Anda di halaman 1dari 15

PEMBAHASAN POMR

Pembimbing:

dr. Moch.Ma’roef , Sp.OG

Penyusun:

Putri Mumpuni Aswoko

201910401011181

SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI

RSUD GAMBIRAN KEDIRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
POMR

Nama : Ny. D Tanggal Periksa : 5 November 2021


Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal MRS : 5 November 2021
Usia : 28 tahun Alamat : Kediri

Summary of database Clue and cue Problem list Initial Planning


diagnosis Diagnosis Terapi Monitoring Edukasi
Ny. D, 28 th - Ny. D, 28 th GIP0000Ab00 GI P0000 UK - UL - MRS - Keadaan - Menjelaskan
- mual dan 0 UK 4-6 4–6 - Serum - Terapi Umum kepada pasien
Keluhan Utama: mual dan muntah muntah minggu/H/hipe minggu elektrolit rehidrasi - TTV dan
-anoreksia remesis /H/IU/ - DL sedang: - Keluhan keluarganya
RPS: Pasien datang ke RSUD Gambiran -polidipsi gravidarum hiperemesis 6% dari pasien tentang keadaan
Kediri dengan keluhan mual dan muntah - HPHT (8-9- gravidarum berat - Urine pasien
sejak kemarin malam. Muntah > 10x, yang 2021) Dehidrasi grade II + badan output - Memberitahuka
dimuntahkan makanan sebanyak 1 gelas - TP (15-6-2022) derajat dehidrasi (2300 ml) n kepada pasien
kecil. Nafsu makan menurun karena selalu - UK (4-6 Ringan- derajat dibagi 8 untuk
muntah. Setiap melihat dan mencium minggu) sedang ringan- jam melakukan
makanan dan minuman selalu mual sampai sedang pertama pemeriksaan
muntah. Mulai pagi pukul 08.00 pasien Pmx. Fisik: dan 16 tambahan untuk
lebih sering minum karena merasakan lebih TB : 160 cm jam memastikan
sering merasaa haus terus. Diare (-), nyeri BB: 51 kg berikutny diagnosis
tekan ulu hati (-) panas (-), pusing (+), -KU: tampak a dengan - Memberitahuka
lemas badan (+). Terakhir BAK 1 jam lemas infus n kepada pasien
sebelum ke RS berwarna kuning jernih. -Kesadaran : NaCl tentang efek
Volume > ½ gelas kecil Composmentis 0,9%/24 sampng obat
-TTV: jam - Menjelaskan
RPD:HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), - Suhu: 36,6 ⁰C - Maintena kepada pasien
riwayat maag (-) - Tensi : 110/60 nce infus untuk
mmHg D5:RL mengikuti diet
RPK: HT (-), DM (-) Asma (-), Alergi (-) - Nadi: 2:1 40 makanan
102x/menit tpm selama keluhan
RPsos: sebelum sakit pasien mengatakan - RR: 20x/menit - Vit B6 10 masih ada
makan dan minum teratur, minum jamu (-), mg - Makan sedikit –
minum kopi (-), minum alkohol (-) 4x/hari sedikit tapi
- Inj sering.
R.Menstruasi : metoclopr
Menarche usia 12 tahun, lama haid kurang amide
lebih 7 hari, siklus teratur 28 hari, 3x1 amp
jumlahnya normal dengan ganti pembalut 2- - Konsul
3 kali.kadang nyeri saat haid untuk diet
HPHT (8 – 9 – 2021) hypereme
TP (15 – 6 – 2022) sis grade
UK ( 4 – 6 minggu) II

Riwayat perkawinan :
Perkawinan 1x, lama menikah 5 bulan

R.Kehamilan :
1. Hamil ini

R.ANC :
1. 1x di puskesmas

Riwayat KB : -

Pmx. Fisik:
TB : 160 cm
BB: 51 kg
-KU: tampak lemas
-Kes : Composmentis
-TTV:
- Suhu= 36,6 ⁰C
- Tensi : 110/60 mmHg
- Nadi= 102x/menit
- RR= 20x/menit

Head To Toe:
Kepala / Leher : A/I/C/D -/-/-/-
Mata cowong (-), Mukosa bibir kering (+).

