Anda di halaman 1dari 12

DM Jaga : Duwi Hikmatullah dan Hasan Assagaf

POMR(Problem Oriented Medical Record)

Nama : Ny. A Tanggal Periksa : 27 Agustus 2021


Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Karangan, Kab. Trenggalek
Usia : 26 Tahun Pekerjaan : Guru
SUMMARY OF CLUE AND PROBLEM INITIAL PLANNING
DATABASE CUE LIST DIAGNOSIS
DIAGNOSIS THERAPY MONITORING EDUCATION
Ny. A, 26 tahun -Ny. A, 26th GIP0000A0 GIP0000A0 HDT - MRS - Keluhan pasien - Menjelaskan dan
Anamnesis : - Lemah dan uk 40-41 uk 40 – 41 Coomb test - RL 20 tpm - Efek samping memberitahukan
KU : Lemah dan pucat Pucat mgg T/H/ mgg T/H/ Faal - inj. transfusi kepada pasien dan
RPS: - Nausea- Letjur + Letjur + Hemostasis Dipenhidram - TTV keluarga tentang
- Ny. T dating ke poli Vomiting Preskep + Preskep + in 1 x 1 amp - DL kondisi pasien
kandungan dengan - Splenomegali Anemia Anemia trf WB 3 - input dan output - Menjelaskan
keluhan lemah dan pucat - inspeksi: Kolf cairan tentang pemeriksaan
- lemah dan pucat sudah abdomen gravid - inj. yang dilakukan
dialami 3 hari ini L1: teraba bulat Ondansentro kepada pasien untuk
- Pasien diberikan sudah lunak, TFU 35 n 2 x 1 amp menentukan
diberikan obat suplemen cm - Inj. penyakit pasien
penambah darah L2: puki, Ranitidine 3 - Menjelaskan
- Pasien dirujuk untuk 142x/m x 1 amp tentang terapi yang
masuk RS karena diperiksa L3: teraba bulat - Antasida 3 dilakukan kepada
Hemoglobin pasien rendah keras kesan x1 pasien
- pasien juga mengeluh kepala - - Menjelaskan
mual dan muntah L4: belum Simethicone tentang prognosis
- pasien sudah muntah 2x masuk pap, 5/5 3x1 dan komplikasi yg
semenjak mulai merasa -Anemia - Konsul mungkin terjadi
lemah dan pucat Sp.OG utk
RPD: SC
- HT (-), DM (-), Hamil
Pertama
- Riwayat Alergi (-).

RPK: HT (-), DM (-)

- R. menstruasi: menarche
usia 12 tahun, lama haid 4
– 7 hari, siklus haid 28-30
hari, nyeri saat haid –
- R. obstetric: Hamil ke 1,
partus 0, preterm 0, Aterm
0, Abortus 0
- R. kontrasepsi: -
- Hpht: 16-11-2020
- Hpl : 23 – 08 - 2021
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: lemah .
GCS: 456
Vital sign:
Tekanan Darah : 106/86
mmHg
Nadi : 75 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C

Pemeriksaan fisik umum


- Kepala: Anemis (+),
Icteric (-), Cyanosis (-),
Dyspnea (-), trismus (-)
- Leher: tidak terdapat
pembesaran KGB
- Jantung: dbN
- Paru: Suara vesikuler,
Ronchi (-), wheezing (-)
- Abdomen: soepel, hepar
tidak teraba lien membesar
Hackett 4, bising usus (+)
N
- Ekstremitas: CRT (<2 d)
akral pucat

Status obstetric:
- Inspeksi:
Abdomen: gravid +, bekas
operasi -, tanda – tanda
peradangan -.
Vulva-vagina: secret -,
darah -, lendir –
L1: terasa bulat lunak
(kesan bokong), TFU 35
cm
L2: puki, djj 135x/menit
L3: teraba bulat keras
(kesan kepala),
L4: masuk PAP, 5/5

Pemeriksaan Penunjang:
- DL :
Hb : 7,4 g/dl
WBC : 7.120 /uL
PLT : 359.000 /uL
- Urinalisis : Protein (-),
Glukosa (-), Urobilinogen
(-), bilirubin (-), Leukosit
(-)
- GDA : 83
- SGOT : 55,3 U/l
- SGPT : 16,7 U/l
- Albumin : 2,95 mg/dl
- Ureum : 18 mg/dl
- Creatinin : 0,81 mg/dl
- Rapid Antigen : non
reaktif
BAB 1

LANDASAN TEORI
1.1 Definisi Anemia pada kehamilan
Definisi Anemia Pada Kehamilan Anemia pada kehamilan adalah dimana kondisi ibu
kadar haemoglobinnya dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar dibawah 10,5 gr%
pada trimester II. Anemia defisiensi besi pada wanita merupakan problema kesehatan yang
dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang (Susiloningtyas, 2012).

