Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :

Nurkhasanah

NIM. 433811490122096

  

 
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jalan Pangkal Perjuangan KM.01 By Pass - Karawang
Tahun 2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM

I. Konsep Penyakit Kejang Demam


1.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh mencapai >380C. Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak
berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Kejang demam adalah terbebasnya
sekelompok neuron secara tiba-tiba yang suatu kerusakan kesadaran, gerak,
sensasi atau memory yang bersifat sementara (Hudak and gallo, 2016).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi


bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar
4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi
setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2019). Jadi dapat disimpulkan kejang
demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak
akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga
mengakibatkan renjatan berupa kejang.

1.1 Etiologi
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin

2
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal

1.2 Tanda gejala


Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
Kejang umum tonik biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat
badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi
dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa
pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk
kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi
selaput otak.

Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan


pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolic
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit

3
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
Kejang parsial (fokal, lokal), Kejang berasal dari satu fokus neuron.
Sesekali fokus terdapat pada lokasi kerusakan otak sebelumnya.
1). Kejang fokal sederhana (mengenai satu anggota tubuh tertentu saja
dan kesadaran tidak terganggu)
2). Kejang parsial kompleks (mengenai satu atau lebih anggota tubuh dan
kesadaran terganggu)
3). Kejang parsial yang menjadi umum (dari complex partial seizures lalu
berkembang menjadi kejang pada seluruh tubuh dan kesadaran
terganggu)
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Berikut beberapa gejala kejang demam, antara lain :
 Suhu tubuh lebih dari 38 derajat ( bila diukur lewat ketiak, tambah 0.7
derajat )
 Kehilangan kesadaran atau pingsan
 Tubuh (kaki dan tangan) kaku
 Kepala menjadi terkulai disertai rasa seperti orang terkejut
 Kulit berubah pucat bahkan menjadi biru
 Bola mata terbalik keatas
 Bibir terkatup kadang disertai muntah

1.3 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari

4
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Elektro encephalograft (EEG)
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

5
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal: Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
6. Tansiluminasi: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

1.5 Komplikasi
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan
gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di
sekitar anak.
3. Kerusakan sel otak
4. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15
menit dan bersifat unilateral
5. Kelumpuhan
6. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama.
7. Asfiksia
8. Aspirasi

1.6 Penatalaksanaan
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri
setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di
perhatikan adalah sebagai berikut :
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

6
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau
penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke
fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke
fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula
sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat
mungkin tanpa menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui
dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher,
muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan


selain point-point di atas adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melalui face mask
3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal (melalui) atau jika
terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

7
1.7 Pathway

Resiko Jatuh

Spasme Bronkus

Kekakuan otot
pernafasan

Pola nafas tidak


efektif

(Sumber : Wong, Donna L. 2019)

8
II. Asuhan Keperawatan Kejang Demam
1.1 Pengkajian
1.1.1 Riwayat keperawatan
Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, alamat.
1. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
 Apakah betul ada kejang?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan
menirukan gerakan kejang si anak
 Apakah disertai demam?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,
maka diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam
terjadinya bangkitan kejang.
 Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
 Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai
pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran
seperti epilepsi mioklonik?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile?

9
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
 Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang
per-tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul
pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
 Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan
tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,
muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,
menangis dan sebagainya?
 Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya
pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,
ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA
dan lain-lain.
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,
perdarahan per- vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan
maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi
panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

10
1. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan
serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada
umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah
panas yang dapat menimbulkan kejang.
1. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan
memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
1. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota
keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
1. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yang mengasuh anak?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?
1. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

11
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga
yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
 Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan
bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi
oleh anak?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera
makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?
 Pola Eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak?
Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
2. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang
disukai?
3. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur
jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
1.1.1 Pemeriksaan fisik
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran,
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana

12
akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan
kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan fisik
 Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu
ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar
menutup atau belum?
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
 Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke
sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?
 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah
ada caries gigi?

13
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis?
 Thorax
Pada inspeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah
bunyi tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar?
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
 Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral?
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina,
tanda-tanda infeksi?

