BAB II
1
%. Sekitar 10 – 15 % kasus fibroadenoma merupakan multipel. Pada wanita
berkulit gelap, fibroadenoma lebih sering terjadi di usia lebih muda dibandingkan
wanita berkulit putih.(4,6)
Fibroadenoma merupakan hasil biopsi yang paling sering ditemukan di
Jamaica, yaitu sekitar 39,4% dari seluruh biopsi yang dilakukan, yang diikuti oleh
penyakit fibrokistik, sekitar 19, 3 %.(7)
II. ETIOLOGI
Penyebab pasti fibroadenoma tidak diketahui. Namun, terdapat
beberapa faktor yang dikaitkan dengan penyakit ini, antara lain peningkatan mutlak
aktivitas estrogen, yang diperkirakan berperan dalam pembentukannya. Selain itu,
diperkirakan terdapat prekursor embrional yang dormant di kelenjar mammaria
yang dapat memicu pembentukan fibroadenoma yang akan berkembang mengikuti
aktivitas ovarium.(2,3)
III. ANATOMI
Payudara terdiri dari jaringan kelenjar, fibrosa, dan lemak. Jaringan ikat
memisahkan payudara dari otot – otot dinding dada, otot pektoralis dan seratus
anterior. Sedikit di bawah pusat payudara dewasa terdapat puting (papila mamaria),
tonjolan yang berpigmen dikelilingi oleh areola. Puting mempunyai perforasi pada
ujungnya dengan beberapa lubang kecil, yaitu apertura duktus laktiferosa. Tuberkel
– tuberkel Montgomery adalah kelenjar sebasea pada permukaan areola.(8)
2
lapisan dalam dari fasia subkutan payudara pada kulit. Pita ini, yaitu ligamentum
Cooper merupakan ligamentum suspensorium payudara.(8)
Jika dilihat melalui potongan sagital, maka struktur payudara terdiri atas
beberapa lapisan, dari luar ke dalam, yaitu : kulit, jaringan lemak subkutaneus,
stroma (jaringan fibroglandular) yang di dalamnya terdapat pula duktus laktiferus,
fascia pektoralis, m. pektoralis mayor dan tulang iga.(9)
3
Gambar 3. Anatomi Payudara. Struktur Lobus Payudara. (dikutip dari
keustakaan 9)
4
4. Nervus torakalis dorsalis dari pleksus brakhialis. Berjalan bersama
pembuluh darah subskapularis, mempersarafi m. subskapularis, m. teres
mayor.
IV. FISIOLOGI
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipegaruhi oleh
hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas,
pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi oleh ovarium dan juga hormon
hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan
timbulnya asinus. (5)
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke – 8
haid, payudara jadi lebih besar dan beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi
pembesaran maksimal. Kadang – kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata.
Selama beberapa hari menjelang haid, payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga
pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu,
pemeriksaan foto mamografi tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar.
Begitu haid mulai, semuanya berkurang. (5)
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara menjadi besar karena epitel duktus lobus dan duktus alveolus
berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. (5)
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel – sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke puting susu.(5)
V. PATOFISIOLOGI.
Fibroadenoma adalah tumor jinak yang menggambarkan suatu proses
hiperplasia dan proliferasi pada satu duktus terminal, perkembangannya
dihubungkan dengan suatu proses aberasi perkembangan normal. Penyebab
proliferasi duktus tidak diketahui, diperkirakan sel stroma neoplastik mengeluarkan
faktor pertumbuhan yang memengaruhi sel epitel. Peningkatan mutlak aktivitas
estrogen, diperkirakan berperan dalam pembentukannya. Kira – kira 10%
5
fibroadenoma akan menghilang secara spontan tiap tahunnya dan kebanyakan
perkembangan fibroadenoma berhenti setelah mencapai diameter 2 – 3 cm.
Fibroadenoma hampir tidak pernah menjadi ganas.(2,4)
Fibroadenoma jarang ditemukan pada wanita yang telah mengalami
postmenopause dan dapat terbentuk gambaran kalsifikasi kasar. Sebaliknya,
fibroadenoma dapat berkembang dengan cepat selama proses kehamilan, pada
terapi pergantian hormon, dan pada orang – orang yang mengalami penurunan
kekebalan imunitas, bahkan pada beberapa kasus, dapat menyebabkan keganasan.
Pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kekebalan tubuh, perkembangan
fibroadenoma berkaitan dengan infeksi virus Epstein-Barr.(4)
Fibroadenoma terbagi atas Juvelline Fibroadenoma, yang terjadi pada
wanita remaja dan Myxoid Fibroadenoma yang terjadi pada pasien dengan Carney
complex. Carney complex merupakan suatu sindrom neoplasma autosomal dominan
yang terdiri atas lesi pada kulit dan mukosa, myxomas dan kelainan endokrin.(4)
VI. DIAGNOSIS
VII.1. DIAGNOSIS KLINIK
VII.1.a. GAMBARAN KLINIK
6
ditemukan di seluruh bagian payudara, tetapi lokasi tersering adalah pada quadran
lateral atas payudara. Tidak terlihat perubahan kontur payudara. Penarikan kulit dan
axillary adenopathy yang signifikan pun tidak ditemukan.(2,3,11)
Secara histologis, tumor terdiri atas jaringan ikat dan kelenjar dengan
berbagai proporsi dan variasi. Tampak storma fibroblastik longgar yang
mengandung rongga mirip duktus berlapis sel epitel dengan ukuran dan bentuk
yang beragam. Rongga yang mirip duktus atau kelenjar ini dilapisi oleh satu atau
lebih lapisan sel yang reguler dengan membran basal jelas dan utuh. Meskipun di
sebagian lesi duktus terbuka, bulat hingga oval dan cukup teratur (fibroadenoma
perikanalikularis), sebagian lainnya tertekan oleh proliferasi ekstensif stroma
sehingga pada potongan melintang rongga tersebut tampak sebagi celah atau
struktur ireguler mirip – bintang (fibroadenoma intrakanalikularis).(2, 11)
7
VII.2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
VII.2.a. MAMMOGRAFI
Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma digambarkan sebagai massa
berbentuk bulat atau oval dengan batas yang halus dan berukuran sekitas 4 – 100
mm. Fibrodenoma biasanya memiliki densitas yang sama dengan jaringan kelenjar
sekitarnya, tetapi, pada fibroadenoma yang besar, dapat menunjukkan densitas yang
lebih tinggi. Kadang-kadang, tumor terdiri atas gambaran kalisifikasi yang kasar,
yang diduga sebagai infraksi atau involusi. Gambaran kalsifikasi pada
fibroadenoma biasanya di tepi atau di tengah berbentuk bulat, oval atau berlobus –
lobus. Pada wanita postmenopause, komponen fibroglandular dari fibroadenoma
akan berkurang dan hanya meninggalkan gambaran kalsifikasi dengan sedikit atau
tanpa komponen jaringan ikat.(4,11,12)
VII.2.b. ULTRASONOGRAPHY (USG)
Dalam pemeriksaan USG, fibroadenoma terlihat rata, berbatas tegas,
berbentuk bulat, oval atau berupa nodul dan lebarnya lebih besar dibandingkan
dengan diameter anteroposteriornya. Internal echogenicnya homogen dan
ditemukan gambaran dari isoechoic sampai hypoechoic. Gambaran echogenic
kapsul yang tipis, merupakan gambaran khas dari fibroadenoma dan
mengindikasikan lesi tersebut jinak. Fibroadenoma tidak memiliki kapsul,
gambaran kapsul yang terlihat pada pemeriksaan USG merupakan pseudocapsule
yang disebabkan oleh penekanan dari jaringan di sekitarnya.(4,11)
8
Gambar 3. Gambaran USG Fibroadenoma. Tampak massa hipoechoic yang
rata, batas tegas pada sebagian lobus merupakan khas dari fibroadenoma
(dikutip dari kepustakaan 4)
9
Gambar 13. Seorang wanita 47 tahun, dengan lesi 1cm yang terohat dari
mamografi. Dari pemeriksaan USG dan FNA, menujukkan gambaran
fibroadenoma. Pemeriksaan dengan MRI post-contras, memperlihatkan penyerapan
yang cepat tanpa pembersihan, yang merupakan ciri khas dari fibroadenoma.
