Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM DI RUANG DAHLIA


RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

Di susun oleh :
Faishol Adi Irawan
NIM : N520184307

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

A. Pengertian
Kejang demam atau febris convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 380C) yang disebabkan oleh proses ekstra Kranium.
(Ngastiyah, 2010).
Kejang demam suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak dan sangat
singkat atau sementara dapat disebabkan oleh aktivitas otak yang abnormal serta adanya
pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan, terjadinya kejang dapat disebabkan
oleh malforasi otak kongenital, faktor genetis seperti adanya penyakit seperti
meningitis, esefalitis, serta demam yang tinggi (Mansjoer, 2008).

B. Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2008), penyebab kejang demam yaitu :
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik dari pada mikro organisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.

C. Tanda dan Gejala


1. Kejang parsial (fokal, lokal)
a. Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
1) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya
gerakan setiap kejang sama.
2) Tanda/ gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–ngecapkan
bibir, mEngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
a. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15
detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh.
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
(Rosa, 2008).
D. Pathofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat
proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion
klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka
terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na
- K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi
ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1 o C akan
mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O 2 meningkat 20 %.Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian
besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o
C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau
lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya
suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Ngastiyah, 2010).

E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus
dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolicatau
aliran darah dalam otak
5. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah

G. Penatalaksanaan Medis
1. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih
kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan
fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang
a.Semua pakaian ketat dibuka
b.Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c.Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu
dilakukan intubasi atau trakeostomi.
d.Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
a.Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak
mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun.
b.Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan :
1) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
2) Kejang demam yang mempunyai ciri :
a) Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi
perkembangan dan mikrosefali
b) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti
kelainan saraf yang sementara atau menetap
c) Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
d) Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan.
Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg BB
secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 %
sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya disertai
dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian
dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin,
berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum
susu.
(Judith, 2010).
H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
2) Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia,
gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
3) Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
4) Adanya riwayat trauma kepala
b. Pengkajian fisik
1) Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
2) Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
3) Adanya kelemahan dan keletihan
4) Adanya kejang
5) Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium,
jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
c. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
1) Tingkat perkembangan anak terganggu
2) Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
3) Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada
waktu sakit.
d. Pengetahuan keluarga
1) Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
2) Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
3) Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
4) Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
e. Pengkajian neurologik :
1) Tanda – tanda vital
2) Hasil pemeriksaan kepala
a) Fontanel : menonjol, rata, cekung
b) Lingkar kepala
c) Bentuk umum
3) Reaksi pupil
a) Ukuran
b) Reaksi terhadap cahaya
c) Kesamaan respon
4) Tingkat kesadaran
a) Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b) Iritabilitas
c) Letargi dan rasa mengantuk
d) Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5) Afek
a) Alam perasaan
b) Labilitas
6) Aktivitas kejang
a) Jenis
b) Lamanya
7) Fungsi sensoris
a) Reaksi terhadap nyeri
b) Reaksi terhadap suhu
8) Refleks
a) Refleks tendo superfisial
b) Reflek patologi
9) Kemampuan intelektual
Kemampuan menulis dan menggambar, membaca
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi injuri b.d aktivitas kejang
b. Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
c. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke otak
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi injuri b.d aktivitas kejang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan
diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil
NOC : Pengendalian Resiko
1) Pengetahuan tentang resiko
2) Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
3) Monitor kemasan personal
4) Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
5) Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
NIC : Mencegah jatuh
1) Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn
potensial jatuh dalam setiap keadaan
2) Identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial
jatuh
3) Monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
4) Instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak
b. Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma
NOC : Themoregulation
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2) Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
3) Monitor tanda –tanda hipertensi
4) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
5) Monitor nadi dan RR
c. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal , dengan kriteria hasil :
NOC : status sirkulasi
1) TD sistolik dbn
2) TD diastole dbn
3) Kekuatan nadi dbn
4) Tekanan vena sentral dbn
5) Rata- rata TD dbn
NIC :
1) Monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
2) Monitor jumlah dan irama jantung
3) Monitor bunyi jantung
4) Monitor tingkat kesadran
5) Monitor tingkat orientasi
DAFTAR PUSTAKA

A Price, Sylvia and M. Wilson, Lorraine. (2012). Pathophysiology Fourth Edition. Mosby
Year Book. Michigan

Barbara, C, Long. (2008). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta
: EGC

Hudak, Gallo. (2012). Critical Care Nursing. Philadelphia. JB. Lippincot Company

Ignatavicius, Dona D and Bayna, Marylen V. (2011). Medical Surgical Nursing A nursing
proces Aproach Edisi I. WB Saunders Company. Philadhelpia

Luckman & Sorenson. (2009). Medical Surgical Nursing. Philadelphia : W.B. Saunders
Company

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan. (2008). Kapita Selekta Kedokteran


edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Nanda. (2012-2014). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika

Price, S.A & Wilson. L.M. (2011). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 vol 2. Jakartan : EGC

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3.
Jakarta : EGC

Soeparman. Et al. (2010). Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI

Anda mungkin juga menyukai