Anda di halaman 1dari 26

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Simplek

Oleh:
dr. Hesti kamtikawati

Pendamping:
dr. Kristin Sulistyowati

Wahana :
RSUD Kertosono

KERTOSONO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia,
serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak.
Kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai
dengan 5 tahun. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18
bulan. Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah
kejang demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada
kejang demam sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam
24 jam.
Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor
demam, usia, riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil),
riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat lahir rendah).
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Walaupun
prognosis kejang demam baik,bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan
bagi orang tuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah
laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.
Pemberian antipiretik tanpa disertai pemberian antikonvulsan atau diazepam
dosis rendah tidak efektif untuk mencegah timbulnya kejang demam berulang.
Jenis obat yang sering digunakan adalah diazepam, fenobarbital, asam valproat
dan fenitoin.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pendekatan diagnosis Kejang Demam Simplek pada anak?


Bagaimana penatalaksanaan dan terapi Kejang Demam Simplek yang
tepat?

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui pendekatan diagnosa Kejang Demam Simplek yang tepat pada
anak.
Mengetahui penatalaksanaan Kejang Demam Simplek yang tepat.

1.4 Manfaat Penulisan


Dokter umum dapat mendiagnosa penyakit Kejang Demam Simplek pada
anak dengan tepat
Dokter umum dapat melakukan tatalaksana Kejang Demam Simplek
dengan tepat
BAB II

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An. YR
No. RM : 17111210
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 4,5 tahun
Alamat : Ds. Kalianyar, Kec. Ngronggot
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan : Pelajar TK
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 20 januari 2017

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : kejang

Riwayat Penyakit Sekarang

Panas (+) satu hari ini, kejang (+) 1x 5menit, mata melotot
keatas, kaki dan tangan kaku, batuk (+) dahak sulit keluar, pilek (+),mual
(+),muntah (+) 2x, makan minum (+), kembung (+), BAB (-) 1hari,BAK
(+) normal

Riwayat Penyakit Dahulu

Dulu pernah sakit seperti ini saat usia 2th

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa

Riwayat darah tinggi : disangkal

Riwayat sakit gula : disangkal


Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat batuk lama : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi obat atau makanan : disangkal

Data Khusus

Riwayat kehamilan

Ibu menikah usia 23 tahun, hamil pertama usia 24 tahun. Selama


hamil tidak pernah sakit, mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, maupun
rokok. Ibu rutin periksa ke bidan dan ke puskesmas tiap bulan.

Riwayat persalinan atau natal

Pasien anak pertama, lahir partus spontan usia kehamilan 40


minggu, lahir langsung menangis. Berat badan saat lahir 3300 gram,
panjang badan 50 cm.

Riwayat imunisasi

Imunisasi yang telah didapat adalah : BCG,campak, DPT I,II,III.


Polio I,II,III. Hepatitis I,II,III.

Riwayat makan dan minum

ASI (+) , susu formula (+), MP ASI mulai usia 6 bulan, makan sehari tiga
kali

Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : lemah


Keaktifan : aktif
Kesadaran : compos mentis, GCS: E4M5V6
Berat badan : 30 kg, kesan gizi baik
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispnea
(-), turgor baik < 2
- Vital sign
Nadi : 100 x/menit,
Respiratory rate : 28 x/menit
Suhu : 39,5C
- Status interna
Kepala : mesocepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, central, reguler dan isokor 3mm, mata
cekung (-)
Hidung : napas cuping (-), deformitas (-), secret(-)
Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan
mastoid (-/-)
tenggorokan : tonsil T1-2 hiperemis (+), faring hiperemis (+)
Mulut : lembab (-),sianosis (-), bibir kering (-),lidah kotor
(-), gusi berdarah (-)
Leher : simetris, pembesaran tiroid atau kelenjar getah
bening (-), deviasi trakea (-)
THORAKS
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS IV 1-2 cm ke arah
medial midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus
epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift
(-)
Perkusi : sonor seluruh lapang dada
Auskultasi : Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
SIII (-), SIV (-)
Pulmo
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis Normochest, simetris, kelainan Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-), sudut arcus costa dalam kulit (-/-)
batas normal, ICS dalam batas
normal
Dinamis Pengembangan pernapasan paru
Pengembangan pernafasan paru normal
Normal
Palpasi Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-), Simetris (N/N), Nyeri tekan (-/-
ICS dalam batas normal, taktil ), ICS dalam batas normal, taktil
fremitus dalam batas normal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Kanan Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru

Kiri Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.

