Anda di halaman 1dari 31

POMR (Problem Oriented Medical Record)

Nama : Nn. R Tanggal Periksa : 18 November 2021


Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Banjar, Kediri
Usia : 65 Tahun Pekerjaan : IRT

SUMMARY OF DATABASE CLUE AND CUE PROBLEM INITIAL PLANNING


LIST DIAGNOSIS
DIAGNOSIS THERAPY MONITORING EDUCATION
Ny. R, 65 tahun, pekerjaan - Ny. R 65 th - Colic P3003A000  Biopsi PA - MRS - Keluhan pasien - Menjelaskan
petani - Nyeri di regio Abdomen Suspect  USG - RL 20 tpm - TTV pada pasien &
hypogastric - Perdaraha Carsinoma sambal - DL Ulang keluarga tentang:
 UL
sejak 1 tahun yll n Servix menunggu - Hasil biopsi kondisi pasien,
Keluhan Utama: Perut - Keluar darah  RFT
pervagina dengan PRC penyakit,
terasa sakit pervaginam
m Anemia - Transfusi pemeriksaan fisik
- sering
- Anemia darah (PRC) dan pemeriksaan
RPS: memakan ikan
s.d > Hb 10 penunjang yang
bakar
- Perut bagian bawah - Konjungtiva
g% akan dilakukan,
terasa sakit anemis +/+ - Sulfas tindakan yang
- Rasa sakit timbul - Abdomen: Ferrous 2x1 akan dilakukan,
palpasi  nyeri - Ketorolac prognosis dan
secara tiba-tiba
di regio 3x20 mg prn komplikasi yang
- Sakit perut sejak hypogastric - Diet TKTP akan terjadi
hampir 1 tahun yll - Status - Konsul - Menjelaskan
- Sakit hilang timbul ginekologi Sp.OG pada pasien &
- Sakit di rasakan - Inspekulo: keluarga tentang
portio tampak efek samping
sepanjang hari massa
- Pernah berobat ke terapi/ tindakan
berdungkul-
dungkul.
yang dilakukan
klinik, sembuh
- VT: dan jika tidak
kemudian sakitt lagi
- Sakit perut sampai - V/V : Flux (+), dilakukan
membuat sulit tidur fluor (+)
- Portio: tertutup
- Saat buang air kecil berdungkul-
keluar darah dungkul, rapuh
- BAK keluar darah - RT: mukosa
sejak 1 minggu yll rectum
berdungkul –
- Pusing di rasakan sejak dungkul
5 hari yll - Hb : 6,4 gr/dL
- Kalau perut terasa sakit -
kemudian pusing
-
RPD : ht -, dm -, asma -,
alergi -,
RPK: ht -, dm -, asma -,
alergi -
Rpsos: aktivitas bekerja
berat sebagai petani, sering
memakan ikan bakar .bpjs
+
R Mens:
▫Menarche umur 12 tahun
▫Lama haid 5-7 hari
▫Dismenorroe : kadang-
kadang
menopause ± 14 tahun yll)
R. Obs:
1. L/45th/normal
2. L/35th/normal
3. L/26th/normal
R. Menikah:
1x lama menikah 40 thn
R. Kontrasepsi: -

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak
lemah,
GCS 456.
Vital Sign:
T: 140/70 mmHg
N: 84 x/menit
Suhu: 36,4 oC
RR: 20x/menit
TB: 155 cm
BB: 45 kg

Pemeriksaan fisik umum


Status Generalis
Kepala: Oedem kelopak mata
-/-, Konjungtiva anemis +/+
sklera ikterus -/-
Leher: Pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-),
bendungan vena leher (-)
Thorax: Bentuk normal,
gerak simetris
Pulmo: Suara nafas
vesikuler, Rh - /-, Wh - / -
Cor: S1S2 tunggal, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen:
I = datar
P = nyeri tekan di regio
hypogastric
P = Timpani
A = BU dalam batas
normal
Ekstremitas: dbn, AHKM,
CRT <2 detik

