Anda di halaman 1dari 17

POMR (Problem Oriented Medical Record)

Nama : Ny. Y Tanggal Periksa : 12 Novemberber 2021


Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Ngronggo, Kediri
Usia : 35 Tahun Pekerjaan : Buruh Pabrik

SUMMARY OF CLUE AND PROBLEM INITIAL PLANNING


DATABASE CUE LIST DIAGNOSIS
DIAGNOSIS THERAPY MONITORING EDUCATION
Ny. Y, 35 tahun - Ny.Y, 35 thn - GIIP0101 - GIIP0101 - Tes - MRS - Kemajuan - Menjelaskan
Anamnesis: - GIIP0101 UK UK 38-39 UK 38-39 Ph - RL 20 persalinan pada pasien &
KU: Kenceng – kenceng 38-39 minggu minggu minggu + - USG tpm - Keluhan keluarga tentang:
- Kenceng- - Ketuban PROM + - Oxitosi pasien dan efek kondisi pasien,
dan mengeluarkan air
kenceng pecah dini hipertensi n 5 IU samping terapi penyakit,
ketuban - Air ketuban + - Hipertensi gestasional - Nifedip - Vital sign pemeriksaan fisik
- Ketuban in 1x10 mg - CHPB dan pemeriksaan
RPS: pecah 3 jam - Observ - VT Obs penunjang yang
Ibu hamil anak ke – 2 usia SMRS asi CHPB (pembukaan, akan dilakukan,
9 bulan, mengeluh - Pembukaan – - Tanda- penipisan, tindakan yang
kenceng – kenceng dan - Nyeri perut tanda inpartu penurunan, akan dilakukan,
bawah +  isi presentasi, prognosis dan
mengeluarkan air ketuban
- Riw. DM partograf denominator, komplikasi yang
3 jam yang lalu SMRS. kronis - Konsul ketuban) akan terjadi
Belum ada pembukaan, - RPK ibu Sp.OG : SC - USG: - Menjelaskan
perut bagian pelvis keram pasien DM kondisi janin pada pasien &
- RIW. SC anak dan air ketuban keluarga tentang
RPD: pertama 10 thn efek samping
- DM - yll terapi/ tindakan
- His + jarang, yang dilakukan
- HT –
durasi 30 dan jika tidak
- Asma –
- R.Alergi - detik, dilakukan
- RPK: frekwensi 1-
- Ibu pasien menderita 2x/m 10 menit
- Hipertensi
DM
149/90 mmHg
Rpsos: - LI: TFU 1 cm
- Aktifitas biasa di bawah PX,
- Pantangan makan selama bulat, lunak.
hamil - - LII: Punggung
- Konsumsi nasi di kiri, DJJ:
kurangi sayur di 132x/menit
- LIII:
perbanyak
keras,bulat,
- BPJS PBI class 3 PAP belum
R. menstruasi: masuk.
- Menarche 12-13 tahun - LIV: bagian
- Menstruasi teratur bawah kepala,
- Setiap bulan 5/5
- Lama 7 hari - Pembukaan
2cm/20%/kep/
- HPHT: 22 Februari 2021
ket merembes
- HPL: 29 November 2021 jernih/HI.
-
R. Perkawinan:
1x, lama 11 tahun

R. kontrasepsi: Tidak ada

R. Kehamilan dan
persalinan:
- Anak pertama :
perempuan
/preterm/SC/10 thn
- Anak ke 2 : hamil ini
- ANC rutin setiap 1 bulan
di dokter Sp.OG
- USG 3x
- UK : 38-39 minggu
- His + jarang, durasi 30
detik, frekwensi 1-2x/m
10 menit