(dikutip dari kepustakaan 15)
10
Gambar 14. Mamografi Cystosarcoma Phyllodes. Tampak massa
berbatas tegas tanpa kalsifikasi (dikutip dari kepustakaan 14)
Gambaran USG tumor ini, pada umumnya hipoechoic dengan batas yang
masih tegas, echo-internal dapat homogen atau sedikit inhomogen serta adanya
penyangatan akustik posterior lemah, hal ini mungkin disebabkan struktur kistik
pada tumor tersebut.(16)
11
mamografinya berupa massa bulat atau oval yang berbatas tegas. Tepi kista ini
dapat berbatasan dengan jaringan fibroglandular, baik sebagian maupun seluruhnya.
(11)
Gambar 16. Gambaran USG Kista Payudara. Tumor ini akan tampak
sebagai suatu lesi an-echoic dengan batas teratur serta tampak
penyangatan akustik posterior. (dikutip dari kepustakaan 16)
12
3. Papilloma. Merupakan lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferus dan
75% tumbuh di bawah areola mamma. Papilloma memberikan gejala berupa sekresi
cairan serous atau berdarah, adanya tumor subareola kecil dengan diameter
beberapa milimeter atau retraksi puting payudara (jarang ditemukan). Biasanya,
ukuran lesi papilloma sangat kecil, hanya beberapa milimeter, sehingga pada
mamografi, terlihat gambaran sedikit pengembungan atau normal dari duktus retro-
areolar. .(2,5,11)
Gambaran USG kelainan ini adalah suatu lesi intraduktal dengan pelebaran
duktus laktiferus.(16)
13
Gambar 18. Gambaran USG Papiloma. Tampak lesi iso-echoic
dengan pelebaran duktus laktiferus. (dikutip dari kepustakaan 14)
VIII. PENATALAKSANAAN.
Operasi eksisi merupakan satu-satunya pengobatan untuk fibroadenoma. Operasi
dilakukan sejak dini, hal ini bertujuan untuk memelihara fungsi payudara dan untuk
menghindari bekas luka. Pemilihan tipe insisi dilakukan berdasarkan ukuran dan
lokasi dari lesi di payudara. terdapat 3 tipe insisi yang biasa digunakan, yaitu (3)
1. Radial Incision, yaitu dengan menggunakan sinar.
2. Circumareolar Incision
3. Curve/Semicircular Incision
Tipe insisi yang paling sering digunakan adalag tipe radial. Tipe
circumareolar, hanya meninggalkan sedikit bekas luka dan deformitas, tetapi hanya
memberikan pembukaan yang terbatas. Tipe ini digunakan hanya untuk
fibroadenoma yang tunggal dan kecil dan lokasinya sekitar 2 cm di sekitar batas
areola. Semicircular incision biasanya digunakan untuk mengangkat tumor yang
besar dan berada di daerah lateral payudara.(3)
IX. PROGNOSIS.
Prognosis dari penyakit ini baik, walaupun penderita mempunyai resiko
yang tinggi untuk menderita kanker payudara. bagian yang tidak diangkat harus
diperiksa secara teratur.(6)
2.1 Anestesi
14
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Kata anestesi
diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846 yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi yang
sempurna harus memenuhi 3 syarat (Trias Anestesi), yaitu.1
a. Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam
pembuluh darah vena.
15
b. Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap dengan obat-obat pilihan yaitu N2O,
Halotan, Enfluran, Isofluran, Sevofluran, Desfluran dengan kategori menggunakan
sungkup muka, Endotrakeal Tube nafas spontan, Endotrakeal tube nafas terkontrol.
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar
sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu
tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua
sistem organ tubuh pasien.
c. Pemeriksaan laboratorium
16
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA) :3
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Tujuan
premedikasi:3
Analgetik opium :
17
Morfin 0,15 mg/kgbb, intramuskuler
Petidin 1,0 mg/kgbb, intramuskuler
Sedatif :
Ranitidine 150 mg per oral setiap 12 jam dan 2 jam sebelum operasi
Omeprazole 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi
Metoclopramide 10 mg per oral sebelum operasi
Pemeriksaan Alat
18
fungsi alat resusitasi (harus selalu ada untuk persiapan bila terjadi kesalahan aliran
gas), laringoskop, pipa dan alat penghisap. Kita juga harus yakin bahwa pasien
berbaring pada meja atau kereta dorong yang dapat diatur dengan cepat ke dalam
posisi kepala dibawah, bila terjadi hipotensi mendadak atau muntah. Persiapkan
obat yang akan digunakan dalam spuit yang diberi label, dan yakinkan bahwa obat
itu masih baik kondisinya. Sebelum melakukan induksi anastesi, yakinkan aliran
infus adekuat dengan memasukkan jarum indwelling atau kanula dalam vena besar,
untuk operasi besar infus dengan cairan yang tepat harus segera dimulai.
