkan bahwa obat
itu masih baik kondisinya. Sebelum melakukan induksi anastesi, yakinkan aliran

infus adekuat dengan memasukkan jarum indwelling atau kanula dalam vena besar,
untuk operasi besar infus dengan cairan yang tepat harus segera dimulai.

2.1.4 Induksi Anestesi

Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
Sebelum memulai induksi anestesi, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-
obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi
dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita
ingat kata STATICS:

 S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope,
pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang
 T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed)
 A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar
untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas
 T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
 I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
 C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi
 S = Suction

19
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya

Induksi intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah


terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan lembut dan terkendali. Obat induksi
bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan
oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Tiopental
(tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5% dan dosis
antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri. Pada anak dan manula
digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi. Propofol (recofol,
diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan dosis 2-3 mg/kgBB.
Ketamin intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesi dengan ketamin
sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan menggunakan
sedative seperti midazolam. Ketamin tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan
darah tinggi (tekanan darah >160 mmHg). Ketamin menyebabkan pasien tidak
sadar, tetapi dengan mata terbuka.

Induksi Intamuskular

Sampai sekarang hanya ketamine yang dapat diberikan secara intramuskular


dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi inhalasi

Teknik ini merupakan pilihan bila jalan napas pasien sulit ditangani. Jika
induksi intravena, pada pasien seperti itu dapat menimbulkan kematian akibat
hipoksia jika kita tidak dapat mengembangkan paru. Sebaliknya, induksi inhalasi
hanya dapat dilakukan apabila jalan napas bersih sehingga obat anestesi dapat
masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat anestesi tidak dapat masuk dan
anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi akan dangkal. Jika hal
ini terjadi, bersihkan jalan napas. Induksi inhalasi juga digunakan untuk anak-anak
yang takut pada jarum.

20
2.1.5 Intubasi Endotrakeal

Yang dimaksud dengan intubasi endotrakeal ialah memasukkan pipa


pernafasan yang terbuat dari portex ke dalam trakea guna membantu pernafasan
penderita atau waktu memberikan anestesi secara inhalasi. 2

Gambar 2.1 Intubasi Endotrakeal

Indikasi intubasi endotrakeal : 3

1. Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun


2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
4. Operasi-operasi pada kepala, leher, mulutm hidung dan tenggorokan
5. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang
dan tak ada ketegangan
6. Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol
7. Untuk mencegah kontaminasi trakea
8. Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal dengan
pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster
9. Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
10. Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord

Keberhasilan intubasi tergantung pada 3 hal penting yaitu :1

 Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
 Posisi kepala dan leher yang tepat
 Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut

21
Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal :3

a. Pipa endotrakea

Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya


dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa trakea
dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan dewasa berbeda,
penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di bawah usia 5 tahun hampir
bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi dan anak kecil digunakan
tanpa cuff dan untuk anak besar dan dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. Pipa
endotrakea dapat dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung.

Cara memilih pipa endotrakea untuk bayi dan anak kecil :

Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4 + ¼ umur (thn)

Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

b. Laringoskop

Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah alat yang
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan
pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam
laringoskop :

 Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)


 Bilah lengkung (curved blades/ Macinto

22
Penilaian Mallmapati

Dalam anestesi, skor Mallampati digunakan untuk memprediksi kemudahan


intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut, khusus, itu
didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar faucial. Klasifikasi tampakan faring
pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut
Mallampati dibagi menjadi 4 grade:4

 Grade I : Pilar faring, uvula dan palatum mole terlihat jelas


 Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak
terlihat
 Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
 Grade IV : Pilar faring, uvula dan palatum mole tidak terlihat.
Kesulitan dalam teknik intubasi:1

 Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap


 Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
 Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)
 Kesulitan membuka mulut
 Uvula tidak terlihat (mallampati 3 dan 4)
 Abnormalitas pada daerah servikal
 Kontraktur jaringan leher

Komplikasi pada intubasi endotrakeal :3,5

 Memar & oedem laring


 Strech injury
 Non specific granuloma larynx
 Stenosis trakea
 Trauma gigi geligi
 Laserasi bibir, gusi dan laring
 Aspirasi, spasme bronkus

2.1.6 Obat-Obat Anestesi Umum

Obat-obat yang sering digunakan dalam anestesi umum adalah:6,7

I. Gas Anestesi

23
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk
praktek klinik ialah N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran.
Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit, sehingga masih menjadi
misteri dalam farmakologi modern.

Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :

1) Ambilan oleh paru


2) Difusi gas dari paru ke darah
3) Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Berikut adalah jenis gas anestetik inhalasi, diantaranya:

1. N2O

N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen
minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.

2. Halotan

Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas,
maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan
merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan
tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah
anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan
pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis
pasien.

3. Isofluran

Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi
menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi
dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat
intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati kedalaman anestesi

adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan
frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap
oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.

4. Desfluran

24
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah
singkat atau bedah rawat jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan
batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk
induksi.Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain,
tapi17 kali lebih poten dibanding N2O.

5. Sevofluran

Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.


Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat
untuk induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa.
Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat
dicapai dalam 1-3 menit. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dieliminasi dari tubuh.

II. Obat-obat Anestesi Intravena

Yang dimaksud dengan intravenous anestesi adalah anestesi yang diberikan


dengan cara suntikan zat (obat) anestesi melalui vena2

A. Hipnosis2

1. Golongan barbiturat (pentotal)

Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya
cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya
habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan
kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem

 Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai
induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20
detik (untuk orang dewasa)

2. Benzodiazepin

Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat


toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar,
dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak

25
digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan
sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi Efek farmakologi benzodiazepine
merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter
penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A
melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter
penghambat. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi :
0,15 – 0,45 mg/kg IV.

3. Propofol

Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna


putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml= 10 mg). Suntikan
intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya
diberikan lidokain 1-2 mg/kgBB intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2.5
mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/kgBB/jam dan
dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya
boleh dengan dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak < 3 thn
dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.

4. Ketamin

Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja


singkat. Efek anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan
neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N- metil-D-aspartat. ifat
nalgesiknya angat uat ntuk istem omatik, tetapi lemah untuk sistem viseral.
Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya
sedikit meninggi. Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM.
Anestesi dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik
pertama, kadang sampai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesi disosiatif.
Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi,
lakrimasi, gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot. Kesadaran
segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit, sedangkan
amnesia berlangsung sampai 1-2 jam.

B. Analgetik

1. Morfin

Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif,
yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar

26
(vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu
hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Efek analgesi morfin timbul
berdasarkan 3 mekanisme ;

(1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui
emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada
waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin
memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.

Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-
0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang
sesuai yamg diperlukan.

2. Fentanil

Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid


sintetik dari kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ.
Fentanyl banyak digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak
analgesia lebih singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan
secara bolus, dan relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular.

3. Meridipin

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa


keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih
pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia
obstetrik dan sebagai obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik
dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas
pada janin. Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml,
25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml.

Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi
dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

C. Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)

Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien
secara intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari
otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi.

a. Pelumpuh otot depolarisasi

Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot
tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik,

27
sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot
lurik. Yang termasuk golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB
IV.

b. Pelumpuh otot non-depolarisasi

Pelumpuh otot non-depolarisasi berikatan dengan reseptor nikotinik- kolinergik,


etapi ak enyebabkan epolarisasi, anya enghalangi asetilkolin menempatinya,
sehingga asetilkolin tak dapat bekerja.

