Anda di halaman 1dari 149

PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN

RSIA METRO HOSPITAL SIDOARJO

2023
KEPALA BIDANG KEPERAWATAN
TIM PENYUSUN
RSIA METRO HOSPITAL SIDOARJO
PENGARAH : dr. Haqiqi Amira Syathir

PEMBINA : Yunika Arum Indrayanti, S.Kep.Ns

EDITOR : Trifianita Maulida, Amd.Kep

KETUA : Yunika Arum Indrayanti, S.Kep.Ns

ANGGOTA : 1. Chyntiarani S, Amd.Kep


2. Marcelina, Amd.Kep
3. Desy Irmawinata, Amd.Kep
4. Diah Habibah Nur, Amd.Kep
KEJANG DEMAM
1. Pengertian Kejang Demam
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan (betz & Sowden,2002).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan
sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
2. Manifestasi Klinis Kejang Demam
a. Kejang parsial ( fokal, lokal )
1) Kejang parsial sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut
ini:
a) Tanda – tanda motoris : kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik : muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2) Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
b. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
1) Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh.
2) Kejang mioklonik
a) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
b) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok.
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3) Kejang tonik klonik
a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit.
b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih.
c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal.
4) Kejang atonik
a) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
3. Etiologi Kejang Demam
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat
misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll.
4. Patofisiologis Kejang Demam
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1℃ akan
menyebabkankenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan
oksigen meningkatsebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat
meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang
seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang
pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah,
sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang
yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Ngastiyah, 2007).

5. WOC Kejang Demam


6. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
a. Elektroensefalogram (EEG): dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang. Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
b. Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. CT Scan:Untuk
mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma,
abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
c. Magneti resonance imaging (MRI): menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) Cek darah
a) BUN
Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
b) GDA
Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl).
c) Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang.
Kadar Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl) dan kadar Natrium (N 135 –
144 meq/dl).
7. Komplikasi Kejang Demam
b. Aspirasi
c. Asfiksia
d. Retardasi mental
8. Penatalaksanaan Kejang Demam
a. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang
diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena.
Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan
dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya
pengobatan penunjang :
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
4) Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
c. Pengobatan rumat
1) Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan
sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira
sampai anak umur 4 tahun.
2) Profilaksis jangka panjang, diberikan pada keadaan
a) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
b) Kejang demam yang mempunyai ciri:
 Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi,
retardasi perkembangan dan mikrosefali.
 Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau
diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap.
 Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetic.
 Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
d. Mencari dan mengobati penyebab.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KEJANG DEMAM
A. Pengkajian
Pengkajian neurologik :
1. Tanda – tanda vital
Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36), pertama kali perhatikan
keadaan umum vital: tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan
suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan
kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa
kelainan neurologi.
2. Hasil pemeriksaan kepala
a. Fontanel : menonjol, rata, cekung
b. Lingkar kepala : dibawah 2 tahun
c. Bentuk Umum: tanda-tanda mikro atau makrosepali, tanda-tanda
kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
3. Reaksi pupil
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan yaitu ukuran, reaksi terhadap cahaya dan kesamaan
respon.
4. Tingkat kesadaran
a. Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b.Iritabilitas
c. Letargi dan rasa mengantuk
d.Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek, meliputi alam perasaan dan labilitas.
6. Aktivitas kejang yaitu jenis dan lamanya kejang.
7. Fungsi sensoris yaitu reaksi terhadap nyeri dan reaksi terhadap suhu.
8. Refleks yaitu refleks tendo superfisial dan reflek patologi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
3. Resiko Cedera
C. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermia
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0130 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Hipertermia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipertermia (1.15506)
Definisi Observasi
Termoregulasi (L.14134) 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat penggunaan incubator)
Penyebab 2. Monitor suhu tubuh
Indikator 1 2 3 4 5
Dehidrasi 3. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin
Menggigil
Terpapar lingkungan panas 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Kulit merah
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) Terapeutik
Kejang
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Akrosianosis
Peningkatan laju metabolism 6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat berlebih)
Konsumsi oksigen
Respon trauma 7. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada
Piloereksi
Aktivitas berlebihan dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Vasokontriksi perifer
Penggunaan incubator 8. Berikan oksigen, jika perlu
Kutis memorata
Gejala dan Tanda Pucat Edukasi
Mayor Takikardia 9. Anjurkan tirah baring
Suhu tubuh diatas nilai normal Takipnea Kolaborasi
Minor Bradikardi 10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Kulit merah Dasar kuku sianotik Regulasi Temperatur (1.14578)
Kejang Hipoksia Observasi
Takikardi 11. Monitor suhu tiap 2 jam sampai stabil (36,5oC – 37,5oC)
Takipnea 12. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Kulit terasa hangat 13. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : Terapeutik
Jam : Suhu tubuh
Suhu kulit 14. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Perawat Pelaksana Kadar glukosa darah 15. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan polyethylene,
polyurethane)
Pengisian kapiler
16. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian warmer
Ventilasi
17. Atur suhu incubator dan pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk
(………………………………) Tekanan darah
mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
18. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetherzation untuk menurunkan suhu tubuh
19. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
20. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
21. Demonstrasikan Teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik, jika perlu.
2. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0017 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Peningkatan Tekanan intrakranial (1.06194)
Definisi Observasi
Perfusi Serebral (L.02014) 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; metabolism, edema serebral)
Faktor Risiko 5=meningkat
Penurunan kinerja ventrikel kiri
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mil. Tekanan darah
Indikator 1 2 3 4 5 meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardi, pola napas ireguler,
Arterosklerosis aorta Tingkat kesadaran
Fibrilasi atrium kesadaran menurun)
Kognitif
Tumor otak 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
Stenosis karotis 4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
*1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
Aneurisma serebri 5. Monitor status pernapasan
Indikator 1 2 3 4 5
Koagulobati 6. Monitor intake dan output cairan
Tekanan intra kranial
Dilatasi kardiomiopati Terapeutik
Sakit kepala
Koagulasi intravaskuler diseminata
Gelisah 7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
Embolisme
Kecemasan 8. Berikan posisi semi fowler
Cedera kepala
Hiperkolesteronemia
Agitasi 9. Cegah terjadinya kejang
Demam 10. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Hipertensi
Stenosis mitral 11. Pertahankan suhu tubuh normal
Neoplasma otak *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 12. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Infark miokard akut Indikator 1 2 3 4 5 Kolaborasi
Penyalahgunaan zat Nilai rata-rata tekanan darah
13. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
Terapi trombolitik Kesadaran
Tekanan darah sistolik
14. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
Efek samping tindakan (mis. Operasi bypass)
Tekanan darah diastolic 15. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
Tanggal :
Jam : Refleks saraf
Perawat Pelaksana

(………………………………)
3. Resiko Cedera
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0136 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Cidera) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Keselamatan LingkunganI.14513)
Definisi Observasi
Tingkat Cidera (L.14136) 1. Identifikasikasi kebutuhan keselamatan(kondisi fisik,fungsi kognitif,
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnyasehat *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; dan riwayat perilaku).
5=meningkat 2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan.
atau dalam kondisi baik. Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Faktor Risiko Toleransi aktivitas
Eksternal
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko.
Nafsu makan
Terpapar patogen Toleransi makanan 4. Lakukan skrinning bahaya lingkungan(mis.timbal)
Terpapar zat kimia toksik Edukasi
Ketidakamanan transportasi *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggibahaya
Internal 5=menurun lingkungan.
Hipoksia jaringan Indikator 1 2 3 4 5
Perubahan orientasi afektif Kejadian cedera
Malnutrisi Luka/lecet Pencegahan Cedera (I.14537)
Perubahan fungsi psikomotor Ketegangan otot Observasi
Perubahan fungsi kognitif Fraktur 6. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
Perdarahan 7. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Tanggal : Ekspresi wajah kesakitan Terapeutik
Jam : Agitasi 8. Gunakakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
Perawat Pelaksana Iritabilitas pelayanan kesehatan
Gangguan mobilitas
Edukasi
Gangguan kognitif
9. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
(………………………………) *1=memburuk; 2=cukup memburuk; 3=sedang; 4=cukup membaik; 10. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
5=membaik beberapa menit sebelum berdiri
Indikator 1 2 3 4 5
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Denyut nadi radialis
Pola istirahat/tidur
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta :
EGC.

Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php

Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny


R.F. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
HIPERBILIRUBINEMIA
A. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya akumulasi bilirubin dalam darah yang
ditandai dengan adanya joundice or icterus pada kulit atau mukosa yang
disebabkan oleh pigmen empedu.
Biasanya kondisi ini ditemukan pada bayi baru lahir pada minggu ke-I
dengan presentase 60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan.
Perhatian utama apabila ikterus muncul pada 24 jam pertama dan bila kadar
bilirubin lebih dari 5mg/dl dalam 24 jam. Beberapa keadaan yang menunjukkan
ikterus patologik, diantaranya:
1. Proses hemolisis darah
2. Infeksi berat
3. Ikterus > 1 mgg serta bilirubin diketiak > 1 mgg / dl
B. Etiologi
1. Faktor Genetik
2. Faktor fisiologik (perkembangan) / prematuritas
3. Hemolisis akibat inkompatibilitas golongan darah A,B,O atau defisiensi
enzim G6PD
4. Perdarahan tertutup
5. Inkompatibilitas golongan darah Rh
6. Infeksi  utama terjadi pada penderita sepsis & gastroenteritis
7. Hipoksia / anoksia
8. Dehidrasi
9. Asidosis
10. Polisitemia
11. Menyusui / ASI
12. Kelebihan produksi bilirubin (seperti penyakit hemolytik, kerusakan
biochemikal)
13. Gangguan kapasitas sekresi konjungasi bilirubin dalam hepar (seperti:
defisiensi Enzyme, Obisitas, duktus empedu)
14. Beberapa penyakit (seperti : hypotiroidism, galaktosemia, diabetes ibu /
bayi).
C. Klasifikasi Ikterus
Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua :
1. Ikterus fisiologi
Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jjelas pada hari 5-6
dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa.
Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10
mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14.
Penyebab ikterus fisiologik diantaranya karena kekurang protein Y,
ensim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya.
2. Ikterus Patologis
a. Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan, serum bilirubin total lebih
dari 12 mg/dl.
b. Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau
12 mg/dl pada bayi aterm.
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis
e. Bilirubin Derek lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum
mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari.
f. Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14
hari pada BBLR.
Keadaan yang mnyebabkan ikterus patologis adalah:
a. Penyakit hemolitik
b. Kelainan sel darah merah
c. Hemolisis: hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir.
d. Infeksi
e. Kelainan metabolic: hipoglikemia, galaktosemia
f. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti:
sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, dan gentamisin
g. Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi,
hirschsprung, stenosis pylorus, dan mekonium illeus.
D. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
E. Komplikasi Hiperbilirubinemia
Komplikasi yang terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik sebagai
berikut:
1. Letargi/lemas
2. Kejang
3. tak mau menghisap
4. tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus,
kejang.
6. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
F. Pemeriksaan Penunjang Hiperbilirubinemia
1. Bilirubin serum, direk dan indirek: peningkatan bilirubin diatas 10 mg/dl
pada bayi aterm atau 12 mg/dl padda BBLR
2. Golongan darah ibu dan bayi, serologi darah tali pusat.
3. Hb dan HCT: Hb kurang dari 14 gr persen dan HCT kurang dari 42 persen
menandakan adanya proses hemolitik. Hb dari tali pusat kurang dari 12 g/dl
indikasi diperlukaannya transfusi tukar.
4. Protein total dan BJ urine
5. Leukosit darah untuk memantau adanya infeksi
6. Comb test (indirek dan direk).
G. Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia
1. Pemberian obat luminal
Mengendalikan kadar billirubin serum agar tidak mencapai nilai
kernikterus/ ensefalopati biliaris dengan cara merangsang terbentuk
glukoronil transferase. Untuk menghambat metabolisme billirubin dapat
dilakukan dengan pemberian substrat dan pemberian kolesteramin
(mengurangi sirkulasi enterohepatik).
2. Terapi sinar
a. Terapi sinar, Isomerisasi Billirubin :
Mengubah senyawa 4Z,15Z-billirubin  senyawa bentuk 4Z, 15E
Billirubin (merupakan bentuk isomer)  mudah larut dalam plasma,
mudah diekskresi oleh hati  empedu. Cairan empedi  usus 
peristaltik usus meningkat  billirubin keluar.
b. Terapi sinar tidak efektif bila terjadi gangguan peristaltik, seperti:
obstruklsi usus/ bayi dengan enteritis.
c. Terapi sinar dilakukan pada bayi dengan kadar billirubin indirek > 10
mg/dl dan bayi dengan proses hemolisis  ditandai dengan ikterus pada
hari I.
d. Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah transfusi tukar.
e. Terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon, paralel. Dipasang dalam
kotak yang berventilasi, energi cahay yang optimal (350-470 nanometer),
dengan jarak  50 cm. Dibagian bawah kotak lampu dipasang fleksiglas
biru (untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk
penyinaran). Saat penyinaran  usahakan bagian tubuh terpapar seluas-
luasnya, posisi bayi diubah setiap 6 – 8 jam (menyeluruh). Kedua mata
dan gonad bayi ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya.
f. Kadar billirubin dan Hb bayi dipantau secara berkala. Dihentikan bila
kadar billirubin < 10 mg/dl. Lamanya penyinaran biasa/tidak > 100 jam.
g. Penghentian/ peninjauan kembali dilakukan bila ditemukan efek samping,
yaitu: enteritis, hipertermi, dehidrasi, kelainan kulit (ruam), gangguan
minum, letargi, dan iritabilitas.
3. Tranfusi tukar
Adapun tujuan dari tranfusi tukar, yaitu:
a. Menghindari terjadinya ensefalopati biliaris  billirubin indirek  sawar
darah otak.
b. Mengganti eritrosit yang telah terhemolisis.
c. Membuang antibodi yang menimbulkan hemolisis.
Tranfusi tukar ini dilakukan apabila:
a. Kadar billirubin indirek > 20 mg/dl.
b. Kadar billirubin tali pusat > 4 mg/dl.
c. Kadar Hb < 10 g/dl.
d. Bila terjadi peningkatan billirubin yang cepat 1 mg/dl tiap jam.
e. Transfusi darah dipertimbangkan bila pada bayi menderita: asfiksia,
sindrom gawat nafas, asidosis metabolik, kelainan SSP dan BB < 1500
gram.
Billirubin mudah melalui sawar darah otak
a. Bila billirubin disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah Rh 
menggunakan golongan darah O Rh (-).
b. Pada inkompatabilitas golongan darah ABO darah yang dipakai golongan
darah “O” Rh (+).
c. Jika tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi  golongan darah sama
dengan bayi.
d. Jika tidak memungkinkan golongan darah “O” yang kompatibel dengan
serum ibu.
e. Jika tidak ada, golongan darah ‘O’ dengan titer A atau anti B < 1/256.
f. Jumlah darah yang dipakai antara 140 – 180 ml/kg BB.
g. Transfusi sebaknya melalui pembuluh darah umbilikus.
h. Alat-alat yang dipersiapkan: kateter tali pusat, larutan NaCl – Heparin
(4000 U Heparin dalam 500 ml cairan NaCl)  untuk mencegah
terjadinya infeksi dan timbulnya bekuan darah, kran 3 cabang dan jarum.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERBILIRUBINEMIA
A. Pengkajian
1. Kepala: tampak ikterik
Mata: sclera tampak ikterik, konjungtiva anemis bila ikterus patologik karena
hemmolisis. Mulut: mukosa mulut dan bibir tampak ikterik
2. Leher: tampak ikterik, leher kaku dan akhirnya epistotonus pada kernicterus.
3. Dada: tampak ikterik pada seluruh dada atau tidak tergantung kadar bilirubin.
4. Paru-paru: apnea, cyanosis, dispnea pada keadaan kernikterus. Asfiksia dan
pulmonary effusi pada hidrops fetalis
5. Jantung: Edema umum atau berkurangnya volume darah gagal jantung pada
kondisi hidrops fetalis
6. Abdomen: tampak ikterik, palpasi supel, distensi -, dapat ditemukan
hepatospleno megali.
7. Ginjal: warna urine gelap dengan meningkatnya konsentrasi bilirubin.
8. Ekstremitas: tampak ikterik pada seluruh ektermitas atau hanya sebagian ,
letargi, tonus otot meninggi.
9. Neurologi: hipotonia, tremor, reflek moro dan menghisap tidak ada,
diminished reflek tendon, kejang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ikterik Neonatus
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
3. Hipertermia
4. Resiko cedera
5. Risiko Ikterik Neonatus
C. Intervensi Keperawatan
1. Ikterik Neonatus
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0024 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Ikterik Neonatus Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Fototerapi Neonatus (1.03091)
Definisi Observasi
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) 1. Monitor ikterikpada sklera dan kulit bayi
Kulit dan membrane mukosa neonates menguning setelah 24
jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Monitor efek samping fototerapi (mis. Hipertermi, diare, rush pada
dalam sirkulasi. Indikator 1 2 3 4 5 kulit, penurunan berat badab >8-10%)
Penyebab Elastisitas Terapeutik
Penurunan berat badan abnormal (>7-8% pada bayi Hidrasi 3. Siapkan lampu fototerapi dan incubator atau kotal bayi
baru lahir yang menyusu ASI, >15% pada bayi Perfusi jaringan
4. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
cukup bulan) 5. Berikan penutup mata (eye protectot/biliband) pada bayi
Pola makan tidak ditetapkan dengan baik *1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
6. Ukur jarak lampu dan permukaan kulit bayi (30cm atau tergantung
Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin Indikator 1 2 3 4 5
Usia kurang dari 7 hari Kerusakan jaringan
spesifikasi lampu fototerapi)
Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium) Kerusakan lapisan kulit 7. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
Nyeri 8. Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
Gejala dan Tanda
Mayor Perdarahan 9. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum Kemerahan mungkin
total >2mg/dL, bilirubin serum total pada rentang Hematoma Edukasi
risiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik Pigmentasi abnormal 10. Anjurkan ibu untuk menyusui sekitar 20-30 menit
waktu) Jaringan parut 11. Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Membrane mukosa kuning Nekrosis
Kolaborasi
Kulit kuning Abrasi kornea
12. Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek
Sklera kuning
Tanggal : *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Jam : Indikator 1 2 3 4 5 Perawatan Bayi (1.10338)
Perawat Pelaksana Suhu kulit Observasi
Sensasi 13. Monitor tanda-tanda vital bayi terutama suhu 36,5-37,5 oC) setiap 4
Tekstur jam sekali
Pertumbuhan rambut Terapeutik
(………………………………)
14. Mandikan bayi dengan suhu ruangan 21-24oC
15. Mandikan bayi dalam waktu 5-10 menit dan 2 kali dalam sehari
16. Rawat tali pusat secara terbuka
Edukasi
17. Ajarkan ibu cara merawat bayi di rumah
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0129) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Perawatan Integritas Kulit (1.11353)
Definisi Observasi
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (perubahan sirkulasi, status
Kerusakan kulit (dermis/ epidermis) atau jaringan (membrane
*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
Indikator 1 2 3 4 5 mobilitas).
sendi, atau ligament)
Elastisitas Terapeutik
Penyebab 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Perubahan sirkulasi Hidrasi
Perfusi jaringan 3. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
Perubahan status nutrisi (kelebihan/ kekurangan)
4. Bersihkan perineal dengan air hangat,terutama saat diare
Kekurangan/ kelebihan volume cairan
*1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5=menurun 5. Gunakan produk berbahan ringan / alami dan hipoalergik pada kulit
Penurunan mobilitas
Indikator 1 2 3 4 5 sensitive, bahan petroleum atau berminyak, hindari alkohol pada kulit
Bahan kimia iritatif
Kerusakan jaringan kering.
Suhu lingkungan yang ekstrem
Faktor mekanis (penekanan pada tonjolan tulang, Kerusakan lapisan kulit Edukasi
gesekan) atau factor elektris (elektrodiatermi, energi Nyeri 6. Anjurkan menggunakan pelembab (lotion, serum)
listrik bertegangan tinggi) Perdarahan 7. Anjurkan minum air yang cukup
Efek samping terapi radiasi Kemerahan 8. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, buah dan sayur
Kelembapan Hematoma 9. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
Proses penuaan Pigmentasi abnormal 10. Anjurkan menggunakan tabir surya SPFminimal 30 saat berada diluar
Neuropati perifer Jaringan parut rumah
Perubahan pigmentasi 11. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
Nekrosis
Perubahan hormonal Perawatan Luka (1.14564)
Kurang informasi tentang upaya melindungi integritas
*1=memburuk; 2=cukup memburuk; 3=sedang; 4=cukup membaik; 5=membaik Observasi
jaringan
Indikator 1 2 3 4 5 12. Monitor tanda infeksi dan karakteristik luka (drainase, warna, ukuran, bau)
Gejala dan Tanda Suhu kulit Terapeutik
Mayor Sensasi 13. Cukur rambut sekitar daerah luka
Kerusakan jaringan atau lapisa kulit Tektur 14. Bersihkan dengan cairan NaCl/ pembersih nontoksis, sesuai kebutuhan
Minor Pertumbuhan rambut 15. Bersihkan jaringan nekrotik
Nyeri 16. Berikan salep sesuai kulit/ lesi, jika perlu
Perdarahan 17. Pasang balutan sesuai jenis luka
Kemerahan 18. Pertahankan Teknik sterilisasi saat perawatan luka
Hematoma 19. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Tanggal : 20. Berikan diet tinggi kalori 30-35kkal/kgBB/hari dan protein
Jam : 1,25-1,5g/kgBB/hari
Perawat Pelaksana 21. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi
22. Jelaskan tanda gejala infeksi dan ajarkan prosedur perawatan luka mandiri
(………………………………) Kolaborasi
23. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
24. Kolaborasi prosedur debridement (enzimatik, biologis, mekanis, autolitik)
jika perlu
3. Hipertermia
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0130 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Hipertermia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipertermia (1.15506)
Definisi Observasi
Termoregulasi (L.14134) 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat penggunaan incubator)
Penyebab 2. Monitor suhu tubuh
Indikator 1 2 3 4 5
Dehidrasi 3. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin
Menggigil
Terpapar lingkungan panas 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Kulit merah
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) Terapeutik
Kejang
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Akrosianosis
Peningkatan laju metabolisme 6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat berlebih)
Konsumsi oksigen
Respon trauma 7. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada
Piloereksi
Aktivitas berlebihan dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Vasokontriksi perifer
Penggunaan inkubator 8. Berikan oksigen, jika perlu
Kutis memorata
Gejala dan Tanda Pucat Edukasi
Mayor Takikardia 9. Anjurkan tirah baring
Suhu tubuh diatas nilai normal Takipnea Kolaborasi
Minor Bradikardi 10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Kulit merah Dasar kuku sianotik Regulasi Temperatur (1.14578)
Kejang Hipoksia Observasi
Takikardi 11. Monitor suhu tiap 2 jam sampai stabil (36,5oC – 37,5oC)
Takipnea 12. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Kulit terasa hangat 13. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : Terapeutik
Jam : Suhu tubuh
Suhu kulit 14. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Perawat Pelaksana Kadar glukosa darah 15. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan polyethylene,
polyurethane)
Pengisian kapiler
16. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian warmer
Ventilasi
17. Atur suhu incubator dan pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk
(………………………………) Tekanan darah
mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
18. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetherzation untuk menurunkan suhu tubuh
19. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
20. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
21. Demonstrasikan Teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik, jika perlu.
4. Risiko cedera
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0136 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Cidera) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Keselamatan LingkunganI.14513)
Definisi Observasi
Tingkat Cidera (L.14136) 1. Identifikasikasi kebutuhan keselamatan(kondisi fisik,fungsi kognitif,
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnyasehat *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat dan riwayat perilaku).
Indikator 1 2 3 4 5 2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan.
atau dalam kondisi baik.
Toleransi aktivitas Terapeutik
Faktor Risiko Nafsu makan
Eksternal
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko.
Toleransi makanan
Terpapar patogen 4. Lakukan skrinning bahaya lingkungan(mis.timbal)
Terpapar zat kimia toksik *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5=menurun Edukasi
Ketidakamanan transportasi Indikator 1 2 3 4 5 5. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggibahaya
Internal Kejadian cedera lingkungan.
Hipoksia jaringan Luka/lecet
Perubahan orientasi afektif Ketegangan otot
Malnutrisi Fraktur
Pencegahan Cedera (I.14537)
Perubahan fungsi psikomotor Perdarahan Observasi
Perubahan fungsi kognitif Ekspresi wajah kesakitan 6. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
Agitasi 7. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Tanggal : Iritabilitas Terapeutik
Jam : Gangguan mobilitas 8. Gunakakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
Perawat Pelaksana Gangguan kognitif pelayanan kesehatan
Edukasi
*1=memburuk; 2=cukup memburuk; 3=sedang; 4=cukup membaik; 5=membaik
Indikator 1 2 3 4 5 9. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
(………………………………) Tekanan darah 10. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
Frekuensi nadi beberapa menit sebelum berdiri
Frekuensi napas
Denyut nadi radialis
Pola istirahat/tidur
5. Risiko Ikterik Neonatus
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0035) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Ikterik Neonatorum) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Perawatan Neonatus (I.03132)
Definisi Observasi
INTEGRITAS KULIT DAN JARINGAN (L.07056) 1. Identifikasi kondisi awal bayi setelah lahir (mis. Kecukupan bulan,
Berisiko mengalami kulit dan membrane mukosa
neonates menguning setelah 24 jam kelahiran akibat *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat air ketuban jernih atau bercampur meconium, menangis spontan,
bilirubin tak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi. Indikator 1 2 3 4 5 tonus otot)
Elastis 2. Monitor tanda vital bayi (terutama suhu)
Hidrasi Terapeutik
Faktor Risiko Perfusi jaringan
Penurunan berat badan abnormal >7-8% pada 3. Lakukan inisiasi menyusui dini (IMD) segera setelah bayi lahir
bayi baru lahir yang menyusu ASI, >15% pada *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun 4. Berikan vitamin K 1 mg intramuskuler untuk mencegah perdarahan
bayi cukup bulan Indikator 1 2 3 4 5 5. Mandikan selama 5-10 menit, minimal sekali sehari
Pola makan tidak ditetapkan dengan baik Kerusakan jaringan 6. Mandikan dengan air hangat (36-37°C)
Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin Kerusakan lapisan kulit 7. Gunakan sabun yang mengandung provitamin B5
Nyeri 8. Oleskan baby oil untuk mempertahankan kelembaban kulit
Usia kurang dari 7 hari
Perdarahan 9. Rawat tali pusat secara terbuka (tidak dibungkus)
Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium) Kemerahan
Prematuritas (<37 minggu) 10. Bersihkan tali pusat dengan air steril atau air matang
Hematoma
Pigmentasi abnormal
11. Kenakan pakaian dari bahan katun
Tanggal : Jaringan parut 12. Selimuti untuk mempertahankan kehangantan dan mencegah
Jam : hipotermia
Nekrosis
Perawat Pelaksana Abrasi kornea 13. Ganti popok segera jika basah
Edukasi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 14. Anjurkan untuk tidak membubuhi apapun pada tali pusat
Indikator 1 2 3 4 5 15. Anjurkan ibu menyusui bayi setiap 2 jam
Suhu kulit
(………………………………) 16. Anjurkan menyendawakan bayi setelah disusui
Sensasi
Tekstur 17. Anjurkan ibu mencuci tangan sebelum menyentuh bayi
Pertumbuhan rambut
SEPSIS NEONATORUM
A. Pengertian
Sepsis adalah syndrome yang dikateristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala
infeksi yang parah, yang dapat dikembangkan kearah septisemia dan syok septic.
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi simetik pada daerah yang disebabkan
oleh penggandaan mikroorganisme sel. Cepat atau zat-zat racunnya yang dapat
mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Sepsis neonatorum adalah penyakit infeksi pada bayi dengan suatu syndrome
klinik yang ditandai dengan adanya penyakit sistemik simptomatik atau asymtomatik
dan adanya mikroorganisme serta toxin yang dihasilkan dalamdarah (endotoxin) yang
ditandai dengan terganggunya perfusi jaringan atau organ vital tubuh disrtai dengan
penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh pengaruh endotoxin terhadap
sirkulasi darah.
B. Manifestasi Klinis Sepsis Neonatorum
1. Tanda dan gejala umum: hipertermi (jarang) atau hipotermi, aktivitas lemah,
intoleransi pemberian susu.
2. Sistem pernafasan: dyspnea, takipnea, apnea, merintih, tarikan otot
pernafasan, sianosis, pernafasan cuping hidung, dan mengorok.
3. Sistem kardiovaskuler: hipotensi, kulit dingin, pucat, takikardi/ bradikardi,
edema dan henti jantung.
4. Sistem pencernaan: distensi abdomen, muntah, diare, menyusu buruk,
peningkatan residu lambung setelah menyusu, hepatomegaly, darah samar
pada feses.
5. Sistem saraf pusat: kejang, tremor, koma, pernafasan tidak teratur, High-
pithced cry.
6. Hematologi: icterus, ptekie, pendarahan, pucat, splenomegaly, ekimosis.
C. Etiologi Sepsis Neonatorum
Disebabkan oleh infeksi jamur discetsia, virus, bakteri dank man gram negative.
1. Antenatal : kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke placenta.
a.) Virus : Rubella, Poliomyelitis, Loxcalkie, Variola.
b.) Spirokaeta : tsyponemia Pallidum.
c.) Bakteri : E. Coli, Usteria, Mone Dytogenes.
2. Intranatal : mikroorganisme masuk melalui cairan ketuban kontak langsung
dengan cairan pada vagina.
3. Paschanatal : kontaminasi pada saat penggunaan alat, perawatan tidak stiril,
akibat infeksi silang.
Streptococcus Group B Salmonella Aureus, Klebsiella, Enterobaktor SP,
Serratina SP, Hemopsilus Influenza Tipe B, Streptococcus Pnemunia.
D. Patofisiologi Sepsis Neonatorum

E. Pemeriksaan Sepsis Neonatorum


1. Culture (luka, sputum, urine, darah) mengidentifikasikan organisme
penyebab sepsis.
2. SDP : ht mungkin meningkat pada status hipovelemik karena
hipokonsentrasi, leuositosis, dan trombositopenia.
3. Elektrolit serum : asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Glukosa serum : hipergikemia.
5. GDA : alkolosis respiratori dan hipoksemia.
F. Komplikasi Sepsis Neonatorum
1. Hipoglikemia, asidosis metabolic
2. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
3. Ikterus/kernikterus
G. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum
1. Pemeriksaan septik, antibiotik
2. Jadual pemberian makan/cairan IV sesuai indikasi
3. Antipiretik sesuai program

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


SEPSIS NEONATORUM
A. Pengajian
1.) Keadaan Umum
a.) Bayi umum nampak tidak sehat.
b.) Buruknya control suhu : Hipotermi, Hipertermi.
2.) System Sirkulasi
Pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, oedema, denyut jantung abnormal
(bradikardi), takikardi, aritmia.
3.) System Pernafasan
Pernafasan ireguler, apnea atau tacipnea, retraksi.
4.) System Syaraf (Neuro)
a.) Kurangnya aktivitas : letarghi, hiporefleksia, koma, sakit kepala, pusing,
pingsan.
b.) Peningkatan aktifitas : irritabiliatas, tremor, kejang.
c.) Gerakan bola mata tidak normal.
d.) Tonus otot meningkat atau menurun.
5.) System Saluran Cerna
Tidak mau minum, muntah, diare, adanya darah dalam feses, distensi
abdomen.
6.) System Hemoportik
Jaundice, pucat, ptekie, cyanosis, splenomegaly.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia
2. Hipovolemia
3. Risiko Infeksi
C. Intervensi Keperawatan
1. Hipertermia
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0130 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Hipertermia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipertermia (1.15506)
Definisi Observasi
Termoregulasi (L.14134) 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat penggunaan incubator)
Penyebab 2. Monitor suhu tubuh
Indikator 1 2 3 4 5
Dehidrasi 3. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin
Menggigil
Terpapar lingkungan panas 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Kulit merah
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) Terapeutik
Kejang
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Akrosianosis
Peningkatan laju metabolisme 6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat berlebih)
Konsumsi oksigen
Respon trauma 7. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada
Piloereksi
Aktivitas berlebihan dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Vasokontriksi perifer
Penggunaan inkubator 8. Berikan oksigen, jika perlu
Kutis memorata
Gejala dan Tanda Pucat Edukasi
Mayor Takikardia 9. Anjurkan tirah baring
Suhu tubuh diatas nilai normal Takipnea Kolaborasi
Minor Bradikardi 10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Kulit merah Dasar kuku sianotik Regulasi Temperatur (1.14578)
Kejang Hipoksia Observasi
Takikardi 11. Monitor suhu tiap 2 jam sampai stabil (36,5oC – 37,5oC)
Takipnea 12. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Kulit terasa hangat 13. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : Terapeutik
Jam : Suhu tubuh
Suhu kulit 14. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Perawat Pelaksana Kadar glukosa darah 15. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan polyethylene,
polyurethane)
Pengisian kapiler
16. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian warmer
Ventilasi
17. Atur suhu incubator dan pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk
(………………………………) Tekanan darah
mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
18. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetherzation untuk menurunkan suhu tubuh
19. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
20. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
21. Demonstrasikan Teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik, jika perlu.
2. Hipovolemia
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0023 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipovolemia (1.03116)
Definisi Observasi
Keseimbangan Cairan (L.03020) 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau
intraselular. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
Penyebab Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Kehilangan cairan aktif Asupan cairan 3. Hitung kebutuhan cairan
Haluan urin
Kegagalan mekanisme regulasi 4. Berikan posisi modified Trendelenburg
Peningkatan permeabilitas kapiler Kelembaban membrane mukosa
Asupan makan
5. Berikan asupan cairan oral
Kekurangan intake cairan Edukasi
Evaporasi 6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
*1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
Gejala dan Tanda Indikator 1 2 3 4 5 7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Mayor Kolaborasi
Edema
Frekuensi nadi meningkat
Dehidrasi 8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
Nadi teraba lemah
Tekanan darah menurun
Asites 9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
Tekanan nadi menyempit
Konfusi 0,4%)
Turgor kulit menurun 10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
Membrane mukosa kering *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 11. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Volume urine turun Indikator 1 2 3 4 5
Hematokrit meningkat Tekanan darah
Denyut nadi radial Manajemen Syok Hipovolemik (1.02050)
Minor
Merasa lemah Tekanan arteri rata-rata Observasi
Mengeluh haus Membrane mukosa 12. Monitor ststus kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
Pengisian vena menurun Mata cekung napas, TD, MAP)
Status mental berubah Turgor kulit 13. Monitor status oksigenasi
Suhu tubuh meningkat Berat badan 14. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
Konsentrasi urin meningkat Terapeutik
Berat badan turun tiba-tiba 15. Pertahankan jalan napas paten
Tanggal : 16. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Jam :
17. Pasang jalur IV berukuran besar
Perawat Pelaksana
18. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid1-2L pada dewasa
(………………………………) 20. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20mL/kgBB pada anak
3. Risiko Infeksi
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0142 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Infeksi) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Pencegahan Infeksi(I.14539)
Definisi Observasi
Tingkat Infeksi (L.14137) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat Terapeutik
Indikator 1 2 3 4 5 2. Batasi jumlah pengunjung
Kebersihan tangan 3. Berikan perawatan klit pada area edema
Factor Risiko Kebersihan badan
Penyakt kronis (diabetes melitus) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
Nafsu makan
Efek prosedur invasif pasien
Tanggal : *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5=menurun 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Jam : Indikator 1 2 3 4 5 Edukasi
Perawat Pelaksana Demam 6. Jelaskan tanda dan gejaa infeksi
Kemerahan 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
(………………………………) Nyeri 8. Ajarkan cara mmeriksa kondisi luka atau luka operasi
Bengkak
Vesikel
Cairan berbau busuk
Sputum berwarna hijau
Drainase purulen
Periode menggigil
Letargi

*1=memburuk; 2=cukup memburuk; 3=sedang; 4=cukup membaik; 5=membaik


Indikator 1 2 3 4 5
Kadar sel darah putih
Kultur darah
Kultur urine
Kultur sputum
Kultur area luka
Kultur feses
DAFTAR PUSTAKA