Status ginekologi
Inspekulo: portio tampak
massa berdungkul- dungkul.
VT:
V/V : Flux (+), fluor (+)
Portio : tertutup
berdungkul-dungkul, rapuh
RT : mukosa rectum
berdungkul - dungkul
Darah lengkap
Hb : 6,4 gr/dL
Leukosit : 20.500
Hct : 19,8
Trombosit : 1.870.000
Eritrosit 350.000
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim dari sebuah

sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Kanker serviks atau yang juga disebut

kanker leher rahim merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV atau Human

Papilloma Virus. 1

B. Epidemiologi2

Kanker serviks merupakan tumor ganas wanita kedua terbanyak di dunia yang secara

serius mengancam kesehatan wanita. Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama

kematian akibat kanker pada wanita. Selama 30 tahun terakhir, peningkatan proporsi wanita

muda yang terkena kanker serviks berkisar antara 10% hingga 40%. Menurut perkiraan WHO

dan IARC, tahun 2008 terdapat 529.000 kasus baru kanker serviks secara global. Di negara

berkembang, jumlah kasus baru kanker serviks adalah 452.000 dan menempati urutan kedua

di antara keganasan pada pasien wanita.

Pada tahun 2018 di seluruh dunia dengan perkiraan 570.000 kasus dan 311.000 kematian,

kanker serviks menempati urutan keempat kanker yang paling sering didiagnosis dan

penyebab utama keempat kematian akibat kanker pada wanita. Namun, sekitar 85% dari

kematian di seluruh dunia akibat kanker serviks terjadi di negara-negara terbelakang atau

berkembang, dan angka kematian 18 kali lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah

dan menengah dibandingkan dengan negara-negara maju.

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Kanker Serviks disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang abnormal dari jaringan epitel

serviks akibat adanya infeksi yang persisten human papillomavirus (HPV) tipe high risk

(HRHPV) onkogenik.3

HPV merupakan virus DNA sirkuler rantai ganda, berukuran kecil, tidak memiliki

selubung (envelope) dan masuk dalam keluarga Papillomaviridae. Berdasarkan hubungan

mereka dengan kanker serviks dan lesi prekursor, HPV dapat diklasifikasikan menjadi Low

Risk-HPV (LR-HPV), potential High Risk-HPV (pHR-HPV), dan High Risk-HPV (HR-

HPV). LR-HPV tipe 6 dan 11, dapat menyebabkan kutil kelamin yang umum atau lesi

hiperproliferatif jinak dengan kecenderungan tidak berkembang menjadi ganas, sementara

infeksi HR-HPV, terutama HPV tipe 16 dan 18, merupakan penyebab utama terjadinya lesi

pra-ganas dan ganas pada kanker serviks invasive3

Gambar 2.1 Human Papilloma Virus (HPV)4

Faktor risiko terjadinya kanker servik dipengaruhi oleh berbagai macam factor

diantaranya:
a. Pekerjaan dan Tingkat pendidikan: Wanita pekerja kasar dan tinggi rendahnya pendidikan

berkaitan dengan status sosial ekonomi yang rendah biasanya dikaitkan dengan hygiene,

sanitasi dan pemeliharaan kesehatan masih kurang.

b. Paritas: wanita dengan banyak anak sering melahirkan, apalagi dengan jarak persalinan

yang terlalu pendek termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker

serviks. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya

terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan

memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya

penyakit kanker serviks.

c. Pola Hubungan seksual: menikah pada usia < 20 tahun dianggap terlalu muda untuk

melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker serviks 10-12 kali lebih besar

karena pada usia muda sel epitel serviks belum bisa menerima rangsangan spermatozoa,

Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas.

