Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak
lemah,
GCS 456.
Vital Sign:
T: 140/70 mmHg
N: 84 x/menit
Suhu: 36,4 oC
RR: 20x/menit
TB: 155 cm
BB: 45 kg
Status ginekologi
Inspekulo: portio tampak
massa berdungkul- dungkul.
VT:
V/V : Flux (+), fluor (+)
Portio : tertutup
berdungkul-dungkul, rapuh
RT : mukosa rectum
berdungkul - dungkul
Darah lengkap
Hb : 6,4 gr/dL
Leukosit : 20.500
Hct : 19,8
Trombosit : 1.870.000
Eritrosit 350.000
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim dari sebuah
sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Kanker serviks atau yang juga disebut
kanker leher rahim merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV atau Human
Papilloma Virus. 1
B. Epidemiologi2
Kanker serviks merupakan tumor ganas wanita kedua terbanyak di dunia yang secara
serius mengancam kesehatan wanita. Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama
kematian akibat kanker pada wanita. Selama 30 tahun terakhir, peningkatan proporsi wanita
muda yang terkena kanker serviks berkisar antara 10% hingga 40%. Menurut perkiraan WHO
dan IARC, tahun 2008 terdapat 529.000 kasus baru kanker serviks secara global. Di negara
berkembang, jumlah kasus baru kanker serviks adalah 452.000 dan menempati urutan kedua
Pada tahun 2018 di seluruh dunia dengan perkiraan 570.000 kasus dan 311.000 kematian,
kanker serviks menempati urutan keempat kanker yang paling sering didiagnosis dan
penyebab utama keempat kematian akibat kanker pada wanita. Namun, sekitar 85% dari
kematian di seluruh dunia akibat kanker serviks terjadi di negara-negara terbelakang atau
berkembang, dan angka kematian 18 kali lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah
serviks akibat adanya infeksi yang persisten human papillomavirus (HPV) tipe high risk
(HRHPV) onkogenik.3
HPV merupakan virus DNA sirkuler rantai ganda, berukuran kecil, tidak memiliki
mereka dengan kanker serviks dan lesi prekursor, HPV dapat diklasifikasikan menjadi Low
Risk-HPV (LR-HPV), potential High Risk-HPV (pHR-HPV), dan High Risk-HPV (HR-
HPV). LR-HPV tipe 6 dan 11, dapat menyebabkan kutil kelamin yang umum atau lesi
infeksi HR-HPV, terutama HPV tipe 16 dan 18, merupakan penyebab utama terjadinya lesi
Faktor risiko terjadinya kanker servik dipengaruhi oleh berbagai macam factor
diantaranya:
a. Pekerjaan dan Tingkat pendidikan: Wanita pekerja kasar dan tinggi rendahnya pendidikan
berkaitan dengan status sosial ekonomi yang rendah biasanya dikaitkan dengan hygiene,
b. Paritas: wanita dengan banyak anak sering melahirkan, apalagi dengan jarak persalinan
yang terlalu pendek termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker
serviks. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
c. Pola Hubungan seksual: menikah pada usia < 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker serviks 10-12 kali lebih besar
karena pada usia muda sel epitel serviks belum bisa menerima rangsangan spermatozoa,
Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas.
d. Ganti pasangan: Risiko terkena kanker serviks akan meningkat pula wanita mempunyai 1
pasangan seks tetapi pria tersebut memiliki banyak pasangan seks atau yang mengidap
kondiloma acuminatum
kontrasepsi oral menyebabkan Wanita sensitive terhadap HPV yang dapat menyebabkan
adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi kanker serviks
f. Usia: Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker serviks meningkatnya
dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya
karsinogenik (penyebab kanker) baik yang dihisap sebagi rokok maupun sigaret yang
dikunyah. 5,6
D. Patofisiologi
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal terutama
sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis
keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6
dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan kanker
serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6
mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan
kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga
merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses
transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi ini menyebabkan E2
tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2 menyebabkan rangsangan pada E6 dan E7 yang akan
menghambat p53 dan pRb. Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak terkontrol,
perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi. Protein E6 akan berikatan dengan
p53, ikatan ini menyebabkan hilangnya fungsi dari p53. Fungsi p53 tersebut adalah sebagai
tumor suppressor gene yang bekerja pada fase G1, dan p53 pada siklus sel berfungsi
menghentikan siklus sel pada fase G1. Penghentian siklus ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai
maka sel akan masuk ke fase S. Kemampuan p53 menghentikan siklus sel melalui
hambatannya pada kompleks cdk-cyclin. Komplek cdk-cylin berfungsi merangsang siklus sel
untuk memasuki fase selanjutnya. Hilangnya fungsi p53 maka penghentian sel pada fase G
tidak terjadi, dan perbaikan tidak terjadi, dan sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada
perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus memmbelah dan berkembang tanpa kontrol.