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.
Sebelum memulai induksi anestesi, selayaknya disiapkan peralatan dan obat-
obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi
dengan lebih cepat dan lebih baik. Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita
ingat kata STATICS:
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope,
pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar
untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi
S = Suction
19
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya
Induksi intravena
Induksi Intamuskular
Induksi inhalasi
Teknik ini merupakan pilihan bila jalan napas pasien sulit ditangani. Jika
induksi intravena, pada pasien seperti itu dapat menimbulkan kematian akibat
hipoksia jika kita tidak dapat mengembangkan paru. Sebaliknya, induksi inhalasi
hanya dapat dilakukan apabila jalan napas bersih sehingga obat anestesi dapat
masuk. Jika jalan napas tersumbat, maka obat anestesi tidak dapat masuk dan
anestesi didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga anestesi akan dangkal. Jika hal
ini terjadi, bersihkan jalan napas. Induksi inhalasi juga digunakan untuk anak-anak
yang takut pada jarum.
20
2.1.5 Intubasi Endotrakeal
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut
21
Alat-alat yang digunakan dalam intubasi endotrakeal :3
a. Pipa endotrakea
b. Laringoskop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah alat yang
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan
pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam
laringoskop :
22
Penilaian Mallmapati
I. Gas Anestesi
23
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk
praktek klinik ialah N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran, dan Sevofluran.
Mekanisme kerja obat anestetik inhalasi sangat rumit, sehingga masih menjadi
misteri dalam farmakologi modern.
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :
1. N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen
minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.
2. Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas,
maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan
merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan
tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah
anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan
pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis
pasien.
3. Isofluran
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi
menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi
dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat
intravena untuk mempercepat induksi.Tanda untuk mengamati kedalaman anestesi
adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta peningkatan
frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak terhadap
oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial.
4. Desfluran
24
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam.Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran.Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah
singkat atau bedah rawat jalan.Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan
batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk
induksi.Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain,
tapi17 kali lebih poten dibanding N2O.
5. Sevofluran
A. Hipnosis2
Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya
cepat (30-40 detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya
habis, seperti zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan
kesadaran dengan jalan memblok kontrol brainstem
Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai
induksi diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20
detik (untuk orang dewasa)
2. Benzodiazepin
25
digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan
sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi Efek farmakologi benzodiazepine
merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter
penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A
melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter
penghambat. Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi :
0,15 – 0,45 mg/kg IV.
3. Propofol
4. Ketamin
B. Analgetik
1. Morfin
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif,
yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar
26
(vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahakan persepsi nyeripun tidak selalu
hilang setelah pemberian morfin dosis terapi. Efek analgesi morfin timbul
berdasarkan 3 mekanisme ;
(1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ; (2) morfin dapat mempengaharui
emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada
waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ; (3) morfin
memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-
0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang
sesuai yamg diperlukan.
2. Fentanil
3. Meridipin
Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi
dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
Obat pelumpuh otot adalah obat/ zat anestesi yang diberikan kepada pasien
secara intramuskular atau intravena yang bertujuan untuk mencapai relaksasi dari
otot-otot rangka dan memudahkan dilakukannya operasi.
Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot
tidak dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di celah sipnatik,
27
sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot
lurik. Yang termasuk golongan ini adalah suksinilkolin, dengan dosis 1-2 mg/kgBB
IV.
Nilai warna
Merah Muda 2
Pucat 1
Sianosis 0
Pernafasan
28
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Sirkulasi
Kesadaran
Tidak berespon 0
Aktivitas
Tidak bergerak 0
Tempat pemulihan
Tempat yang terbaik untuk masa pemulihan adalah kamar operasi itu
sendiri, di mana semua peralatan dan obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi
tersedia. Akan tetapi biasanya pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, sehingga
kamar operasi dapat dibersihkan dan digunakan untuk operasi berikutnya. Ruang
pemulihan harus bersih, dekat dengan kamar operasi sehingga anda bisa cepat
melihat pasien bila terjadi sesuatu. Alat penghisap harus selalu tersedia, juga
oksigen dan peralatan resusitasi. Pasien yang tidak sadar jangan dikirim ke
29
bangsal.Sebelum pasien meninggalkan ruang pemulihan, kita harus melakukan
penilaian sebagai berikut :
Apakan warna (membrane mukosa, kulit dan lain-lain)pasien baik jika bernapas?