Hand Out B. Niluh Putu. Askep Sepsis Neonatorum. 1999. Akper Malang

Staf Penganjar Ilmu Kesehatan Anak Fkui “Ilmu Kesehatan Anak”. Jakara : Info
Medica. Jakarta. 1985
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
HIPOGLIKEMIA
A. Pengertian Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan keadaan kadar glukosa dalam darah yang rendah.
Normalnya kadar glukosa darah pada bayi adalah >45 mg/dL. Sedangkan pada
dewasa adalah <200 mg/dL. Hipoglikemia neonatus adalah keadaan kadar
glukosa darah yang rendah setelah lahir.
B. Manifestasi Hipoglikemia
Manifestasi klinis dari hipoglikemia yaitu pertama meliputi gejala yang
berkaitan dengan aktivasi sistem saraf autonom dan pelepasan epinefrin yang
disertai dengan penurunan kadar glukosa. Kedua meliputi gejala yang disebabkan
karena penurunan penggunaan glukosa otak yang disertai dengan hipoglikemia
yang lama. Pada neonatus biasanya gejala disertai sianosis, apnea, hipotermia,
hipotonia dan kejang-kejang.
C. Klasifikasi Hipoglikemia
Berdasarkan umur hipoglikemia dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Hipoglikemia transien pada neonatus atau bayi, terdiri dari beberapa jenis,
yaitu:
a. Transisi dini neonatus (early transitional neonatal) terjadi pada ukuran
bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem
produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.
b. Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal): terjadi jika
bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan
lemak dan glikogen.
c. Sekunder (Scondary): sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga
terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan
glikogen.
d. Berulang (Recurrent): disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau
metabolisme insulin terganggu.
2. Hipoglikemia pada masa kanak
Berdasarkan pada proses patofisiologi, hipoglikemi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Defek keberadaan glukosa plasma (produksi glukosa kurang)
2. Peningkatan pemakaian glukosa plasma. Kelainan yang dapat menyebabkan
pemakaian glukosa berlebihan yaitu:
a. Hiperinsulinemia
Hiperinsulinemia dapat menyebabkan pemakaian glukosa secara
berlebihan akibat rangsangan dari pengambilan glukosa oleh otot. Pada
bayi, keadaan ini terjadi karena defek genetik yang dapat menyebabkan
aktivasi reseptor sulfonylurea akibat dari sekresi insulin yang menetap.
Bayi yang lahir dari ibu penderita diabetes memiliki kadar insulin yang
tinggi setelah lahir karena tingginya paparan glukosa in utero yang
diakibatkan kurangnya kontrol kadar glukosa selama kehamilannya.
Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia pada bayi.
b. Defek pada pelepasan glukosa (siklus krebs)
Kelainan ini jarang terjadi. Biasanya apabila terjadi akibat proses
pembentukan ATP dari oksidasi glukosa yang terganggu.
c. Defek pada produksi energi alternatif
Kelainan ini dapat mengganggu penggunaan lemak sebagai energi,
sehingga tubuh sangat tergantung pada glukosa.
d. Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik termasuk hipertiroid.
D. Etiologi Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti penurunan
jumlah glukosa dalam aliran darah, berkurangnya penyimpanan glukosa,
habisnya simpanan glikogen (gula yang disimpan di hati), terhambatnya
penggunaan glukosa oleh tubuh.
Pada bayi baru lahir kondisi yang menyebabkan hipoglikemia adalah nutrisi
ibu yang inadekuat, kelebihan insulin yang diproduksi pada bayi dari ibu,
penyakit hemolitik parah pada bayi baru lahir (Hemolytic Disease of Newborn/
HDN), defek kongenital, asfiksia lahir dan penyakit hati.
Bayi dengan faktor risiko hipoglikemia diantaranya, bayi dengan berat lahir
rendah 49% dan pemberian makan inadekuat 35% sedangkan faktor risiko lain
adalah usia prematuritas, makrosomia, asfiksia, ibu dengan preeklamsia dan
eklampsia, hipotermia, oligohidramnion, ibu dengan diabetes mellitus (Diabetes
Gestasional), Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terlambat yaitu > 2 jam setelah
kelahiran.
Pada bayi yang di lahirkan dari ibu DM memiliki risiko tinggi mengalami
hipoglikemia karena terjadinya hiperinsulinemia yang menyebabkan glukosa
darah bayi banyak yang dibawa ke jaringan oleh insulin sehingga kadar
glukosa dalam darah berkurang. Bayi dari ibu yang mengalami preeklampsia dan
eklampsia mengalami hipoglikemia karena terjadi plasentasi yang buruk
sehingga aliran darah yang masuk berkurang mengakibatkan penurunan jumlah
nutrisi dan oksigen yang turun termasuk kadar glukosa. Ibu dengan
oligohidramnion akan menyebabkan bayi mengalami asfiksia lalu tubuh bayi
mengalami peningkatan glikogenolisis yang sehingga cadangan glikogen
menurun sehingga tidak ada glikogen yang akan diubah menjadi glukosa.
Faktor lain nya yaitu bayi dengan hipotermia (<36,5 °C) yang membutuhkan
energi yang banyak untuk menghasilkan panas tubuh lalu tubuh bayi melakukan
glikolisis yang berlebihan sehingga kadar glukosa bayi berkurang (hipoglikemia).
Faktor berikutnya yaitu Hemolytic Disease of Newborn (HDN) merupakan
inkompabilitas antara Rh dan kelompok ABO darah ibu dan bayi, inkompabilitas
Rh terjadi paling banyak. Antibodi ibu yang menghancurkan sel-sel darah merah
bayi secara tidak langsung menurunkan jumlah kadar glukosa dalam darah yang
dimiliki oleh bayi. Faktor defek kongenital pada bayi menyebabkan salah satunya
gangguan metabolik sehingga metabolisme glukosa juga akan terganggu.
Faktor risiko selanjutnya adalah kelainan fungsi hati, di hati terjadi proses
yang disebut glikogenolisis yaitu merubah glikogen menjadi glukosa darah, pada
bayi yang memiliki kelainan fungsi hati tidak dapat melakukan proses ini dan
menimbulkan kadar glukosa darah yang menurun. Bayi mengalami prematuritas
juga berrisiko mengalami hipoglikemia karena fungsi organ-organ tubuh bayi
tersebut yang belum maksimal. Penyimpanan glikogen hepatik jumlahnya akan
terbatas sehingga bayi memiliki suplai persediaan glikogen yang belum adekuat
untuk diubah menjadi glukosa darah.
E. Patofisiologi Hipoglikemi
F. Pemeriksaan Hipoglikemia
Pemeriksaan penunjang yang disertai gejala klinis penting untuk menentukan
diagnosa hipoglikemia. Kadar glukosa darah dapat diukur dengan menggunakan
glukometer. Bayi yang memiliki resiko harus dilakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah.
Pemeriksaan glukosa darah penting dilakukan secara berkala hingga bayi dapat
meminum ASI secara peroral dan tidak memakai infus selama 24 jam. Bayi dengan
hipoglikemia membutuhkan infus glukosa selama 5 hari lebih untuk dilakukan
evaluasi penyebabnya. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
serum terhadap kadar insulin, kortisol, hormon pertumbuhan, elektrolit darah, tes faal
hati dan pemeriksaan formal gula darah puasa (OGTT).
G. Penatalaksanaan Hipoglikemia
1. Medikamentosa
Pada neonatus, hipoglikemia yang terjadi pada aterm asimptomatik, dapat
diberikan larutan glukosa atau susu formula, bila memungkinkan dapat diberikan
ASI. Pengobatan akut neonatus meliputi pemberian intravena 2 mL/kg disertai
dengan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit, menyesuaikan kecepatan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar menjadi normal. Tatalaksana
hipoglikemia pada neonatus adalah :
a. Memantau kadar glukosa darah
Pada semua neonatus beresiko tinggi: pada saat lahir, 30 menit kemudian
setelah lahir, setiap 2-4 jam selama 48 jam sampai pemberian minum
berjalan baik dan kadar glukosa menjadi normal.
H. Pencegahan Hipoglikemia
1. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah seperti hipotermia.
2. Apabila bayi tidak memungkinkan untuk menyusui maka dengan pemberian
minum menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir.
3. Neonatus dengan resiko tinggi dipantau kadar glukosa serta asupannya dan
dilakukan tiga kali pengukuran hasilnya normal sebelum pemberian minum
diatas 45mg/dL.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
HIPOGLIKEMIA
A. Pengkajian Keperawatan
Fokus Pengkajian: Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama: sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering
hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain
sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.
2. Riwayat: ANC, perinatal, postnatal, imunisasi, diabetes melitus pada orang tua,
pemakaian parenteral nutrition, sepsis, enteral feeding, pemakaian Corticosteroid
therapy, ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika, kanker.
3. Data Subyektif: sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas, keluarga
mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin, rasa lapar (bayi sering nangis),
nyeri kepala, sering menguap, irritable.
4. Data obyektif: parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
Hight pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler,
keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma, plasma glukosa
< 50 gr/%.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah ; Hipoglikemia.
2. Risiko Infeksi.
3. Risiko ketidakseimbangan cairan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah ; Hipoglikemia.
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D0027 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Ketidakstabilan Kadar Glukosa Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipoglikemia (I.03115)
Darah;Hipoglikemia) Observasi
Kestabilan Kadar Glukosa Darah (L.03022) 1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
Definisi
Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
normal. Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Koordinasi 3. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
Penyebab Kesadaran
Penggunaan insulin atau obat glikemik oral 4. Berikan glucagon, jika perlu
Hiperinsulinemia (mis. insulinoma)
*1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun 5. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituitari) 6. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Indikator 1 2 3 4 5
Disfungsi hati
Mengantuk 7. Pertahankan akses IV, jika perlu
Disfungsi ginjal kronis
Efek agen farmakologis
Pusing 8. Hubungi layanan medis darurat, jika perlu
Tindakan pembedahan neoplasma Lelah/lesu Edukasi
Gangguan metabolic bawaan (mis. Gangguan Keluhan lapar 9. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
penyimpanan lisosomal, galaktosemia, gangguan Gemetar
10. Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
penyimpanan glikogen) Berkeringat
11. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
Gejala dan Tanda Mulut kering
Mayor Rasa haus 12. Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan diabetes tentang
Mengantuk Perilaku aneh penyesuaian program pengobatan
Puscing Kesulitan bicara 13. Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral, dan olahraga
Gangguan koordinasi 14. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia (mis. tanda dan gejala, faktor
Kadar glukosa dalam darah/urin rendah risiko, dan pengobatan hipoglikemia)
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Minor
Indikator 1 2 3 4 5 15. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah hipoglikemia (mis.
Gemetar
Kesadaran menurun
Kadar glukosa dalam darah Mengurangi insulin/agen oral dan/atau meningkatkan asupan
Perilaku aneh Kadar glukosa dalam urine makanan untuk olahraga)
Sulit bicara Palpitasi Kolaborasi
Berkeringat Perilaku 16. Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
Tanggal : Jumlah urine 17. Kolaborasi pemberian glukagon, jika perlu
Jam :
Perawat Pelaksana

(………………………………)
2. Risiko Infeksi.
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0142 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Infeksi) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Pencegahan Infeksi(I.14539)
Definisi Observasi
Tingkat Infeksi (L.14137) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat Terapeutik
Indikator 1 2 3 4 5 2. Batasi jumlah pengunjung
Kebersihan tangan 3. Berikan perawatan klit pada area edema
Factor Risiko Kebersihan badan
Penyakt kronis (diabetes melitus) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
Nafsu makan
Efek prosedur invasif lingkungan pasien
Tanggal : *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5=menurun 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Jam : Indikator 1 2 3 4 5 Edukasi
Perawat Pelaksana Demam 6. Jelaskan tanda dan gejaa infeksi
Kemerahan 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
(………………………………) Nyeri 8. Ajarkan cara mmeriksa kondisi luka atau luka operasi
Bengkak
Vesikel
Cairan berbau busuk
Sputum berwarna hijau
Drainase purulen
Periode menggigil
Letargi

*1=memburuk; 2=cukup memburuk; 3=sedang; 4=cukup membaik; 5=membaik


Indikator 1 2 3 4 5
Kadar sel darah putih
Kultur darah
Kultur urine
Kultur sputum
Kultur area luka
Kultur feses
3. Risiko ketidakseimbangan cairan.
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0036) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Ketidakseimbangan Cairan) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Cairan (I.03098)
Definisi Observasi
KESEIMBANGAN CAIRAN (L.03020) 1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau
percepatan perpindahan cairan dan intravaskuler, *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit,
interstisial atau intraseluler. Indikator 1 2 3 4 5 tekanan darah)
Asupan cairan 2. Monitor berat badab harian
Haluaran urin 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
Faktor Risiko Kelembabab membrane mukosa
Prosedur pembedahan mayor 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematocrit, Na,
Asupan makanan
Trauma/perdarahan K, Cl, berat jenis urin, BUN )
Luka bakar *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun 5. Monitor status hemodinamik (MAP, CVP, PAP, PCWP jika
Aferesis Indikator 1 2 3 4 5 tersedia)
Asites Edema Terapeutik
Dehidrasi 6. Catat intake output dan hitung balance cairan 24 jam
Obstruksi intestinal
Asites 7. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Peradangan pancreas konfusi
Penyakit ginjal dan kelenjar 8. Berikan cairan intravena, jika perlu
Disfungsi intestinal *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik Kolaborasi
Indikator 1 2 3 4 5 9. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
Tanggal : Tekanan darah
Jam : Denyut nadi radial
Perawat Pelaksana Tekanan arteri rata-rata
Membrane mukosa
Mata cekung
Turgor kulit
Berat badan
(………………………………)
BRONKITIS
1. DEFINISI
Bronkitis akut adalah penyakit infeksi saluran nafas akut (inflamasi
bronkus) yang biasanya terjadi pada bayi dan anak yang biasanya juga disertai
dengan trakeitis (Ngastiyah; 1997; 36).
Bronkitis biasa juga disebut dengan laringotrakeobronkitis akut atau croup
dan paling sering menyerang anak usia 3 tahun (Ngastiyah; 1997; 37).
2. ETIOLOGI
Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus,
Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan
coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang
menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma pneumoniae (Ngastiyah;
1997; 37).
Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh bakteri (staphylokokus,
streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae). Bronkitis dapat juga
disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Purnawan Junadi; 1982;
206).
Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik atau
kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah perubahan cuaca,
alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan terjadinya
bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).
3. PATHOFISIOLOGI
Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan hidung
“dropplet infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia
dengan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.

Alergen

Aktivasi IG.E

Peningkatan pelepasan
histamin

Edema mukosa sel goblet


memproduksi mukus

Infeksi sekunder oleh beberapa Virus/ bakteri memasuki tubuh


penyakit (bakterimia/ viremia)

Batuk kering, setelah 2-3 batuk


mulai berdahak dan timbul
lendir. Demam
Ketidakefektifan
bersihan jalan Mungkin dahak berwarna Hipertermia
nafas kuning (infeksi sekunder)
Malaise
Peningkatan frekwensi
pernafasan Nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Perubahan pola Penggunaan otot-otot bantu
nafas pernafasan.
Gangguan
keseimbangan
Nyeri pada retrosternal cairan

4. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda toksemi : Malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat
“Diaphoresis”, tachycardia, tachypnoe.
2. Tanda iritasi : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan produksi sekret, rasa sakit
dibawah sternum
3. Tanda obstruksi : sesak nafas, rasa mau muntah.
5. PROGNOSIS
Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik.
Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka
dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia
dewasa (Ngastiyah; 1997; 37).
6. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI
Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya
disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasanya
untuk mengatasi gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif,
roburantia). Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat
bronkospasme berikan bronkodilator.
Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok (bila
merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan intake nutrisi
yang adekuat.
Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi tidak ada perbaikan
maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotik boleh
diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan maka
perlu dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru
segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran pernafasan dan tuberculosis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BRONKITIS PADA ANAK
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat penyakit masa lalu
Faktor pencetus timbulnya bronkitis (infeksi saluran pernafasan atas,
adanya riwayat alergi, stress).
Frekwensi timbulnya wheezing, lama penggunaan obat-obat sebelumnya
(paling akhir), riwayat asthma, adanya faktor keturunan terhadap alergi.
2. Pemeriksaan fisik
Peningkatan usaha dan frekwensi pernafasan, penggunaan otot bantu
pernafasan (mungkin didapatkan adanya bentuk dada barrel/ tong), suara
nafas (rales, ronchi, wheezing), peningkatan tekanan darah dan denyut nadi,
menunjukkan tanda dari terjadinya “failure respiratory” seperti diaporesis,
kelelahan, penurunan kemampuan bereaksi “decreased responsiveness” dan
cyanosis. Turgor kulit, ubun-ubun besar.
Perubahan pada pemeriksaan gas darah, perubahan pada eosinopil (pada
hitung jenis darah), pemeriksaan pada foto thoraks.
3. Faktor pertumbuhan dan psikososial
Usia, seberapa jauh faktor pencetus mempengaruhi kehidupan sosial
penderita, tingkat pengetahuan keluarga dan klien terhadap regimen
pengobatan yang diberikan, mekanisme koping keluarga dan klien,
kebiasaan yang dikaitkan dengan kenyamanan klien (waktu tidur, waktu
istirahat dan benda kesayangan). Pengalaman dirawat di rumah sakit
sebelumnya, kerabat keluarga dengan riwayat asthma.
4. Pengetahuan klien dan keluarga
Pengetahuan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara
kerja, frekwensi, efek samping dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis).
Pengobatan non farmakologis “non medicinal intervenstions” seperti
olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan
(jika diketahui penyebab alergi), support sistem, kemauan dan tingkat
pengetahuan keluarga.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
2. Pola Nafas Tidak Efektif
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
(D.0001) Observasi
Bersihan Jalan Nafas (L.01001) 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Definisi 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
*1=menurun, 2=cukup menurun, 3=sedang, 4=cukup meningkat, 5=meningkat
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan kering)
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. Indikator 1 2 3 4 5
Batuk efektif 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Penyebab Terapeutik
Fisiologis *1=meningkat, 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
Spasme jalan nafas Indikator 1 2 3 4 5 thrust jika curiga trauma servikal)
Hipersekresi jalan nafas Produksi sputum 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
Disfungsi neuromuskuler Mengi 6. Berikan minum hangat
Benda asing dalam jalan nafas Wheezing 7. Lakukan fisioterapi dada
Adanya jalan nafas buatan Mekonium (pada neonates) 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Sekresi yang tertahan Dispnea 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Hiperplasi dinding jalan nafas Orthopnea 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Proses infeksi Sulit bicara 11. Berikan oksigen, jika perlu
Respon alergi Sianosis Edukasi
Efek agen farmakologis (mis. Anastesi) Gelisah 12. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Situasional 13. Ajarkan Teknik batuk efektif
Merokok aktif Kolaborasi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Merokok pasif 14. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Indikator 1 2 3 4 5
Terpajan polutan
Frekuensi nafas
Gejala dan Tanda Pola nafas Latihan Batuk Efektif (I.0006)
Mayor Observasi
Batuk tidak efektif 15. Identifikasi kemampuan batuk
Tidak mampu batuk 16. Monitor adanya retensi sputum, tanda gejala infeksi saluran nafas
Sputum berlebih 17. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Mengi, whewzing dan ronki kering Terapeutik
Mekonium dijalan nafas (pada neonates) 18. Atur posisi semi fowler
Minor 19. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Dispnea 20. Buang secret pada tempat sputum
Sulit bicara Edukasi
Ortopnea 21. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Gelisah 22. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
Sianosis 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan)
Bunyi nafas menurun selama 8 detik
Frekuensi nafas berubah 23. Anjurkan mengulang tarik nafas dalam hingga 3 kali
Pola nafas berubah 24. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang
Tanggal : ketiga
Jam : Kolaborasi
Perawat Pelaksana 25. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