Selain itu p53 juga berfungsi sebagai perangsang apoptosis (proses kematian sel) yang
dimulai dari kehancuran gen intrasel, apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk
Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme yang berbeda. Pada
proses regulasi siklus sel di fase Go dan G1 tumor suppresor gene pRb berikatan dengan E2F
ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak efektif. Gen E2F merupakan gen yang berikatan
akan merangsang siklus sel melalui aktivasi proonkogen c-myc, N-myc. Masuknya protein
E7 kedalam sel, maka terjadi ikatan E7 dengan pRB, ikatan ini menyebabkan E2F bebas
terlepas dan merangsang proto-oncogen c-myc dan N-myc yang selanjutnya akan terjadi
Klasifikasi kanker dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan
histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi
berdasarkan stadium stadium klinis menurut FIGO 11,12
a. Histopatologi
CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi
(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-sel
yang mencakup > 2/3 dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan
penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang parah
ditempat asal.11
c. Stadium Klinis
F. Gejala Klinis
prekarsinoma pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak
terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear. Gejala
biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan
menyebar ke jaringan di sekitarnya. Gejala klinis jika sudah menjadi karsinoma serviks dapat
dibedakandalam beberapa tahapan atau stadium karsinoma serviks, yaitu sebagai berikut:
a. Gejala awal
- Perdarahan lewat vagina, berupa pendarahan pascasanggama atau perdarahan spontan
biasanya berbau, gatal, dan panas karena sudah mengalami infeksi sekunder.
b. Gejala lanjut: cairan yang keluar dari liang vagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul,
pinggang, dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri di kandung kemih dan rectum/anus.
c. Karsinoma telah menyebar/metasis: timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena,
Kambuh/residif: bengkak/edema tungkai satu sisi, nyeri panggul menjalar ke tungkai, dan
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Skrining
Cara terbaik untuk menemukan kanker serviks sejak dini adalah dengan melakukan
tes skrining secara teratur. Tes untuk skrining kanker serviks adalah tes HPV, Tes IVA
dan tes Pap. Tes-tes ini dapat dilakukan sendiri atau bersamaan (disebut co-test).14
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat
untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,
radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan
tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap smear dapat
digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang (51-88%) dan
Klasifikasi Papanicolaou14
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam
asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih.
Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks
yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal
Klasifikasi IVA
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat
dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker
serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA). 14
3) HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes
atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi
keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV
atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV
juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System,
Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test.14
b. Gejala dan Skrining Positif
- Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan serviks, vagina, dan vulva dengan alat yang
pola tertentu pada lapisan epitel (permukaan) dan pembuluh darah di sekitarnya. Ini dapat
digunakan pada pasien dengan hasil skrining positif, untuk memverifikasi keberadaan,
tingkat dan jenis pra-kanker atau kanker, untuk memandu biopsi dari setiap area yang
- Biopsi
mikroskopis untuk mencapai diagnosis. Biopsi dapat diambil dari area serviks yang IVA-
positif atau dari area yang tampak mencurigakan untuk kanker. Jika lesi atau struktur
abnormal serviks tidak terlihat dengan mata telanjang, kolposkopi dapat membantu
menentukan lokasi atau lokasi di mana satu atau lebih biopsi harus dilakukan. Biasanya,
biopsi diambil dari setiap area abnormal, meskipun biopsi acak mungkin berguna dalam
keadaan tertentu. Diperlukan forsep biopsi khusus. Biopsi digunakan untuk menentukan
tingkat kelainan perubahan sel pada serviks dan untuk menyingkirkan kanker. Setelah
beberapa menit: beberapa sel permukaan dikerok dengan lembut dari saluran endoserviks
dengan alat tipis khusus atau spatula, dan jaringan ditempatkan dalam wadah dengan
larutan fiksatif dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan. ECC digunakan dalam
keadaan berikut: (1) kasus yang jarang terjadi ketika tes skrining menunjukkan mungkin
ada pra-kanker atau kanker yang tidak terlihat dengan kolposkopi, membuat penyedia
mencurigai bahwa lesi tersembunyi di dalam saluran serviks; (2) jika squamocolumnar
junction tidak dapat sepenuhnya divisualisasikan di hadapan lesi yang sudah dicurigai; (3)
jika Pap smear menunjukkan lesi kelenjar, yang biasanya muncul dari epitel kolumnar di
dalam kanal; dan (4) jika skrining dan/atau kolposkopi tidak memadai karena zona
transformasi tidak terlihat secara keseluruhan dan dicurigai adanya kanker. 14,15
Jika biopsi menunjukkan adanya kanker, dokter Anda mungkin memesan tes tertentu
untuk melihat apakah dan seberapa jauh kanker telah menyebar. Banyak dari tes yang
dijelaskan di bawah ini tidak diperlukan untuk setiap pasien. Keputusan tentang
penggunaan tes ini didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dan biopsi.