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: Baik
Kesadaran : CM
GCS: 456
Vital sign:
Tekanan Darah: 149/90
mmHg
Nadi: 87 x/menit
RR: 20 x/menit
SpO2: 98%
Suhu: 36,6°C
BB: 62 kg
TB: 157 cm
IMT : 25,2
Pemeriksaan fisik umum
Status Generalis
Kepala: Oedem kelopak
mata - / -, Konjungtiva
anemis - / - sklera ikterus -
/-
Leher: Pembesaran KGB
(-), pembesaran tiroid (-),
bendungan vena leher (-)
Thorax: Bentuk normal,
gerak simetris
Pulmo: Suara nafas
vesikuler, Rh - /-, Wh - / -
Cor: S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
I = Cembung
P = Supel sebelah kanan,
sebelah kiri keras, nyeri
tekan (-)
P = Timpani
A = BU dalam batas
normal
Ekstremitas: dbn, AHKM,
CRT <2 detik

Status obstetric:
LI: TFU 1 cm di bawah
PX, bulat, lunak.
LII: Punggung kiri, DJJ:
132x/menit
LIII: keras,bulat, PAP
belum masuk.
LIV: bagian bawah kepala,
5/5
-genitalia:
Pembukaan
2cm/20%/kep/ket
merembes jernih/HI.

Pemeriksaan tambahan:
DL:
- Hb: 12,2g/dl
- MCV: 83
- MCH: 28,8
- MCHC: 34,7
- RDW-SD: 38,6
- RDW-CV: 12,7
- WBC: 9,03/uL
- RBC: 4,02 x
10^6/uL
- Hct: 35,02%
- PLT: 295 x
10^3/uL

Kimia Darah
 Glu: 79,7 mg/dL
 Alb: 3,58 g/dL

UL:
 Makroskopis
- Warna: kuning
- Kekeruhan:
jernih
 Kimia
- pH: 5,5
- berat jenis:
1.020
- protein: -
- leukosit: -
- nitrit: -
- blood: -
- keton: -
- urobilinogen: -
- bilirubin: -
- glukosa: -
- urea : 15,9
- SGOT : 28,3
- SGPT : 13,7
- Creatinine :
0,63

 sedimen
- eroitrosit: 0-1
- leukosit: 1-2LP
- silinder:
negatif
- epitel: 1-2/LP
- kristal: 0-1/LP

PT: 14,1detik
APTT: 37,2 detik

HBsAg:negative
Swab Naso Faring :
Negatif
TINJAUAN PUSTAKA

Ketuban Pecah Dini

1.1 Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum

terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37

minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum

usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes

(PPROM) (1).

1.2 Epidemiologi

Pada keseluruhan kasus kehamilan, sebanyak 8-10% wanita yang hamil aterm akan

mengalami ketuban pecah dini. Ketuban Pecah Dini Preterm menyumbangkan sebanyak 1%

kasus dari seluruh jumlah kasus kehamilan, dua kali lipat terjadi pada orang Afrika-Amerika

(2,3).

1.3 Patofisiologi

Pecahnya selaput ketuban masih dikaitkan dengan peruhahan proses biokimia yang

terjadi pada matriks ekstraselluler amnion, korion, dan juga terjadinya apoptosis dari

membran janin. Dalam persalinan, ketuban akan pecah karena adanya proses kontraksi uterus

serta peregangan yang berulang. Perubahan biokimia yang terjadi menyebabkan selaput

ketuban lebih rapuh. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme dari kolagen membuat

selaput ketuban pecah (2).


1.4 Faktor risiko

Beberapa faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini : (2)

 Berkurangnya asam askorbil sebagai komponen dari kolagen

 Merokok

 Degradasi kolagen yang dimediasi oleh matriks metaloproteinasi (MMP) yang

meningkat

 Infeksi

 Polihidramnion

 Inkompeten serviks

 Solusio placenta

1.5 Diagnosis

KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya

cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas

dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya,

dan faktor risikonya. Dan perlu memastikan bahwa belum masuk inpartu, dimana tanda –

tanda inpartu yaitu : (1,2)

 Kontraksi fundus uteri (simetris, regular, teratur, bertahap)

 Kontraksi disertai perubahan serviks (frekuensi 3x dalam 10 menit)

 Perubahan dan pendataran serviks (dilatasi dan efficement)

 Cairan bercampur darah pada vagina

 Turunnya janin
Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari

karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan

dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang 5 dilarutkan dengan cairan steril dan

sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai

adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi

bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan

mendiagnosis KPD aterm secara visual. Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali

pusat harus diperhatikan dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab

dari serviks (satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya

diletakkan di medium transport untuk dikultur. Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari

serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika

diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan pemeriksaan penunjang (1).