d. Ganti pasangan: Risiko terkena kanker serviks akan meningkat pula wanita mempunyai 1

pasangan seks tetapi pria tersebut memiliki banyak pasangan seks atau yang mengidap

kondiloma acuminatum

e. Kontrasesi hormonal: Penggunaan kontrasepsi hormonal lebih dari 4 atau 5 tahun,

kontrasepsi oral menyebabkan Wanita sensitive terhadap HPV yang dapat menyebabkan

adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi kanker serviks

f. Usia: Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker serviks meningkatnya

dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya

sistem kekebalan tubuh akibat usia


g. Merokok: hal ini dikarenakan tembakau pada rokok juga mengandung bahan-bahan

karsinogenik (penyebab kanker) baik yang dihisap sebagi rokok maupun sigaret yang

dikunyah. 5,6

D. Patofisiologi

Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan

permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal terutama

sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis

keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6

dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker

serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6

mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan

kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga

merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses

proliferasi sel itu sendiri. 7

Gambar 2.2 Patofisiologi virus HPV pada siklus sel 7


Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah

transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi ini menyebabkan E2

tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan pada E6 dan E7 yang akan

menghambat p53 dan pRb. Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak terkontrol,

perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi. Protein E6 akan berikatan dengan

p53, ikatan ini menyebabkan hilangnya fungsi dari p53. Fungsi p53 tersebut adalah sebagai

tumor suppressor gene yang bekerja pada fase G1, dan p53 pada siklus sel berfungsi

menghentikan siklus sel pada fase G1. Penghentian siklus ini bertujuan untuk memberikan

kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai

maka sel akan masuk ke fase S. Kemampuan p53 menghentikan siklus sel melalui

hambatannya pada kompleks cdk-cyclin. Komplek cdk-cylin berfungsi merangsang siklus sel

untuk memasuki fase selanjutnya. Hilangnya fungsi p53 maka penghentian sel pada fase G

tidak terjadi, dan perbaikan tidak terjadi, dan sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada

perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus memmbelah dan berkembang tanpa kontrol.

Selain itu p53 juga berfungsi sebagai perangsang apoptosis (proses kematian sel) yang

dimulai dari kehancuran gen intrasel, apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk

mematikan sel yang tidak dapat diperbaiki. 7

Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme yang berbeda. Pada

proses regulasi siklus sel di fase Go dan G1 tumor suppresor gene pRb berikatan dengan E2F

ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak efektif. Gen E2F merupakan gen yang berikatan

akan merangsang siklus sel melalui aktivasi proonkogen c-myc, N-myc. Masuknya protein

E7 kedalam sel, maka terjadi ikatan E7 dengan pRB, ikatan ini menyebabkan E2F bebas

terlepas dan merangsang proto-oncogen c-myc dan N-myc yang selanjutnya akan terjadi

proses transkripsi atau proses siklus sel7


E. Klasifikasi

Klasifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan
histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi
berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO 11,12

a. Histopatologi

 CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih


kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi pada
1/3 dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia ringan). Ini
dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).11

 CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,


dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk pada
perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar 2/3 dari jaringan
pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat). 11

 CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup > 2/3 dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan
penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang parah
ditempat asal.11

Gambar 2. Klasifikasi Cervical Intraepithelial Neoplasia 11


b. Sitologi Serviks

 ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance)


Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak
pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan
pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance,
atau ASC-H, yang berarti tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).

 LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-


perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.

 HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta


bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat. 11

c. Stadium Klinis

Federation Internationale de Gynecologie et d’Obstetrique (FIGO) dan


American Joint Committe on Cancer telah meyusun pembagian stage kanker
serviks, namun yang paling bayak di gunakan adalah FIGO.11,12
Gambar 2.2 Staging TNM dan FIGO 12

F. Gejala Klinis

Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinik. Perubahan

prekarsinoma pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak

terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear. Gejala

biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan

menyebar ke jaringan di sekitarnya. Gejala klinis jika sudah menjadi karsinoma serviks dapat

dibedakandalam beberapa tahapan atau stadium karsinoma serviks, yaitu sebagai berikut:

a. Gejala awal
- Perdarahan lewat vagina, berupa pendarahan pascasanggama atau perdarahan spontan

di luar masa haid.

- Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun telah diobati. Keputihan

biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah mengalami infeksi sekunder.

b. Gejala lanjut: cairan yang keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul,

pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rectum/anus.

c. Karsinoma telah menyebar/metasis: timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena,

misalnya penyebaran di paru- paru, liver, atau tulang.