- Cystoscopi
Dalam cystoscopy, tabung ramping dengan lensa dan cahaya ditempatkan ke dalam
kandung kemih melalui uretra. Ini memungkinkan dokter memeriksa kandung kemih dan
uretra, untuk melihat apakah kanker tumbuh ke area ini. Sampel biopsi dapat diambil
Proktoskopi adalah pemeriksaan visual rektum melalui tabung yang menyala untuk
Tes ini dapat menunjukkan apakah dan di mana kanker telah menyebar, tes yang dapa
H. Penatalaksanaan
a. Lesi Pra Kanker
Tatalaksana lesi pra kanker disesuaikan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai
dengan kemampuan sumber daya manusia dan sarana prasarana yang ada. Pada tingkat
pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat dilakukan program skrining
atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes IVA dapat dilakukan dengan cara
single visit approach atau see and treat program, yaitu bila didapatkan temuan IVA positif
maka selanjutnya dapat dilakukan pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter
umum atau bidan yang sudah terlatih. Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil
Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter Procedure
(LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ) untuk kepentingan
diagnostik maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter tidak mencapai bebas batas
sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi atau histerektomi total. Temuan
tahun.
- HSIL (high grade squamous intraepithelial lesion), dilakukan LEEP dan observasi 6
bulan
Beberapa metode terapi destruksi lokal antara lain: krioterapi dengan N2O dan CO2,
elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser. Metode tersebut ditujukan untuk destruksi lokal
lapisan epitel serviks dengan kelainan lesi prakanker yang kemudian pada fase
Krioterapi digunakan untuk destruksi lapisan epitel serviks dengan metode pembekuan
freeze) dengan menggunakan gas N2O atau CO2. Kerusakan bioselular akan terjadi
dengan mekanisme: (1) sel‐ sel mengalami dehidrasi dan mengkerut; (2) konsentrasi
elektrolit dalam sel terganggu; (3) syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein;
melakukan eksisi Loop diathermy terhadap jaringan lesi prakanker pada zona
cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, terutama jika lesi tersebut sangat luas.
muatan listrik dilepaskan dalam suatutabung yang berisi campuran gas helium, gas
nitrogen, dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai
panjang gelombang 10,6u. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat
dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari
mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang
Pilihan pengobatan kanker serviks termasuk operasi, radioterapi dan kemoterapi, dan
ini dapat digunakan dalam kombinasi. Pengobatan ergantung pada stadium kanker,
kesehatan wanita secara umum, dan ketersediaan fasilitas dan keahlian, terapi utama dapat
berupa pembedahan atau radioterapi, dengan atau tanpa kemoterapi. Terapi primer (juga
disebut terapi lini pertama atau pengobatan primer) adalah pengobatan pertama untuk
kanker invasif, biasanya dengan tujuan menyembuhkan penyakit. Terapi tambahan adalah
pengobatan lain yang digunakan dengan pengobatan utama untuk membantu pengobatan
utama. Terapi sekunder mengacu pada pengobatan yang dapat diberikan setelah pengobatan
Pembedahan
Pembedahan terdiri dari pengangkatan berbagai jumlah jaringan dari area yang terkena
kanker dan sekitarnya. Ini dapat dilakukan melalui vagina atau abdomen.Pembedahan dapat
digunakan sebagai terapi primer maupun terapi sekunder, setelah pengobatan lain telah
digunakan
Pembedahan sebagai terapi utama untuk kanker serviks terdiri dari pengangkatan
- Biopsi cone
dalam epitel serviks) dapat diobati dengan biopsi kerucut, terutama jika mempertahankan
- Histerektomi simpel
Operasi pengangkatan seluruh rahim, termasuk leher rahim, baik melalui sayatan di
perut bagian bawah atau melalui vagina dengan atau tanpa menggunakan laparoskopi. Tuba
dan ovarium tidak diangkat secara rutin, tetapi mungkin pada wanita pascamenopause atau
serviks mikroinvasif dini pada wanita pascamenopause dan wanita muda yang tidak tertarik
- Histerektomi Radikal
Operasi yang paling umum untuk kanker invasif awal. Operasi ini mengangkat jaringan
ke sisi rahim dan sering kelenjar getah bening di panggul dan sekitar aorta Tuba dan
ovarium tidak secara rutin dihilangkan kecuali mereka tampak tidak normal.