Auskultasi Suara dasar vesicular, ronki(-/-), Suara dasar vesicular, ronki(-/-),


wheezing (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (-), pekak alih
(-), tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : nyeri tekan epigastrum (-), tidak teraba pembesaran
hepar, lien, dan ginjal.
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat - -
Oedem - -
Sianosis - -
Gerak aktif aktif
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -

Pemeriksaan Antropometri
- Anak perempuan umur 4,5 tahun, BB : 30 kg,
- Z score :
BB/U : -0,4 SD (gizi normal)
TB/U : - 1,05 SD (normal)
BB/TB : 0,5 SD (normal)
- Kesan gizi : kesan gizi baik

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan Motorik

Pergerakan+/+, simetris +/+, simetris


Kekuatan 5-5-5/5-5-5 5-5-5/5-5-5
Tonus N/N N/N
Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi
Reflek fisiologis +N/+N +N/+N
Reflek patologis -/ - -/-
Klonus -/-
Tanda rangsang meningeal :

Kaku kuduk (-)

Brudzinki I dan II (-)


Tanda Kernig (-)

Pemeriksaan Nervus Kranialis

Nervus Olfaktorius : Sulit dinilai

Nervus Opticus : reflek cahaya +/+, penglihatan normal

Nervus Ocullomotorius : pergerakan mata normal, reflek cahaya +N/+N

Nervus Troklearis : pergerakan mata ke medial bawah normal

Nervus Trigeminus: reflek kornea +N/+N,

reflek bulu mata +N/+N

Nervus Abdusen : pergerakan mata ke lateral normal

Nervus Fasialis : tersenyum simetris, kelopak mata menutup

secara sempurna

Nervus Vestibulokoklear : sulit dinilai

Nervus Glosofaringeus : deviasi uvula (-)

Nervus Vagus : tidak ada gangguan menelan

Nervus Assessorius : sulit dinilai

Nervus Hipoglosus : lidah tremor (-), deviasi lidah (-)

Pemeriksaa Penunjang / Lab

Hemoglobin 13,5

Hematokrit 42,2

Lekosit 17100

Trombosit 318.000
Diagnosis kerja
Kejang demam simplek + observasi febris hari 1 e.c ISPA

Planing terapi
- Inf.D5 NS 18 tpm (ma)
- Inj.Paramol 3x400mg
- Inj.Ceftriaxon 2x600 mg (skintes)
- Inj.Norages 1/3 A (k/p) jika suhu 39 C dan tidak turun dengan inf
paramol
- Diazepam (IV) 5mg pelan jika kejang
- Luminal 2x10 mg (puyer)
- Lapifed exp syr 3xcth1
- Cek lab

3.3 Monitoring
Tanggal 21-1-2017
S : panas (+), mual (+), muntah (+) 1x, batuk (+),pilek (+), makan minum
(+),BAK (+),BAB (-)
O : TD:110/70, N:116x/m, RR:24x/m, Tax: 37,9

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal


HB 13,5 g/dL L:13,5-18,0 ; P:11,5-16,0
Leukosit 17,5 X103/L 4,0-11,0
Hct 42,2 % 35-80
Trombosit 318 X103/L 150-450

A : KDS + obs febris hr ke 2


P: Inf.D5 NS 18 tpm (ma)
- Inj.Paramol 3x400mg
- Inj.Ceftriaxon 2x600 mg (skintes)
- Inj.Norages 1/3 A (k/p) jika suhu 39 C dan tidak turun dengan inf
paramol
- Diazepam (IV) 5mg pelan jika kejang
- Luminal 2x10 mg (puyer)
- Lapifed exp syr 3xcth1

Tanggal 22-1-2017

S : panas (-), mual (-), muntah (-),batuk(+)jarang,pilek sedikit,makan


minum baik,BAK (+),BAB(+)
O : TD:110/80, N:114x/m, RR:27x/m, Tax: 36.5
A : KDS + obs febris hr ke 3
P: Inf.D5 NS 18 tpm (ma)
- Inj.Paramol 3x400mg
- Inj.Ceftriaxon 2x600 mg (skintes)
- Lapifed exp syr 3xcth1