Apakah pasien bisa batuk dan mempertahankan jalan napas yang lapang ?
Apakah rasa sakit masih terkontrol, apakah sudah diberikan analgetik dan cairan
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS
Nama : Irawati
Jenis Kelamin : Perempuan
30
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tembung
Pekerjaan : Karyawati
Status Perkawinan : Belum Menikah
No RM : 25.66.42
2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kanan dan kiri
Telaah :
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada payudara kanan
bagian samping atas dan pada bagian tengah atas serta di payudara kiri
bagian bagian samping atas sejak ± 2 bulan yang lalu. Pada awalnya
benjolan dirasakan sebesar kacan ijo, kemudian bertambah besar menjadi
sebesar biji jagung. Pasien juga merasakan nyeri pada payudara kirinya
terutama pada daerah benjolah dan terasa panas yang hilang timbul. Nyeri
dirasakan terutama pada saat pasien sedang datang bulan (haid).
Pada saat ini pasien tidak datang bulan, sehingga nyeri tidak dirasakan.
Riwayat keluar cairan dari puting payudara kiri disangkal. Riwayat datang
bulan pertama kali sekitar umur 12 tahun. Riwatar datang bulan dirasakan
teratur setiap bulannya.
RPT : (-)
RPO : (-)
RPK : (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Vital Sign
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
31
Nadi : 72 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,9 oC
Tinggi Badan : 164 cm
Berat Badan : 56 kg
Pemeriksaan Umum
Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-)
Kepala : Normocepali
Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/-
Mulut : Hiperemis pharing (+), Pembesaran tonsil (+)
Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-)
Thorax
Paru
Inspeksi :Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan
abdominotorakal, retraksi costae -/-
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru
32
Abdomen
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi : Nyeri Ketok (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Ekstremitas : Edema -/-
Genitalia : tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Lokalisata
Pemeriksaan/regio Mammae dekstra Mammae sinistra
33
mobile, berbatas tegas,
nyeri tekan (-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 11,5 g/dl
Ht : 38,1 %
Eritrosit : 5,2 x 106 /µL
Leukosit : 9500 / µL
Trombosit : 249,000 /µL
Metabolik
KGDS : 61 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum : 26 mg/dl
Kreatinin : 0.63 mg/dl
34
5. Resume
Nn. I, usia 21 tahun, mengeluh terdapat benjolan pada payudara kanan bagian
samping atas dan pada bagian tengah atas serta di payudara kiri bagian
bagian samping atas sejak ± 2 bulan yang lalu. Benjolan dirasakan tidak cepat
membesar, nyeri (+) hilang timbul terutama pada saat pasien sedang haid.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan adanya 2 buah massa pada payudara kiri.
Massa pertama terletak pada kuadran superolateral, dengan bentuk bulat
lonjong, ukuran 1x2 cm, permukaan licin, konsistensi lunak kenyal, mobile,
berbatas jelas, nyeri tekan (-).
Massa kedua terletak pada kuadran superomedial, bentuk bulat, ukuran 0,5x1
cm, permukaan licin, konsistensi lunak kenyal, mobile, berbatas tegas, nyeri
tekan (-).