Kambuh/residif: bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke tungkai, dan

gejala pembuntuan saluran kencing.13

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Skrining

Cara terbaik untuk menemukan kanker serviks sejak dini adalah dengan melakukan

tes skrining secara teratur. Tes untuk skrining kanker serviks adalah tes HPV, Tes IVA

dan tes Pap. Tes-tes ini dapat dilakukan sendiri atau bersamaan (disebut co-test).14

1) Test Pap / Pap Smear

Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat

untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel

tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,

radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan
tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat

digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan

spesifisitas: tinggi (95-98%).14

Klasifikasi Papanicolaou14

- Kelas I : sel-sel normal

- Kelas II : sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan kelainan

ringan biasanya disebabkan oleh infeksi

- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan

- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan

- Kelas V : pasti ganas

2) Iva (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam

asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih.

Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks

yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal

Klasifikasi IVA

Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat

dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.

- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip

serviks).

- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang

menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan

ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau

kanker serviks in situ).

- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium

kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker

serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA). 14

3) HPV TES

Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes

Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa

atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan

dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.

Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi

keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV

atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV

juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System,

Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test.14
b. Gejala dan Skrining Positif

- Kolposkopi

Kolposkopi adalah pemeriksaan serviks, vagina, dan vulva dengan alat yang

memberikan cahaya yang kuat dan memperbesar bidang, memungkinkan pemeriksaan

pola tertentu pada lapisan epitel (permukaan) dan pembuluh darah di sekitarnya. Ini dapat

dilakukan dengan kolposkop, peralatan khusus yang mahal. Biasanya, kolposkopi

digunakan pada pasien dengan hasil skrining positif, untuk memverifikasi keberadaan,

tingkat dan jenis pra-kanker atau kanker, untuk memandu biopsi dari setiap area yang

tampak abnormal. 14,15

- Biopsi

Biopsi adalah pengambilan sampel kecil jaringan abnormal untuk pemeriksaan

mikroskopis untuk mencapai diagnosis. Biopsi dapat diambil dari area serviks yang IVA-

positif atau dari area yang tampak mencurigakan untuk kanker. Jika lesi atau struktur

abnormal serviks tidak terlihat dengan mata telanjang, kolposkopi dapat membantu

menentukan lokasi atau lokasi di mana satu atau lebih biopsi harus dilakukan. Biasanya,

biopsi diambil dari setiap area abnormal, meskipun biopsi acak mungkin berguna dalam

keadaan tertentu. Diperlukan forsep biopsi khusus. Biopsi digunakan untuk menentukan

tingkat kelainan perubahan sel pada serviks dan untuk menyingkirkan kanker. Setelah

pemeriksaan, biopsi diklasifikasikan sebagai normal, sebagai neoplasia intraepitel serviks

(CIN), atau sebagai karsinoma invasif. 14,15

- Kuretase endoserviks (ECC)


Kuretase endoserviks (ECC) adalah prosedur sederhana yang hanya memakan waktu

beberapa menit: beberapa sel permukaan dikerok dengan lembut dari saluran endoserviks

dengan alat tipis khusus atau spatula, dan jaringan ditempatkan dalam wadah dengan

larutan fiksatif dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan. ECC digunakan dalam

keadaan berikut: (1) kasus yang jarang terjadi ketika tes skrining menunjukkan mungkin

ada pra-kanker atau kanker yang tidak terlihat dengan kolposkopi, membuat penyedia

mencurigai bahwa lesi tersembunyi di dalam saluran serviks; (2) jika squamocolumnar

junction tidak dapat sepenuhnya divisualisasikan di hadapan lesi yang sudah dicurigai; (3)

jika Pap smear menunjukkan lesi kelenjar, yang biasanya muncul dari epitel kolumnar di

dalam kanal; dan (4) jika skrining dan/atau kolposkopi tidak memadai karena zona

transformasi tidak terlihat secara keseluruhan dan dicurigai adanya kanker. 14,15

c. Kanker Serviks Positif

Jika biopsi menunjukkan adanya kanker, dokter Anda mungkin memesan tes tertentu

untuk melihat apakah dan seberapa jauh kanker telah menyebar. Banyak dari tes yang

dijelaskan di bawah ini tidak diperlukan untuk setiap pasien. Keputusan tentang

penggunaan tes ini didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dan biopsi.