Pemeriksaan Penunjang :

 Nitrazin Test  Tes lakmus, pH vagina seharusnya asam, namun bila disitu indikasi

terdapat cairan ketuban, maka pH nya menjadi alkali (7,1-7,3) (pH normal = 4,5).

 USG  Evaluasi indeks cairan ketuban, oligohidramnion


1.6 Manajemen

Gambar 8 Skema Tatalaksana Ketuban Pecah Dini (4)

Manajemen ketuban pecah dini (5) :

 Tegakkan dan pastikan diagnosis

 Tentukan usia kehamilan

 Evaluasi ada tidaknya infeksi dari maternal maupun janin

Antibiotik profilaksis diberikan untuk meminimalkan risiko infeksi maternal dan perinatal.

Ampisilin, Amoksisilin, atau Eritromisin IV selama 48 jam diikuti dengan terapi oral

selama 5 hari atau sampai kelahiran direkomendasikan.

 Penggunaan kortikosteroid untuk merangsang sintesis surfaktan terhadap neonates

primatur juga disarankan.


 Apakah dalam keadaan inpartu, adakah kegawatan janin

Induksi persalinan bisa saja dilakukan, bila tidak pengistirahatan panggul dan pemberian

antibiotic dapat mengupayakan menutupnya kebocoran spontan dan mengurangi infeksi.

1.7 Komplikasi (6)

 Persalinan Prematur

 Infeksi

 Hipoksia dan Asfiksia

 Sindrom Deformitas Janin

2. Hipertensi gestasional

2.1 Definisi

Hipertensi gestasional ditandai oleh tekanan darah sistolik 140 mmHg dan/atau

tekanan darah diastolik 90 mmHg pada 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria dan

menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan (1).

2.2 Epidemiologi

Hipertensi gestasional merupakan gangguan hipertensi paling umum yang disebabkan

oleh kehamilan (7). Hipertensi menjadi faktor penyulit pada 5 sampai 10 persen dari semua

kehamilan, dan hipertensi gestasional menjadi salah satu dari tiga kondisi, bersama dengan

perdarahan dan infeksi, yang berkontribusi besar terhadap morbiditas dan mortalitas ibu (8).
World Health Organization (WHO) secara sistematis meninjau kematian ibu di seluruh

dunia, dan di negara maju, 16 persen kematian ibu dilaporkan karena gangguan hipertensi (8).

2.3 Faktor risiko (7,9)

a. Usia > 40 tahun

b. Nuliparitas

c. Interval kehamilan > 10 tahun

d. BMI > 35 kg/m2 sebelum kehamilan

e. Riwayat hipertensi gestasional atau preeklamsi dalam keluarga

f. Sindrom antifosfolipid

g. Kehamilan multiple/kembar

h. Riwayat hipertensi gestasional atau preeklamsi pada kehamilan sebelumnya

i. Penyakit vaskular yang sudah ada sebelumnya

j. Penyakit ginjal yang sudah ada sebelumnya

2.4 Diagnosis

Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya

mencapai 140/90 mm Hg atau lebih untuk pertama kalinya setelah pertengahan kehamilan,

tetapi proteinuria tidak teridentifikasi (8). Pemeriksaan tekanan darah dilakukan sebanyak

dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama (10). Dan dikatakan

hipertensi berat apabila peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik

atau 110 mmHg diastolik (10) Hampir setengah dari wanita dengan hipertensi gestasional

kemudian berkembang menjadi sindrom preeklamsia, yang mencakup temuan klinis seperti

sakit kepala atau nyeri epigastrium, proteinuria, dan trombositopenia (8). Meskipun

demikian, ketika tekanan darah meningkat cukup tinggi, walaupun belum disertai proteinuri
tetap berbahaya bagi ibu dan janin. Dan diagnosis hipertensi gestasional ditetapkan jika tidak

berkembang menjadi preeklamsia dan tekanan darah kembali normal pada 12 minggu

pascapersalinan (8).