Salvage surgery masih dapat memiliki tujuan untuk menyembuhkan pasien. Ini terdiri
dari histerektomi radikal termasuk pengangkatan sebagian vagina atas untuk mengurangi
kemungkinan terulangnya kanker. Dilakukan ketika: Pasien telah menjalani operasi primer,
tetapi pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang dihilangkan menunjukkan bahwa margin
jaringan normal di sekitar kanker terlalu tipis; atau pasien telah menjalani radioterapi dan /
atau kemoterapi, tetapi kekambuhan awal atau penghancuran kanker yang tidak lengkap
Operasi paliatif kadang-kadang dilakukan pada kanker stadium lanjut untuk meredakan
obstruksi usus, atau untuk mengobati fistulae (saluran abnormal antara vagina dan organ
kemih atau rektum) yang dihasilkan dari radiasi atau perpanjangan penyakit primer.
Radioterapi
Sinar menembus tubuh dan menghancurkan sel-sel kanker sehingga kanker sepenuhnya
Primer Terapi
Radioterapi primer, dengan atau tanpa kemoterapi, digunakan dengan tujuan kuratif,
untuk wanita dengan kanker stadium IIA2 atau lebih besar. Ini dapat ditawarkan kepada
wanita dengan kanker yang berdiameter lebih dari 4 cm terbatas pada serviks, dan untuk
kanker yang telah menyebar di luar serviks. Radioterapi primer, yang dimaksudkan untuk
Radioterapi sinar eksternal, atau teleterapi, menggunakan radiasi yang berasal dari
dari bahan radioaktif yang ditempatkan di dalam vagina, dekat dengan kanker
Adjuvan Terapi
Radioterapi, dengan atau tanpa kemoterapi, dapat diberikan sebagai terapi tambahan
Jika, selama pembedahan primer, ahli bedah menemukan bahwa kanker telah menyebar
di luar serviks ke parametria (jaringan antara uterus dan dinding panggul) atau ke organ
panggul lainnya
Jika, selama operasi primer, ditemukan keterlibatan kelenjar getah bening dengan
kanker.
Sekunder Terapi
Radioterapi, dengan atau tanpa kemoterapi, dapat diberikan sebagai terapi sekunder
untuk penyakit berulang yang hanya terletak di panggul pada wanita yang menjalani
operasi primer
Paliativ Terapi
keadaan
sebagai satu-satunya terapi pada wanita dengan kanker yang sangat lanjut
untuk mengontrol gejala yang parah, seperti pendarahan, keluarnya cairan ofensif
dan/atau nyeri
untuk membantu pasien yang terlalu sakit untuk mentoleransi kemoterapi atau
radioterapi dosis penuh (misalnya gagal ginjal berat akibat obstruksi ureter, gagal hati,
dll.)
untuk pengobatan metastasis terisolasi (misalnya ke vertebra atau kelenjar getah bening
Kemoterapi
Serangkaian beberapa perawatan dengan satu atau lebih bahan kimia diberikan secara
intravena untuk membunuh sel yang membelah dengan cepat (ciri dari semua kanker)
Primer Terapi
Kemoterapi jarang digunakan sendiri sebagai pengobatan utama untuk kanker serviks;
alih-alih, ini digunakan dalam kombinasi dengan radioterapi dan lebih jarang dengan
pembedahan
Kemoterapi digunakan pertama pada wanita dengan tumor yang sangat besar dan bulky,
untuk mengurangi ukuran kanker, dan kemudian diikuti oleh radioterapi. Perawatan
dilakukan dalam urutan ini karena kanker terbukti merespons radiasi dengan lebih baik
Paliatif terapi
cermat manfaat yang diharapkan versus efek samping yang merugikan, untuk meredakan
gejala pada wanita dengan metastasis luas ke hati, paru-paru, dan tulang. 15
c. Berdasarkan Stadium
Stadium 0 / KIS (Karsinoma in situ) Konisasi (Cold knife conization). Bila margin bebas,
konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan fertilitas. Bila tidak tidak bebas,
maka diperlukan re-konisasi. Bila fertilitas tidak diperlukan histerektomi total Bila hasil
konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana kanker invasif.