(………………………………)
2. Pola Nafas Tidak Efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :......................
Definisi Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Pola Nafas (L.01004) Observasi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 26. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Indikator 1 2 3 4 5 27. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Penyebab
Ventilasi semenit kering)
Fisiologis
Kapasitas vital 28. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Depresi pusat pernafasan
Diameter thoraks anterior-posterior Terapeutik
Hambatan upaya nafas (mis. nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernafasan Tekanan ekspirasi 29. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
Tekanan inspirasi thrust jika curiga trauma servikal)
Deformitas dinding dada
30. Posisikan semi-fowler atau fowler
Gangguan neuromuscular
31. Berikan minum hangat
Gangguan neurologis (mis. EEG positif, cedera *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun
kepala, gangguan kejang) 32. Lakukan fisioterapi dada
Indikator 1 2 3 4 5
Imaturitas neurologis 33. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Dispnea
Penurunan energi 34. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Penggunaan otot bantu nafas
Obesitas 35. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Pemanjangan fase ekspirasi
Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru 36. Berikan oksigen, jika perlu
Ortopnea
Sindrom hipoventilasi Edukasi
Pernafasan pursed-tip
Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 37. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Pernafasan cuping hidung
ke atas) 38. Ajarkan Teknik batuk efektif
Cedera pada medula spinalis Kolaborasi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 39. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Efek agen farmakologis Indikator 1 2 3 4 5
Kecemasan Frekuensi nafas
Gejala dan Tanda Kedalaman nafas Pemantauan Respirasi (I.01014)
Mayor Ekskursi dada Observasi
Batuk tidak efektif 40.Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas dan saturasi
Tidak mampu batuk oksigen
Sputum berlebih 41.Monitor pola nafas (seperti, bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Mengi, whewzing dan ronki kering kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Mekonium dijalan nafas (pada neonates)
42.Monitor batuk efektif, produksi sputum, dan adanya sumbatan
Minor
Gelisah jalan nafas
Sianosis 43.Monitor hasil x-ray toraks, nilai AGD
Bunyi nafas menurun 44.Auskultasi bunyi nafas
Frekuensi nafas berubah 45.Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Pola nafas berubah 46.Monitor saturasi oksigen
Tanggal : Terapeutik
Jam : 47.Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Perawat Pelaksana 48.Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
49.Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(………………………………) 50.Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
DEMAM THYPOID
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari
limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh,
Hariyono, dan dkk. 2001).
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,
S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997) .
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke
makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak
sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara
yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran
(sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003).
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama
masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto,
2002).
D. PATHWAY

Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin


usus halus

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan


perforasi Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

(Suriadi & Rita Y, 2001)

E. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak
lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih,
terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu
pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya
seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta
suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa
demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa
disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak
kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih
kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan
gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi
bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis:
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh
Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
 Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
 Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela
bakteri
 Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai
bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001).
G. TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat
diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2
minggu.
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc,
diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
6. Golongan Fluorokuinolon.
 Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
 Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah
terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain
kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).
H. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2
penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah
serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2
penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain
Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis
septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih
sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DEMAM TIPOID
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan
asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan
pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan klien
dan kekuatan masalah-masalah yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010).
Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:
1. Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
2. Keluhan utama
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi).
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris
remiten, dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur baik setiap harinya biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien
terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ke tiga, suhu beragsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ke tiga. Umumnya kesadaran pasien
menurun walaupun tidak berada dalam kedaaan yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia
dan epitaksis pada anak besar.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan
warna rambut.
b. Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
c. Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil
mengecil ketika terkena sinar.
d. Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering, dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung
dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor.
e. Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
f. Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
g. Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
h. Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
i. Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama
demam).
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
b. Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
c. Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan
dalam urine dan feses.
d. Pemeriksaan widal Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau
lebih menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam Susianingrum,
Rekawati Utami, Sri, 2008).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia.
2. Nyeri akut
3. Defisit nutrisi
4. Konstipasi
5. Resiko kekurangan volume cairan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Hipertermia
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0130 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Hipertermia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipertermia (1.15506)
Definisi Observasi
Termoregulasi (L.14134) 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat penggunaan incubator)
Penyebab 2. Monitor suhu tubuh
Indikator 1 2 3 4 5
Dehidrasi 3. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin
Menggigil
Terpapar lingkungan panas 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Kulit merah
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) Terapeutik
Kejang
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Akrosianosis
Peningkatan laju metabolisme 6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat berlebih)
Konsumsi oksigen
Respon trauma 7. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada
Piloereksi
Aktivitas berlebihan dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Vasokontriksi perifer
Penggunaan inkubator 8. Berikan oksigen, jika perlu
Kutis memorata
Gejala dan Tanda Pucat Edukasi
Mayor Takikardia 9. Anjurkan tirah baring
Suhu tubuh diatas nilai normal Takipnea Kolaborasi
Minor Bradikardi 10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Kulit merah Dasar kuku sianotik Regulasi Temperatur (1.14578)
Kejang Hipoksia Observasi
Takikardi 11. Monitor suhu tiap 2 jam sampai stabil (36,5oC – 37,5oC)
Takipnea 12. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Kulit terasa hangat 13. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : Terapeutik
Jam : Suhu tubuh
Suhu kulit 14. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Perawat Pelaksana Kadar glukosa darah 15. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan polyethylene,
polyurethane)
Pengisian kapiler
16. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian warmer
Ventilasi
17. Atur suhu incubator dan pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk
(………………………………) Tekanan darah
mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
18. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetherzation untuk menurunkan suhu tubuh
19. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
20. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
21. Demonstrasikan Teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik, jika perlu.
2. Nyeri akut
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0077 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Nyeri Akut) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Nyeri(I.08238)
Definisi Observasi
Tingkat Nyeri (L.08066) 1. Identifikasikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Pengalaman sensorik atau emosionalyang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat intensitas nyeri
mendadak atau lambatdan berintensitas ringan hingga berat Indikator 1 2 3 4 5 2. Identifikasi skala nyeri
yang berlangsung kurang dari tiga bulan. Kemampuan menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
Penyebab Terapeutik
Agen pencedera fisiologis(mis, inflamasi, iskemia, 4. Kontrol lingkukngan yang memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu
*1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5=menurun
neoplasma) ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Indikator 1 2 3 4 5
Agen pencedera biologi(mis, terbakar, bahan kimia
Keluhan nyeri 5. Fasilitasi istirahat dan tidur
iritan)
Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi,
Meringis Edukasi
Sikap protektif 6. Jelaskan penyebab , periode, dan pemicu nyeri
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebih) Gelisah 7. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kesulitan tidur
Gejala dan Tanda 8. Ajarkan teknik nonfarmakoogis untuk mengurangi rasa nyeri
Diaforesis
Mayor Anoreksia
Kolaborasi
Tampak meringis Ketegangan otot 9. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
Frekuensi nadi meningkat Pupil dilatasi
Sulit tidur Mual
Minor
Pemberian Analgesik (I.08243)
Muntah Observasi
Tekanan darah meningkat
Pola napas berubah 10. Identifikasi karakteristik nyeri(mis. Pencetus, pereda, kualitas,
Nafsu makan berubah *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik lokasi, intensitas, frekuensi dan durasi)
Diaforesis Indikator 1 2 3 4 5 11. Identifikasi riwayat alergi obat
Tanggal : Frekuensi nadi
12. Identifikasi kesesuaian jeis analgesik(mis. Narkotika, non-
Jam : Pola napas
Tekanan darah
narkotika, atau NSAIO) dengn tingkat keparahan nyeri
Perawat Pelaksana 13. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemerian analgesik
Fungsi berkemih
Pola tidur 14. Monitor efektifits analgesik
Nafsu makan Terapeutik
(………………………………) Fokus 15. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
yang optimal,jika perlu
16. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
17. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
Edukasi
18. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, jika perlu
3. Defisit nutrisi
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0019 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Nutrisi (1.03119)
Definisi Observasi
Status Nutrisi (L.03030) 1. Identifikasi status nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Penyebab Indikator 1 2 3 4 5 3. Identifikasi makanan yang disukai
Ketidakmampuan menelan makanan Porsi makanan yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Kekuatan otot pengunyah
Ketidakmampuan mencerna makanan 5. Identifikasi perlunya pengunaan selang nasogastric
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien Kekuatan otot menelan
Serum albumin
6. Monitor asupan makanan
Peningkatan kebutuhan metabolisme 7. Monitor hasil pemeriksaan berat badan
Faktor ekonomi(mis. Finansial tidak mencukupi) Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan
nutrisi Terapeutik
Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk
makan) Pengetahuan tentang pilihan makanan yang 8. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
sehat 9. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Gejala dan Tanda Pengetahuan tentang pilihan minuman yang 10. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Mayor sahat
Berat badan menurun min. 10% di bawah rentang 11. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastric jika asupan
Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi
ideal oral dapat ditoleransi
yang tepat
Minor Penyiapan dari penyiapan makanan yang aman Edukasi
Cepat kenyang setelah makan Penyiapan dan penyimpanan minuman yang 12. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kram/nyeri abdomen aman Kolaborasi
Nafsu makan menurun Sikap terhadap makanan/minuman sesuai 13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jmlah kalori dan
Bising usus hiperaktif dengan tujuan kesehatan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Otot pengunyah lemah
Otok menelan lemah
*1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
Membrane mukosa pucat Promosi Berat Badan (1.03136)
Indikator 1 2 3 4 5
Sariawan Perasaan cepat kenyang Observasi
Serum albumin turun Nyeri abdomen 14. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
Rambut rontok berlebihan Sariawan 15. Monitor adanya mual dan muntah
Diare Rambut rontok 16. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Tanggal : Diare Terapeutik
Jam :
17. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Perawat Pelaksana
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 18. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
Indikator 1 2 3 4 5 19. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang
Berat badan dicapai
(………………………………) Indeks Massa Tubuh (IMT) Edukasi
Frekuensi makan
20. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
Nafsu makan
Bising usus 21. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
Tebal lipatan kulit trisep
Membrane mukosa
4. Konstipasi
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0049) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Konstipasi) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Konstipasi (I.04155)
Definisi Observasi
Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses
ELIMINASI FEKAL (L.04033) 1. Periksa tanda dan gejala konstipasi
sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk,
Penyebab Indikator 1 2 3 4 5 volume, warna)
Fisiologis Kontrol pengeluaran feses 3. Identifikasi faktor resiko konstipasi (mis. obat-obatan, tirah baring,
Penurunan motilitas gastrointestinal dan diet rendah serat)
Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun 4. Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau peritonitis
Ketidakcukupan diet Indikator 1 2 3 4 5
Ketidakcukupan asupan serat Terapeutik
Keluhan defekasi lama dan sulit
Ketidakcukupan asupan cairan 5. Anjurkan diit tinggi serat
Mengejan saat defekasi
Aganglionik (mis. penyakit Hircsprung)
Distensi abdomen
6. Lakukan masase abdomen, jika perlu
Kelemahan otot abdomen 7. Berikan enema stau irigasi, jika perlu
Psikologis Teraba massa pada rektal
Urgency Edukasi
Konfusi
Depresi Nyeri abdomen 8. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
Gangguan emosional Kram abdomen 9. Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
Situasional 10. Latih buang air besar secara teratur
Perubahan kebiasaan makan (mis. jenis makanan, *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 11. Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
jadwal makan) Indikator 1 2 3 4 5 Kolaborasi
Ketidakadekuatan toileting Konsistensi feses
Aktivitas harian kurang dari yang dianjurkan 12. Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan
Frekuensi Defekasi frekuensi suara usus
Efek agen farmakologis
Peristaltik usus
Ketidakteraturan kebiasaan defekasi 13. Kolaborasi pemberian obat pencahar, jika perlu
Kebiasaan menahan dorongan defekasi
Perubahan lingkungan
Gejala dan Tanda
Mayor
Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
Pengeluaran feses lama dan sulit
Feses keras
Peristaltik usus menurun
Minor
Mengejan saat defekasi
Distensi abdomen
Kelemahan umum
Teraba massa pada rektal
Tanggal :
Jam :
Perawat Pelaksana

(………………………………)
5. Risiko ketidakseimbangan cairan.
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0036) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Ketidakseimbangan Cairan) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Cairan (I.03098)
Definisi Observasi
KESEIMBANGAN CAIRAN (L.03020) 1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,
Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau
percepatan perpindahan cairan dan intravaskuler, *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
interstisial atau intraseluler. Indikator 1 2 3 4 5 2. Monitor berat badab harian
Asupan cairan 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
Haluaran urin 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematocrit, Na, K,
Faktor Risiko Kelembabab membrane mukosa
Prosedur pembedahan mayor Cl, berat jenis urin, BUN )
Asupan makanan
Trauma/perdarahan 5. Monitor status hemodinamik (MAP, CVP, PAP, PCWP jika
Luka bakar *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun tersedia)
Aferesis Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Asites Edema 6. Catat intake output dan hitung balance cairan 24 jam
Dehidrasi 7. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Obstruksi intestinal
Asites 8. Berikan cairan intravena, jika perlu
Peradangan pancreas Konfusi
Penyakit ginjal dan kelenjar Kolaborasi
Disfungsi intestinal *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 9. Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : Tekanan darah
Jam : Denyut nadi radial
Perawat Pelaksana Tekanan arteri rata-rata
Membrane mukosa
Mata cekung
Turgor kulit
Berat badan
(………………………………)
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.


Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.

Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.

Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes
Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.

Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.

Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.

Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.

Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba


Medika. Jakarta. 2002.

Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada
Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan


Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
DIARE AKUT
1. DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair
/setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2
berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis
(Mansjoer,A.1999,501).
2. ETIOLOGI
1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran
dimasak kutang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
3. PATOFISIOLOGI/PATHWAYS
faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi
KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit


berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
 Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat,
HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
 Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
5. PENATALAKSANAAN DIARE
 Rehidrasi
1. Jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
a) Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti
orali, pedyalit setiap kali diare.
b) Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
Cairan I : RL dan NS
Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare
usia > 3 bulan.
2. Jalan pemberian
- Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
- Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
3. Jumlah Cairan tergantung pada :
- Defisit ( derajat dehidrasi)
- Kehilangan sesaat (concurrent less)
- Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
a) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat
badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
 BB (kg) x 50 cc
 BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
b) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt
 Terapi
 Obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari.
 Obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
 Antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
 Dietetik
1) Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau
susu
2) Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat
diberi elemen atau semi elemental formula.
 Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DIARE AKUT
A. PENGKAJIAN
1) Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2) Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3) Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5) Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8) Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
- Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg) PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
- Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
- Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
- Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
- Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
- Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson. Autonomy
vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler
dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam
puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua
untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over
protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan
merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu
yang dapat berkembang pada diri anak.
- Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri :
Umur 2-3 tahun :
berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan
(GK)
a. Meniru membuat garis lurus (GH)
b. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
c. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9) Pemeriksaan Fisik
Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
 Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
 Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
 Mata : cekung, kering, sangat cekung
 Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan bisa minum
 Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
 Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
 Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
 Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/
24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Defisit Nutrisi
2) Hipovolemia
3) Hipertermia
4) Risiko gangguan integritas kulit dan jaringan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Defisit Nutrisi
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0019 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Nutrisi (1.03119)
Definisi Observasi
Status Nutrisi (L.03030) 1. Identifikasi status nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Penyebab Indikator 1 2 3 4 5 3. Identifikasi makanan yang disukai
Ketidakmampuan menelan makanan Porsi makanan yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Kekuatan otot pengunyah
Ketidakmampuan mencerna makanan 5. Identifikasi perlunya pengunaan selang nasogastric
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien Kekuatan otot menelan
Serum albumin
6. Monitor asupan makanan
Peningkatan kebutuhan metabolisme 7. Monitor hasil pemeriksaan berat badan
Faktor ekonomi(mis. Finansial tidak mencukupi) Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat Terapeutik
Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk
makan) Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sahat 8. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang 9. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Gejala dan Tanda tepat 10. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Mayor Penyiapan dari penyiapan makanan yang aman
Berat badan menurun min. 10% di bawah rentang 11. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastric jika
Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman asupan oral dapat ditoleransi
ideal Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan
Minor tujuan kesehatan
Edukasi
Cepat kenyang setelah makan 12. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kram/nyeri abdomen Kolaborasi
Nafsu makan menurun *1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
Indikator 1 2 3 4 5 13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jmlah kalori dan
Bising usus hiperaktif jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Otot pengunyah lemah Perasaan cepat kenyang
Otok menelan lemah Nyeri abdomen
Membrane mukosa pucat Sariawan Promosi Berat Badan (1.03136)
Sariawan Rambut rontok Observasi
Serum albumin turun Diare
14. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
Rambut rontok berlebihan 15. Monitor adanya mual dan muntah
Diare *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
16. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Tanggal : Indikator 1 2 3 4 5
Berat badan Terapeutik
Jam :
Indeks Massa Tubuh (IMT) 17. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Perawat Pelaksana
Frekuensi makan 18. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
Nafsu makan 19. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang
Bising usus dicapai
(………………………………) Tebal lipatan kulit trisep Edukasi
Membrane mukosa 20. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
21. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
2. Hipovolemia
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0023 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipovolemia (1.03116)
Definisi Observasi
Keseimbangan Cairan (L.03020) 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau
intraselular. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
Penyebab Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Kehilangan cairan aktif Asupan cairan 3. Hitung kebutuhan cairan
Haluan urin
Kegagalan mekanisme regulasi 4. Berikan posisi modified Trendelenburg
Peningkatan permeabilitas kapiler Kelembaban membrane mukosa
Asupan makan
5. Berikan asupan cairan oral
Kekurangan intake cairan Edukasi
Evaporasi 6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
*1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
Gejala dan Tanda Indikator 1 2 3 4 5 7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Mayor Kolaborasi
Edema
Frekuensi nadi meningkat
Dehidrasi 8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
Nadi teraba lemah
Tekanan darah menurun
Asites 9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%,
Tekanan nadi menyempit
Konfusi NaCl 0,4%)
Turgor kulit menurun 10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
Membrane mukosa kering *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 11. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Volume urine turun Indikator 1 2 3 4 5
Hematokrit meningkat Tekanan darah
Denyut nadi radial Manajemen Syok Hipovolemik (1.02050)
Minor
Merasa lemah Tekanan arteri rata-rata Observasi
Mengeluh haus Membrane mukosa 12. Monitor ststus kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
Pengisian vena menurun Mata cekung frekuensi napas, TD, MAP)
Status mental berubah Turgor kulit 13. Monitor status oksigenasi
Suhu tubuh meningkat Berat badan 14. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
Konsentrasi urin meningkat Terapeutik
Berat badan turun tiba-tiba 15. Pertahankan jalan napas paten
Tanggal : 16. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Jam :
17. Pasang jalur IV berukuran besar
Perawat Pelaksana
18. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid1-2L pada dewasa
(………………………………) 20. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20mL/kgBB pada
anak
3. Hipertermia
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0130 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Hipertermia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipertermia (1.15506)
Definisi Observasi
Termoregulasi (L.14134) 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat penggunaan incubator)
Penyebab 2. Monitor suhu tubuh
Indikator 1 2 3 4 5
Dehidrasi 3. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin
Menggigil
Terpapar lingkungan panas 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Kulit merah
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) Terapeutik
Kejang
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Akrosianosis
Peningkatan laju metabolisme 6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat berlebih)
Konsumsi oksigen
Respon trauma 7. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada
Piloereksi
Aktivitas berlebihan dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Vasokontriksi perifer
Penggunaan inkubator 8. Berikan oksigen, jika perlu
Kutis memorata
Gejala dan Tanda Pucat Edukasi
Mayor Takikardia 9. Anjurkan tirah baring
Suhu tubuh diatas nilai normal Takipnea Kolaborasi
Minor Bradikardi 10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Kulit merah Dasar kuku sianotik Regulasi Temperatur (1.14578)
Kejang Hipoksia Observasi
Takikardi 11. Monitor suhu tiap 2 jam sampai stabil (36,5oC – 37,5oC)
Takipnea 12. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Kulit terasa hangat 13. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : Terapeutik
Jam : Suhu tubuh
Suhu kulit 14. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Perawat Pelaksana Kadar glukosa darah 15. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan polyethylene,
polyurethane)
Pengisian kapiler
16. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian warmer
Ventilasi
17. Atur suhu incubator dan pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk
(………………………………) Tekanan darah
mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
18. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetherzation untuk menurunkan suhu tubuh
19. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
20. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
21. Demonstrasikan Teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik, jika perlu.
4. Risiko gangguan integritas kulit dan jaringan.
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0139 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Kulit/jaringan) Observasi
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (perubahan
Definisi
*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat sirkulasi,perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu
Beresiko mengalami kerusakan kulit(dermis dan/atau Indikator 1 2 3 4 5 lingkungan ekstrem, penurunn mobilitas)
epidermis) atau jaringan(membran mukosa,kornea, Elastisitas Terapeutik
fasia,otot,tendon,tulang,kartilago,kapsul sendi dan/atau Hidrasi 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
ligamen) Perfusi jaringan
Edukasi
Factor Resiko
*1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5=menurun 3. Anjurkan minum air yang cukup
Perubahan sirkulasi
Neuropati perifer Indikator 1 2 3 4 5 4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Faktor mekanis(penekanan, gesekan) atau faktor Kerusakan jaringan 5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
elektris(elektrodiatermi,enegi listrik bertegangan Kerusakan lapisan kulit 6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
tinggi) Nyeri
Penekanan pada tonjolan tulang Perdarahan
Tanggal : Kemerahan
Jam : Hematoma
Perawat Pelaksana Pigmentasi abnormal
Jaringan parut
Nekrosis

(………………………………) *1=memburuk; 2=cukup memburuk; 3=sedang; 4=cukup membaik; 5=membaik


Indikator 1 2 3 4 5
Suhu kulit
Sensasi
Tektur
Pertumbuhan rambut
DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta

Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.