2.5 Tatalaksana
Gambar 1. Tatalaksana hipertensi gestasional (9)

Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan - sedang

(tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih kontroversial. European Society of

Cardiology (ESC) guidelines 2010 merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan

darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi

gestasional (10).

 Calcium Channel Blocker

Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan menyebabkan

vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel. Berkurangnya

resistensi perifer akibat pemberian calcium channel blocker dapat mengurangi

afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya minimal. Pemberian calcium

channel blocker dapat memberikan efek samping maternal, diantaranya takikardia,

palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai akibat efek lokal mikrovaskular

serta retensi cairan.

Regimen yang direkomendasikan adalah nifedipin 10 mg kapsul oral, diulang

tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Dibandingkan nifedipin,


nikardipin bekerja lebih selektif pada pembuluh darah di miokardium, dengan efek

samping takikardia yang lebih rendah. Dosis awal nikardipin yang dianjurkan melalui

infus yaitu 5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5 mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum

10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan arterial rata –rata sebesar 25% tercapai.

Kemudian dosis dapat dikurangi dan disesuaikan sesuai dengan respon (10).

 Beta Blocker

Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor P1

dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,

terutama pada digunakan untuk jangka waktu yang lama selama kehamilan atau

diberikan pada trimester pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan

pemberian anti hipertensi lainnya tidak efektif (10).

 Metildopa

Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah obat

antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi

kronis. Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali

sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam

setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat

ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam

sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui

plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI (10).

2.6 Prognosis

Metaanalisis RCT yang dilakukan oleh Magee, dkk menunjukkan pemberian

antihipertensi pada hipertensi ringan menunjukkan penurunan insiden hipertensi berat dan

kebutuhan terapi antihipertensi tambahan. Hipertensi akut yang berat berhubungan dengan
komplikasi organ vital seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal, insufisiensi uteroplasenta

dan solusio plasenta (10).

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). (2016). Ketuban Pecah Dini.
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran.
2. Prawirohardjo, Sarwono; Winkjosastro, Hanifa; Rukmono, Siswohanto, et all. (2016).
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
3. Dayal S, Hong PL. Premature Rupture Of Membranes. [Updated 2020 Aug 27]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532888/
4. Dutta, DC & Konar, Hiralal. (2020). Textbook of Obstetrics : Primary Rupture of
Membrane. Eight Edition. New Delhi, India : The Health Science Publisher
5. Cunningham, F. Gary; Leveno, Kenneth J.; Bloom, Steven L, et al. (2018). Williams
Obstetrics. 25 th Edition. Unitted States of America : McGraw-Hill Education.
6. Menon, R., & Richardson, L. S. (2017). Preterm prelabor rupture of the membranes:
A disease of the fetal membranes. Seminars in perinatology, 41(7), 409–419.
https://doi.org/10.1053/j.semperi.2017.07.012
7. Bulavenko O, Vaskiv, O. (2017). Risk Factors of Gestational Hypertension
Development. Current Issues in Pharmacy and Medical Sciences. 30(2) : 65-68
8. Cunningham, F. Gary; Leveno, Kenneth J.; Bloom, Steven L, et al. (2018). Williams
Obstetrics. 25 th Edition. Unitted States of America : McGraw-Hill Education.
9. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi (POGI). (2016). Diagnosis dan Tatalaksana
Preeklamsia. Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan.
10. NICE. (2019). Hypertension in Pregnancy: Diagnosis and Management. NICE
Guideline.

Anda mungkin juga menyukai