- Cystoscopi

Dalam cystoscopy, tabung ramping dengan lensa dan cahaya ditempatkan ke dalam

kandung kemih melalui uretra. Ini memungkinkan dokter memeriksa kandung kemih dan

uretra, untuk melihat apakah kanker tumbuh ke area ini. Sampel biopsi dapat diambil

selama sistoskopi untuk pengujian di laboratorium. Sistoskopi dapat dilakukan dengan

anestesi lokal, tetapi beberapa pasien mungkin memerlukan anestesi umum.


- Proktoskopi

Proktoskopi adalah pemeriksaan visual rektum melalui tabung yang menyala untuk

mencari penyebaran kanker serviks ke dalam rektum

- Pemeriksaan radiologi (imaging)

Tes ini dapat menunjukkan apakah dan di mana kanker telah menyebar, tes yang dapa

dilakukan berupa X-ray, Ct-scan, MRI, PET-Scan. 14,15

H. Penatalaksanaan
a. Lesi Pra Kanker

Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai

dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada. Pada tingkat

pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat dilakukan program skrining

atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara

single visit approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif

maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter

umum atau bidan yang sudah terlatih. Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil

abnormal direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi.

Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure

(LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan

diagnostik maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas

sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total. Temuan

abnormal hasil setelah dilakukan kolposkopi:


- LSIL (low grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 1

tahun.

- HSIL (high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 6

bulan

Berbagai metode terapi lesi prakanker serviks:

1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal

Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2,

elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal

lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase

penyembuhan berikutnya akan digantikan dengan epitel skuamosa yang baru.

 Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode pembekuan

atau freezing hingga sekurangkurangnya -20oC selama 6 menit (teknik Freeze-thaw-

freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi

dengan mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi

elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein;

(4) status umum sistem mikrovaskular.

 Elektrokauter Metode ini menggunakan alat elektrokauter atau radiofrekuensi dengan

melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona

transformasi. Jaringan spesimen akan dikirimkan ke laboratorium patologi anatomi

untuk konfirmasi diagnostik secara histopatologik untuk menentukan tindakan cukup

atau perlu terapi lanjutan.


 Diatermi Elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif jika

dibandingkan dengan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum.

Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1

cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.

 Laser Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu

muatan listrik dilepaskan dalam suatutabung yang berisi campuran gas helium, gas

nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai

panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat

dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari

mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang

mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap atau

sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran5

b. Lesi Kanker Invasif

Pilihan pengobatan kanker serviks termasuk operasi, radioterapi dan kemoterapi, dan

ini dapat digunakan dalam kombinasi. Pengobatan ergantung pada stadium kanker,

kesehatan wanita secara umum, dan ketersediaan fasilitas dan keahlian, terapi utama dapat

berupa pembedahan atau radioterapi, dengan atau tanpa kemoterapi. Terapi primer (juga

disebut terapi lini pertama atau pengobatan primer) adalah pengobatan pertama untuk

kanker invasif, biasanya dengan tujuan menyembuhkan penyakit. Terapi tambahan adalah

pengobatan lain yang digunakan dengan pengobatan utama untuk membantu pengobatan

utama. Terapi sekunder mengacu pada pengobatan yang dapat diberikan setelah pengobatan

lain (primer) telah digunakan.

 Pembedahan
Pembedahan terdiri dari pengangkatan berbagai jumlah jaringan dari area yang terkena

kanker dan sekitarnya. Ini dapat dilakukan melalui vagina atau abdomen.Pembedahan dapat

digunakan sebagai terapi primer maupun terapi sekunder, setelah pengobatan lain telah

digunakan

 Pembedahan sebagai terapi primer

Pembedahan sebagai terapi utama untuk kanker serviks terdiri dari pengangkatan

sejumlah jaringan yang bervariasi berdasarkan luasnya penyebaran kanker di dalam

panggul dan karakteristik kasus individu lainnya.