Thorax:
I : bentuk normal, simetris, IC tidak tampak,
pergerakan dinding dada simetris
P:ekspansi simetris, Ictus di MCL ICS V tdk
kuat angkat
P:sonor sonor, batas jantung normal
A:vesikuler/vesikuler, ronkhi (-), wheezing
(-), S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Striae (-), BSC (-), linea alba (-), perut
membesar (-), nyeri tekan suprasimpisis (-),
turgor dbn, Timpani, BU (+) normal

Ekstremitas :
Akral Hangat Kering Merah, Edema (-),
CRT < 2detik
Turgor: normal

Pemeriksaan leopold : ballotment (+)


Pemeriksaan Obstetri :
Tidak dilakukan


TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Mual dan muntah dalam kehamilan sangat bervariasi derajatnya mulai

dari ringan hingga berat yang disertai gangguan cairan dan elektrolit dan

sering membutuhkan perawatan rawat inap atau disebut hiperemis

gravidarum.

Hiperemis gravidarum ditandai dengan mual dan muntah yang berat

hingga ≥ 3 kali per hari disertai adanya keton urin atau darah dan

penurunan berat badan > 3 kg atau >5% berat badan sebelum hamil. Onset

dimulai pada umur kehamilan 4-6 minggu, puncaknya 8-12 minggu dan

membaik sebelum 20 minggu.

2.2 Epidemiologi
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada

50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida

dan 40-60% multi gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika

Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang

lebih lima dari 1000 kehamilan. Mual dan muntah yang berkaitan dengan

kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9- 10 minggu, puncaknya

pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada

umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala

dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu. Kejadian hiperemesis dapat

berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi

terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa

hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya


hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56

wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada

kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan

ketiga.

2.3 Faktor Resiko


Faktor resiko hiperemesis gravidarum meliputi usia ibu, usia gestasi, kadar

hormon hCG, jumlah gravida, dan pekerjaan. Usia ibu saat hamil berkaitan

dengan kondisi psikologis ibu. Literatur menyebutkan bahwa pada usia kurang

dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih sering mengalami hiperemesis

gravidarum. Usia gestasi juga mempengaruhi dalam kaitannya dengan kadar

hormon hCG, esterogen, dan progesteron yang mencapai puncaknya pada

trimester pertama. Faktor resiko lain adalah jumlah gravida, dimana ibu yang

baru pertama kali hamil cenderung mengalami stres yang lebih besar

dibandingkan dibandingkan ibu yang sudah pernah hamil sebelumnya.

Sedangkan faktor pekerjaan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi,

pola makan, aktifitas, dan stres pada ibu. Sumber lain menyebutkan bahwa

faktor resiko hiperemesis gravidarum meliputi berat badan berlebih, gestasi

multipel, penyakit trofoblastik, dan nullipara

2.4 Klasifikasi
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut
hiperemesis gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan
mual muntah tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis
gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat
dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu: (Prawirohardjo, 2002) (Goodwin, 2008)
1. Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu
merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri
pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah
sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik
dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi
turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam
bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula
ditemukan dalam kencing.
3. Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi
menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai
Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan
mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B
kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.
2.5 Patofisiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum masih belum diketahui secara

pasti. Hoperemesis gravidarum muncul disebabkan oleh interaksi

kompleks dari biologi, psikologi, dan faktor sosiokultural. Beberapa teori

terjadinya hiperemesis gravidarum, yaitu:

a. Perubahan hormonal

Wanita dengan hiperemesis gravidarum sering memiliki kadar hCG yang

menyebabkan hipertiroidisme sementara. Secara fisiologis, hCG dapat

menstimulasi reseptor thyroid stimulating hormone (TSH) pada kelenjar

tiroid. Beberapa wanita dengan hiperemesis gravidarum tampaknya

memiliki hipertiroidisme klinis. TSH secara transien ditekan dan indeks


tiroksin bebas (T4) meningkat (40-73%) tanpa adanya tanda-tanda klinis

hipertiroidisme. Pada hipertiroidisme transien hiperemesis gravidarum,

fungsi tiroid akan kembali normal pada pertengahan trimester kedua tanpa

pengobatan antitiroid. Korelasi positif antara peningkatan kadar hCG dan

kadar T4 telah ditemukan, dan keparahan mual berhubungan dengan

tingkat stimulasi tiroid.