2.2 Diagnosa keperawatan


1. Hipertermia
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Resiko cedera

14
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan catat suhu 1. Tindakan ini sebagai
keperawatan selama 3 x tubuh setiap 2 atau 4 dasar untuk
24jam pasien menunjukkan jam. menentukan
kestabilan suhu tubuh : intervensi.
Kriteria Hasil : 2. Observasi membrane 2. Untuk
Nilai suhu, denyut nadi, mukosa, pengisian mengidentifikasi
frekuensi pernapasan, TD kapiler, dan turgor tanda-tanda dehidrasi
dalam rentang normal. kulit. akibat panas.
3. Berikan minum 2-2,5 3. Kebutuhan cairan
liter sehari selama 24 dalam tubuh cukup
jam. mencegah terjadinya
panas.
4. Berikan kompres 4. Kompres hangat
hangat pada dahi, memberi efek
ketiak, dan lipat paha. vasodilatasi
pembuluh darah,
5. Anjurkan pasien untuk sehingga
tirah baring (bed rest) mempercepat
sebagai upaya penguapan tubuh.
pembatasanaktivitas 5. Menurunkan
selama fase akut. kebutuhan
6. Anjurkan pasien untuk metabolisme tubuh
menggunakan pakaian sehingga turut
yang tipis dan menurunkan panas.
menyerap keringat. 6. Pakaian tipis
memudahkan
7. Berikan terapi obat penguapan panas.
golongan antipiretik Saat suhu tubuh naik,

15
sesuai program medis pasien akan banyak
evaluasi mengeluarkan
efektivitasnya. keringat.
8. Pemberian antibiotik 7. Untuk menurunkan
sesuai program medis. atau mengontrol
panas badan.
9. Pemberian cairan
parenteral sesuai
program medis. 8. Untuk mengatasi
10. Observasi hasil infeksi dan mencegah
pemeriksaan darah dan penyebaran infeksi.
feses. 9. Penggantian cairan
akibat penguapan
11. Observasi adanya panas tubuh.
peningkatan suhu 10. Untuk mengetahui
secara terus - menerus, perkembangan
distensi abdomen, dan penyakit tipes dan
nyeri abdomen. efektivitas terapi.
11. Peningkatan suhu
secara terus -
menerus setelah
pemberian antiseptik
dan antibiotik,
kemungkinan
mengindikasikan
terjadinya komplikasi
perforasi usus.

1.2

16
Diagnosa 2 : Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan kelelahan otot-otot
pernapasan.

TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
keperawatan selama 3 x
1. Posisikan pasien 1. Untuk
24jam pasien menunjukkan
semi fowler memaksimalkan
keefektifan pola nafas, 
2. Auskultasi suara potensial ventilasi
dengan kriteria hasil:
nafas, catat hasil 2. Memonitor
1. Frekuensi, irama, penurunan daerah kepatenan jalan
kedalaman ventilasi atau tidak napas
pernapasan dalam adanya suara 3. Memonitor
batas normal adventif respirasi dan
2. Tidak menggunakan 3. Monitor pernapasan keadekuatan
otot-otot bantu dan status oksigen oksigen
pernapasan yang sesuai
Terapi Oksigen
Vital Signs Terapi Oksigen
1. Menjaga
Tanda Tanda vital dalam 1. Mempertahankan keadekuatan
rentang normal (tekanan jalan napas paten ventilasi
darah, nadi, pernafasan) (TD 2. Kolaborasi dalam 2. Meningkatkan
120-90/90-60 mmHg, nadi pemberian oksigen ventilasi dan
80-100 x/menit, RR : 18-24 terapi asupan oksigen
x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C) 3. Monitor aliran 3. Menjaga aliran
oksigen oksigen mencukupi
kebutuhan pasien.

17
Diagnosa 1: Resiko cedera berhubungan dengan aktifitas motorik yang
meningkat (kejang).

TUJUAN DAN KRITERIA


INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Jelaskan pada keluarga 1) Penjelasan yang baik
keperawatan selama 1 x akibat-akibat yang terjadi dan tepat sangat
24jam pasien menunjukkan sat kejang berulang (lidah penting untuk
penurunan resiko cedera. tergigit). meningkatkan
Kriteria hasil : pengetahuan dalam
Lidah tidak tergigit dan mengatasi kejang
jatuh ke belakang. (lidah  tergigit)
2) Sediakan spatel lidah 2) Spatel lidah digunakan
yang telah dibungkur untuk menahan lidah
gaas verban jika tergigi
3) Beri posisi miring 3) Mencegah aspirasi pada
kiri/kanan lambung
4) Kolaborasi dengan dokter 4) Obat anti konvulsan
dalam pemberian obat sebagai pengatur
anti konvulsan gerakan motorik dalam
hal ini anti konvulsan
menghentikan gerakan
motorik yang
berlebihan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Nanda 2011-2012. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta :


Primamedika.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9.


Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2019. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta:


EGC

19

Anda mungkin juga menyukai