6. RENCANA TINDAKAN
Tindakan : Eksisi
Anesthesi : GA-ETT
PS-ASA :1
Posisi : Supinasi
Pernapasan : Terkontrol dengan ventilator mekanik
35
7. KEADAAN PRA BEDAH
Pre operatif
B1 (Breath)
Airway : Clear
RR : 22 x/menit
SP : Vesikuler ka=ki
ST : Ronchi (-), Wheezing (-/-)
B2 (Blood)
Akral : Hangat/Merah/Lembab
TD : 120/70 mmHg
HR : 90 x/menit
B3 (Brain)
Sensorium : Compos Mentis
Pupil : Isokor, ka=ki 3mm/3mm
RC : (+)/(+)
B4 (Bladder)
Urine Output : -
Kateter : tidak terpasang
B5 (Bowel)
Abdomen : Soepel
Peristaltik : Normal (+)
Mual/Muntah : (-)/(-)
36
B6 (Bone)
Oedem : (-)
Pernapasan
O2 : 3 L/menit
N2O : 2 L/menit
Isoflurane : Isoflurane 1%
Jumlah Cairan
PO : RL 300 cc
DO : RL 500 cc
Produksi Urin :-
Perdarahan
Kasa Basah : 5 x 10 = 50 cc
37
Kasa 1/2 basah :6x5 = 30 cc
Suction :-
Jumlah : 80 cc
EBV : 65 x 58 = 3640 cc
EBL 10 % = 364 cc
20 % = 728 cc
30 % = 1092 cc
Durasi Operatif
Lama Anestesi= 10.25 – selesai
Lama Operasi = 10.30 – 11.45 WIB
9. POST OPERASI
Operasi berakhir pukul : 11.45 WIB
Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan
darah, nadi dan pernapasan dipantau hingga kembali normal.
Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9
o Pergerakan :2
o Pernapasan :2
o Warna kulit :2
o Tekanan darah :2
o Kesadaran :2
38
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan setelah
dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran serta
vital sign stabil, pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran untuk
bedrest 24 jam, makan dan minum sedikit demi sedikit apabila pasien sudah
sadar penuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kuijper Arno., Mommers Ellen C.M., Van der Wall Elsken., Van Diest Paul J.
Histopathology of Fibroadenoma of The Breast. Available from :
http://ajcp.ascpjournals.org/.
39
2. Crum Christoper P., Lester Susan C., Cotran Ramzi S. Sistem Genitalia
Perempuan dan Payudara. Dalam : Robbins, Stanley L., Kumar Vinay., Cotran
Ramzi S. Robbins Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2007. Hal. 793 – 794.
3. Farrow Joseph H. Fibroadenoma of The Breast. Available from :
http://caonline.amcancersoc.org/.
4. Roubidoux Marilyn A. Breast, Fibroadenoma. Available from :
http://emedicine.medscape.com/. Update on July 26, 2009.
5. Sjamsuhidajat, R., De Jong Wim. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. Hal. 388 – 393.
6. Zieve David., Wechter Debra G. Fibroadenoma – Breast. Available from :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/. Update on December 17, 2009.
7. Shirley S.E., Mitchell D.I.G., Soares D.P., James M., Escoffery C.T., Rhodrn
A.M., Wolff C., Choy L., Wilks R.J. Clinicopathologic Features of Breast
Disease in Jamaica : Findings of the Jamaican Breast Disease Study. 2000 –
2002. Available from : http://lib.bioinfo.pl/ .
8. Hillegas Kathleen Branson. Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan. Dalam :
Anderson, Sylvia Price., Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi, Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 2006. Hal. 1301 – 1302.
9. Ryan Stephanie., McNicholas Michelle., Eustace Stephen. In : Anatomy for
Diagnostic Imaging. Saunders, Elsevier Health. Philadephia. 2004. Hal. 308 –
310.
10. Desen Wan. Dalam : Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2008. Hal. 366 – 369.
11. Fleischer Arthur C., Cullinan Jeanne A. Ultrasonography in Obsetrics and
Gynaecology; Obsetric Radiology. In : Grainger Ronald G., Allison David.
Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology : A Textbokk of Medical Imaging.
Third Edition. Churchill Livingstone. New York. 1997, Hal. 2003 – 2011.
40
12. Gravelle I.H. Mammography. In : Sutton David. A Textbook of Radiology and
Imaging. Volume 2. Churchill Livingstone. Great Britain. London. 1993, Hal.
1364 – 1366.
13. Eisenberg Ronald L. In : Clinical Imaging An Atlas of Differential Diagnosis.
Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2010. Hal. 1392 –
1395.
14. Muttarak Malai. Breast Imaging : A Comprehensive Atlas. Booknet Company.
Thailand. 2002. Hal. 33 – 177.
15. Kelcz Fred. Breast Imaging Using 3D-GRE. Available from :
http://www.gehealthcare.com/.
16. Makes Daniel. Atlas Ultrasonografi Payudara dan Mamografi. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 1992. Hal 16 – 19.
41