Anda di halaman 1dari 9

A.

Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal


Kelenjar adrenal adalah dua struktur kecil yang terletak di atas masing-masing ginjal. Pada masingmasing kelenjar adrenal tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) dan bagian
tengah (medula). Bagian medula menghasilkan hormon amina, sedangkan bagian korteks
menghasilkan hormon steroid.

1. Medula adrenal
Medula adrenal dianggap juga sebagai bagian dari sistem saraf. Sel-sel sekretorinya merupakan
modifikasi sel-sel saraf yang melepaskan dua hormon yang berjalan dalam aliran darah:
epinephrin (adrenalin) dan norephinephrin (noradrenalin).
Peranan adrenalin pada metabolisme normal tubuh belum jelas. Sejumlah besar hormon ini
dilepaskan dalam darah apabila seseorang dihadapkan pada tekanan, seperti marah, luka, atau
takut.
Jika hormon adrenalin menyebar di seluruh tubuh, hormon menimbulkan tanggapan yang
sangat luas: laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat.
Kadar gula darah dan laju metabolisme meningkat. Bronkus membesar sehingga
memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah. Pupil mata membesar.Hormon
noradrenalin juga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

2. Korteks Adrenal
Korteks

Adrenal

Stimulasi

korteks

oleh

sistem

saraf

simpatetik

menyebabkan

dikeluarkannya hormon ke dalam darah yang menimbulkan respon fight or flight.Korteks


adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid yaitu mineralokortikoid, dan glukokortikoid.
Mineralokortikoid menjaga keseimbangan elektrolit, glukokortikoid memproduksi respon yang
lambat dan jangka panjang dengan meningkatkan tingkat glukosa darah melalui pemecahan
lemak dan Protein.

Glukokortikoid
Fungsinya:
1. Meningkatkan kegiatan metabolism berbagai zat dalam tubuh.
Meningkatkan glikogenesis dan glukogenesis dalam hati.
Meningkatkan metabolism protein terutama di otot dan tulang.
Menignkatkan sistesis DNA dan RNA dalam sel hati.
Menahan ion Na dan ion Cl, meningkatkan ion K di ginjal.
Meningkatkan lipolisis jaringan perifer, deposit lemak.
2. Menurunkan ambang rangsang susunan saraf pusat.
3. Mengiatkan sekresi asam lambung.
4. Menguatkan efek noradrenalin terhadap pembuluh darah dan merendahkan permeabilitas
dinding pembuluh darah.
5. Menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan menghambat pembentukan antobodi.
6. Menghambat pelepasan histamine dalam reaksi darah.

Hipersekresi glukokortikoid:
1. Hiperglikemia, peningkatan kadar gula dalam darah.
2. Otot rangka menjadi artropi dan lemah.
3. Tangan dan kakikururs, perut membesar.
4. Luka sukar sembuh, rotein tulang berkurang (osteoporosis).
5. Retensi ion menyebabkan hipertensi.

Glukokortikoid disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi kortikosteron. Kortisol,
dan kortison. Hormon yang terpenting adalah kortisol.
-

Efek fisiologis
Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak untuk membentuk
cadangan yang siap dimetabolis. Hormon ini meningkatkan sintesis glukosa dari sumber
nonkarbohidrat, simpanan glukogen di hati, dan peningkatan kadar darah.

Efek Permisif
Kortisol sangat penting karena sifat permisifnya. Sebagai contoh, kortisol harus ada dalam
jumlah yang adekuat agar katekolamin dapat memicu vasokontriksi. Seseorang yang tidak
memiliki kortisol jika tidak diobati dapat mengalami syok sirkulasi pada situasi-situasi stress
yang memerlukan vasokonstriksi luas yang segera.

Peran dalam adaptasi terhadap stress

Kortisol berperan penting dalam adaptasi terhadap stress. Stress dapat terjadi dalam bentuk fisik
(trauma, pembedahan), kimia (penurunan pasokan oksigen), fisiologis (olahraga berat, nyeri),
psikologis atau emosi (rasa cemas, ketakutan), dan sosial (konflik pribadi, perubahan gaya
hidup). Semua jenis stress adalah perangsang kuat untuk sekresi kortisol.
Walaupun peran pasti kortisol dalam adaptasi terhadap stress belum diketahu, penjelasan
berukut mungkin memada walaupun masih bersifat spekulatif. Manusia primitif atau hewan
yang terluka atau menghadapi situasi yang mengancam nyawa harus menunda makan. Efek
kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak menjadi penanbahan
simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa darah akan membantu melindungi
otak dari malnutrisi selama periode puasa terpaksa ini. Di samping itu, asam-asam amino yang
dibebaskan oleh penguraian protein akan dapat digunkana untuk memperbaiki jaringan yang
rusak apabila terjadi cedera fisik. Dengan demikian terjadi peningkatan ketersediaan glukosa,
asam amino, dan asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.
Efek Metabolic
a.

