1. Pengertian
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 380C (Riyadi dan Sukarmin,
2009).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
terjadi pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam.
Hal ini dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat
rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh
belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang demam ialah perubahan aktivitas motoric dan atau behavior
yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya
aktivitas listrik abnormal diotak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh.
Kejang pada anak (Widagdo, 2012).
Klasifikasi Neuron:
a. Berdasarkan Struktur Neuron:
1. Neuron tanpa akson : terdapat di otak dan organ perasa.
2. Neuron bipolar : terdapat di organ perasa khusus.
3. Neuron unipolar : terdapat neuron sensorik saraf tepi.
4. Neuron multipolar : terdapat di serabut saraf perifer, seluruh
neuron motorik yang mengendalikan otot rangka
b. Berdasarkan Fungsionalnya
1. Neuron sensorik berasal dari afferen serabut saraf tepi yang
membawa informasi dari reseptor pesan sensorik untuk di bawa ke
serabut saraf prefier.
2. Neuron motorik, neuron efferen membawa pesan-pesan / instruksi
dari serabut saraf perifer menuju efektn perifer.
3. Interneuron, neuron asosian berada diantara neuron sensorik dan
neuron motorik.
Neuroglia adalah sel penyokong untuk neuron-neuron serabut sarat
prefier. Ada 4 jenis :
1. Mikroglia : bersifar fagosit bertugas untuk mencerna sisa-sisa
jaringan yang rusak dan dianggap penting dalam melawan infeksi.
2. Ependima : berperan dalam produksi cairan serebro spinal
(css).
3. Astroglia : sel glia terbesar.
4. Oligodendrosit.
- Sel Schwan: membentuk myelin maupun neurolema saraf tepi
membran plasma sel schwan secara konsentris mengelilingi
tonjolan serabut saraf tepi.
- Myelin : merupakan suatu kompleks protein lemak putih yang
mengisolasi tonjolan saraf. Myelin menghalangi aliran ion
natrium dan kalium melintasi membran neuronal dengan hampir
sempurna. Selubung myelin tidak kontinue di sepanjang tonjolan
saraf dan terpadat celah-celah yang tidak memiliki myelin disebut
modus ranvier.
- Transmisi sinape: neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke
seluruh tubuh. Kejadian impuls saraf bersifat listrik disepanjang
neuron dan bersifat kimiawi diantara neuron.
3. Etiologi
Faktor Resiko
a. Demam
b. Riwayat kejang demam orang tua atau saudara kandung
c. Perkembangan terlambat
d. Problem pada neonates
e. Anak dalam perawatan khusus
f. Kadar Natrium rendah
Penyebab kejang atau kejang konvulsif bervarias dan diklasifikasikan
sebagai ideopatik (defek genetic, perkembangan) dan di dapat.
Penyebab kejang didapat adalah hipoksemia pada eberapa kasus yang
mencakup isufisiensi vaskuler, demam (pada masa kanank-kanak.
Cidera kepala, infeksi system syaraf pusat, kondisi metabolisme dan
toksik (gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia,
pestisida), tumor otak serta kesalahan penggunaan obat dan alergi
(Smeltzer dan Bare,2001 )
4. Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yatu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah:
a. Kejang berlangsung singkat
b. Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit
c. Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Ciri kejang ini:
a. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
(Nurarif Huda Amin, 2013)
3. Kejang demam simptomatik
Ciri dari kejang ini
a. Umur dan sifat demam sama dengan kejang sederhana, sebelumnya
anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut
b. Factor resiko untuk timbul epilepsy ialah gambaran kompleks
waktu bangkitan dan pasca iktal kejang bermula pada umur < 12
bulan,
c. Milestone tumbuh kembang anak terlambat (Riyadi dan Sukarmin,
2013)
5. Manifestasi Klinis
a. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)
- Kejang Parsial Sederhana
1) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
Tanda atau Gejala otonomik: Muntah, Berkeringat, Muka
merah, dilatasi pupil.
2) Gejala Somatosensoris atau sensoris Khusus: Mendengar
music, Merasa seakan jatuh dari udara, Parestesia.
3) Gejala Psikis: Rasa takut, Visi Panoramik.
4) Kejang Tubuh: Umumnya gerakan setiap kejang sama.
- Kejang Parsial Kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks.
2) Dapat mencakup otomatisme gatau gerakan otomatik:
Mengecapa-ngeapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel
yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme: Tatapan terpaku.
b. Kejang Umum (Konvulsi atau Non-konvulsi)
1) Kejang Absens
- Gangguan Kewaspadaan dan responsivitas
- Ditandai dengan tatapan terpaku yang umum nya berlangsung
kurang dari 15 detik.
- Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada dan
konsentrasi penuh.
2) Kejang Mioklonik
- Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot
yang terjadi secara mendadak.
- Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila
patologik berupa kedutan-kedutan sinkron dari bahu, leher,
lengan atas dan kaki.
- Umum nya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
3) Kejang Tonik-Klonik
- Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang
berlangsung kurang dari 1 menit.
- Dapat disertai hilang nya control usus dan kandung kemih.
- Saat tonik di ikuti klonik pada ekstermitas atas dan bawah.
- Letargi, konvulsi dan tidur dalam fase postictal
4) Kejang Tonik
- Peningkatan mendadak tonus otot ( menjadi kaku, kontraksi),
wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai,
mata kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan
henti nafas
5) Kejang Klonik
- Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiple dilengan, tungkai atau torsol
6) Kejang Atonik
- Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
- Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
7. Komplikasi
a. Hipoksia
b. Hiperpireksia
c. Asidosis
d. Renjatan atau sembab otak
e. Hemiparesis pada penderita kejang lama
f. IQ lebih rendah dibanding dengan saudaranya (pada penderita kejang
demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau
kelainan neurologis)
g. Retardasi mental (apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya
kejang tanpa demam).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,
elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walupun kadang tidak
menunjukkan kelainan yang berarti.
b. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi
pada pasien dengan kejang demam meliputi:
- Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala
meningitis sering tidak jelas.
- Bayi antara 12 bulan -1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal
pungsi kecuali pasti bukan meningitis.
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak
khas.
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan
pada anak tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya
menunjukkan gambaran normal. CT scan atau MRI direkomendasikan
untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak. (Nurarif
Huda Amin, 2013).
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa
2) Bila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya
edema otak. Diberikan kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg
BB atau glukokortikoid seperti deksametason ½ – ampul setiap 6
jam sampai keadaan membaik.
3) Berikan diazepam secara IV / Rectal untuk menghentikan kejang
4) Pemberian Fenobarbital secara IV
5) Untuk menghentikan status kovulsivus diberikan difenilhidantion
secara IV
6) Pembedahan, terutama untuk pasien yang resisten terhadap
pengobatan yang tujuannya :
- Memetakan aktivitas listrik di otak
- Menentukan letak / focus epileprogenik
- Mengangkat tumor, kelainan otak lainnya
- Namun pembedahan dapat meninbulkan berbagai komplikasi
lain : edema serebral, hemoragi, hidrocepalus, infark serebral
atau peningkatan kejang (Ngastiyah, 2005).
b. Penatalaksanaan keperawatan:
1) Memonitor demam
2) Menurunkan demam : kompres hangat
3) Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang
4) Mengelola antipiretik, antikonvulsan
5) Suctioning
c. Tindakan :
1) Memposisikan anak secara lateral decubitus agar sekresi mulut
dapat mengalir keluar dan posisi lidah tidak menggangujalan nafas.
2) Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran
nafas tetap terbuka.
3) Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak agar
saluran nafas tetap terbuka.
4) Menjaga agar lidah tidak tergigit dengan memasang batang
plastic/terbungkus kain di antara rahang atas dan bawah.
5) Menjaga anak tidak trauma dengan membaringkan di tempat yang
aman, dan pakaian di longgarkan
6) Memberikan jalan nafas dan memeberi dukungan ventilasi sesuai
dengan kebuuhan pasien.
7) Tungguilah anak yang kejang dan perhatikan lamanya kejang, bila
berlangsung lebih dari 5 menit, anak perlu segera mendapatkan
pertolongan.
8) Bila kejang berakhir dan akan terlihat tertidur maka biarkan anak
bangun dengan sendirinya, karena anak merasa kelelahan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemi berhubungan dengan proses patologis.
2. Resiko cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
kerusakan sel neuron otak
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan secresi mucus
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan
mengacu pada kriteria evaluasi.
E. Pendidikan pasien
1. Pemakain obat, efek samping, dosis, waktu, laporkan efek samping
obat kepada dokter
2. Pentingnya menghindari minuman beralkohol selama memakai obat
antikonvulsant
3. Langkah menghindari cedera pada saat kejang
4. Peningkatan kebersihan mulut bila memakai phenytein
5. Utamakan memakai obat walaupun sedang bebas kejang
6. Dilarang mengendarai kendaraan
7. Utamakan perawatan lanjutan
DAFTAR PUSTAKA