Status obstetric:
- Inspeksi:
Abdomen: gravid+, bekas
operasi -, tanda – tanda
peradangan -.
Vulva-vagina: secret -,
darah -, lendir –
L1: teraba bundar lunak
(kesan bokong), TFU 37
cm
L2: puki, djj 132x/menit
L3: teraba bulat keras
(kesan kepala),
L4: belum masuk PAP, 5/5
Pemeriksaan Penunjang:
- DL :
Hb : 12,7 g/dl
WBC : 18.120 /uL
PLT : 312.000 /uL
- Urinalisis : Protein Urin
(+++)
- GDA : 140
- SGOT : 38,1 U/l
- SGPT : 26,1 U/l
- Albumin : 2,95 mg/dl
- Ureum : 57 mg/dl
- Creatinin : 0,41 mg/dl
- Rapid Antigen : non
reaktif
PEMBAHASAN POMR
2.1 Definisi
Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus,
preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan plasenta (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang
dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan.1
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi
(didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria
(didefinisikan sebagai protein urine > 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang
bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.1
2.2 Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan
tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat
menjelaskan tentang mengapa preeklampsia meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan mola hidatidosa.2
Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,
penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi,
edema, proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh
karena itu disebut “penyakit teori”. Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai
penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Teori ini pun belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.4
2.3 Patofisiologi
Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya thromboksan yang mengakibatkan
menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.2
• Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan
volume plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan
peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi
gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. 2
Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi
pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.2
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan
tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga
keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada
sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakansuatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik.
Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.2
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat
beracun dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ.
Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah
ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia berat.4
Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi
imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang kemudian akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator
(nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat
kebocoran endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.2,6
Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi normal berbagai macam organ dan sistem.
Gangguan ini dibedakan atas efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara simultan. Gangguan ibu
secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme, serta
aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta.6
2.4 Klasifikasi
Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan Preeklampsia Berat berdasarkan Klasifikasi menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists, yaitu:
• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20
minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
• Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.
2.5 Diagnosis
1. Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium,
mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat.7
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat
≥ 140/90mmHg pada preeklampsia ringan dan≥ 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu kita juga akan menemukan
takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia,sampai tanda-tanda pendarahan otak.7
3. Penemuan Laboratorium
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine.
Pada penderita preeklampsia ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau secara kualitatif +1 sampai +2
pada urine kateter atau midstream. Sementara pada preeklampsia berat kadanya mencapai ≥ 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif ≥ +3.7
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya
terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin
serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam
batas normal.2
2.6 Tatalaksana
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan
melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta mencegah gangguan fungsi organ vital.8
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi
tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas bawah juga menurun
dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah
yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan kejadian edema.Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan
filtrasi glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah
oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.2,8
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil
umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2 gram natrium
atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan
janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan
komsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya
dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium HB,
hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal.Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif,
maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.2,8
A. Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan
darah, kadar proteinuria selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di rumah sakit
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan Doppler
khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan
konsultasi dengan bagian mata, jantung dan lain lain.8
2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam
bahaya akut sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.2
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh
insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.8
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri
epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap
kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.8
A. Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi
(kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor
yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient
tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang
dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan
dapat berupa a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya
diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.8
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <
500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi
asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.8
a) MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji
klinik yang melibatkan 897 penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan
pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15 menit
Maintenance dose :Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya
maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3
menit
Refleks patella (+) kuat
Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4 :
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir. Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari pemberiannya menimbulkan efek
flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan
sodium amobarbital. Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang
terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50
mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
b) Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum
yang dipakai ialah furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi
uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.
c) Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126 mmHg.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin (apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu
vasodilator langsung pada arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi
uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat antihipertensi yang
tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin (catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
d) Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload)
atau non kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru
disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24
jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan,
maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
f) Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda –tanda impending eklampsia
dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama
perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak
diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24
jam. Bila setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi.
Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.
g) Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini, yaitu:
Ibu
Janin
Laboratorik