Tanggal 23-1-2017

S : panas (-), mual (-), muntah (-),batuk(+)jarang,pilek sedikit,makan


minum baik,BAK (+),BAB(+)
O : N:100x/m, RR:27x/m, Tax: 36
A : KDS + obs febris hr ke 4
P: Inf.D5 NS 18 tpm (ma)
- Inj.Ceftriaxon 2x600 mg (skintes)
- Norages 3xcth1 (jika panas)
- Sanadryl anti tusif syr 3xcth1
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut consensus statment on febrile seizures kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Definisi kejang demam menurut International League Against
Epilepsy (ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah usia 1 bulan yang berkaitan
dengan demam yang bukan disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa
riwayat kejang sebelumnya pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe
kejang akut lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.

2.1 Etiologi dan Epidemiologi


Kejang sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama
sebelum berumur 4 tahun yaitu terbanyak di antara umur 17-23 bulan. Hanya
sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan
atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien
tidak kejang demam lagi/ namun, beberapa pasien masih dapat mengalami
kejang demam sampai umur lebih dari 5-6 tahun.
Di Amerika Serikat insiden kejang demam berkisar antara 2-5% pada
anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam
dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah
kejang demam sederhana. Di Jepang angka kejadian kejang demam adalah 9-
10%.
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna.
Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang
demam sembuh sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi
sebanyak 2-7%. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan
tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat
akademik.

2.2 Faktor resiko dan Patofisiologi


Faktor resiko kejang demam meliputi umur, demam dan predisposisi.
Umur sebagai faktor risiko kejang demam terkait dengan fase perkembangan otak
yaitu masa developmental window. Masa developmental window merupakan masa
perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berumur kurang dari 2
tahun. Anak pada umur di bawah 2 tahun mempunyai nilai ambang kejang
(threshold) yang rendah sehingga mudah terjadi kejang demam. Anak berumur di
bawah 2 tahun dengan otak yang belum matang juga mempunyai excitability
neuron lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Regulasi ion Na+, K+,
dan Ca++ belum sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi paska
depolarisasi dan meningkatkan excitability neuron.

Demam terutama demam tinggi mempunyai peranan untuk terjadi


perubahan potensial membran dan menurunkan fungsi inhibisi sehingga
menurunkan nilai ambang kejang. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20%. Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksi jaringan
termasuk jaringan otak dan kekurangan energi karena metabolisme berjalan
anaerob. Akibatnya kadar ion Na+ di dalam sel meningkat dan terdapat timbunan
asam glutamat ekstrasel. Berubahnya konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel
mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel
dalam keadaan depolarisasi. Disamping itu demam dapat merusak neuron GABA-
ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.
Gambar 5. Patofisiologi kejang demam

Faktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan:

1. Riwayat keluarga
Seorang anak yang mempunyai keluarga dengan riwayat kejang demam
mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam.
2. Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat kehamilan, persalinan, dan perawatan post natal sebagai faktor
risiko terjadinya kejang dikaitkan dengan pematangan otak maupun jejas
otak akibat prematuritas maupun proses persalinan. Beberapa masalah
yang sering berakibat kerusakan anatomik otak anak misalnya ibu
merokok saat hamil, ibu eklampsia, bayi lahir preterm, bayi asfiksia, IUFG
(Intra Uterin Growth Retardation). Bayi yang lahir dengan berat lahir
rendah juga mempunyai risiko timbul kejang demam.
3. Gangguan tumbuh kembang
Gangguan perkembangan otak sebagai akibat gangguan pertumbuhan otak
intrauteri bermanifestasi klinik sebagai developmental delay yang dapat
berisiko timbulnya kejang demam.
4. Infeksi berulang
Infeksi dengan panas lebih dari 4x dalam setahun bermakna untuk
meimbulkan kejang demam.
5. Kadar elektrolit, seng dan besi darah rendah
Demam juga mengakibatkan penurunan kadar Na+ darah 3,5% dan
bangkitan kejang demam 3,8%. Penurunan kadar Na+ darah lebih banyak
terjadi pada bangkitan kejang demam kompleks dibandingkan kejang
demam sederhana. 52% penderita yang mempunyai riwayat kejang demam
mempunyai kadar Na+ darah kurang dari 135 mmol/L.3 Zat besi berperan
pada proses sintesa dan degradasi neurotransmitter. Zat besi berhubungan
dengan aktivitas enzim monoamin oksidase yang berperan dalam proses
degradasi berbagai neurotransmitter dan enzim untuk biosintesis GABA.
Kadar besi dan elektrolit serum yang rendah akan meningkatkan
excitabilitas membran sel neuron dan menurunkan nilai ambang kejang
(threshold) terhadap kejang.

