Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

Disusun Oleh:

LAILUL MUNA
NIM: 20161257

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH KENDAL

2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

A. Konsep Kejang Demam


1. Pengertian
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz &
Sowden, 2009).
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi
otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.

2. Etiologi
Menurut Lumbantobing (2008), faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang
demam:
a. Demam itu sendiri
b. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak)
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
d. Perubahan keseimbangan cairan / elektrolit
e. Ensephalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan tidak diketahui atau
ensephalopati toksik sepintas
f. Gabungan semua faktor diatas.

3. Gambaran Klinis
a. Kejang parsial (fokal, lokal)
1) Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
a) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2) Kejang parsial kompleks

2
a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–ngecapkan
bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
3) Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
a) Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
(1) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari
15 detik
(2) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
b) Kejang mioklonik
(1) Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
(2) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
(3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
(4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
(1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1
menit
(2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
(3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
(4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
(1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
(2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

4. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
3
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron
otak.

5. Pathways
Infeksi bakteri virus dari Rangsang mekanik dan
Parasit biokimia. Gangguan
keseimbangan cairan dan
Reaksi inflamasi elektrolit

Proses demam
Perubahan konsentrasi ion Kelainan neurologis
diruang ekstraseluler perinatal/prenatal
Hipertermi

Ketidakseimhangan Perubahan difusi


Potensial membran ATP Na+ dan K+
ASE

Pelepasan muatan listrik Perubahan beda potensial


semakin meluas keseluruh membran sel neuron
sel maupun membran sel
sekitarnya dengan
Kejang bantuan neurotransmitter

Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDK)

Perubahan suplay darah ke otak


Kesadaran menurun Reflek menelan
Menurun Resiko kerusakan sel
neuron otak
Resiko Cidera
Resiko Aspirasi
Resiko
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak
(Nurarif & Kusuma, 2015)
4
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
b. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–
daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran
darah dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah

7. Penatalaksanaan
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara inravena jika klien masih dalam keadaan kejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan
dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang
diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital
atau paraldehid 4 % secara intravena.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang
1) Semua pakaian ketat dibuka
2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu
dilakukan intubasi atau trakeostomi.

5
4) Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
c. Pengobatan rumat
1) Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan
antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak
mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun.
2) Profilaksis jangka panjang
d. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
e. Kejang demam yang mempunyai ciri :
1) Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi
perkembangan dan mikrosefali
2) Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan
saraf yang sementara atau menetap
3) Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
4) Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
5) Mencari dan mengobati penyebab

8. Komplikasi
a. Aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
a. Pengkajian Primer
1) Airway: Jalan nafas tidak bersih, tidak terdengar adanya bunyi nafas ronchi, tidak
ada jejas badan daerah dada
2) Breathing: Penurunan frekuensi nafas, nafas dangkal, kelemahan otot pernafasan,
kesulitan bernafas: sianosis
3) Circulation: Pingsan, hipertensi, depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan,
pusing, kejang-kejang
4) Disability: Dapat terjadi penurunan kesadaran
5) Exposure:Dapat terjadi luka dan perdarahan karena lidah tergigit
b. Data subyektif
1) Biodata/ Identitas
6
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua perlu
dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang
a) Gerakan kejang anak
b) Terdapat demam sebelum kejang
c) Lama bangkitan kejang
d) Pola serangan
e) Frekuensi serangan
f) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
g) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat Penyakit Dahulu
4) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu
hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep atau vakum),
perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi
panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
5) Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan
kejang.
6) Riwayat Perkembangan
a) Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial), kemampuan mandiri,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
b) Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
c) Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
d) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
7) Riwayat kesehatan keluarga.
7
a) Anggota keluarga menderita kejang
b) Anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
c) Anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8) Riwayat sosial
a) Perilaku anak dan keadaan emosional
b) Hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebaya
9) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan serta kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis.
b) Pola nutrisi
Asupan kebutuhan gizi anak, kualitas dan kuantitas makanan, makanan yang
disukai, selera makan, dan pemasukan cairan.
c) Pola Eliminasi
(1) BAK : frekuensi, jumlah, warna, bau, dan nyeri
(2) BAB : frekuensi, konsistensi, dan keteraturan
d) Pola aktivitas dan latihan
Kesenangan anak dalam bermain, aktivitas yang disukai, dan lama berkumpul
dengan keluarga.
e) Pola tidur atau istirahat
Lama jam tidur, kebiasaan tidur, dan kebiasaan tidur siang.
b. Data Obyektif
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital.
a) Suhu Tubuh.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, axila, dan oral yang digunakan
untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang dapat digunakan untuk
membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
b) Denyut Nadi
Dalam melakukan pemeriksaan nadi sebaiknya dilakukan dalam posisi tidur
atau istirahat, pemeriksaan nadi dapat disertai dengan pemeriksaan denyut
jantung
c) Tekanan Darah