EGC. Jakarta.

Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.

Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
PNEUMONIA
A. Pengertian
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru ( Betz C,
2002 ). Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang
terjadi pada anak. (Suriadi Yuliani, 2001). Pneumonia adalah suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing (IKA, 2001). Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau
peradangan pada jaringan paru terutama alveoli atau parenkim yang sering
menyerang pada anak – anak.
B. Etiologi
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain
ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini. Sebenarnya
pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia sedang
timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan
timbulnya.
 Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah
steprokokus pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
 Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini
disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus yang merupakan sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
 Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung.
 Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada
pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
C. Manifestasi klinis
 Pneumonia bakteri
Gejala awal :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah

Berlanjut sampai :
- Demam
- Malaise
- Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 )
- Ekspirasi bebunyi
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lobar
 Pneumonia virus
Gejala awal :
- Batuk
- Rinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk
hebat dan lesu
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah
- Penurunan leukosit
 Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
- Demam
- Mengigil
- Sakit kepala
- Anoreksia
- Mialgia
Berkembang menjadi :
- Rinitis
- Sakit tenggorokan
- Batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
D. Patofisiologi
Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh
mikroorganisme patogen yaitu virus dan stapilococcus aurens, H. Influenza dan
streptococcus pneumoniae bakteri.
Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multipel lobus. Terjadinya
destruksi sel dengan menanggalkan debris celluler ke dalam lumen yang
mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
Pada anak kondisi ini dapat akut maupun kronik misal pad AIDS, Cystic
Fibrosis, aspirasi benda asing dan congenital yang dapat meningkatkan risiko
pneumonia.
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status
pulmoner.
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi.
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan adanya
anemia, infeksi dan proses inflamasi.
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba.
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan.
6. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial.
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas
dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti virus.
Pathway

Jamur, virus, bakteri, protozoa

Masuk alveoli

Eksudat dan serous


masuk alveoli Penumpukan cairan
melalui pembuluh dlm alveoli
darah
Peningkatan
suhu tubuh Gg pertukaran gas
SDM dan Lekosit
Gg PMN mengisi
fungsi alveoli
Keringat
otak berlebihan

Lekosit dan fibrin


mengalami konsolidasi
kejang Resti dalam paru
kekurangan
vol. cairan

Resti PMN Konsolidasi jaringan


injury meningkat paru

Sputum
mengental Kompliance paru turun

Bersihan
jalan nafas Gangguan pola nafas

F. Penatalaksanaan medis
 Pengobatan supportive bila virus pneumonia
 Bila kondisi berat harus dirawat
 Berikan oksigen, fisiotherapi dada dan cairan intravena
 Antibiotik sesuai dengan program
 Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PNEUMONIA
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Pasien
Nama/ Nama panggilan, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
rencana terapi.
b. Identitas Orang Tua/Penanggung Jawab
Nama ayah dan ibu atau penanggung jawab, usia, pendidikan, pekerjaan,
sumber penghasilan, agama, alamat.
c. Identitas Saudara Kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Alasan utama mengapa klien mencari pertolongan pada tenaga
professional.
b. Riwayat Keluhan Utama
Hal yang berhubungan dengan keluhan utama:
1) Munculnya keluhan
Tanggal munculnya keluhan, waktu munculnya keluhan (gradual/tiba-
tiba), presipitasi/predisposisi (perubahan emosional, kelelahan,
kehamilan, lingkungan, toksin/allergen, infeksi).
2) Karakteristik
Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi), loksai dan radiasi, timing
(terus menerus/intermiten, durasi setiap kalinya), hal-hal yang
meningkatkan/menghilangkan/mengurangi keluhan, gejalagejala lain
yang berhubungan.
3) Masalah sejak muncul keluhan
Perkembangannya membaik, memburuk, atau tidak berubah.
4) Keluhan pada saat pengkajian
c. Riwayat Masa Lampau (khusus untuk anak usia 0-5 tahun)
1) Prenatal Care
Tempat pemeriksaan kehamilan tiap minggu, keluhan saat hamil,
riwayat terkena radiasi, riwayat berat badan selama hamil, riwayat
imunisasi TT, golongan darah ayah dan ibu.
2) Natal
Tempat melahirkan, jenis persalinan, penolong persalinan, komplikasi
yang dialami saat melahirkan dan setelah melahirkan.
3) Post Natal
Kondisi bayi, APGAR, Berat badan lahir, Panjang badan lahir,
anomaly kongenital, penyakit yang pernah dialami, riwayat
kecelakaan, riwayat konsumsi obat dan menggunakan zat kimia yang
berbahaya, perkembangan anak dibanding saudarasaudaranya.
d. Riwayat Keluarga
Penyakit yang pernah atau sedang diderita oleh keluarga (baik
berhubungan/tidak berhubungan dengan penyakit yang diderita klien),
gambar genogram dengan ketentuan yang berlaku (symbol dan 3
generasi).
3. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi (imunisasi yang pernah didapat, usia dan reaksi waktu
imunisasi).
4. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan Fisik : Berat badan, tinggi badan, waktu tumbuh gigi, jumlah
gigi, pengukuran lingkar lengan atas, pengukuran lingkar kepala.
b. Perkembangan Tiap Tahap : Usia anak saat berguling, duduk, merangkak,
berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain pertama kali, bicara pertama
kali, kalimat pertama yang disebutkan dan umur mulai berpakaian tanpa
bantuan.
5. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
b. Pemberian Susu Formula : Alasan pemberian, jumlah pemberian dan cara
pemberian.
c. Pola Perubahan Nutrisi
6. Riwayat Psikososial
a. Yang mengasuh anak dan alasannya
b. Pembawaan anak secara umum (periang, pemalu, pendiam, dan kebiasaan
menghisap jari, membawa gombal, ngompol)
c. Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman, keselamatan anak,
ventilasi, letak barang-barang)

7. Riwayat Spiritual
a. Support sistem dalam keluarga
b. Kegiatan keagamaan
8. Reaksi Hospitalisasi
a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap : Alasan ibu membawa
klien ke RS, apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak, perasaan
orang tua saat ini, orang tua selalu berkunjung ke RS, yang akan tinggal di
RS dengan anak.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
9. Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi : Selera makan anak sebelum sakit dan saat sakit.
b. Cairan : Jenis minuman sebelum sakit dan saat sakit, frekuensi minum,
kebutuhan cairan dan cara pemenuhan sebelum sakit serta saat sakit.
c. Pola eliminasi : Tempat pembuangan sebelum sakit dan saat sakit,
frekuensi, konsistensi, kesulitan dan obat pencahar yang diberikan sebelum
sakit serta saat sakit.
d. Pola istirahat tidur : Jam tidur anak saat siang dan malam, pola tidur,
kebiasaan sebelum tidur, kesulitan tidur sebelum sakit dan saat sakit.
e. Olahraga : Program olahraga, jenis dan frekuensi, kondisi setelah keluarga
sebelum sakit dan saat sakit.
f. Personal hygiene : Mandi (meliputi cara, frekuensi, dan alat mandi), cuci
rambut (Frekuensi dan cara), gunting kuku (Frekuensi dan cara), gosok
gigi (frekuensi dan cara).
g. Aktifitas mobilitas fisik : Kegiatan sehari-hari, pengaturan jadwal harian,
penggunaan alat bantu aktivitas, serta kesulitan pergerakan tubuh ssebelum
sakit dan saat sakit.
h. Rekreasi : Perasaan saat sekolah, waktu luang, perasaan setelah rekreasi,
waktu senggang keluarga dan kegiatan hari libur sebelum sakit dan saat
sakit.
10. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Kesadaran, postur tubuh
b. Tanda – tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan
c. Ukuran anthropometric : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
d. Kepala : Kebersihan, warna rambut, benjolan dan tekstur rambut
e. Muka : Bentuk muka, ekspresi wajah dan kelainan
f. Mata : Penglihatan, konjungtiva, sclera, kelainan mata
g. Hidung : Kebersihan, kelainan
h. Telinga : Fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
i. Mulut : Gigi, gusi, lidah dan bibir
j. Tenggorokan : Warna mukosa, nyeri tekan dan nyeri menelan
k. Leher : Inspeksi dan palpasi kelenjar thyroid
l. Thorax dan pernapasan : Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (dada)
m. Jantung : Palpasi, perkusi, dan auskultasi (jantung)
n. Abdomen : Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
o. Punggung : Ada/tidak kelainan
p. Genetalia dan anus : Kebersihan, terpasang kateter/tidak, kelainan
q. Ekstremitas : Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
r. Kulit : Kebersihan kulit, turgor kulit, lesi, kelainan
s. Status neurologi : Saraf-saraf kranial dan tanda perangsangan selaput otak
11. Tes Diagnostik
a. Laboratorium
b. Foto Rontgen

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
4. Hipertermia
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Definisi Observasi
Bersihan Jalan Nafas (L.01001) 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan
*1=menurun, 2=cukup menurun, 3=sedang, 4=cukup meningkat, 5=meningkat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
Indikator 1 2 3 4 5 kering)
Penyebab 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Fisiologis Batuk efektif
Terapeutik
Spasme jalan nafas 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
*1=meningkat, 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun
Hipersekresi jalan nafas jika curiga trauma servikal)
Indikator 1 2 3 4 5
Disfungsi neuromuskuler 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
Produksi sputum
Benda asing dalam jalan nafas 6. Berikan minum hangat
Mengi
Adanya jalan nafas buatan 7. Lakukan fisioterapi dada
Wheezing
Sekresi yang tertahan 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Mekonium (pada neonates)
Hiperplasi dinding jalan nafas 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Dispnea
Proses infeksi 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Orthopnea
Respon alergi 11. Berikan oksigen, jika perlu
Sulit bicara
Efek agen farmakologis (mis. Anastesi) Edukasi
Sianosis
Situasional 12. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Gelisah
Merokok aktif 13. Ajarkan Teknik batuk efektif
Merokok pasif Kolaborasi
Terpajan polutan *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
14. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Indikator 1 2 3 4 5
Gejala dan Tanda Frekuensi nafas
Mayor Pola nafas Latihan Batuk Efektif (I.0006)
Batuk tidak efektif
Observasi
Tidak mampu batuk
15. Identifikasi kemampuan batuk
Sputum berlebih
16. Monitor adanya retensi sputum, tanda gejala infeksi saluran nafas
Mengi, whewzing dan ronki kering
17. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Mekonium dijalan nafas (pada neonates)
Terapeutik
Minor
18. Atur posisi semi fowler
Dispnea
19. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Sulit bicara
20. Buang secret pada tempat sputum
Ortopnea
Edukasi
Gelisah
21. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Sianosis
22. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
Bunyi nafas menurun detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan)
Frekuensi nafas berubah selama 8 detik
Pola nafas berubah 23. Anjurkan mengulang tarik nafas dalam hingga 3 kali
Tanggal : 24. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ketiga
Jam : Kolaborasi
Perawat Pelaksana 25. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

(………………………………)
2. Pola nafas tidak efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Definisi Observasi
Pola Nafas (L.01004) 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
adekuat.
Indikator 1 2 3 4 5 kering)
Penyebab 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Fisiologis Ventilasi semenit
Kapasitas vital Terapeutik
Depresi pusat pernafasan 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
Hambatan upaya nafas (mis. nyeri saat bernafas, Diameter thoraks anterior-posterior
Tekanan ekspirasi jika curiga trauma servikal)
kelemahan otot pernafasan 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
Deformitas dinding dada Tekanan inspirasi
6. Berikan minum hangat
Gangguan neuromuscular 7. Lakukan fisioterapi dada
Gangguan neurologis (mis. EEG positif, cedera *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
kepala, gangguan kejang) Indikator 1 2 3 4 5 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Imaturitas neurologis Dispnea 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Penurunan energi Penggunaan otot bantu nafas 11. Berikan oksigen, jika perlu
Obesitas Pemanjangan fase ekspirasi Edukasi
Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru Ortopnea 12. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Sindrom hipoventilasi Pernafasan pursed-tip 13. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 Pernafasan cuping hidung Kolaborasi
ke atas)
14. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Cedera pada medula spinalis *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Efek agen farmakologis Indikator 1 2 3 4 5
Kecemasan Frekuensi nafas Pemantauan Respirasi (I.01014)
Gejala dan Tanda Kedalaman nafas Observasi
Mayor Ekskursi dada 15.Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas dan saturasi
Batuk tidak efektif oksigen
Tidak mampu batuk 16.Monitor pola nafas (seperti, bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Sputum berlebih kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Mengi, whewzing dan ronki kering 17.Monitor batuk efektif, produksi sputum, dan adanya sumbatan jalan
Mekonium dijalan nafas (pada neonates) nafas
Minor
18.Monitor hasil x-ray toraks, nilai AGD
Gelisah
Sianosis 19.Auskultasi bunyi nafas
Bunyi nafas menurun 20.Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Frekuensi nafas berubah 21.Monitor saturasi oksigen
Pola nafas berubah Terapeutik
Tanggal : 22.Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Jam : 23.Dokumentasi hasil pemantauan
Perawat Pelaksana Edukasi
24.Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(………………………………) 25.Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Gangguan pertukaran gas
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Pemantauan Respirasi (I.01014)
Definisi Pertukaran Gas (L.01003) Observasi
Kelebihan atau kekurangan oksigen dan/ atau eliminasi 1. Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas dan saturasi
*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; oksigen
kaepon dioksida pasa membran alveolus-kaplier 5=meningkat
2. Monitor pola nafas (seperti, bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Penyebab Indikator 1 2 3 4 5 kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Ketidaksaeimbangan ventilasi- perfusi Tingkat Kesadaran 3. Monitor batuk efektif, produksi sputum, dan adanya sumbatan jalan
Perubahan membran alveolus-kapiler
nafas
Gejala dan Tanda *1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
4. Monitor hasil x-ray toraks, nilai AGD
Mayor Indikator 1 2 3 4 5
5. Auskultasi bunyi nafas
Dispnea Dispnea
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
PCO2 meningkat/menurun Bunyi nafas tambahan
7. Monitor saturasi oksigen
PO2 menurun Pusing
Terapeutik
Takikardia Penglihatan kabur
8. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
PH arteri meningkat/menurun Diaforesis
9. Dokumentasi hasil pemantauan
Bunyi nafas tambahan Gelisah
Edukasi
Minor Nafas cuping hidung
10. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Pusing 11. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Penglihatan kabur Latihan Batuk Efektif (I.0006)
Sianosis Indikator 1 2 3 4 5
PCO2 Observasi
Diaforesis 12. Monitor kecepatan aliran oksigen dan posisi alat terapi oksigen
Gelisah PO2
Takikardia 13. Monitor efektifitas terapi oksigen
Nafas cuping hidung 14. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Pola nafas abnormal pH arteri
Sianosis 15. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Warna kulit abnormal 16. Monitor tanda-tanda toksikasi oksigen dan atelectasis
Kesadaran menurun Pola nafas
Warna kulit 17. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Tanggal :
Jam :
Terapeutik
18. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
Perawat Pelaksana
19. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
20. Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
Edukasi
(………………………………) 21. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
22. Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
23. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
4. Hipertermia
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0130 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Hipertermia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipertermia (1.15506)
Definisi Observasi
Termoregulasi (L.14134) 1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat penggunaan incubator)
Penyebab 2. Monitor suhu tubuh
Indikator 1 2 3 4 5
Dehidrasi 3. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin
Menggigil
Terpapar lingkungan panas 4. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Kulit merah
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) Terapeutik
Kejang
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Akrosianosis
Peningkatan laju metabolisme 6. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat berlebih)
Konsumsi oksigen
Respon trauma 7. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin pada
Piloereksi
Aktivitas berlebihan dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Vasokontriksi perifer
Penggunaan inkubator 8. Berikan oksigen, jika perlu
Kutis memorata
Gejala dan Tanda Pucat Edukasi
Mayor Takikardia 9. Anjurkan tirah baring
Suhu tubuh diatas nilai normal Takipnea Kolaborasi
Minor Bradikardi 10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Kulit merah Dasar kuku sianotik Regulasi Temperatur (1.14578)
Kejang Hipoksia Observasi
Takikardi 11. Monitor suhu tiap 2 jam sampai stabil (36,5oC – 37,5oC)
Takipnea 12. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Kulit terasa hangat 13. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : Terapeutik
Jam : Suhu tubuh
Suhu kulit 14. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Perawat Pelaksana Kadar glukosa darah 15. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan polyethylene,
polyurethane)
Pengisian kapiler
16. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian warmer
Ventilasi
17. Atur suhu incubator dan pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk
(………………………………) Tekanan darah
mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
18. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling cathetherzation untuk menurunkan suhu tubuh
19. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
20. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
21. Demonstrasikan Teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC;2002

Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC; 1997

Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto;2001

Staf Pengajar FKUI. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3. Jakarta: Infomedika;2000

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia


ASFIKSIA
A. PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya
disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan
asidosis (Marwyah, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan
secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah
lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin
dapat bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir
(asfiksia sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014).
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan
adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti ,
2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin
timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu
dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
1. Virgorous baby (Asfiksia ringan) Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi
dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang) APGAR score 4-6 3. Severe
asphyksia (asfiksia berat) APGAR score 0-3.
Tabel 2.1 APGAR Score

C. ETIOLOGI
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O₂ dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi (Marwyah 2016) :
1. Faktor ibu Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi
mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung
dan lain-lain.
2. Faktor plasenta Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta
previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin dan neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit
ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli, IUGR,
kelainan kongenital daan lain-lain.
4. Faktor persalinan Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
D. PATOFISIOLOGI
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan
mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan
mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka timbullah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di
pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah
dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernapasan
secara spontan (Sudarti dan Fauziah 2012).
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Sukarni &
Sudarti (2012). antara lain :
1. Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat, pernapasan
cuping hidung.
2. Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
3. Tangisan lemah atau merintih
4. Warna kulit pucat atau biru
5. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulaI.
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100 kali per
menit.
Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti dan
Fauziah 2012) antara lain :
1. Pernapasan cuping hidung
2. Pernapasan cepat
3. Nadi cepat
4. Sianosis
5. Nilai APGAR kurang dari 6
F. PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ASFIKSIA
A. Pengkajian
Pengkajian bayi risiko tinggi : Asfiksia menurut Wong, 2008 meliputi :
a. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum.
b. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak
napas.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan apakah
spontan, prematur, aterm, letak bayi dan posisi bayi.
d. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi
intake oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu
bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni. Pola eliminasi :
umumnya bayi mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna. Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi
harus menjaga kebersihan terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur :
biasanya terganggu karena bayi sesak napas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Pengkajian umum : ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik,
adanya tanda distres :warna buruk, mulut terbuka, kepala
teranggukangguk, meringis, alis berkerut.
2) Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan,
adanya insisi, selang dada, penggunaan otot aksesoris : pernapasan
cuping hidung, atau substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular,
frekuensi dan keteraturan pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi
napas : stridor, krekels, mengi, bunyi menurun basah, mengorok,
keseimbangan bunyi napas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Definisi Observasi
Bersihan Jalan Nafas (L.01001) 51. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan
*1=menurun, 2=cukup menurun, 3=sedang, 4=cukup meningkat, 5=meningkat 52. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
Indikator 1 2 3 4 5 kering)
Penyebab 53. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Fisiologis Batuk efektif
Terapeutik
Spasme jalan nafas 54. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
*1=meningkat, 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun
Hipersekresi jalan nafas jika curiga trauma servikal)
Indikator 1 2 3 4 5
Disfungsi neuromuskuler 55. Posisikan semi-fowler atau fowler
Produksi sputum
Benda asing dalam jalan nafas 56. Berikan minum hangat
Mengi
Adanya jalan nafas buatan 57. Lakukan fisioterapi dada
Wheezing
Sekresi yang tertahan 58. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Mekonium (pada neonates)
Hiperplasi dinding jalan nafas 59. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Dispnea
Proses infeksi 60. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Orthopnea
Respon alergi 61. Berikan oksigen, jika perlu
Sulit bicara
Efek agen farmakologis (mis. Anastesi) Edukasi
Sianosis
Situasional 62. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Gelisah
Merokok aktif 63. Ajarkan Teknik batuk efektif
Merokok pasif Kolaborasi
Terpajan polutan *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
64. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Indikator 1 2 3 4 5
Gejala dan Tanda Frekuensi nafas
Mayor Pola nafas Latihan Batuk Efektif (I.0006)
Batuk tidak efektif
Observasi
Tidak mampu batuk
65. Identifikasi kemampuan batuk
Sputum berlebih
66. Monitor adanya retensi sputum, tanda gejala infeksi saluran nafas
Mengi, whewzing dan ronki kering
67. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Mekonium dijalan nafas (pada neonates)
Terapeutik
Minor
68. Atur posisi semi fowler
Dispnea
69. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Sulit bicara
70. Buang secret pada tempat sputum
Ortopnea
Edukasi
Gelisah
71. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Sianosis
72. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
Bunyi nafas menurun detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan)
Frekuensi nafas berubah selama 8 detik
Pola nafas berubah 73. Anjurkan mengulang tarik nafas dalam hingga 3 kali
Tanggal : 74. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ketiga
Jam : Kolaborasi
Perawat Pelaksana 75. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

(………………………………)
2. Pola nafas tidak efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :......................
Definisi Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Pola Nafas (L.01004) Observasi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 76. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Indikator 1 2 3 4 5 77. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Penyebab
Ventilasi semenit kering)
Fisiologis
Kapasitas vital 78. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Depresi pusat pernafasan
Diameter thoraks anterior-posterior Terapeutik
Hambatan upaya nafas (mis. nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernafasan Tekanan ekspirasi 79. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
Tekanan inspirasi jika curiga trauma servikal)
Deformitas dinding dada
80. Posisikan semi-fowler atau fowler
Gangguan neuromuscular
81. Berikan minum hangat
Gangguan neurologis (mis. EEG positif, cedera *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun
kepala, gangguan kejang) 82. Lakukan fisioterapi dada
Indikator 1 2 3 4 5
Imaturitas neurologis 83. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Dispnea
Penurunan energi 84. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Penggunaan otot bantu nafas
Obesitas 85. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Pemanjangan fase ekspirasi
Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru 86. Berikan oksigen, jika perlu
Ortopnea
Sindrom hipoventilasi Edukasi
Pernafasan pursed-tip
Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 87. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Pernafasan cuping hidung
ke atas) 88. Ajarkan Teknik batuk efektif
Cedera pada medula spinalis Kolaborasi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 89. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Efek agen farmakologis Indikator 1 2 3 4 5
Kecemasan Frekuensi nafas
Gejala dan Tanda Kedalaman nafas Pemantauan Respirasi (I.01014)
Mayor Ekskursi dada Observasi
Batuk tidak efektif 90. Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas dan saturasi
Tidak mampu batuk oksigen
Sputum berlebih 91. Monitor pola nafas (seperti, bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Mengi, whewzing dan ronki kering kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Mekonium dijalan nafas (pada neonates)
92. Monitor batuk efektif, produksi sputum, dan adanya sumbatan jalan
Minor
Gelisah nafas
Sianosis 93. Monitor hasil x-ray toraks, nilai AGD
Bunyi nafas menurun 94. Auskultasi bunyi nafas
Frekuensi nafas berubah 95. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Pola nafas berubah 96. Monitor saturasi oksigen
Tanggal : Terapeutik
Jam : 97. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Perawat Pelaksana 98. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
99. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(………………………………) 100. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Gangguan pertukaran gas
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Pemantauan Respirasi (I.01014)
Definisi Pertukaran Gas (L.01003) Observasi
Kelebihan atau kekurangan oksigen dan/ atau eliminasi 24. Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas dan saturasi
*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; oksigen
kaepon dioksida pasa membran alveolus-kaplier 5=meningkat
25. Monitor pola nafas (seperti, bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Penyebab Indikator 1 2 3 4 5 kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Ketidaksaeimbangan ventilasi- perfusi Tingkat Kesadaran 26. Monitor batuk efektif, produksi sputum, dan adanya sumbatan jalan
Perubahan membran alveolus-kapiler
nafas
Gejala dan Tanda *1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
27. Monitor hasil x-ray toraks, nilai AGD
Mayor Indikator 1 2 3 4 5
28. Auskultasi bunyi nafas
Dispnea Dispnea
29. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
PCO2 meningkat/menurun Bunyi nafas tambahan
30. Monitor saturasi oksigen
PO2 menurun Pusing
Terapeutik
Takikardia Penglihatan kabur
31. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
PH arteri meningkat/menurun Diaforesis
32. Dokumentasi hasil pemantauan
Bunyi nafas tambahan Gelisah
Edukasi
Minor Nafas cuping hidung
33. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Pusing 34. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Penglihatan kabur Latihan Batuk Efektif (I.0006)
Sianosis Indikator 1 2 3 4 5
PCO2 Observasi
Diaforesis 35. Monitor kecepatan aliran oksigen dan posisi alat terapi oksigen
Gelisah PO2
Takikardia 36. Monitor efektifitas terapi oksigen
Nafas cuping hidung 37. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Pola nafas abnormal pH arteri
Sianosis 38. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Warna kulit abnormal 39. Monitor tanda-tanda toksikasi oksigen dan atelectasis
Kesadaran menurun Pola nafas
Warna kulit 40. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Tanggal :
Jam :
Terapeutik
41. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
Perawat Pelaksana
42. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
43. Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
Edukasi
(………………………………) 44. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
45. Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
46. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
ARDS (ACUT RESPIRATORY
DISTRES SYNDROME)
D. PENGERTIAN
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru
total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma
dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi
darah masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O2 , perdarahan pankreatitis
akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS
merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsungataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya
terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c
block) yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
2000).
E. ETIOLOGI
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya
bisa penyakit apapun,yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai
paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru.
a. Pneumonovirus, bakteri, funga.
b. Aspirasi cairan lambung.
c. Inhalasi asap berlebih.
d. Inhalasi toksin.
e. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2. Trauma tidak langsung.
a. Sepsis.
b. Shock, luka bakar hebat.
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation).
d. Pankeatitis.
e. Uremia.
f. Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama.
i. Transfusi darah yang banyak.
j. PIH (Pregnand Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK.
l. Terapi radiasi.
m. Trauma hebat, Cedera pada dada.
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit
atau cedera. SGPA (sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan
dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko
dari SGPA adalah merokok sigaret.Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14
diantara 100.000 orang/tahun.Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang
dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah:
Sistemik:
a. Syok karena beberapa penyebab.
b. Sepsis gram negative.
c. Hipotermia, Hipertermia.
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone,
Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
f. Eklampsiag. Luka bakar Pulmonal :
1) Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
2) Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
3) Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
g. Pneumositis Non-Pulmonal :
1) Cedera kepala.
2) Peningkatan TIK.
3) Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia
F. PATOFISIOLOGI
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yangmengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar
dan perubahan dalam jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunandalam pembentukan
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadisangat
menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalamkapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase eksudatif.
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi,
dan eksudasicairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif.
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi
fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding
alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi
seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu
cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, adaresiko terjadi lung
rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery.
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling
dan fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12
bulan, dan sangat bervariasiantar individu, tergantung keparahan
cederanya.Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom
klinis yang dikenal sebagaiARDS (Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade
menjadi aktif yangselanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding
kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein
bocor kedalam ruanginterstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada
akhirnya kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka
area permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga
mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis respiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh
sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian
meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.ARDS biasanya terjadi
pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,meskipun
dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera
sebelum awitan,misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut.
Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera
paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat
beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang
tampak sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara mendadak
relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat serangansekunder
seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih. Hal 125).
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan
volume darah sampai 3 kalinormalnya, namun pada tekanan tertentu,
cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel danterjadi edema
paru. ( Jan Tambayog 2000, hal 109).
G. MANIFESTASI KLINIS
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama
bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna
dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus
diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama
pada kasus ARDS adalah:
1. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai
seharian.
3. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai
koma.
5. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
(YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah
kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya
berupa pernafasan yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen
dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak
akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena sindroma ini dapat
menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindromaterjadi atau
beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi
serius sepertigagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir
dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan
selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya
menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya
yang mungkin ditemukan:
1. Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
2. Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh
kegagalan organ lain).
3. Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak
sangat sakit.
H. PATHWAY
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ARDS
A. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Keadaan umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris
pernafasandan sianosis sentral.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk
kering dandemam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
Kulit terlihat pucat atau biru.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat,
Tenggelam DIC(Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis,
Uremia, Bedah Cardiobaypassyang lama, PIH (Pregnand Induced
Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat(cedera kepala, cedera
dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak
berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat
merokok.
4. Riwayat Penyakit Keluarga.
5. Riwayat Alergi.
b. Pemeriksaan Fisik.
1. B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi
basah, krekelshalus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
2. B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal
ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium
lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa
murmur ataugallop.
3. B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi),
tremor.
4. B4 (Bowel): -
5. B5 (Bladder): -
6. B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari
dirawat.
c. Pemeriksaan Diagnostik.
1. LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
2. Tes fungsi paru : normal atau menunjukan defek restriktik disertai
gangguan pertukaran udara.
3. BGA : hasil BGA menunjukan adanya hipoksemia.
4. Bioksi darah : PaO2/FiO2< 200 = ARDSPaO2/FiO2< 300=ALI
5. Foto thorak dan CT: terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada
region perihilir paruyang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut,
interstisial bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan
dapat melibatkan semua lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari
edema paru kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan
gambarankemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap
awal sehubungan denganhiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat
terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjutterjadi asidosis metabolik.
Tes fungsi paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat meningkat
(Doenges1999 Hal 218 – 219 ).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Pola napas tidak efektif
4. Risiko cedera
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Pemantauan Respirasi (I.01014)
Definisi Pertukaran Gas (L.01003) Observasi
Kelebihan atau kekurangan oksigen dan/ atau 1. Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas dan saturasi
*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; oksigen
eliminasi kaepon dioksida pasa membran alveolus- 5=meningkat
kaplier 2. Monitor pola nafas (seperti, bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Indikator 1 2 3 4 5 kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Penyebab Tingkat Kesadaran 3. Monitor batuk efektif, produksi sputum, dan adanya sumbatan
Ketidaksaeimbangan ventilasi- perfusi
jalan nafas
Perubahan membran alveolus-kapiler *1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun, 5=menurun
4. Monitor hasil x-ray toraks, nilai AGD
Gejala dan Tanda Indikator 1 2 3 4 5
5. Auskultasi bunyi nafas
Mayor Dispnea
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Dispnea Bunyi nafas tambahan
7. Monitor saturasi oksigen
PCO2 meningkat/menurun Pusing
Terapeutik
PO2 menurun Penglihatan kabur
8. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Takikardia Diaforesis
9. Dokumentasi hasil pemantauan
PH arteri meningkat/menurun Gelisah
Edukasi
Bunyi nafas tambahan Nafas cuping hidung
10. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Minor 11. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Pusing *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Indikator 1 2 3 4 5 Latihan Batuk Efektif (I.0006)
Penglihatan kabur Observasi
Sianosis PCO2
PO2 12. Monitor kecepatan aliran oksigen dan posisi alat terapi oksigen
Diaforesis 13. Monitor efektifitas terapi oksigen
Gelisah Takikardia
pH arteri 14. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Nafas cuping hidung 15. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Pola nafas abnormal Sianosis
Pola nafas 16. Monitor tanda-tanda toksikasi oksigen dan atelectasis
Warna kulit abnormal 17. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Kesadaran menurun Warna kulit
Terapeutik
Tanggal :
Jam : 18. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea
Perawat Pelaksana 19. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
20. Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi
Edukasi
21. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
(………………………………) rumah
Kolaborasi
22. Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
23. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
(D.0001) Observasi
Bersihan Jalan Nafas (L.01001) 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Definisi 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
*1=menurun, 2=cukup menurun, 3=sedang, 4=cukup meningkat, 5=meningkat
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan kering)
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. Indikator 1 2 3 4 5
Batuk efektif 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Penyebab Terapeutik
Fisiologis *1=meningkat, 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
Spasme jalan nafas Indikator 1 2 3 4 5 thrust jika curiga trauma servikal)
Hipersekresi jalan nafas Produksi sputum 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
Disfungsi neuromuskuler Mengi 6. Berikan minum hangat
Benda asing dalam jalan nafas Wheezing 7. Lakukan fisioterapi dada
Adanya jalan nafas buatan Mekonium (pada neonates) 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Sekresi yang tertahan Dispnea 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Hiperplasi dinding jalan nafas Orthopnea 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Proses infeksi Sulit bicara 11. Berikan oksigen, jika perlu
Respon alergi Sianosis Edukasi
Efek agen farmakologis (mis. Anastesi) Gelisah 12. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Situasional 13. Ajarkan Teknik batuk efektif
Merokok aktif Kolaborasi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik
Merokok pasif 14. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Indikator 1 2 3 4 5
Terpajan polutan
Frekuensi nafas
Gejala dan Tanda Pola nafas Latihan Batuk Efektif (I.0006)
Mayor Observasi
Batuk tidak efektif 15. Identifikasi kemampuan batuk
Tidak mampu batuk 16. Monitor adanya retensi sputum, tanda gejala infeksi saluran nafas
Sputum berlebih 17. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan karakteristik)
Mengi, whewzing dan ronki kering Terapeutik
Mekonium dijalan nafas (pada neonates) 18. Atur posisi semi fowler
Minor 19. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
Dispnea 20. Buang secret pada tempat sputum
Sulit bicara Edukasi
Ortopnea 21. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
Gelisah 22. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
Sianosis 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan)
Bunyi nafas menurun selama 8 detik
Frekuensi nafas berubah 23. Anjurkan mengulang tarik nafas dalam hingga 3 kali
Pola nafas berubah 24. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang
Tanggal : ketiga
Jam : Kolaborasi
Perawat Pelaksana 25. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