2.1.7 Pemulihan Pasca Anestesi

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama


yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih
dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau
masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).3

Nilai warna

Merah Muda 2

Pucat 1

Sianosis 0

Pernafasan

Dapat bernapas dalam dan batuk 2

28
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1

Apnoea atau obstruksi 0

Sirkulasi

Tekanan darah menyimpang <20% dari normal 2

Tekanan darah menyimpang 20-50% dari normal 1

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal 0

Kesadaran

Sadar, siaga dan orientasi 2

Bangun namun cepat kembali tertidur 1

Tidak berespon 0

Aktivitas

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2

Dua ekstremitas dapat digerakkan 1

Tidak bergerak 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruanganPerawatan Pasien


Pasca Bedah

Tempat pemulihan

Tempat yang terbaik untuk masa pemulihan adalah kamar operasi itu
sendiri, di mana semua peralatan dan obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi
tersedia. Akan tetapi biasanya pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, sehingga
kamar operasi dapat dibersihkan dan digunakan untuk operasi berikutnya. Ruang
pemulihan harus bersih, dekat dengan kamar operasi sehingga anda bisa cepat
melihat pasien bila terjadi sesuatu. Alat penghisap harus selalu tersedia, juga
oksigen dan peralatan resusitasi. Pasien yang tidak sadar jangan dikirim ke

29
bangsal.Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan, kita harus melakukan
penilaian sebagai berikut :

 Apakan warna (membrane mukosa, kulit dan lain-lain)pasien baik jika bernapas?

 Apakah pasien bisa batuk dan mempertahankan jalan napas yang lapang ?

 Apakah ada obstruksi atau spasme laring ?

 Apakah pasien bisa mengangkat kepala minimal 3 detik ?

 Apakah frekuensi nadi dan tekanan darah pasien stabil ?

 Apakah tangan dan kaki pasien hangat dan perfusinya baik ?

 Apakah produksi urin baik ?

 Apakah rasa sakit masih terkontrol, apakah sudah diberikan analgetik dan cairan

BAB III
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
 Nama : Irawati
 Jenis Kelamin : Perempuan

30
 Umur : 21 tahun
 Agama : Islam
 Alamat : Tembung
 Pekerjaan : Karyawati
 Status Perkawinan : Belum Menikah
 No RM : 25.66.42

2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kanan dan kiri

Telaah :
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada payudara kanan
bagian samping atas dan pada bagian tengah atas serta di payudara kiri
bagian bagian samping atas sejak ± 2 bulan yang lalu. Pada awalnya
benjolan dirasakan sebesar kacan ijo, kemudian bertambah besar menjadi
sebesar biji jagung. Pasien juga merasakan nyeri pada payudara kirinya
terutama pada daerah benjolah dan terasa panas yang hilang timbul. Nyeri
dirasakan terutama pada saat pasien sedang datang bulan (haid).
Pada saat ini pasien tidak datang bulan, sehingga nyeri tidak dirasakan.
Riwayat keluar cairan dari puting payudara kiri disangkal. Riwayat datang
bulan pertama kali sekitar umur 12 tahun. Riwatar datang bulan dirasakan
teratur setiap bulannya.
 RPT : (-)
 RPO : (-)
 RPK : (-)

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
 Keadaan Umum : Baik

Vital Sign
 Sensorium : Compos Mentis
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg

31
 Nadi : 72 x/menit
 RR : 22 x/menit
 Suhu : 36,9 oC
 Tinggi Badan : 164 cm
 Berat Badan : 56 kg

Pemeriksaan Umum
 Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-)
 Kepala : Normocepali
 Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/-
 Mulut : Hiperemis pharing (+), Pembesaran tonsil (+)
 Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-)

Thorax
Paru
 Inspeksi :Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan
abdominotorakal, retraksi costae -/-
 Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru

32
Abdomen
 Inspeksi : Datar, Simetris
 Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
 Perkusi : Nyeri Ketok (-)
 Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
 Ekstremitas : Edema -/-
Genitalia : tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Lokalisata
Pemeriksaan/regio Mammae dekstra Mammae sinistra

Inspeksi Warna kulit mammae sama seperti warna kulit sekitar,


penebalan kulit mamae tidak ada, kedua payudara tampak
simetris, tak tampak adanya massa, cekungan atau dimpling
mamae tidak ada, retraksi atau cekungan papilla mammae
tidak ada, arah papilla mammae menunjuk, pengeluaran
discharge secara spontan tidak ada.

Palpasi Teraba sebuah massa pada Teraba sebuah massa pada


kuadran superolateral, kuadran superolateral, bentuk
bentuk bulat lonjong, bulat lonjong, ukuran 1x2 cm,
ukuran 2x2 cm, permukaannya licin, konsistensi
permukaannya licin, lunak kenyal, mobile, berbatas
konsistensi lunak kenyal, jelas, nyeri tekan (-), ukuran 1 x
mobile, berbatas jelas, 2 cm
nyeri tekan (-), ukuran 2 x
Papilla mamae elastis,
2 cm
pengeluaran discharge tidak
Pada kuadran ada.
superomedial, juga teraba
Pembesaran KGB aksila (-)
sebuah massa, bentuk bulat
lonjong, 0,5x1 cm,
permukaan licin,
konsistensi lunak kenyal,

33
mobile, berbatas tegas,
nyeri tekan (-)

Papilla mamae elastis,


pengeluaran discharge
tidak ada.

Pembesaran KGB aksila (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
 Hb : 11,5 g/dl
 Ht : 38,1 %
 Eritrosit : 5,2 x 106 /µL
 Leukosit : 9500 / µL
 Trombosit : 249,000 /µL

Metabolik
 KGDS : 61 mg/dl

Fungsi Ginjal
 Ureum : 26 mg/dl
 Kreatinin : 0.63 mg/dl

34
5. Resume
Nn. I, usia 21 tahun, mengeluh terdapat benjolan pada payudara kanan bagian
samping atas dan pada bagian tengah atas serta di payudara kiri bagian
bagian samping atas sejak ± 2 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan tidak cepat
membesar, nyeri (+) hilang timbul terutama pada saat pasien sedang haid.

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan adanya 2 buah massa pada payudara kiri.
Massa pertama terletak pada kuadran superolateral, dengan bentuk bulat
lonjong, ukuran 1x2 cm, permukaan licin, konsistensi lunak kenyal, mobile,
berbatas jelas, nyeri tekan (-).

Massa kedua terletak pada kuadran superomedial, bentuk bulat, ukuran 0,5x1
cm, permukaan licin, konsistensi lunak kenyal, mobile, berbatas tegas, nyeri
tekan (-).

Papilla mamae normal, Pembesaran KGB aksila tidak ada.

Diagnosis : Fibroadenoma mammae dextra dan sinistra

6. RENCANA TINDAKAN
 Tindakan : Eksisi
 Anesthesi : GA-ETT
 PS-ASA :1
 Posisi : Supinasi
 Pernapasan : Terkontrol dengan ventilator mekanik

35
7. KEADAAN PRA BEDAH
Pre operatif
B1 (Breath)
 Airway : Clear
 RR : 22 x/menit
 SP : Vesikuler ka=ki
 ST : Ronchi (-), Wheezing (-/-)

B2 (Blood)
 Akral : Hangat/Merah/Lembab
 TD : 120/70 mmHg
 HR : 90 x/menit

B3 (Brain)
 Sensorium : Compos Mentis
 Pupil : Isokor, ka=ki 3mm/3mm
 RC : (+)/(+)

B4 (Bladder)
 Urine Output : -
 Kateter : tidak terpasang

B5 (Bowel)
 Abdomen : Soepel
 Peristaltik : Normal (+)
 Mual/Muntah : (-)/(-)

36
B6 (Bone)
 Oedem : (-)

8. PERSIAPAN OBAT GA-ETT


Premedikasi
 Midazolam 3 mg
 Fentanyl 100 mcg
Medikasi
 Propofol : 100 mg
 Atracurium : 50 mg
30 menit sebelum operasi selesai
 Ketorolac 30 mg
 Ranitidin 50 mg
 Ondansetron 4 mg
Sebelum tindakan ekstubasi
 Prostigmin + Atropine (3:3)

Pernapasan
O2 : 3 L/menit
N2O : 2 L/menit
Isoflurane : Isoflurane 1%

Jumlah Cairan
 PO : RL 300 cc
 DO : RL 500 cc
 Produksi Urin :-

Perdarahan
 Kasa Basah : 5 x 10 = 50 cc

37
 Kasa 1/2 basah :6x5 = 30 cc
 Suction :-
 Jumlah : 80 cc
 EBV : 65 x 58 = 3640 cc
 EBL 10 % = 364 cc
20 % = 728 cc
30 % = 1092 cc