8
Dalam melakukan pengukuran tekanan darah, hasilnya sebaiknya dicantumkan
dalam posisi atau keadaan seperti tidur, duduk, dan berbaring. Sebab posisi akan
mempengaruhi hasil penilaian tekanan darah (Nursalam, 2005)
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan kepala
Keadaan ubun-ubun dan tanda kenaikan intrakranial.
b) Pemeriksaan rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta katakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
c) Pemeriksaan wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetris wajah, sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi sehat, tanda rhesus
sardonicus, opistotonus, dan trimus, serta gangguan nervus cranial.
d) Pemeriksaan mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan.
e) Pemeriksaan telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.
d) Pemeriksaan hidung
Pernapasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan nafas, serta secret
yang keluar dan konsistensinya.
e) Pemeriksaan mulut
Tanda-tanda cyanosis, keadaan lidah, stomatitis, gigi yang tumbuh, dan karies
gigi.
f) Pemeriksaan tenggorokan
Tanda peradangan tonsil, tanda infeksi faring, cairan eksudat.
g) Pemeriksaan leher
Tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran vena jugularis.
h) Pemeriksaan Thorax
Amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama,
kedalaman, adakah retraksi, adakah intercostale pada auskultasi, adakah suara
tambahan.
9
i) Pemeriksaan Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung, serta irama jantung, adakah bunyi
tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.
j) Pemeriksaan Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana
turgor kulit, peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah pembesaran
lien dan hepar.
k) Pemeriksaan Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya, apakah terdapat
oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
l) Pemeriksaan Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise, terutama setelah terjadi kejang.
Bagaimana suhu pada daerah akral.
m) Pemeriksaan Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, adakah tanda-
tanda infeksi pada daerah genetalia.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran
darah keotak
c. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, penurunan reflek
menelan
d. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakefektifan orientasi (kesadaran umum)

3. Intervensi
a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1) Monitor TD, 1) Mengetahui
tindakan keperawatan Nadi, dan RR keadaan umum
selama 3 x 24 jam, 2) Monitor suhu klien
diharapkan suhu minimal tiap 2 2) Mengetahui
dapat turun dengan jam kenaikan dan
kriteria hasil: penurunan suhu
1) Suhu tubuh 3) Selimuti pasien klien
dalam rentang 3) Menurunkan panas
normal dengan cara
2) Nadi dan RR penguapan melalui
dalam rentang 4) Kompres pengeluaran
normal pasien pada keringat
3) Tidak ada pusing lipat paha dan 4) Kompres pada
aksila lipatan tubuh klien
10
akan mempercepat
turunnya panas
karena daerah
tersebut merupakan
5) Ajarkan pusat leukosit.
keluarga untuk 5) Keluarga secara
kompres mandiri dapat
hangat melakukannya
ketika di rumah
6) Mengatasi
6) Kolaborasi inflamasi dan
pemberian menurunkan suhu
antibiotik dan tubuh klien
antipiretik