b. Disfungsi gastrointestinal

Gastrointestinal memiliki kontraksi peristaltik yang ritmis, aktivitas

myoelektrik abnormal dapat menyebabkan variasi disritmia gaster, dan hal

ini dikaitkan dengan morning sickness. Mekanisme yang menyebabkan

disritmia gaster meliputi peningkatan kadar esterogen atau progesteron,

gangguan tiroid, abnormalitas vagal dan simpatik, dan sekresi vasopresin

dalam menanggapi volume gangguan intravaskular. Banyak faktor-faktor

ini hadir pada awal kehamilan.

c. Gangguan metabolik

Gangguan metabolik mungkin memiliki peran dalam patogenesis

hiperemesis gravidarum. Ergin et al mencatat bahwa perempuan yang

memiliki kekurangan dalam native thiol dan total thiol, berkorelasi dengan

keparahan penyakit. Mereka mencatat bahwa homeostatis serum dinamis

tiol-disulfida bergeser ke sisi oksidatif.

d. Perubahan lipid

Jarnfelt-Samsioe et al menemukan bahwa kadar trigliserida, kolesterol

total dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum


meningkat dibanding dengan yang tidak. Hal ini berhubungan dengan

fungsi hepar yang abnormal pada wanita hamil.

e. Sistem penciuman

Hiperakuitas pada sistem penciuman dapat menjadi faktor yang

berkontribusi terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak

dilaporkan bahwa bau dari makanan, terutama daging, sebagai pemicu

mual.

f. Genetik

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum dapat

dipengaruhi oleh genetik. Sebuah studi dilakukan pada 544.087 wanita

hamil di Norway, dimana wanita yang lahir dari kehamilan dengan

hiperemesis gravidarum menunjukkan 3% resiko mengalami hiperemesis

pada saat kehamilan dan wanita yang lahir tanpa adanya hiperemesis saat

kehamilan memiliki resiko 1,1%.

g. Psikologis

Perubahan fisiologis yang berhubungan dengan kehamilan berinteraksi

dengan nilai-nilai negara dan budaya psikologis setiap wanita. Respon

psikologis dapat memperburuk fisiologi mual dan muntah selama

kehamilan. Dalam kasus yang sangat tidak biasa, kasus hiperemesis

gravidarum dapat mewakili penyakit jiwa, termasuk konversi atau

gangguan somatisasi atau depresi berat

2.6 Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda,
mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi
terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu
aktivitas pasien sehari- hari. Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh
informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis
gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat
penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus,
dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum
pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu
perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG
(pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.
Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada
kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50- 60% terjadi penurunan
kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan
pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium
umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin,
ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit.
Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan
ganda ataupun mola hidatidosa.
2.7 Tatalaksana
1. Prevensi dengan pemberian multivitamin prenatal yang mengandung B6.

2. Perubahan lifestyle : hindari makanan yang berbau, hentikan pemberian

obat-obatan yang mengandung Fe dan vitamin dalam jumkah besat, diet dalam

jumlah sedikit namun sering.


3. Nonfarmakologi :jahe (gingger), memiliki efikasi lebih baik dibandingkan

B6

4. Vitamin B6 (pyridoxin) (3x10-25 mg) dan doxylamine (3x12,5-25 mg)

sebagai terapi farmakologi lini pertama.

5. Antihistamin : difenhidramin (3x25-50 mg), cimetedin, ranitidine.

6. Proton pump inhibitor : omeprazole.

7. antagonis dopamin : metoclopramide (4x10 mg)

8. Antagonis serotonin : ondansentron (4x4-8mg)

9. Rawat inap pada kondisi berat dengan pemberian hidrasi intraveni (normal

saline atau RL) dikombinasikan dengan thiamine 100 mg 4kali sehari. Hindari

cairan hipertonik dan pemberian dekstrose yang dapat meningkatkan

ensefalopati wernicke.

2.8 Komplikasi
Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang
berkepanjangan dapat menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien
dapat mengalami syok. Dehidrasi yang berkepanjangan juga menghambat
tumbuh kembang janin. Oleh karena itu, pada pemeriksaan fisik harus dicari
apakah terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan frekuensi
nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan
penurunan kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat
dicari tanda-tanda dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan
berat badan.
Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan
keseimbangan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium,
sehingga terjadi keadaan alkalosis metabolik hipokloremik disertai
hiponatremia dan hipokalemia. Hiperemesis gravidarum yang berat juga dapat
membuat pasien tidak dapat makan atau minum sama sekali, sehingga
cadangan karbohidrat dalam tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan
kebutuhan energi jaringan. Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak
tidak dapat dioksidasi dengan sempurna dan terjadi penumpukan asam aseton-
asetik, asam hidroksibutirik, dan aseton, sehingga menyebabkan ketosis. Salah
satu gejalanya adalah bau aseton (buah-buahan) pada napas. Pada pemeriksaan
laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum dapat diperoleh
peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan
hipokalemia, badan keton dalam darah dan proteinuria.
Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila
muntah terlalu sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan,
dan perdarahan yang muncul dapat berhenti sendiri. Tindakan operatif atau
transfusi darah biasanya tidak diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Chris Tanto dan I Putu Gede Kayika, 2014, Hiperemesis Gravidarum, dalam