Durasi Operatif
 Lama Anestesi= 10.25 – selesai
 Lama Operasi = 10.30 – 11.45 WIB

Teknik Anastesi : GA-ETT


 Preoksigenasi O2 5-10 menit → Inj. Midazolam 3 mg → Inj. Fentanyl 100
mcg → Induksi Propofol 100 mg → Sleep non apnoe → Inj. Atracurium 25
mg → Sleep apnoe → Insersi ETT no. 7,5 → cuff (+)→ SP kanan = kiri →
fiksasi.

9. POST OPERASI
 Operasi berakhir pukul : 11.45 WIB
 Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan
darah, nadi dan pernapasan dipantau hingga kembali normal.
 Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9
o Pergerakan :2
o Pernapasan :2
o Warna kulit :2
o Tekanan darah :2
o Kesadaran :2

PERAWATAN POST OPERASI

38
 Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan setelah
dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran serta
vital sign stabil, pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran untuk
bedrest 24 jam, makan dan minum sedikit demi sedikit apabila pasien sudah
sadar penuh.

10. TERAPI POST OPERASI


 Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
 IVFD RL 20 gtt/menit
 Minum sedikit-sedikit bila sadar penuh dan peristaltik (+) normal
 Inj. Ceftriakson 1 g/12jam
 Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
 Inj. Ranitidin 50 mg/12jam

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuijper Arno., Mommers Ellen C.M., Van der Wall Elsken., Van Diest Paul J.
Histopathology of Fibroadenoma of The Breast. Available from :
http://ajcp.ascpjournals.org/.

39
2. Crum Christoper P., Lester Susan C., Cotran Ramzi S. Sistem Genitalia
Perempuan dan Payudara. Dalam : Robbins, Stanley L., Kumar Vinay., Cotran
Ramzi S. Robbins Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2007. Hal. 793 – 794.
3. Farrow Joseph H. Fibroadenoma of The Breast. Available from :
http://caonline.amcancersoc.org/.
4. Roubidoux Marilyn A. Breast, Fibroadenoma. Available from :
http://emedicine.medscape.com/. Update on July 26, 2009.
5. Sjamsuhidajat, R., De Jong Wim. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. Hal. 388 – 393.
6. Zieve David., Wechter Debra G. Fibroadenoma – Breast. Available from :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/. Update on December 17, 2009.
7. Shirley S.E., Mitchell D.I.G., Soares D.P., James M., Escoffery C.T., Rhodrn
A.M., Wolff C., Choy L., Wilks R.J. Clinicopathologic Features of Breast
Disease in Jamaica : Findings of the Jamaican Breast Disease Study. 2000 –
2002. Available from : http://lib.bioinfo.pl/ .
8. Hillegas Kathleen Branson. Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan. Dalam :
Anderson, Sylvia Price., Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi, Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 2006. Hal. 1301 – 1302.
9. Ryan Stephanie., McNicholas Michelle., Eustace Stephen. In : Anatomy for
Diagnostic Imaging. Saunders, Elsevier Health. Philadephia. 2004. Hal. 308 –
310.
10. Desen Wan. Dalam : Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2008. Hal. 366 – 369.
11. Fleischer Arthur C., Cullinan Jeanne A. Ultrasonography in Obsetrics and
Gynaecology; Obsetric Radiology. In : Grainger Ronald G., Allison David.
Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology : A Textbokk of Medical Imaging.
Third Edition. Churchill Livingstone. New York. 1997, Hal. 2003 – 2011.

40
12. Gravelle I.H. Mammography. In : Sutton David. A Textbook of Radiology and
Imaging. Volume 2. Churchill Livingstone. Great Britain. London. 1993, Hal.
1364 – 1366.
13. Eisenberg Ronald L. In : Clinical Imaging An Atlas of Differential Diagnosis.
Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2010. Hal. 1392 –
1395.
14. Muttarak Malai. Breast Imaging : A Comprehensive Atlas. Booknet Company.
Thailand. 2002. Hal. 33 – 177.
15. Kelcz Fred. Breast Imaging Using 3D-GRE. Available from :
http://www.gehealthcare.com/.
16. Makes Daniel. Atlas Ultrasonografi Payudara dan Mamografi. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 1992. Hal 16 – 19.