b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran


darah keotak
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan faktor-faktor 1) Penurunan tanda/gejala
keperawatan selama 3 x 24 yang berhubungan neurologis atau
jam, diharapkan perfusi dengan keadaan kegagalan dalam
jaringan otak efektif dengan tertentu atau yang pemulihannya, setelah
kriteria hasil: menyebabkan serangan awal
1) Tidak ada sakit kepala penurunan perfusi menunjukkan bahwa
2) Tidak gelisah jaringan otak pasien itu perlu
3) Tidak ada muntah dipindahkan ke
4) Tak ada kejang perawatan intensif.
2) Observasi tanda-tanda 2) Periksa tanda-tanda vital
vital sangat penting untuk
mengetahui tindakan
selanjutnya
3) Pertahankan 3) Kepala yang miring
leher/kepala pada pada satu sisi akan
posisi tengah, menekan vena jugularis
kemudian sokong dan menghambat aliran
dengan handuk kecil darah vena yang
atau bantal kecil selanjutnya
meningkatkan TIK.
4) Berikan waktu 4) Aktivitas yang
istirahat diantara dilakukan terus-
aktivitas keperawatan menerus dapat
yang dilakukan meningkatkan TIK
dengan menimbulkan
efek stimulasi
komulatif.
5) Catat adanya refleks- 5) Penurunan refleks
refleks menelan, menandakan adanya
batuk, babinski, dan kerusakan pada tingkat
reaksi pupil otak tengah atau batang
otak yang sangat
berpengaruh langsung
terhadap keamanan
pasien.
6) Anjurkan orang 6) Ungkapan keluarga
terdekat (keluarga) yang menyenangkan
untuk berbicara pasien tampak
dengan pasien. mempunyai efek
relaksasi pada beberapa
pasien.

11
c. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, penurunan reflek
menelan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi tanda-tanda 1) Tanda-tanda vital,
keperawatan selama 3 x 24 vital tiap 2 jam terutama respirasi
jam, diharapkan klien tidak menjadi data untuk
mengalami aspirasi dengan mengetahui apakah ada
kriteria hasil: resiko aspirasi
1) Respirasi dalam 2) Auskultasi suara nafas 2) Mengetahui apakah ada
rentang normal tiap 2-4 jam sekali suara nafas tambahan,
2) Dapat bernafas dengan adanya aspirasi, maupun
mudah obstruksi.
3) Tidak ditemukan 3) Bebaskan jalan nafas 3) Memaksimalkan
sputum dengan mengatur pernafasan dan ekspansi
4) Tidak ditemukan suara posisi kepala tinggi dada klien
nafas tambahan 4) Bersihkan mulut dan 4) Membersihkan jalan
saluran nafas dari nafas dari sekret
sekret dengan
melakukan suction
5) Beri oksigen sesuai 5) Memaksimalkan
kebutuhan oksigen untuk
kebutuhan tubuh dan
membantu mencegah
hipoksia
6) Kolaborasi dalam 6) Mengencerkan sekret,
pemberian obat sehingga dapat keluar
pengencer sekret dan jalan nafas bersih
mukolitik

d. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakefektifan orientasi (kesadaran umum)


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan kewaspadaan 1) Kewaspadaan ini
keperawatan selama 3 x 24 kejang, seperti pasang mencegah anak jatuh,
jam, diharapkan tidak penghalang tempat cidera kepala serta
terjadi cidera dengan tidur mengurangi resiko
kriteria hasil: komplikasi lebih jauh.
1) Anak tidak mengalami 2) Catat berbagai 2) Jenis Gerakan dan
cidera akibat kejang gerakan tubuh anak lamanya kejang
dan lama kejangnya membantu memastikan
jenis kejang yang
dialami anak.
3) Kaji status pernapasan 3) Anak memerlukan
anak resusitasi pernapasan,
jika mengalami apnea
selama atau setelah
4) Kolaborasi: Beri kejang
pengobatan 4) pengobatan
antikonvulsan sesuai antikonvulsan dapat
indikasi mengendalikan kejang

DAFTAR PUSTAKA

12
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 5. Jakarta: EGC.
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi Keenam.
Missouri: Mosby Elsevier
Lumbantobing, S. M. 2008. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Jakarta: Balai penerbit
FKUI

Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri: Mosby
Elsevier
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta:
EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing
Potter, Paricia dan Anne G Perry, 2010, Fundamentals of Nursing Fundamental
Keperawatan,Salemba Medika, Indonesia

13

Anda mungkin juga menyukai