2.3 Manifestasi Klinis


Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar embali tanpa
defisit neurologis. Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh hemiparesis
sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari.
Perbedaan kejang demam sederhana (KDS) dan kompleks (KDK) dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks
2.4 Klasifikasi Kejang demam
Kejang demam diklasifikasikan menjadi:
Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks

Berlangsung singkat, <15 menit Kejang lama >15 menit

Kejang umum tonik dan atau klonik, Kejang fokal atau parsial satu sisi,
umumnya berhenti sendiri, tanpa atau kejang umum didahului
gerakan fokal kejang parsial

Tidak berulang dalam waktu 24 jam Berulang dalam waktu 24 jam

Jika kejang demam berlangsung lebih dari 30 menit (baik kejang


tunggal maupun kejang berulang) tanpa pulihnya kesadaran di antara
kejang, diklasifikasikan sebagai febrile status epilepticus.

2.5 Diagnosis
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain
dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,
ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari
beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang
yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang
disertai demam yaitu 2-5%.
Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi
pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola.
Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun
berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7).
Hal hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu :
- Adanya kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang
- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak
pasca kejang
- Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran
napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media akut/OMA, dll)
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
- Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :


- Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran
- Suhu tubuh: apakah terdapat demam
- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,
Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema
- Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran
pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain
sebagainya yang merupakan penyebab demam
- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex patologis

Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin tidak begitu bermanfaat


untuk dilakukan pada pasien dengan kejang demam sederhana kecuali jika
terdapat komplikasi atau penyakit lain yang mendasari seperti gangguan
keseimbangan elektrolit yang berkaitan dengan dehidrasi akibat infeksi
saluran gastrointestinal. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan untuk
mencari penyebab demam diantaranya pemeriksaan kultur urin untuk melihat
ada tidaknya infeksi saluran kemih jika ternyata tidak ditemukan fokus
infeksi dari pemeriksaan fisik. Pemeriksaaan kadar elektrolit seperti kalsium,
fosfor, magnesium dan glukosa yang biasa dilakukan pada pasien kejang
tanpa demam juga kurang memberikan arti yang bermakna jika dilakukan
pada pasien kejang demam sederhana.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah EEG
(elektroensefalogram). EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di
daerah belakang yang bilateral, sering asimetris kadang-kadang unilateral.
Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari
kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan 3 sampai 7 hari
setelah serangan kejang. Namun, perlambatan EEG ini kurang mempunyai
nilai prognostik dan kejadian kejang berulang dikemudian hari atau
perkembangan ke arah epilepsi. Saat ini sudah tidak dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan EEG pada pasien kejang demam sederhana karena
hasil pemeriksaan yang kurang bermakna.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas, oleh karena itu pemeriksaan pungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6-12 bulan, sangat dianjurkan
pada bayi berumur 12-18 bulan dan tidak rutin dilakukan pada bayi berumur
>18 tahun jika tidak disertai riwayat dan gejala klinis yang mengarah ke
meningitis.
Pemeriksaan radiologi tidak begitu memberikan manfaat dalam evaluasi
kejang demam sederhana dan masih kontroversial untuk dilakukan pada
kejang demam kompleks sekalipun. Pemeriksaan radiologi misalnya
Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan untuk mengevaluasi ada
tidaknya kerusakan di otak misalnya di daerah hipokampus jika penyebab
kejang masih belum diketahui.
Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel . Pemeriksaan penunjang pada kejang yang disertai demam

Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan pemeriksaan penunjang


baik berupa pungsi lumbal, EEG, radiologi maupun biokimia darah karena
kejang demam sederhana didiagnosis berdasarkan gambaran klinis.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
kejang yang disertai dengan demam seperi meningitis. Diagnosis kejang
demam sederhana menurut konsensus ikatan dokter anak Indonesia yaitu jika
memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Terjadi pada anak usia 6 bulan - 5 tahun
- Kejang berlangsung singkat, tidak melebihi 15 menit
- Kejang umumnya berhenti sendiri
- Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal
- Kejang tidak berulang dalam 24 jam
2.6.1 Penatalaksanaan
Algoritma penghentian kejang demam