- Biopsi cone

Pengangkatan jaringan lingkaran lebar yang mengelilingi pembukaan rahim dan

termasuk bagian bawah saluran servik.Kanker mikroinvasif (yang seluruhnya berada di

dalam epitel serviks) dapat diobati dengan biopsi kerucut, terutama jika mempertahankan

kesuburan menjadi masalah.

- Histerektomi simpel

Operasi pengangkatan seluruh rahim, termasuk leher rahim, baik melalui sayatan di

perut bagian bawah atau melalui vagina dengan atau tanpa menggunakan laparoskopi. Tuba

dan ovarium tidak diangkat secara rutin, tetapi mungkin pada wanita pascamenopause atau

jika tampak abnormal. Histerektomi sederhana diindikasikan untuk pengobatan kanker

serviks mikroinvasif dini pada wanita pascamenopause dan wanita muda yang tidak tertarik

untuk mempertahankan kesuburan.

- Histerektomi Radikal
Operasi yang paling umum untuk kanker invasif awal. Operasi ini mengangkat jaringan

ke sisi rahim dan sering kelenjar getah bening di panggul dan sekitar aorta Tuba dan

ovarium tidak secara rutin dihilangkan kecuali mereka tampak tidak normal.

 Pembedahan sebagai terapi sekunder

Salvage surgery masih dapat memiliki tujuan untuk menyembuhkan pasien. Ini terdiri

dari histerektomi radikal termasuk pengangkatan sebagian vagina atas untuk mengurangi

kemungkinan terulangnya kanker. Dilakukan ketika: Pasien telah menjalani operasi primer,

tetapi pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang dihilangkan menunjukkan bahwa margin

jaringan normal di sekitar kanker terlalu tipis; atau pasien telah menjalani radioterapi dan /

atau kemoterapi, tetapi kekambuhan awal atau penghancuran kanker yang tidak lengkap

pada follow up.

Operasi paliatif kadang-kadang dilakukan pada kanker stadium lanjut untuk meredakan

obstruksi usus, atau untuk mengobati fistulae (saluran abnormal antara vagina dan organ

kemih atau rektum) yang dihasilkan dari radiasi atau perpanjangan penyakit primer.

 Radioterapi

Sinar menembus tubuh dan menghancurkan sel-sel kanker sehingga kanker sepenuhnya

atau sebagian dihilangkan

 Primer Terapi

Radioterapi primer, dengan atau tanpa kemoterapi, digunakan dengan tujuan kuratif,

untuk wanita dengan kanker stadium IIA2 atau lebih besar. Ini dapat ditawarkan kepada

wanita dengan kanker yang berdiameter lebih dari 4 cm terbatas pada serviks, dan untuk
kanker yang telah menyebar di luar serviks. Radioterapi primer, yang dimaksudkan untuk

menyembuhkan kanker sebelumnya, diberikan dengan perawatan harian selama 5–6

minggu menggunakan dua cara pemberian

 Radioterapi sinar eksternal, atau teleterapi, menggunakan radiasi yang berasal dari

mesin yang terletak di luar tubuh

 Radioterapi internal, juga disebut brachytherapy, menggunakan radiasi yang berasal

dari bahan radioaktif yang ditempatkan di dalam vagina, dekat dengan kanker

 Adjuvan Terapi

Radioterapi, dengan atau tanpa kemoterapi, dapat diberikan sebagai terapi tambahan

dalam kombinasi dengan pembedahan primer untuk indikasi berikut:

 Jika, selama pembedahan primer, ahli bedah menemukan bahwa kanker telah menyebar

di luar serviks ke parametria (jaringan antara uterus dan dinding panggul) atau ke organ

panggul lainnya

 Setelah histerektomi, jika laporan patologi menunjukkan kurang dari 5 mm jaringan

bebas penyakit di sekitar kanker

 Jika, selama operasi primer, ditemukan keterlibatan kelenjar getah bening dengan

kanker.