Kapita Selekta Kedokteran pp. 415-416.

Ioannidou, P., Papanikolaou, D., Mikos, T., Mastorakos, G., & Goulis, D. G.

(2019). Predictive factors of hyperemesis gravidarum: A systematic review.

European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology

Ogunyemi D.A. 2017. Hyperemesis Gravidarum. (10/01/2017), available at:

http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#showall

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, 2017, Hiperemesis Gravidarum, dalam

Panduan Praktik Klinis, pp. 393-395.

Sarwono Prawirohardjo, 2014, Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Aksoy, H. Aksoy, U. Karadag, OI. Hacimusalar, Y. Acmaz, G. Aykut, G. et al

(2015) Depression Levels In Patients With Hyperemesis Gravidarum: A

Prospective Case– Control Study. SpringerPlus 4:34. DOI 10.1186/s40064-

015-0820-2.

Bottomley C, Bourne T. Management strategies for hyperemesis. Best Pract Res

Clin Obstet Gynaecol. Aug 2009;23(4):549-64. 10.

Bailit JL. Hyperemesis gravidarium: Epidemiologic findings from a large cohort.

Am J Obstet Gynecol. Sep 2005;193(3 Pt 1):811-4.

Cedergren M, Brynhildsen J, Josefsson A, et al. Hyperemesis gravidarum that

requires hospitalization and the use of antiemetic drugs in relation to

maternal body composition. Am J Obstet Gynecol. Apr 2008;198:412.e1-5.


Davis M. Nausea and vomiting of pregnancy: an evidence-based review. J Perinat

Neonatal Nurs. Oct-Dec 2004;18(4):312-28.

Duggar CR and Carlan SJ. The efficacy of methylprednisolone in the treatment of

hyperemesis gravidarum: A randomized doubleblind controlled study.

Obstet Gynecol. 2001;97:45S.

Einarson A, Maltepe C, Navioz Y, Kennedy D, Tan MP, Koren G. The safety of

ondansetron for nausea and vomiting of pregnancy: a prospective

comparative study. BJOG. Sep 2004;111(9):940-3.Goodwin TM.

Hyperemesis Gravidarum. Obstet Gynecol Clin N Am. Sept 2008;35:401-

417.

Hansen WF, Yankowitz J. Pharmacologic therapy for medical disorders during

pregnancy. Clin Obstet Gynecol. 2002;45:136.

Ismail, SK and Kenny, L (2007) Review On Hyperemesis Gravidarum. Elsevier.

Best Practice and Reasearch Clinical Gastroenterology. Vol. 21. No 5. p 755

– 769

Jueckstock, JK. Kaestner, R and Mylonas, I (2010). Managing Hyperemesis

Gravidarum: A Multimodal Challenge. Biomed central. BMC Medicine

8:46 p

Kevin Gunawan, Paul Samuel Kris Manengkei, Dwiana Ocviyanti. 2011.

Diagnosis dan Tata Laksana Hiperemesis Gravidarum, J Indon Med Assoc,

Volum: 61, Nomor: 11, November 2011

Cunninghan FG, Leveno KJ, Bloom S, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM, Spong

CY. 2018. William Obstetrics. 25th edition. New York: McGraw-Hill. Pp.

371-387
Dutta DC, Malposition, malpresentation, cord prolapse. In Text Book of

Obstetrics, Calcutta : New Central Book Agency, 1998 : 390 – 431

Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Malpresentation. In: Obstetrics normal and

problem pregnancies. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone. Ltd.

2000:478-90.

Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of delivery andoutcome

of 699 term singleton breeech deliveries at a single center. Am JObstet

Gynecol 2002;187:1694-8

Wiknjosastro, H prof,dr, et all. Ilmu kebidanan Edisi Keempat. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2014 : 595 – 622

Anda mungkin juga menyukai