Gambar . Algoritma Penghentian Kejang Demam

Medikamentosa
Bila kejang berhenti dapat diberi pengobatan profilaksis intermiten berupa:
- Antipiretik : Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4-6 kali sehari
atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
- Anti kejang : Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam
atau diazepam rectal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu
tubuh >38,5C. Efek samping: ataksia, iritabel, dan sedasi.
- Pengobatan jangka panjang/ rumatan
Hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
- Kejang lama >15 menit
- Kelainan neurologi yang nyata sebelum/ sesudah kejang:
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
- Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
- Kejang demam 4 kali per tahun
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/
kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas
kejang, kemudian dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Indikasi Rawat
- Kejang demam kompleks
- Hiperpireksia
- Usia di bawah 12 bulan
- Kejang demam pertama kali
- Pasca kejang tidak sadar

2.9 Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lebih
lama (>15 menit) biasanya disertai apnoe, hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat, metabolisme otak
meningkat.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang berulang adalah .

1. Usia saat kejang pertama kali kurang dari 18 bulan


2. Adanya riwayat kejang demam dalam satu tingkat hubungan keluarga
(saudara kandung, ayah, ibu)
3. Kejang demam terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (<104oF, rektal)
4. Jarak antara awal panas dan terjadinya kejang < 1 jam
Pada kasus ini tidak didapatkan danya faktor risiko, sehingga
kemungkinan kejang demam berulang sebesar 10 -15%

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam


pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Pada kasus ini, terdapat 1 faktor risiko yaitu kejang demam kompleks,
sehingga kemungkinan terjadinya epilepsi 4-6 %.
BAB IV

PROGNOSIS DAN SARAN

4.1 Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Kematian akibat kejang demam juga tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang memang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus kejang yang lama atau kejang berulang baik fokal
atau kejang umum.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang yaitu riwayat kejang demam dalam keluarga, usia saat
kejang pertama < 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang (<40C) dan
timbulnya kejang yang cepat setelah demam. Bila semua faktor tersebut
terpenuhi maka resiko berulangnya kejang demam 80 % sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut resikonya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
paling besar pada tahun pertama.

4.2 Saran
Edukasi pada Orang Tua
Sebagai seorang dokter sebaiknya kita mengurangi kecemasan orang tua
dengan cara :
- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis yang
baik
- Memberitahukan cara penangan kejang
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah trgigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
7. Bawa kedokter atau Rumah Sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
DAFTAR PUSTAKA

Soetomenggolo, T.S., (1998), Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi,


IDAI, Jakarta.
Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Ismael, S., (2006), Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Kusuma, D., Yuana I., (2010), Korelasi antara Kadar Seng Serum dengan
Bangkitan Kejang Demam, (Tesis), Magister Ilmu Biomedik dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis 1, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas
Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Fuadi, F., (2010), Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak,
(Tesis), Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Jones, T., Jacobsen, S.J., (2007), Childhood Febrile Seizures: Overview and
Implications, Int. J. Med. Sci. 4(2):110-114.
Wolf, P., Shinnar, S., (2005), Febrile Seizures in Current Management in
Child Neurology, Third Edition. BC Decker Inc.
Srinivasan, J., Wallace, K.A., Scheffer, I.E., (2005), Febrile Seizures,
Australian Family Physician, Vol. 34, No. 12: 1021-1025.
Scheffer, I.E., Sadleir, L.G., (2007), Febrile Seizures, BMJ;334;307-311.
Bahtera, T., (2006), Pengelolaan Kejang Demam, Neurologi Anak, FK
UNDIP, Jawa Tengah.
Ministry of Health Service, (2010), Guidelines and Protocols : Febrile
seizures, British Columbia Medical Assosiation.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter anak Indonesia Jilid 1.
Mangunatmadja, I., Widodo, D.P., (2011), Simposium dan Workshop Tata
Laksana Terkini Kejang Demam dan Epilepsi pada Anak, Ikatan Dokter Anak
Indonesia Cabang Kalimantan Barat

Anda mungkin juga menyukai