Metabolisme glukosa hati

Glukokortikoid meningkatkan glukoneogenesis hati dnegan menstimulasi enzim


glukoneogenetik, phosphoenolpyruvate carboxykinase dan glucose 6-phosphatase.
Hormon ini memiliki efek permisif dimana mereka meningkatkan respon hati terhadap
hormon glukagon glukoneogenetik. Hormon ini juga meningkatkan pelepasan substrat
untuk glukoneogenesis dari jaringan perifer, khususnya otot. Efek yang terakhir tersebut
dipicu oleh penurunan glukokortikoid-induced pada uptake asam amino perifer dan
sintesis protein.
Glukokortikoid juga meningkatkan pelepasan gliserol dan asam lemak bebas dengan
lipolisis dan meningkatkan pelepasan laktat otot. Hormone ini memicu sintesis glikogen
hati dan menyimpannya dengan menstimulasi aktivitas glycogen synthetase dan
menghambat pemecahan glikogen. Efek ini tergantung insulin.
b.

Metabolisme glukosa perifer


Glukokortikoid juga menganggu metabolisme karbohidrat dengan menghambat uptake
glukosa perifer di otot dan jaringan adiposa. Efek ini dan efek lain yang dideskripsikan
di atas mungkin berakhir pada peningkatan sekresi insulin pada keadaan kelebihan
glukokortikoid kronik.

c.

Efek pada jaringan adipose


Pada jaringan adiposa, efek yang dominan adalah peningkatkan lipolisis dengan
pelepasan gliserol dan asam lemak bebas. Hal ini sebagian disebabkan stimulasi
langsung lipolisis oleh glukokortikoid, dan sebagian lain disebabkan penurunan uptake
glukosa dan diperkuat oleh glukokortikoid dengan efek hormone lipolitik. Walaupun
glukokortikoid adalah lipolitik, peningkatan deposisi lemak adalah manifestasi klinik
dari kelebihan glukokortikoid. Paradoks ini mungkin dijelaskan dengan peningkatan
nafsu makan karena level yang tinggi dari steroid ini dan dengan efek lipogenik dari
hiperinsulinemia yang muncul di fase ini. Alasan tentang deposisi dan distribusi lemak
yang abnormal pada fase kelebihan kortisol tidak diketahui. Kesimpulannya, lemak
secara klasik dideposit secara sentral di wajah, area cervical, batang tubuh, dan perut;
ekstremitas biasanya lebih ramping.
Efek terhadap hormone lain
a.

Fungsi tiroid

Glukokortikoid saat berlebih berefek pada fungsi tiroid. Walaupun level basal TSH biasanya
normal, sintesis dan pelepasan TSH diinhibisi oleh glukokortikoid, dan respon TSH
terhadap TRH biasanya dibawah normal. Konsentrasi serum total T4 biasanya rendah
karena ada penurunan TBG, tetapi level FT4 normal. Konsentrasi total dan free T3 mungkin
rendah, karena kelebihan glukokortikoid menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan

meningkatkan konversi kepada reverse T3. Di samping gangguan tersebut, manifestasi


hipotiroidisme tidak muncul.
b. Fungsi gonad
Glukokortikoid juga berefek pada gonadotropin dan fungsi gonad. Pada laki-laki,
glukokortikoid menginhibisi sekresi gonadotropin dengan menurunkan responnya terhadap
GnRH yang dikenluarkan dan konsentrasi plasma testosteron yang di bawah normal. Pada
wanita, glukokortikoid juga menekan respon LH terhadap GnRH, berakibat pada supresi
ekstrogen dan progestin dnegan inhibisi ovulasi dan amenorrhea.
Efek terhadap sel darah dan fungsi imun
a.

Eritrosit

Glukokortikoid memiliki sedikit efek pada eritropoesis dan konsentrasi hemoglobin.


Walaupun polisitemia ringan dan anemia mungkin terdapat pada Cushings syndrome dan
Addisons disease, gangguan tersebut lebih mungkin adalah efek sekunder dari gangguan
metabolisme androgen.
b. Leukosit
Glukokortikoid mempengaruhi baik pergerakan dan fungsi leukosit. Oleh karena itu,
administrasi glukokostikoid meningkatkan jumlah neutrofil/leukosit (PMN) intravaskular
dengan meningkatkan pelepasan PMN dari sumsum tulang, dengan meningkatkan waktu
paruh sikulasi PMN, dan dengan menurunkan pergerakan PMN keluar kompartemen
vascular. Administrasi glukokortikoid menurunkan jumlah limfosit, monosit, dan eusinofil
yang bersirkulasi, utamanya dengan meningkatkan pergerakan mereka keluar ke sirkulasi.
Kebalikannya (neutropenia, limfositosis, monositosis, dan eusinofilia) terlihat pada
insufisiensi adrenal. Glukokortikoid juga menurunkan migrasi sel inflamasi (PMN, monosit,
dan limfosit) ke daerah jejas, dan hal ini mungkin adalah mekanisme mayor dari aksi anti
inflamasi dan peningkatan kepekaan terhadap infeksi yang muncul setelah administrasi
kronik. Glukokortikoid juga menurunkan produksi limfosit dan mediator dan fungsi efektor
dari sel-sel tersebut.