Stadium IA1 (LVSI negatif) Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat)
apabila fertilitas dipertahankan.(Tingkat evidens B) Bila tidak free margin dilakukan
rekonisasi atau simple histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak
dipertahankan
Stadium IA1 (LVSI positif) Operasi trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik
apabila fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak dapat dilakukan karena kontraindikasi
medik dapat dilakukan Brakhiterapi
- Non operatif Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi (Radiasi : EBRT dengan
kemoterapi konkuren dan brakiterapi)
1. Operatif (Rekomendasi A)
Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi Tata laksana selanjutnya tergantung dari
faktor risiko, dan hasil patologi anatomi untuk dilakukan ajuvan radioterapi atau
kemoterapi.
Kemoradiasi (Rekomendasi A)
Radiasi (Rekomendasi B)
Neoajuvan kemoterapi (Rekomendasi C) Kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal
histerektomi dan pelvik limfadenektomi
Histerektomi ultraradikal, laterally extended parametrectomy (dalam penelitian)
Kemoradiasi (Rekomendasi A)
Radiasi (Rekomendasi B)
Paliatif
Bila tidak ada kontraindikasi, kemoterapi paliatif / radiasi paliatif dapat
dipertimbangkan.5
I. Prognosis
Prognosis untuk kanker sering dilaporkan dalam bentuk 5-year survival rate. Untuk
kanker serviks, 5-year survival rate berdasarkan stadium adalah: Stadium I: 80-93%, Stadium
Gambar 2.4 Algoritma deteksi dini (program skrining) dengan Tes IVA.5
Gambar 2.5 Algoritma Penanganan Kanker Serviks Invasif. 5
DAFTAR PUSTAKA
1. CDC, 2021, Basic Information About Cervical Cancer, Division of Cancer Prevention
and Control, Centers for Disease Control and Prevention
2. Wan D, 2013, Buku Ajar Onkologi Klinis. Bab 18. Edisi 2. Jakarta:FKUI, hal. 492-493,
502-503.
3. Zhang S, Xu H, Zhang L, Qiao Y. Cervical Cancer: Epidemiology, Risk Factors and
Screening. Chinese Journal of Cancer Research. 2020;32(6):720-728
4. Dewi R, Asfriyati, Arma AJA. Perubahan Pengetahuan Dan Sikap Wanita Yang Memiliki
Pasangan Terhadap Pemeriksaan PAP SMEAR Sebelum Dan Sesudah Diberikan
Penyuluhan Tentang Deteksi Dini Karsinoma Serviks Dengan Pemeriksaan PAP SMEAR
Di Kelurahan Glugur Darat 1 Kecamatan Medan Timur Kota Medan. Medan. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara; 2012.
5. Kemenkes RI, Panduan penatalaksanaan kanker serviks, Komite penaggulangan kanker
nasional
6. Hidayat et al., 2016, Hubungan kejadian kanker serviks degan jumlah paritas 136
suppressor pathways. Curr Mol Med 6:795.
7. Evriarti PR, dan Yasmon, 2019, Patogenesis Human Papillomavirus (HPV) pada Kanker
Serviks,Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol.8.1; Hal.23-32
8. Van Doorslaer, et al. 2018, ICTV Virus taxonomy profile: Papillomaviridae. Journal of
General Virology, 99: 989-990
9. Damayanti, 2013, Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
Tahun 2008-2010, Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 2
10. Trifitriana M, Sanif R, Husin S, 2017, faktor Risiko Kanker Serviks Pada Pasien Rawat
Jalan dan Rawat Inap DiDepartemen Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang, Biomedical Journal of Indonesia: Jurnal Biomedik Fakultas
Kedokteran Universitas SriwijayaVol 3, No. 1, hal. 11-18.
11. National Cancer Institute. Stage Information About Cervical Cancer. Available
at
:http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/cervical/HealthProfessional/page3#fi
gure_420_e
12. ESGO, 2018, Cervical Cancer guidline, Available:
https://guidelines.esgo.org/media/2018/04/Cervical-cancer-Guidelines-Complete-
report.pdf
13. Susianti dan Aulia W, 2017, Pengobatan Karsinoma Serviks, Vol 6 (2), hal. 92-100
14. American cancer society, 2020, Screening Tests for Cervical Cancer, pp. 9-14
15. WHO, 2014, Screening and Treatment of Precancer Cervical, in :Comprehensive
Cervical Cancer Control A guide to essential practice, Second edition, pp. 129-161.