(………………………………)
3. Pola napas tidak efektif
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :......................
Definisi Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Pola Nafas (L.01004) Observasi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Indikator 1 2 3 4 5 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
Penyebab
Ventilasi semenit kering)
Fisiologis
Kapasitas vital 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Depresi pusat pernafasan
Diameter thoraks anterior-posterior Terapeutik
Hambatan upaya nafas (mis. nyeri saat bernafas,
kelemahan otot pernafasan Tekanan ekspirasi 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
Tekanan inspirasi thrust jika curiga trauma servikal)
Deformitas dinding dada
5. Posisikan semi-fowler atau fowler
Gangguan neuromuscular
6. Berikan minum hangat
Gangguan neurologis (mis. EEG positif, cedera *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun ; 5=menurun
kepala, gangguan kejang) 7. Lakukan fisioterapi dada
Indikator 1 2 3 4 5
Imaturitas neurologis 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Dispnea
Penurunan energi 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
Penggunaan otot bantu nafas
Obesitas 10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsept McGill
Pemanjangan fase ekspirasi
Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru 11. Berikan oksigen, jika perlu
Ortopnea
Sindrom hipoventilasi Edukasi
Pernafasan pursed-tip
Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 12. Anjurkan asupan cairan2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Pernafasan cuping hidung
ke atas) 13. Ajarkan Teknik batuk efektif
Cedera pada medula spinalis Kolaborasi
*1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, 5=membaik 14. Kolaborasi pemberian bronchodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Efek agen farmakologis Indikator 1 2 3 4 5
Kecemasan Frekuensi nafas
Gejala dan Tanda Kedalaman nafas Pemantauan Respirasi (I.01014)
Mayor Ekskursi dada Observasi
Batuk tidak efektif 15.Monitor frekuensi, kedalaman, irama, upaya nafas dan saturasi
Tidak mampu batuk oksigen
Sputum berlebih 16.Monitor pola nafas (seperti, bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Mengi, whewzing dan ronki kering kussmaul, Cheyne-stokes, biot, ataksik)
Mekonium dijalan nafas (pada neonates)
17.Monitor batuk efektif, produksi sputum, dan adanya sumbatan
Minor
Gelisah jalan nafas
Sianosis 18.Monitor hasil x-ray toraks, nilai AGD
Bunyi nafas menurun 19.Auskultasi bunyi nafas
Frekuensi nafas berubah 20.Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Pola nafas berubah 21.Monitor saturasi oksigen
Tanggal : Terapeutik
Jam : 22.Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Perawat Pelaksana 23.Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
24.Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(………………………………) 25.Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Risiko cedera
SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0136 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan
(Risiko Cidera) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Keselamatan LingkunganI.14513)
Definisi Observasi
Tingkat Cidera (L.14136) 1. Identifikasikasi kebutuhan keselamatan(kondisi fisik,fungsi
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnyasehat *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat ; 5=meningkat kognitif, dan riwayat perilaku).
Indikator 1 2 3 4 5 2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan.
atau dalam kondisi baik.
Toleransi aktivitas Terapeutik
Faktor Risiko Nafsu makan
Eksternal
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan resiko.
Toleransi makanan
Terpapar patogen 4. Lakukan skrinning bahaya lingkungan(mis.timbal)
Terpapar zat kimia toksik *1=meningkat; 2=cukup meningkat; 3=sedang; 4=cukup menurun; 5=menurun Edukasi
Ketidakamanan transportasi Indikator 1 2 3 4 5 5. Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggibahaya
Internal Kejadian cedera lingkungan.
Hipoksia jaringan Luka/lecet
Perubahan orientasi afektif Ketegangan otot
Malnutrisi Fraktur
Pencegahan Cedera (I.14537)
Perubahan fungsi psikomotor Perdarahan Observasi
Perubahan fungsi kognitif Ekspresi wajah kesakitan 6. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan
Agitasi cedera
Tanggal : Iritabilitas 7. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Jam : Gangguan mobilitas Terapeutik
Perawat Pelaksana Gangguan kognitif 8. Gunakakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
*1=memburuk; 2=cukup memburuk; 3=sedang; 4=cukup membaik;
5=membaik Edukasi
(………………………………) Indikator 1 2 3 4 5 9. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan
Tekanan darah keluarga
Frekuensi nadi 10. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
Frekuensi napas beberapa menit sebelum berdiri
Denyut nadi radialis
Pola istirahat/tidur
DAFTAR PUSTAKA
Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult
Respiratory DistressSyndrome) Pre Acut/ Post Acut Care
.http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html.Tanggal 9 September 2009
pukul 17.43 WIB.

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS .http://keperawatan-


gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-
25.html.Tanggal 16 September 2009 pukul 12.30 WIB.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC.


Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer dan Bare,
2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan
kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah (PERKENI, 2015 dan ADA, 2017).
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme kronis yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin
oleh sel beta langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel tubuh terhadap insulin (Sunaryati dalam Masriadi, 2016).

2. Etiologi
Adapun etiologi dari Diabetes Melitus yang dibagi menurut klasifikasinya
adalah :
a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) DM TIPE I
1) Genetik
Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri namun mewarisi sebuah presdisposisi atau sebuah kecenderungan
genetik kearah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini
ditentukan pada individu yg memililiki type antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi & proses imun lainnya.
2) Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimun.
Ini adalah respon abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seakan-akan sebagai jaringan asing.
3) Lingkungan
Faktor eksternal yang akan memicu destruksi sel β pankreas,
sebagai sampel hasil penyelidikan menyebutkan bahwa virus atau toksin
tertentu akan memicu proses autoimun yang bisa memunculkan destuksi
sel β pangkreas.
b. Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) DM TIPE II.
Umumnya penyebab dari DM type II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya sebuah
resistensi insulin. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya memiliki pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin ataupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
nampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran pada kerja Insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya pada reseptor- reseptor permukaan sel tertentu,
seterusnya terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya yaitu:
1) Umur (resistensi insulin cenderung meningkat pada umur di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 (PERKENI,
2015) yaitu :
a. Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap penderita, bahkan
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan
gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu:
1) Banyak makan (poliphagi).
2) Banyak minum (polidipsi).
3) dan banyak kencing (poliuri).
Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak
minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan
turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah,
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015).
b. Gejala kronik penyakit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015)
adalah
1) Kesemutan,
2) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum,
3) Rasa tebal di kulit,
4) Kram,
5) Mudah mengantuk,
6) Mata kabur,
7) Biasanya sering ganti kacamata,
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama pada wanita,
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas,
10) Kemampuan seksual menurun,
11) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut referensi NANDA NIC NOC pemeriksaan penunjang Diabetes
Melitus adalah:
a. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzim matik
sebagai patokan penyaring.

Kadar Glukosa Darah sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah DM Belum Dm
sewaktu
Plasma darah > 200 100-200
Darah kapiler > 200 80-100
Kadar Glukosa Darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah Puasa DM Belum pasti Dm
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler > 110 90-110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan:
Glukosa plasma sewaktu> 200 mg/dl (11,1mmol/ L)
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8mmol/L)
Glukosa plasma dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200mg/dl
b. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostit, tes
pemantauwan terapi dan tes untuk mendeteksi kompliksi.
c. Tes Dianostik
Tes-tes diagnostit pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2
jam post prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO.
d. Tes monitoring terapi
Tes-tes utuk mendektesi komplikasi adalah :
GDP : plasma vena ,darah kapiler
GD2 PP : Plasma vena
A1c : darah vena, darah kapiler
e. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendekteksi komplikasi adalah :
Mikroalbuminuria : Urin
Ureum, kreatinin, asamurat
Kolesterol total : Plasma vena (puasa)
Kolesterol LDL : Plasma vena (puasa)
Kolesterol HDL : Plasma vena (puasa)
5. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM
adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman
3 J yaitu:
a) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
b) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c) Jenis makanan yang manis harus dihindari
2) Latihan
3) Penyuluhan
4) Pemantauan
b. Medis
1) Obat
a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
b) Mekanisme kerja Biguanida
c) Pemberian Insulin
d) Indikasi penggunaan insulin
e) Cara pemberian insulin
6. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzer dan Bare, 2015 ; PERKENI, 2015).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
2) Hiperosmolar Non Ketotik (HNK)
3) Hipoglikemia
b. Komplikasi kronik
1) Komplikasi makrovaskular
2) Komplikasi mikrovaskular
3)Neuropati
7. Pathway
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELITUS

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses
keperawatan diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah klien
agar dapat memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan keperawatan
sangat tergantung kepada kecermatan dan ketelitian dalam pengkajian. Tahap
pengkajian ini terdiri dari 4 komponen antara lain pengelompokan data,
analisis data, perumusan diagnosa keperawatan.
a. Identitas meliputi : Nama, Umur, Alamat, Pendidikan, No MR, Tanggal
Masuk RS, dan Diagnosa Medis.
b. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
c. Riwayat kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD
(Ketoasidosis Diabetic) HONK (Hiperosmolar Non Ketotik), penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD (Ketoasidosis Diabetic) /
HONK ( Hiperosmolar Non Ketotik) serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4
kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral)
f. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
g. Aktivitas dan istirahat
Letih, lemah,sulit bergerak/berjalan,kram otot ,tonos otot menurun
h. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, kebas, kesemutan pada ektremitas, ulkus pada
kaki yang penyembuhan lama, takikardi, perubahan tekanan darah.
i. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (Poliuria,nokturia,anuria)
j. Makanan/cairan
Anoreksia, mual dan muntah,tidak mengikuti diet,penurunan berat
badan,haus
k. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, gangguan
penglihatan
l. Nyeri/kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri( sedang/berat)
m. Pemeriksaan fisik
- Tingkat kesadaran
- Tanda-tanda vital
- Manifestasi komplikasi : tanda retinopati ophtamoncopic
- Suhu kulit, nadi lemah, (posterior tibial dan dorsalis pedia)
- Sensasi : tumpul/tajam
n. Laboratorium
Serum elektrolit (k dan Na) : Pemeriksaan untuk memantau
ketidakseimbangan cairan dalam tubuh. keabnormal K dalam serum atau
plasma dapat mengindikasikan adanya gangguan kesehatan tubuh.
- Glukosa darah : untuk mengukur kadar glukosa darah
- BUN dan serum cretinin : untuk mengetahui adanya gangguan
fungsi ginjal
- Microalbuminuria : untuk mengetahui beratnya gangguan ginjal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit nutrisi
b. Gangguan integritas kulit
c. Resiko infeksi
d. Perfusi jaringan perifer tidak efektif
3. Intervensi Keperawatan
a. Defisit nutrisi
D.0019
Tgl & Jam
DIAGNOSA KEPERAWATAN RISIKO DEFESIT NUTRISI penegakan
Diagnosa
(SDKI) Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dalam tubuh Keperawat
an
DATA PENUNJANG LUARAN KEPERAWATAN (SLKI) INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)

Berhubungan dengan: Ditandai dengan : Setelah dilakukan intervensi Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tgl:
keperawatan selama______hari/ jam,
□ Ketidakmampuan menelan Gejala dan Tanda Mayor: maka kebutuhan nutrisi terpenuhi, Observasi:
□ Ketidakmampuan mencerna dengan kriteria hasil:
makanan Subjektif: □ Identifikasi status nutrisi
□ Ketidakmampuan □ Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi dan status alergi
□ Menolak untuk makan □ Kaji penurunan nafsu makan pasien
mengabsorsi nutrisi dan minum □ Pola makan minum terpenuhi □ Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan
□ Peningkatan kebutuhan Objektif: □ Mengekspresikan untuk keinginan □ Monitor asupan makanan dan Ukur tinggi dan berat
metabolisme
meningkatkn nutrisi badan pasien
□ Faktor ekonomi ( kebutuhan Berat badan menurun
□ □ Mau makan dan minum dengan porsi □ Dokumentasikan masukkan oral selama 24jam, riwayat
pokok sehari belum tercukupi minimal 10% dibawah makan dihabiskan makanan,dan jumlah kalori dengan tepat (intake) Jam:
) rentangan edial □ Bising usus normal
□ Faktor psikologis ( stress, Gejala dan Tanda Minor: □ Ciptakan suasana makanan yang menyenangkan
□ Tidak ada ganguan otot menelan dan
keengaganan untuk makan □ Berikan atau sajikan makanan selagi hangat
mengunyah
dan minum ) Sujektif : Teraupetik:
□ Kulit tidak kering
□ Cepat kenyang setelah □ Tidak ada tanda tanda infeksi Lakukan oral hygiene sebelum makan

makan □ Mukosa dan membran mukosa pada Dan hygeine pada tangan sebelum makan
□ Kram atau nyeri mulut terlihat bersih
□ Fasilitasi untuk menentukan pedoman diet
abdomen □ Sajikan makanan yang menarik dan suhu yang sesuai
□ Nafsu makan menurun □ Berikan makanan tinggi aerat untuk mencegah konstipasi
Objektif: □ Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
□ Berikan suplemen makanan jika perlu
□ Bising usus hiperaktif
□ Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik
□ Otot penguyah lemah
jika asupan oreal dapat ditoleransi
□ Otot menelan lemah Edukasi:
□ Membran mukosa pucat □ Jelaskan pentingnya kebutuhan nutrisi pada metabolisme
□ Sariawan □ Jelaskan pentingnya makan dengan posisi duduk
□ Serum albumin □ mengajarkan diet yang telah diprogramkan
menurun
□ menjelaskan makanan yang bergizi tinggi dan tetap
□ Rambot rontok terjangkau.
berlebihan Kolaborasi:
□ Diare □ Kolaborasi dengan tim ahli gizi
Kondisi klinik terkait: □ Berikan nutrisi sesuai kebutuhan
□ Stroke □ Pantau perubahan nutrisi pada pasien
□ Parkison □ Diskusi dengan pasien dan keluarga tentang kebiasaan
□ Mobius syndrome makan,berat badan yang optimal
□ Cerebral palsi
□ Cleft lip
□ Cleft palate
□ Amyotropic lateral
sclerarosis
□ Kerusakan
neuromuscular
□ Luka bakar
□ Infeksi
□ Aids
□ Penyakit cronh’s
□ Entrocolitis
□ Fibrosis kistik
a. Gangguan integritas kulit
D.0129.GANGGUAN INTEGRITAS KULIT/JARINGAN
Tgl & Jam
DIAGNOSA KEPERAWATAN Definisi: Kerusakan kulit (Dermis dan/atau Epidermis) atau jaringan (membran mucosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan penegakan
atau ligamen). Diagnosa
(SDKI)
Keperawatan
DATA PENUNJANG LUARAN KEPERAWATAN (SLKI) INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)

Berhubungan dengan: Ditandai dengan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Integritas kulit & Perawatan Luka: Tgl:
selama______hari/ jam, maka Integritas
□ Perubahan sirkulasi Gejala dan Tanda Mayor: kulit dan jaringan meningkat, dengan Observasi:
□ Perubahan status kriteria hasil:
nutrisi( kelebihan atau Subjektif:Tidak ada □ Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
kekurangan) □ Elastisitas meningkat Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, peneurunan
□ Kekurangan/kelebihan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan
□ Hidrasi meningkat
volume cairan mobilitas)
Objektif: □ Perfusi jaringan meningkat
□ Penurunan mobilitas □ Monitor kondisi luka (mis: ukuran,derajat luka,
□ Nyeri menurun
□ Bahan kimia iritatif perdarahan,warna dasar luka, infeksi,eksudat,bau luka dan
□ Kerusakan jaringan dan jaringan □ Perdarahan menurun
□ Suhu lingkungan yang kondisi tepi luka)
atau lapisan kulit □ Hematoma menurun
ekstrim □ Monitor tanda –tanda infeksi pada luka Jam:
□ Kemerahan menurun □ Monitor status nutrisi
□ Faktor mekanis( misalnya □ Pigmentasi abnormal menurun
penekanan pada tonjolan
tulang,gesekan) atau faktor Gejala dan Tanda Minor: □ Jaringan parut menurun Teraupetik
elektis □ Nekrosis menurun
□ Efek samping terapi radiasi Sujektif :Tidak ada □ Abrasi kornea menurun □ Gunakan tempat tidur/kasur khusus
□ Kelembaban □ Jaringan granulasi meninkat □ Bersihkan dengan cairan NACL 0,9%
□ Proses penuaan □ Pembentukan jaringan parut □ Bersihkan jaringan nekrotik
□ Neuropati perifer Objektif: meningkat □ Berikan salep yang sesuai di kulit /lesi, jika perlu
□ Perubahan pigmentasi □ Peradangan luka menurun □ Pasang balutan sesuai jenis luka
□ Perubahan hormonal □ Nyeri □ Nekrosis menurun □ Pertahankan teknik steril saat perawatan luka
□ Kurang terpapar informasi □ Perdarahan □ Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
tentang upaya □ Kemerahan □ Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau sesuai
mempertahankan/melindun □ Hematoma kondisi pasien
gi integritas jaringan □ Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
Kondisi klinik terkait: protein 1,25-1,5 gr/kgBB/hari
□ Immobilisasi □ Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C, Zinc,Asam amino),sesuai indikasi
□ Gagal jantung kongesti
□ Gagal ginjal
□ Diabetes melitus Edukasi:
□ Imunodefisiensi(mis .AIDS) □ Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotin, serum)
□ Anjurkan minum air yang cukup
□ Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
□ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
□ Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi:

□ Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik biologis


mekanis, autolotik), jika perlu
□ Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

b. Resiko infeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN D.0142. RISIKO INFEKSI Tgl & Jam
(SDKI) Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik penegakan
Diagnosa
DATA PENUNJANG LUARAN KEPERAWATAN (SLKI) INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI) Keperawatan

Berhubungan dengan: Ditandai dengan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan Risiko Infeksi Tgl:
selama______hari/ jam, maka risiko infeksi
□ Gangguan kerusakan integritas Gejala dan Tanda Mayor: tidak terjadi dengan kriteria hasil: Observasi:
kulit (prosedur vaksinasi tdk
adekuat, penyakit infeksi, Subjektif: □ Luka tampak bersih □ Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat
leokopenia, KPD, ) □ Luka tidak berbau dan bernanah alergi
□ Kekurangan suplai o2 dan nutrisi □ Mengeluh panas , nyeri dan □ Identifikasi hasil laboratorium yang di
bau pada daerah luka □ Tidak ada tanda – tanda infeksi
pada jaringan (penurunan peroleh
Objektif: □ Tumbuh jaringan baru
HB,perokok, gangguan □ Identifikasi jaringan atau permukaan kulit
perilstaltik usus, malnutrisi) □ Tidak panas /luka yang infeksi
□ Tampak kelelahan saat □ Tidak nyeri
□ Ketidakadekuatan pertahanan □ Observasi tanda-tanda vital dan tanda –
beraktifitas □ Pasien tampak rileks
primer (kerusakan kulit, trauma tanda peradangan Jam:
□ Tampak meringis kesakitan
jaringan lunak, prosedur invasif) □ Identifikasi organisme penyebab infeksi
□ Luka basah dan berbau

Teraupetik:
Gejala dan Tanda Minor:
□ Lakukan perawatan steril dan perawatan
Sujektif :( tidak ada ) luka sesuai protokol
□ Ajarkan pasien untuk mempertahankan
sterilitas
Objektif: (tidak ada) □ Ajarkan pasien dan keluarga cara
perawatan luka yang bersih dan personal
hygiene
□ Analisa hasil pemeriksaan laboratorium

Edukasi:
□ Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang
terjadi, efek samping
□ Edukasi perawatan dan personal hygiene
yang tepat
□ Jelaskan jenis makan yang tepat untuk
meningkatkan daya tahan tubuh
□ Minimalkan kontaminasi

Kolaborasi:
□ Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
antibiotik, sesuai indikasi
□ Kolaborasi perawatn luka dll selama
perawatn

c. Perfusi perifer tidak efekti


DIAGNOSA KEPERAWATAN D.0009 Perfusi Perifer Tidak Efektif Tgl & Jam
penegakan
(SDKI) Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh. Diagnosa
Keperawatan
DATA PENUNJANG LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN

(SLKI) (SIKI)