1.2 Etiologi Anemia pada kehamilan


Menurut Mochtar (2013) pada umumnya, penyebab anemia pada kehamilan adalah :

a. Kurang zat besi


Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari
mengkonsumsi makanan saja, walaupun makanan yang dikonsumsi memiliki
kualitas yang baik ketersediaan zat besi yang tinggi. Peningkatan kebutuhan zat
besi meningkat karena kehamilan. Sebagian kebutuhan zat besi dapat dipenuhi
oleh simpanan zat besi dan presentase zat besi yang diserap, namun apabila
simpanan zat besi rendah atau zat besi yang diserap sedikit maka diperlukan
suplemen preparat zat besi agar ibu hamil tidak mengalami anemia (Bakta, I.M.,
& Dkk, 2009).
b. Ibu yang mempunyai penyakit kronik
Ibu yang memiliki penyakit kronik mengalami inflamasi yang lama dan dapat
mempengaruhi produksi sel darah merah yang sehat. Ibu hamil dengan penyakit
kronis lebih berisiko mengalami anemia akibat inflamasi dan infeksi akut
(Bothamley & Maureen, 2013).
c. Kehilangan banyak darah saat persalinan sebelumnya
Perdarahan yang hebat dan tiba-tiba seperti perdarahan saat persalinan
merupakan penyebab tersering terjadinya anemia, jika kehilangan darah yang
abnyak, tubuh segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah agar
darah dalam pembuluh darah tetap tersedia. Banyak kehilangan darah saat
persalinan akan mengakibatkan anemia (Ananya, 2012). Dibutuhkan waktu untuk
memulihkan kondisi fisiologis ibu dan memenuhi cadangan zat besi ibu hamil
(Manuaba & Dkk, 2010).
d. Jarak kehamilan
Hasil penelitian dari Amiruddin (2007) menyatakan kematian terbanyak
terjadi pada ibu dengan prioritas 1 sampai 3 anak dan jika dilihat menurut jarak
kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan kematian maternal
lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat menyebabkan ibu
mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali
ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat dapat
menyebabkan resiko terjadi anemia dalam kehamilan. Dibutuhkan waktu untuk
memulihkan kondisi fisiologis ibu adalah dua tahun. Karena cadangan zat besi ibu
hamil belum pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya
(Manuaba & Dkk, 2010).
e. Paritas
Hasil penelitian Herlina (2013) menyatakan paritas merupakan salah satu
faktor penting dalam kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil dengan paritas
tinggi mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami anemia dibandingkan
dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah
kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
f. Ibu dengan hamil gemeli dan hidramnion
Derajat perubahan fisiologis maternal pada kehamilan gemeli lebih besar dari
pada dibandingkan kehamilan tunggal. Pada kehamilan gemeli yang
dikomplikasikan dengan hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami
komplikasi yang serius dan besar. Peningkatan volume darah juga lebih besar
pada kehamilan ini. Rata-rata kehilangan darah melalui persalinan pervaginam
juga lebih banyak (Wiknjosastro, 2010).

1.3 Patofisiologi Anemia pada kehamilan


Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan
sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume
plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada
bulan ke-9 dan meningkat sekita 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal pada 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti
laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron (Rukiyah, 2010).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah menjadi kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis,
pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat
dengan adanya kehamilan (Manoe, 2010).

1.4 Klasifikasi Anemia pada kehamilan


Klasifikasi anemia pada kehamilan menurut Proverawati (2009) adalah:

a. Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah. Diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa.
Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunangkunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pemeriksaan dan
pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachili, dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III.
Klasifikasi anemia menurut kadar haemoglobin pada ibu hamil menurut WHO
(2011):
1) Hb ≥ 11,0 g/dL : Tidak Anemia
2) Hb 10,0 – 10,9 g/dL : Anemia Ringan
3) Hb 7,0 – 9,9 g/dL : Anemia Sedang
4) Hb < 7,0 g/dL : Anemia Berat
b. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dimana anemia disebabkan karena defisiensi asam folat
(Pterylgutamic Acid) dan defisiensi vitamin B12 (Cyanocobalamin) walaupun
jarang.
c. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik dan aplastic adalah disebabkan oleh hipofungsi sel-sel
tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosis memerlukan
pemeriksaan darah fungsi lengkap, pemeriksaan fungsi eksternal, dan pemeriksaan
retikulosit.
d. Anemia Hemolitik
Gejala anemia hemolitik anatara lain adalah kelainan gambaran darah,
kelelahan, kelemahan, dampak organ vital. Anemia hemolitik adalah anemia yang
disebabkam karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat dari
pada pembuatannya.
Anemia hemolitik yang tidak jelas sebabnya pada kehamilan jarang dijumpai
tetapi mungkin merupakan entitas tersendiri dan pada kelainan ini terjadi
hemolisis berat yang dimulai pada awal kehamilan dan reda dalam beberapa bulan
setelah melahirkan. Penyakit ini ditandai oleh tidak adanya bukti mekanisme
imunologik atau defek intra atau ekstraeritrosit. Karena janin-bayi juga mungkin
memperlihatkan hemolisis transien, terdapat suatu kausa imunologis. Terapi
kortikosteroid terhadap ibu biasanya efektif.

1.5 Tanda dan Gejala Anemia pada kehamilan


Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lelah, letih, lesu, nafas pendek,
muka pucat, susah berkosentrasi serta fatique atau rasa lelah yang berlevuhan. Gejala ini
disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan distribusi oksigen dari dalam
darah. Denyut jantung biasanya kebih cepat karena berusaha untuk mengkompensasi
kekurangan oksigen dengan memompa darah lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan
kebugaran tubuh akan berkurang. Jika kondisi ini berlangsung lama, kerja jantung menjadi
berat dan bisa menyebabkan gagal jantung kongestif (Pharmaceutical et al., 2010).

Menurut FKM-UI (2009) tanda anemia adalah pucat (lidah, bibir dalam, muka,
telapak tangan), mudah letih, detak jantung lebih cepat, apatis, pusing, mata berkunang-
kunang dan mengantuk.

1.6 Dampak Anemia pada kehamilan


Menurut Proverawati (2009) dampak anemia pada kehamilan sampai pasca persalinan adalah:

a. Trimester Pertama
Abortus, missed abortus, dan kelainan congenital.
b. Trimester Kedua dan Trimester III
Persalinan premature, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam
Rahim, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), mudah terkena infeksi, Intetlligence
Guotient (IQ) rendah (Proverawati, 2009). Bahaya anemia dapat menyebabkan
terjadinya partus premature, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin
dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosisdan mudah terkena
infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer, 2008).
c. Saat Inpartu
Gangguan his primer dan sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan
tindakan tinggi, ibu cepat lelah, gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan
operatif (Proverawati, 2009).
d. Pascapartus
Atonia uteri menyebabkan perdarahan, retensic plasenta, perlukaan sukar sembuh,
mudah terjadi perperalis, gangguan involusi uteri, kematian ibu tinggi
(perdarahan, infeksi peurperalis, gestrosis) (Proverawati, 2009).

1.7 Cara Pencegahan Anemia


Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang dengan
asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh
dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti daging sapi. Zat besi juga
dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis,
kacang polong, serta kacang-kacangan. Selain itu, diimbangi dengan pola makan sehat
dengan mengonsumsi vitamin serta suplemen penambah zat besi untuk hasil yang maksimal
(Irianto, 2014). Menurut Arisman (2010), pencegahan anemia defisiensi zat besi dapat
dilakukan dengan 4 pendekatan yaitu:

1) Pemberian tablet atau suntikan zat besi


2) Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi
melalui makanan
3) Pengawasan penyakit infeksi
4) Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi

1.7.1 Pola konsumsi

Pola konsumsi adalah cara seseorang atau kelompok orang dalam memilih
makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologi, psikologi budaya
dan sosial (Waryana, 2010). Pola makan yang baik selama kehamilan dapat membantu tubuh
mengatasi permintaan khusus karena hamil, serta memiliki pengaruh positif pada kesehatan
bayi.

Pola makan sehat pada ibu hamil adalah makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil
harus memiliki jumlah kalori dan zat-zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air (Manuaba, 2012). Kejadian
anemia sering dihubungkan dengan pola konsumsi yang rendah kandungan zat besinya serta
makanan yang dapat memperlancar dan menghambat absorbsi zat besi (Bulkis, 2013).
Menurut Irianto (2014) pola makan meliputi frekuensi makan, jenis makanan, jumlah
makanan, dan pemilihan makanan.

1) Frekuensi makan
Ibu hamil harus sering makan untuk memenuhi kebutuhan dua individu, yaitu
dirinya sendiri dan janin yang dikandungnya. Makan 1 sampai 2 piring lebih banyak
dari sebelum hamil, makan 4 sampai 5 kali sehari (Depkes dan Kesos RI,2000:15).
Patuhi jadwal makan, yaitu makan makanan bergizi 3 kali sehari pada waktu yang
tepat, yaitu sarapan, makan siang, dan makan malam, serta 2 kali makan makanan
selingan (Info Lengkap Kehamilan dan Persalinan, 2001:95).
Ibu hamil yang jarang mengonsumsi makanan sumber zat besi menyebabkan
kebutuhan zar besi ibu hamil tidak terpenuhi. Jika makanan yang dikonsumsi tidak
terpenuhi maka tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi tertentu yang salah
satu akibatnya adalah anemia (Bulkis, 2013). Selain itu, konsumsi zat penghambat
seperti tanin dapat menghambat penyerapan zat besi. Penelitian Riswanda (2017)
menyatakan bahwa semakin besar asupan tanin maka semakin rendah kadar
hemoglobin.
2) Jenis makanan
Jenis makanan berpengaruh dalam pemilihan macam lauk pauk untuk
memperoleh keadaan gizi yang baik. Gizi yang baik dapat dipenuhi dengan
diversifikasi menu. Tingkat absorbsi zat besi dapat dipengaruhi oleh pola makanan
atau jenis makanan yang menjadi sumber zat besi.
Misalnya, zat besi yang berasal dari bahan makanan hewani dapat diabsorbsi
sebanyak 20-30% sedangkan zat besi dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan hanya
sekitar 5%. Pola makan ibu hamil yang kurang mengkonsumsi lauk hewani seperti
daging daripada protein nabati cenderung akan mempengaruhi absorbs Fe sehingga
akan menyebabkan terjadinya anemia (Mandasari 2015).
3) Jumlah makanan
Kebutuhan fisiologis sewaktu hamil adalah energi, protein, zat besi yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkem/bangan janin serta pertambahan besar
organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Dengan begitu,
dapat dimengerti bahwa selama kehamilan kebutuhan terhadap makanan meningkat.
Apabila konsumsi makanan kurang baik kualitas maupun kuantitasnya maka akan
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi defisit, termasuk terjadinya
anemia (Bulkis, 2013).
4) Pemilihan makanan
Pemilihan makanan yang dimakan harus beragam dan bervariasi. Semakin
bervariasi bahan makanan yang dikonsumsi, maka pemenuhan kebutuhan zat gizi
semakin baik. Ibu hamil harus memakan makanan yang merupakan sumber dari zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh meliputi sumber karbohidrat, sumber protein, sumber
lemak, sumber mineral terutama zat besi dan sumber vitamin terutama vitamin C.
Absorpsi besi non heme sangat dipengaruhi oleh adanya inhibitor absorpsi besi dan
fasilitator (enhancer) kelarutan zat besi pada usus halus bagian proksimal. Konsumsi
makanan sumber zat besi perlu diimbangi dengan konsumsi makanan sumber vitamin
C untuk meningkatkan penyerapan zat besi, terutama dalam mengonsumsi makanan
sumber besi non-heme.

b. Kebutuhan zat gizi

Zat gizi yang dibutuhkan ibu selama kehamilan yaitu:.