c. Efek imun
Glukokortikoid mempengaruhi aspek imunologik dan respon inflamasi, termasuk
mobilisasi dan fungsi leukosit. Glukokortikoid menginhibis phospholipase A2, enzim
kunci pada sintesis prostaglandin. Inhibisi ini dimediasi oleh suatu kelas peptide yang
disebut lipocortin atau annexin. Hormone ini juga mengganggu pelepasan substansi
efektor seperti lymphokine IL-1, pemrosesan antigen, produksi dan klirens antibody, dan
fungsi spesifik lainnya dari derivat-sumsum tulang dan limfosit derivat-thymus. Sistem

imun, mempengaruhi HPA aksis. IL-1 menstimulasi sekresi CRH dan ACTH. Walaupun
secara tradisional digunakan sebagai antiinflamasi dan/atau agen imunosupresi,
glukokortikoid, khususnya pada dosis rendah, juga memiliki efek permisif dan stimulasi
dari respon inflamasi terhadap jejas.

B. Disfungsi Kelenjar Adrenal


Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan/defisiensi
kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999). Terdapat dua klasifikasi disfungsi Kelenjar Adrenal,
yaitu:
a.

Sindrom

Cushing

Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,terutama kortisol.


Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis kortikosteroid sintetik
b.

Sindrom

Adrenogenital

Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa enzim
yang

dibutuhkan

untuk

sintesis

c.

steroid
Hiperaldosteronisme

1)

Hiperaldosteronisme

Kelainan

yang

disebabkan

2)

primer
karena
Aldosteronisme

hipersekresi

(Sindrom
aldosteron

Cohn)
autoimun
sekunder

Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel
juksta glomerulus di ginjal.
C. Sindrom

Cushing

Sindrom Cushing adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid
sirkulasi dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green Span, 1998). Penyakit
Cushing didefinisikan sebagai bentuk spesifik tumor hipofisis yang berhubungan sekresi ACTH
hipofisis

berlebihan.

Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:


1. Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70 %
dari kasus yang dilaporkan.Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita : pria)
dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
2. Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi ACTH
ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini menjadi
penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik lebih sering
pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada umur 40-60 tahun.
3. Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17%-19% kasus-kasus Sindroma Cushing.
Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada
wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga

lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens
keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah 38
tahun, 75% kasus terjadi pada orang dewasa.
4. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma
adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51%), adenoma adrenal terdapat
sebanyak 14%. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun. Penyakit
Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasa dan berjumlah sekitar 35% kasus,
sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat diagnosis
dibuat,

insidens

jenis

kelamin

adalah

sama.

Etiologi
a.

Glukokortikoid

b.

Aktifitas

c.

korteks

kortikosteroid

steroid

f.

yang

korteks

Pemberian
Sekresi

berlebih

adrenal

Hiperplasia

d.
e.

yang

adrenokortikal

yang

Tumor-tumor

g.

berlebih
adrenal

yang
berlebih

berlebih
terutama

non

kortisol
hipofisis

Adenoma

hipofisis

h. Tumor adrenal

Manifestasi

klinis

Amenorea

nyeri

kelemahan

punggung
otot

nyeri

kepala

luka

sukar

sembuh

penipisan

kulit

Petechie

Kimosis

Striae

Sirsutisme

punuk

kerbau

pada

posterior

leher

Psikosis

Depresi

Jerawat

o
o

Penurunan

konsentrasi
Moonface

Hiperpigmentasi

Edema

pada

ekstermitas

Hipertensi

Miopati

Osteoporosis

Pembesaran

klitoris

Obesitas

Hipokalemia

Retensi

natrium

o Perubahan emosi
Pemeriksaan penunjang
a. Tes supresi dexamethason
Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut,

apakah hipofisis atau adrenal


Untuk
menentukan

kadar

kortisol

-Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan: Steroid <5>10 uL /dl
b. Kadar

Sindrom Cushing
kortisol

bebas

dalam

urin

24

jam:

Untuk memeriksa kadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-kortikosteroid, yang


merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urin.Kadar metabolic dan kortisol
plasma meningkat Sindrom Cushing
c. Stimulasi
CRF

(Corticotrophin-Releasing

Faktor)

Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi


ACTH sebagai penyebab
d. Pemeriksaan
Radioimmunoassay

ACTH

Plasma

Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing


e. CT,

USG,

dan

MRI

Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada
kelenjar adrenal.

Penatalaksanaan
a. Terapi

Operatif

o Hipofisektomi Transfenoidalis: Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar hipofisis


o Adrenalektomi: terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
b. Terapi
Preparat

Medis
penyekot

enzim

adrenal

(metyrapon,

aminoglutethimide,

mitotane,

ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut


disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan secara
tuntas.

Anda mungkin juga menyukai