 Sekunder Terapi
Radioterapi, dengan atau tanpa kemoterapi, dapat diberikan sebagai terapi sekunder

untuk indikasi berikut:

 untuk penyakit berulang yang hanya terletak di panggul pada wanita yang menjalani

operasi primer

 Paliativ Terapi

Radioterapi paliatif, biasanya tanpa kemoterapi, dapat digunakan dalam berbagai

keadaan

 sebagai satu-satunya terapi pada wanita dengan kanker yang sangat lanjut

 untuk mengontrol gejala yang parah, seperti pendarahan, keluarnya cairan ofensif

dan/atau nyeri

 untuk membantu pasien yang terlalu sakit untuk mentoleransi kemoterapi atau

radioterapi dosis penuh (misalnya gagal ginjal berat akibat obstruksi ureter, gagal hati,

dll.)

 untuk pengobatan metastasis terisolasi (misalnya ke vertebra atau kelenjar getah bening

tanpa bukti metastasis luas).

 Kemoterapi

Kemoterapi adalah pemberian perawatan berulang dengan obat-obatan toxic

Serangkaian beberapa perawatan dengan satu atau lebih bahan kimia diberikan secara

intravena untuk membunuh sel yang membelah dengan cepat (ciri dari semua kanker)
 Primer Terapi

Kemoterapi jarang digunakan sendiri sebagai pengobatan utama untuk kanker serviks;

alih-alih, ini digunakan dalam kombinasi dengan radioterapi dan lebih jarang dengan

pembedahan

 Primer Terapi kombinasi Radioterpai

Kemoterapi digunakan pertama pada wanita dengan tumor yang sangat besar dan bulky,

untuk mengurangi ukuran kanker, dan kemudian diikuti oleh radioterapi. Perawatan

dilakukan dalam urutan ini karena kanker terbukti merespons radiasi dengan lebih baik

ketika tumor kurang besar

 Paliatif terapi

Kemoterapi paliatif kadang-kadang digunakan, setelah mempertimbangkan dengan

cermat manfaat yang diharapkan versus efek samping yang merugikan, untuk meredakan

gejala pada wanita dengan metastasis luas ke hati, paru-paru, dan tulang. 15

c. Berdasarkan Stadium

 Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ) Konisasi (Cold knife conization). Bila margin bebas,
konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. Bila tidak tidak bebas,
maka diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total Bila hasil
konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif.

 Stadium IA1 (LVSI negatif) Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat)
apabila fertilitas dipertahankan.(Tingkat evidens B) Bila tidak free margin dilakukan
rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak
dipertahankan
 Stadium IA1 (LVSI positif) Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik
apabila fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi
medik dapat dilakukan Brakhiterapi

 Stadium IA2, IB1, IIA1 Pilihan:

- Operatif. Histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvik. (Tingkat evidens 1 /


Rekomendasi A) Ajuvan Radioterapi (RT) atau Kemoradiasi bila terdapat faktor risiko
yaitu metastasis KGB, metastasis parametrium, batas sayatan tidak bebas tumor, deep
stromal invasion, LVSI dan faktor risiko lainnya. Hanya ajuvan radiasi eksterna (EBRT)
bila metastasis KGB saja. Apabila tepi sayatan tidak bebas tumor / closed margin, maka
radiasi eksterna dilanjutkan dengan brakhiterapi.

- Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan
kemoterapi konkuren dan brakiterapi)

 Stadium IB 2 dan IIA2 Pilihan :

1. Operatif (Rekomendasi A)

Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi Tata laksana selanjutnya tergantung dari
faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau
kemoterapi.

2. Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Tujuan dari Neoajuvan Kemoterapi adalah


untuk mengecilkan massa tumor primer dan mengurangi risiko komplikasi operasi. Tata
laksana selanjutnya tergantung dari faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk
dilakukan ajuvan radioterapi atau kemoterapi.