41

Anda mungkin juga menyukai

  • Miopati Arif
    Miopati Arif
    Dokumen35 halaman
    Miopati Arif
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Nasionalisme
    Jurnal Nasionalisme
    Dokumen2 halaman
    Jurnal Nasionalisme
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Anti Korupsi
    Anti Korupsi
    Dokumen122 halaman
    Anti Korupsi
    Yarni Selvia
    100% (1)
  • 02 Sumut - Des 14 PDF
    02 Sumut - Des 14 PDF
    Dokumen62 halaman
    02 Sumut - Des 14 PDF
    Roni Ananda Perwira Harahap
    Belum ada peringkat
  • Modul 1 - Wawasan Kebangsaan Dan Dasar-Dasar Bela Negara
    Modul 1 - Wawasan Kebangsaan Dan Dasar-Dasar Bela Negara
    Dokumen77 halaman
    Modul 1 - Wawasan Kebangsaan Dan Dasar-Dasar Bela Negara
    Muhamad Ahadiandara
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Komitmen Mutu Asn
    Jurnal Komitmen Mutu Asn
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Komitmen Mutu Asn
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Anti Korupsi Asn
    Jurnal Anti Korupsi Asn
    Dokumen2 halaman
    Jurnal Anti Korupsi Asn
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Daftar Riwayat Hidup
    Daftar Riwayat Hidup
    Dokumen1 halaman
    Daftar Riwayat Hidup
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Etika Publik Asn
    Jurnal Etika Publik Asn
    Dokumen2 halaman
    Jurnal Etika Publik Asn
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Akuntabilitas
    Jurnal Akuntabilitas
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Akuntabilitas
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Akuntabilitas
    Jurnal Akuntabilitas
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Akuntabilitas
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Daftar Riwayat Hidup
    Daftar Riwayat Hidup
    Dokumen1 halaman
    Daftar Riwayat Hidup
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Bela Negara
    Jurnal Bela Negara
    Dokumen7 halaman
    Jurnal Bela Negara
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • LEMBAR PERSETUJUAN Tesis
    LEMBAR PERSETUJUAN Tesis
    Dokumen1 halaman
    LEMBAR PERSETUJUAN Tesis
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Makalah Sirs
    Makalah Sirs
    Dokumen8 halaman
    Makalah Sirs
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Surat Kuasa Ijazah
    Surat Kuasa Ijazah
    Dokumen3 halaman
    Surat Kuasa Ijazah
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Daftar Lampiran
    Daftar Lampiran
    Dokumen1 halaman
    Daftar Lampiran
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Leaflet 1
    Leaflet 1
    Dokumen2 halaman
    Leaflet 1
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • SISTITIS
    SISTITIS
    Dokumen12 halaman
    SISTITIS
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Kolelitiasis
    Lapkas Kolelitiasis
    Dokumen20 halaman
    Lapkas Kolelitiasis
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Kolelitiasis
    Lapkas Kolelitiasis
    Dokumen2 halaman
    Lapkas Kolelitiasis
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • 1 Cover
    1 Cover
    Dokumen1 halaman
    1 Cover
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen4 halaman
    Presentation 1
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Arti Jurnal
    Arti Jurnal
    Dokumen4 halaman
    Arti Jurnal
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • GLUKOKORTIKOID
    GLUKOKORTIKOID
    Dokumen24 halaman
    GLUKOKORTIKOID
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Makalah Malpraktek
    Makalah Malpraktek
    Dokumen14 halaman
    Makalah Malpraktek
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Struma
    Struma
    Dokumen15 halaman
    Struma
    Achmad Dainuri
    Belum ada peringkat
  • Makala H
    Makala H
    Dokumen1 halaman
    Makala H
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen4 halaman
    Presentation 1
    Arief Munandar Harahap
    Belum ada peringkat