1) Protein
Bagi wanita hamil, unsur protein yang dibutuhkan sekitar 60 g setiap hari. Protein
dapat diperoleh dari sumber protein hewani dan protein nabati. Protein hewani
diperoleh dari daging sapi, daging ayam, ikan, putih telur, keju, susu, dan sebagainya.
Sedangkan protein nabati diperoleh dari kacang-kacangan, tahu, tempe, dan
sebagainya.
2) Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik kompleks yang essensial untuk pertumbuhan dan
fungsi biologis yang lain dalam tuuh. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan
sumber dari vitamin. Jenis vitamin yang bermanfat untuk ibu hamil yaitu:
a) Vitamin B9
Vitamin B9 disebut juga dengan asam folat. Asam folat atau folic acid penting
untuk pembentukan neuclic acid dan inti cel. Kekurangan folic acid menyebabkan
sintesa neuclic acid tidak adekuat sehingga menyebabkan anemia. Ibu hamil
dianjurkan banyak mengonsumsi sayuran hijau, hati, kacang merah, dan kedelai
karena banyak mengandung asam folat (Irianto, 2014).
b) Vitamin B12
Vitamin B12 adalah vitamin yang berfungsi untuk metabolisme sel dan
pertumbuhan jaringan serta pembentukan eritrosit. Gejala klinis yang terjadi pada
defisiensi vitamin B12 yaitu kelelahan, pusing, anemia, dan peradangan saraf.
Sumber vitamin B12 adalah daging, unggas, ikan, telur, usus, keju, hati, udang,
dan kerang.
c) Vitamin C
Vitamin C berfungsi untuk mencegah terjadinya rupture membrane, sebagai bahan
semen jaringan ikat dan pembuluh darah. Fungsi lain yaitu dapat membantu
absorpsi besi non hem, meningkatkan absorpsi suplemen besi dan profilaksis
perdarahan post partum. Vitamin C yang dapat meningkatkan absorpsi zat besi
nonheme secara signifikan sehingga dapat mencegah terjadinya anemia (Gibney
dkk, 2009).
3) Mineral
Mineral merupakan substansi anorganik dan pada umumnya ditemukan dalam bentuk
ion. Mineral yang dibutuhkan oleh ibu hamil yaitu:
a) Zat besi (Fe)
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia, yaitu sebanyak 3-5g dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi
mempunyai fungsi essensial dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari
paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elekron di dalam sel, dan sebagai
bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2010).
Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah untuk mengangkut oksigen dan
karbondioksida serta pembentukan darah. Zat besi pada ibu hamil penting untuk
pembentukan dan mempertahankan sel darah merah sehingga bisa menjamin
sirkulasi oksigen dan metabolisme zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan ibu hamil.
Zat besi juga berfungsi dalam proses respirasi sel, metabolisme energi,
kemampuan belajar, sistem kekebalan dan pelarut obat-obatan yang tidak larut air
sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh (Marmi, 2013).
Kehamilan dapat memicu sekaligus memacu terjadinya perubahan tubuh, baik
secara anatomis, fisiologis, maupun biokimiawi. Kehamilan juga mengakibatkan
terjadinya peningkatan kebutuhan akan zat besi. Peningkatan ini dimaksudkan
untuk memasok kebutuhan janin untuk bertumbuh (pertumbuhan janin
memerlukan banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta, dan peningkatan
volume darah ibu. Kebutuhan zat besi selama trimester I relative sedikit, yaitu 0,8
mg/hari, kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III, yaitu 6,3 mg/hari
(Arisman, 2010). Pada trimester I kebutuhan zat besi sedikit karena tidak
terjadinya menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester
II sampai trimester III terjadi pertambahan sel darah merah sampai 35%.
Pertambahan ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen oleh janin
yang harus diangkut oleh sel darah merah.
Diperkirakan wanita hamil sampai melahirkan memerlukan zat besi lebih
kurang 40mg/hari atau dua kali lipat kebutuhannya daripada saat kondisi normal
(tidak hamil). Untuk memenuhi kekurangan terhadap zat besi ibu hamil harus
memenuhi kebutuhan zat besinya yaitu sekitar 40-50mg/hari. Kebutuhan zat besi
tiap trimester berbeda. Kebutuhan zat besi pada trimester I yaitu ±1mg/hari
(kehilangan basal 0,8mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel
darah merah. Kebutuhan zat besi pada trimester II ±5 mg/hari (kehilangan basal
0,8mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus 115mg.
Sedangkan kebutuhan zat besi pada trimester III yaitu 5 mg/hari (kehilangan basal
0,8mg/hari) ditambahkan kebutuhan sel darah merah 150 mg, conceptus 223 mg
(Susiloningtyas, 2009).

Gambar 1.1 Angka Kecukupan Zat besi

Anda mungkin juga menyukai