 Stadium IIB Pilihan :

 Kemoradiasi (Rekomendasi A)
 Radiasi (Rekomendasi B)
 Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal
histerektomi dan pelvik limfadenektomi
 Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam penelitian)

 Stadium III A III B

 Kemoradiasi (Rekomendasi A)
 Radiasi (Rekomendasi B)

 Stadium IIIB dengan CKD

 Nefrostomi / hemodialisa bila diperlukan


 Kemoradiasi dengan regimen non cisplatin atau
 Radiasi

 Stadium IV A tanpa CKD

 Pada stadium IVA dengan fistula rekto-vaginal, direkomendasi terlebih dahulu


dilakukan kolostomi, dilanjutkan : 2. Kemoradiasi Paliatif, atau 3. Radiasi Paliatif

 Stadium IV A dengan CKD, IVB

 Paliatif
 Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat
dipertimbangkan.5

I. Prognosis

Prognosis untuk kanker sering dilaporkan dalam bentuk 5-year survival rate. Untuk

kanker serviks, 5-year survival rate berdasarkan stadium adalah: Stadium I: 80-93%, Stadium

II: 58-63%, Stadium III: 32-35%, Stadium IV: 15-16%


Gambar 2.3 Algoritma Diagnosis Deteksi Dini dan Tata Laksana (Program Skrining) 5

Gambar 2.4 Algoritma deteksi dini (program skrining) dengan Tes IVA.5
Gambar 2.5 Algoritma Penanganan Kanker Serviks Invasif. 5
DAFTAR PUSTAKA

1. CDC, 2021, Basic Information About Cervical Cancer, Division of Cancer Prevention
and Control, Centers for Disease Control and Prevention
2. Wan D, 2013, Buku Ajar Onkologi Klinis. Bab 18. Edisi 2. Jakarta:FKUI, hal. 492-493,
502-503.
3. Zhang S, Xu H, Zhang L, Qiao Y. Cervical Cancer: Epidemiology, Risk Factors and
Screening.  Chinese Journal of Cancer Research. 2020;32(6):720-728
4. Dewi R, Asfriyati, Arma AJA. Perubahan Pengetahuan Dan Sikap Wanita Yang Memiliki
Pasangan Terhadap Pemeriksaan PAP SMEAR Sebelum Dan Sesudah Diberikan
Penyuluhan Tentang Deteksi Dini Karsinoma Serviks Dengan Pemeriksaan PAP SMEAR
Di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur Kota Medan. Medan. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara; 2012.
5. Kemenkes RI, Panduan penatalaksanaan kanker serviks, Komite penaggulangan kanker
nasional
6. Hidayat et al., 2016, Hubungan kejadian kanker serviks degan jumlah paritas 136
suppressor pathways. Curr Mol Med 6:795.
7. Evriarti PR, dan Yasmon, 2019, Patogenesis Human Papillomavirus (HPV) pada Kanker
Serviks,Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol.8.1; Hal.23-32
8. Van Doorslaer, et al. 2018, ICTV Virus taxonomy profile: Papillomaviridae. Journal of
General Virology, 99: 989-990
9. Damayanti, 2013, Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Tahun 2008-2010, Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 2
10. Trifitriana M, Sanif R, Husin S, 2017, faktor Risiko Kanker Serviks Pada Pasien Rawat
Jalan dan Rawat Inap DiDepartemen Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang, Biomedical Journal of Indonesia: Jurnal Biomedik Fakultas
Kedokteran Universitas SriwijayaVol 3, No. 1, hal. 11-18.
11. National Cancer Institute. Stage Information About Cervical Cancer. Available
at
:http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessional/page3#fi
gure_420_e
12. ESGO, 2018, Cervical Cancer guidline, Available:
https://guidelines.esgo.org/media/2018/04/Cervical-cancer-Guidelines-Complete-
report.pdf
13. Susianti dan Aulia W, 2017, Pengobatan Karsinoma Serviks, Vol 6 (2), hal. 92-100
14. American cancer society, 2020, Screening Tests for Cervical Cancer, pp. 9-14
15. WHO, 2014, Screening and Treatment of Precancer Cervical, in :Comprehensive
Cervical Cancer Control A guide to essential practice, Second edition, pp. 129-161.

Anda mungkin juga menyukai