Berhubungan dengan: Ditandai dengan : Setelahdilakukanintervensikeperawatansela 1.Perawatan Sirkulasi Tgl:


ma______hari/ jam, maka perfusi perifer
Gejala dan Tanda Mayor: meningkat, dengankriteriahasil: Observasi:
□ Hiperglikemia
□ Penurunan konsentrasi hemoglobin □ Denyut nadi perifer
Subjektif : Tidak tersedia. □ Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer,
□ Penurunan tekanan darah □ Kelemahan otot edema, pengisian kalpiler, warna, suhu,
□ Kekurangan volume cairan □ Necrosis angkle brachial index)
Objektif :
□ Penurunan aliran arteri dan/atau □ Pengisian kapiler □ Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
vena □ Turgor kulit (mis. Diabetes, perokok, orang tua,
□ Kurang terpapar informasi tentang □ Frekuensi napas meningkat.
□ Tekanan darah sistole hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
factor pemberat (mis. Merokok, □ Penggunaan otot bantu napas.
□ Napas megap-megap □ Tekanan darah diastole □ Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau Jam:
gaya hidup monoton, trauma, bengkak pada ekstremitas
obesitas, asupan garam, imobilitas) (gasping). □ MAP
□ Kurang terpapar informasi tentang □ Upaya napas dan bantuan
ventilator tidak sinkron. Teraupetik:
proses penyakit (mis. Diabetes
mellitus, hyperlipidemia) □ Nafas Dangkal.
□ Kurang aktivitas fisik □ Agitasi. □ Hindari pemasangan infus atau pengambilan
□ Nilai gas darah arteri darah di area keterbatasan perfusi
abnormal. □ Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas pada keterbatasan perfusi
GEJALA DAN TANDA MINOR. □ Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cidera
Gejala dan tanda Minor □ Lakukan pencegahan infeksi
□ Lakukan perawatan kaki dan kuku
Subjektif : □ Lakukan hidrasi

□ Lelah. Edukasi:
□ Kuatir mesin rusak.
□ Fokus meningkat pada □ Anjurkan berhenti merokok
pernafasan. □ Anjurkan berolahraga rutin
□ Anjurkan mengecek air mandi untuk
Gejala dan tanda Minor Objektif: menghindari kulit terbakar
□ Anjurkan menggunakan obat penurun
□ Auskultasi suara inspirasi tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
menurun. kolesterol, jika perlu
□ Warna kulit abnormal (mis. □ Anjurkan minum obat pengontrol tekakan
pucat, sianosis). darah secara teratur
□ Napas paradoks abdominal. □ Anjurkan menghindari penggunaan obat
□ Diaforesis. penyekat beta
□ Ekspresi wajah takut. □ Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang
□ Tekanan darah meningkat. tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada
kaki)
□ Frekuensi nadi meningkat.
□ Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
□ Kesadaran menurun.
□ Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
□ Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan( mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)

2.Manajemen sensasi perifer

Observasi:

□ Identifikasi penyebab perubahan sensasi


□ Identifikasi penggunaan alat pengikat,
prostesis, sepatu, dan pakaian
□ Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
□ Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
□ Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
□ Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
□ Monitor perubahan kulit
□ Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Teraupetik:

□ Hindari pemakaian benda-benda yang


berlebihan suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi:

□ Anjurkan penggunaan termometer untuk


menguji suhu air
□ Anjurkan penggunaan sarung tangan termal
saat memasak
□ Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah

Kolaborasi:

□ Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu


□ Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu

d. Hipovolemia
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0023 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan

Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipovolemia (1.03116)

Definisi Keseimbangan Cairan (L.03020) Observasi

Penurunan volume cairan intravascular,


interstisial, dan/atau intraselular. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup meningkat 21. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
; 5=meningkat
Penyebab 22. Monitor intake dan output cairan
Indikator 1 2 3 4 5
Kehilangan cairan aktif Terapeutik
Asupan cairan
Kegagalan mekanisme regulasi 23. Hitung kebutuhan cairan
Haluan urin
Peningkatan permeabilitas kapiler 24. Berikan posisi modified Trendelenburg
Kelembaban membrane mukosa
Kekurangan intake cairan 25. Berikan asupan cairan oral
Asupan makan
Evaporasi Edukasi

Gejala dan Tanda 26. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


*1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun,
Mayor 5=menurun 27. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Frekuensi nadi meningkat Indikator 1 2 3 4 5 Kolaborasi

Nadi teraba lemah Edema 28. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)

Tekanan darah menurun Dehidrasi 29. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
Tekanan nadi menyempit Asites 30. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
Turgor kulit menurun Konfusi 31. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Membrane mukosa kering

Volume urine turun *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, Manajemen Syok Hipovolemik (1.02050)
5=membaik
Hematokrit meningkat Observasi
Indikator 1 2 3 4 5
Minor 32. Monitor ststus kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
Tekanan darah frekuensi napas, TD, MAP)
Merasa lemah 33. Monitor status oksigenasi
Denyut nadi radial
Mengeluh haus 34. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
Tekanan arteri rata-rata
Pengisian vena menurun Terapeutik
Membrane mukosa
Status mental berubah 35. Pertahankan jalan napas paten
Mata cekung
Suhu tubuh meningkat Turgor kulit 36. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Konsentrasi urin meningkat Berat badan 37. Pasang jalur IV berukuran besar

Berat badan turun tiba-tiba 38. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine

Tanggal : Kolaborasi

Jam : 39. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid1-2L pada


dewasa
Perawat Pelaksana 40. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20mL/kgBB
pada anak

(………………………………)
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). 2015. Diabetes basic.


Http://www.diabetes.org/ diabetes-basics

PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2


di Indonesia. Jakarta. PB PERKENI

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep dasar Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare (2015), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
DHF
1. Pengertian
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak
dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa
demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi
Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes
Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi
penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat
endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai
dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang
berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).

2. Etiologi
Menurut Soedarto (2012), demam haemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh :
a. Virus Dengue.
Virus dengue yg menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbvirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virs
dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdpat di
Indonesia dn dapat dibedakan satu dari yg lainnya secara serologis virus
dengue yang termasuk dalam gens flavirus ini berdiameter 40 nonometer
dapat berkembang biak dengan baaik pada berbagai macam kultur jaringan
baik yang bersal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kiney) maupun sel – sel Arthrpoda misalnya sel aedes Albopictuus.
b. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkn antibodi seumur hidup
terhadap serootipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jeniis yang lainnya.
3. Klasifikasi
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia,
himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada
kulit atau perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi
disertai dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak
tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
teratur.

4. Manifestasi Klinis
Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
b. Manifestasi perdarahan yang berupa :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat
bekas suntikan
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
Kebocoran plasma yang ditandai dengan
1) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
3) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
d. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun < 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara
lain adalah (Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari
ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT,
SGOT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi
didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah
infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang
dapat berlanjut menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat
dilihat dan berlangsung sangat cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan
memberi label antibody atau antigen dengan flouresens, radioaktif, atau
enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer dengan
manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi,
dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan
bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat
reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi
hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang
jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

e. Uji ELISA anti dengue.


Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition
(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini
adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian
besar grade II) di dapatkan efusi pleura.

7. Penatalaksanaan
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang
sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian
permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan
untuk diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak
mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka
anak mengalami DHF disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang
dirawat di rumah sakit meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran
pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok Penatalaksanaan
DHF menurut WHO (2016), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara
nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan
secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan
transfusi darah atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48
jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang
terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


DHF
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke-3 sampai ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan
keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade III, IV), melena atau hematesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
f. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari
g. Riwayat gizi Status gizi
Anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.Anak
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.

h.Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).
i. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi
hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
j. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit.
5) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi
tidak teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik menurun
sampai 80mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
6) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa
nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
7) Mata Konjungtiva anemis
8) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
gradeII,III, IV.
9) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada
serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
10) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
11) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
12) Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak. Pal : Biasanya
fremitus kiri
dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan
IV.
13) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
14) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji
tourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu
menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan
antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya
petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo,2008).
15) Genitalia Biasanya tidak ada masalah
16) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipovolemia
b. Defisit Nutrisi
c. Resiko Perdarahan
e. Hipertermi
f. Intoleransi aktivitas
3. Intervensi Keperawatan
a. Hipovolemia
SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0023 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan

Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Hipovolemia (1.03116)

Definisi Keseimbangan Cairan (L.03020) Observasi

Penurunan volume cairan intravascular, 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia


interstisial, dan/atau intraselular. *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup
meningkat ; 5=meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
Penyebab
Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Kehilangan cairan aktif
Asupan cairan 3. Hitung kebutuhan cairan
Kegagalan mekanisme regulasi
Haluan urin 4. Berikan posisi modified Trendelenburg
Peningkatan permeabilitas kapiler
Kelembaban membrane mukosa 5. Berikan asupan cairan oral
Kekurangan intake cairan
Asupan makan Edukasi
Evaporasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Gejala dan Tanda
*1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup 7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Mayor menurun, 5=menurun
Kolaborasi
Frekuensi nadi meningkat Indikator 1 2 3 4 5
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl,
Nadi teraba lemah Edema RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa
Tekanan darah menurun Dehidrasi 2,5%, NaCl 0,4%)
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
Tekanan nadi menyempit Asites plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
Turgor kulit menurun Konfusi

Membrane mukosa kering


Manajemen Syok Hipovolemik (1.02050)
Volume urine turun *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup
membaik, 5=membaik Observasi
Hematokrit meningkat
Indikator 1 2 3 4 5 12. Monitor ststus kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan
Minor nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
Tekanan darah 13. Monitor status oksigenasi

Merasa lemah Denyut nadi radial 14. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil

Mengeluh haus Tekanan arteri rata-rata Terapeutik

Pengisian vena menurun Membrane mukosa 15. Pertahankan jalan napas paten

Status mental berubah Mata cekung 16. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Suhu tubuh meningkat Turgor kulit 17. Pasang jalur IV berukuran besar

Konsentrasi urin meningkat Berat badan 18. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine

Berat badan turun tiba-tiba Kolaborasi

Tanggal : 19. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid1-2L pada


dewasa
Jam : 20. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
20mL/kgBB pada anak
Perawat Pelaksana

(………………………………)

b. Defisit nutrisi
SDKI : Diagnosa Keperawatan SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan

( D.0019 )

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama :...................... Manajemen Nutrisi (1.03119)

Definisi Status Nutrisi (L.03030) Observasi


*1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup
Asupan nutrisi tidak cukup untuk meningkat ; 5=meningkat 1. Identifikasi status nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolism. Indikator 1 2 3 4 5
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Penyebab Porsi makanan yang dihabiskan
3. Identifikasi makanan yang disukai
Ketidakmampuan menelan Kekuatan otot pengunyah 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
makanan
Kekuatan otot menelan 5. Identifikasi perlunya pengunaan selang nasogastric
Ketidakmampuan mencerna
makanan Serum albumin 6. Monitor asupan makanan

Ketidakmampuan mengabsorbsi Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan 7. Monitor hasil pemeriksaan berat badan
nutrien nutrisi
Terapeutik
Peningkatan kebutuhan Pengetahuan tentang pilihan makanan yang
sehat 8. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
metabolisme
Pengetahuan tentang pilihan minuman yang 9. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
Faktor ekonomi(mis. Finansial sesuai
tidak mencukupi) sahat
10. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Faktor psikologis (mis. Stress, Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi
11. Hentikan pemberian makan melalui selang
keengganan untuk makan) yang tepat
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
Penyiapan dari penyiapan makanan yang Edukasi
Gejala dan Tanda
aman
12. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Mayor
Penyiapan dan penyimpanan minuman yang
Kolaborasi
Berat badan menurun min. 10% di aman
bawah rentang ideal 13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Sikap terhadap makanan/minuman sesuai jmlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
Minor dengan tujuan kesehatan jika perlu
Cepat kenyang setelah makan
Promosi Berat Badan (1.03136)
Kram/nyeri abdomen *1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup menurun,
5=menurun Observasi
Nafsu makan menurun
Indikator 1 2 3 4 5 14. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
Bising usus hiperaktif
Perasaan cepat kenyang 15. Monitor adanya mual dan muntah
Otot pengunyah lemah
Nyeri abdomen 16. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Otok menelan lemah
Sariawan Terapeutik
Membrane mukosa pucat
Rambut rontok 17. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Sariawan
Diare 18. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
Serum albumin turun 19. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Rambut rontok berlebihan *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup membaik, Edukasi
5=membaik
Diare 20. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun
Indikator 1 2 3 4 5 tetap terjangkau
Tanggal : 21. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
Berat badan dibutuhkan
Jam :
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Perawat Pelaksana
Frekuensi makan

Nafsu makan

Bising usus
(………………………………)
Tebal lipatan kulit trisep

Membrane mukosa
c. Resiko perdarahan

SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0012 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan

Risiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Perdarahan (1.02067)

Definisi :...................... Observasi


Tingkat Perdarahan (L.02017)
Berisiko mengalami kehilangan darah baik 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
internal (terjadi di dalam tubuh) maupun eksternal *1=menurun; 2=cukup menurun; 3=sedang; 4=cukup
meningkat ; 5=meningkat 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
(terjadi hingga keluar tubuh).
Indikator 1 2 3 4 5 darah
Faktor Risiko 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Kelembaban membrane mukosa
Aneurisma 4. Monitor koagulasi
Kelembaban kulit
Gangguan gastrointestinal (mis. Ulkus Terapeutik
Kognitif
lambung, polip, varises)
5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
Gangguan fungsi hati (mis. Sirosis
hepatitis) 6. Batasi tindakan invasif, jika perlu
*1=meningkat, 2=cukup meningkat, 3=sedang, 4=cukup
menurun, 5=menurun 7. Gunakan kasur pencegah dekubitus
Komplikasi kehamilan
Indikator 1 2 3 4 5 8. Hindari pengukuran suhu rektal
Komplikasi pasca partum
Hemoptisis Edukasi
Gangguan koagulasi
Hematemesis 9. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Efek agen farmakologis
Hematuria 10. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
Tindakan pembedahan
Perdarahan anus 11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
Trauma
Distensi abdomen 12. Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
Kurang terpapar informasi tentang
pencegahan perdarahan Perdarahan vagina 13. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitaminK
Proses keganasan Perdarahan pasca operasi 14. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Tanggal : Kolaborasi
Jam : *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, 4=cukup 15. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
Perawat Pelaksana membaik, 5=membaik 16. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

Indikator 1 2 3 4 5 17. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Hemoglobin
(………………………………) Hematokrit

Tekanan darah

Denyut nadi apical

Suhu tubuh

d. Hipertermi

SDKI : Diagnosa Keperawatan (D.0130 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan

(Hipertermia) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia (1.15506)

Definisi selama :...................... Observasi


Termoregulasi (L.14134)
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal 23. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
tubuh 1=menurun; 2=cukup menurun; penggunaan incubator)
3=sedang; 4=cukup meningkat ; 24. Monitor suhu tubuh
Penyebab 5=meningkat
Indikator 1 2 3 4 5 25. Monitor kadar elektrolit dan haluaran urin
Dehidrasi
Menggigil 26. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terpapar lingkungan panas
Kulit merah Terapeutik
Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
Kejang 27. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu
lingkungan Akrosianosis 28. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika hyperhidrosis (keringat berlebih)

Peningkatan laju metabolisme Konsumsi oksigen 29. Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Respon trauma Piloereksi 30. Berikan oksigen, jika perlu

Aktivitas berlebihan Vasokontriksi perifer Edukasi

Penggunaan inkubator Kutis memorata 31. Anjurkan tirah baring

Gejala dan Tanda Pucat Kolaborasi

Mayor Takikardia 32. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

Suhu tubuh diatas nilai normal Takipnea Regulasi Temperatur (1.14578)

Minor Bradikardi Observasi

Kulit merah Dasar kuku sianotik 33. Monitor suhu tiap 2 jam sampai stabil (36,5oC – 37,5oC)

Kejang Hipoksia 34. Monitor tekanan darah, frekuensi pernafasan dan nadi

Takikardi 35. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia

Takipnea *1=memburuk, 2=cukup memburuk, 3=sedang, Terapeutik


4=cukup membaik, 5=membaik
Kulit terasa hangat 36. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
Indikator 1 2 3 4 5
Tanggal : 37. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah lahir (mis. Bahan
Suhu tubuh polyethylene, polyurethane)
Jam : 38. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian warmer
Suhu kulit
Perawat Pelaksana 39. Atur suhu incubator dan pertahankan kelembaban incubator 50% atau lebih untuk
Kadar glukosa darah mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi
40. Gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack atau gel pad dan
Pengisian kapiler intravascular cooling cathetherzation untuk menurunkan suhu tubuh
41. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Ventilasi
(………………………………)
Edukasi
Tekanan darah
42. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke

43. Demonstrasikan Teknik perawatan metode kangguru (PMK) untuk bayi BBLR

Kolaborasi

44. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik, jika perlu.


e. Intoleransi aktivitas

SDKI : Diagnosa Keperawatan ( D.0056 ) SLKI: Tujuan Keperawatan SIKI: Intervensi Keperawatan

( Intoleransi Aktivitas ) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Energi (I.05178)

Definisi :...................... Totoleransi Aktivitas ( L.05047 ) Observasi


*1= menurun; 2= cukup menurun; 3= sedang; 4= cukup
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas meningkat; 5= meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
sehari-hari. Indikator 1 2 3 4 5
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Penyebab Frekuensi nadi
3. Monitor pola dan jam tidur
Ketidakseimbangan antara suplai dan Saturasi oksigen
kebutuhan oksigen 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Kemudahan dalam melakukan
Tirah baring Terapeutik
aktivitas sehari – hari

Kelemahan 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,


Kecepatan berjalan
suara, kunjungan)
Imobilitas Jarak berjalan 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif

Gaya hidup monoton Kekuatan tubuh bagian atas 7. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

Gejala dan Tanda Kekuatan tubuh bagian bawah 8. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Mayor Toleransi dalam menaiki tangga Edukasi

Mengeluh lelah 9. Anjurkan tirah baring

Frekuensi jantung meningkat >20% dari *1= meningkat, 2= cukup meningkat, 3= sedang, 4= cukup 10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
kondisi istirahat menurun, 5= menurun
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
Minor Indikator 1 2 3 4 5 tidak berkurang
12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Dispnea saat/setelah aktivitas Keluhan Lelah
Kolaborasi
Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas Dispnea saat aktivitas
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
Merasa lemah Dispnea setelah aktivitas makanan
Terapi Aktivitas (I.05186)
Tekanan darah berubah >20% dari kondisi Perasaan lemah Observasi
istirahat
Aritmia saat aktivitas 14. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
Gambaran EKG menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas Aritmia setelah aktivitas 15. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu

Gambaran EKG menunjukkan iskemia Sianosis 16. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang

Sianosis 17. Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
Tanggal : *1= memburuk, 2= cukup memburuk, 3= sedang, 4= cukup Terapeutik
membaik, 5= membaik
Jam : 18. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
Indikator 1 2 3 4 5
19. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulasi, mobilisasi, dan
Warna kulit perawatan diri) sesuai kebutuhan
Perawat Pelaksana 20. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
Tekanan darah
21. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
Frekuensi napas untuk mencapai tujuan
Edukasi
EKG Iskemia
22. Jelasakan metode aktivitas fisik sehari – hari, jika perlu
(………………………………)
23. Anjurkan kepada keluarga untuk memberi penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.


Erdin. 2018. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.
Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.
Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.
Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi).
MediAction.
Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Jakarta: Alfabeta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia;
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.
WHO. 2018. Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai