Anda di halaman 1dari 19

I.

KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 380C (Riyadi dan Sukarmin,
2009).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering
terjadi pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam.
Hal ini dikarenakan, anak yang masih berusia dibawah 5 tahun sangat
rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem kekebalan tubuh
belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang demam ialah perubahan aktivitas motoric dan atau behavior
yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya
aktivitas listrik abnormal diotak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh.
Kejang pada anak (Widagdo, 2012).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan


1. Anatomi Fisiologi
Sistem saraf / persaratan terdiri atas sel saraf (neuron) dan sel
penyokong (neuroglia dan sel schwch).
Neuron adalah sel saraf dan merupakan unit anatomi dan fungsional
sistem persaratan.
Struktur neuron:
a. Badan Sel
Badan sel secara relatif sel lebih besar dan mengelilingi nucleus
yang ada di dalamnya terhadap nucleolus.
b. Dendrit
Adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel,
dendrit merupakan bagian yang menjulur keluar dari badan seldan
menjalar ke segala arah.
c. Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi
keluar dari badan sel. Dendrit dan akson sering disebut serabut
saraf/ tonjolan saraf.
Kemampuan menerima dan menyampaikan dan meneruskan pesan-
pesan neural disebabkan oleh sifat khusus membran sel neuron
yang mudah dirangsang dan dihantarkan oleh elektrokimia.

Gambar 1. Struktur Neuron. Sumber: Google Image

Klasifikasi Neuron:
a. Berdasarkan Struktur Neuron:
1. Neuron tanpa akson : terdapat di otak dan organ perasa.
2. Neuron bipolar : terdapat di organ perasa khusus.
3. Neuron unipolar : terdapat neuron sensorik saraf tepi.
4. Neuron multipolar : terdapat di serabut saraf perifer, seluruh
neuron motorik yang mengendalikan otot rangka
b. Berdasarkan Fungsionalnya
1. Neuron sensorik berasal dari afferen serabut saraf tepi yang
membawa informasi dari reseptor pesan sensorik untuk di bawa ke
serabut saraf prefier.
2. Neuron motorik, neuron efferen membawa pesan-pesan / instruksi
dari serabut saraf perifer menuju efektn perifer.
3. Interneuron, neuron asosian berada diantara neuron sensorik dan
neuron motorik.
Neuroglia adalah sel penyokong untuk neuron-neuron serabut sarat
prefier. Ada 4 jenis :
1. Mikroglia : bersifar fagosit bertugas untuk mencerna sisa-sisa
jaringan yang rusak dan dianggap penting dalam melawan infeksi.
2. Ependima : berperan dalam produksi cairan serebro spinal
(css).
3. Astroglia : sel glia terbesar.
4. Oligodendrosit.
- Sel Schwan: membentuk myelin maupun neurolema saraf tepi
membran plasma sel schwan secara konsentris mengelilingi
tonjolan serabut saraf tepi.
- Myelin : merupakan suatu kompleks protein lemak putih yang
mengisolasi tonjolan saraf. Myelin menghalangi aliran ion
natrium dan kalium melintasi membran neuronal dengan hampir
sempurna. Selubung myelin tidak kontinue di sepanjang tonjolan
saraf dan terpadat celah-celah yang tidak memiliki myelin disebut
modus ranvier.
- Transmisi sinape: neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke
seluruh tubuh. Kejadian impuls saraf bersifat listrik disepanjang
neuron dan bersifat kimiawi diantara neuron.

Secara anatomis neuron tidak tersambung satu sama lain. Tempat


dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron lain / dengan organ
efekton disebut sinaps. Sinaps merupakan satu-satunya tempat dimana
suatu impuls dapat lewat dari satu neuron ke neuron yang lain /
efektonnya.
Sinaps, setiap sinaps berjalan dari neuron prasinaps ke postsinaps.
Setiap sinops terjadi perubahan dalam potensial trans membran yang
mengakibatkan knop efek sinaps akan memberikan aktivitas pada sel-sel
lainnya. Sinaps bersifat ebitrik untuk melakukan kontak antar sel dan
bersifat kimia dengan melibatkan neurotransmiter.
Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintens dalam neuron dan
disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Neurotransmiter
merupakan cara komunikasi antar neuron dengan cara setiap neuron
melepaskan satu neurotransmiter. Zat kimia ini menyebabkan perubahan
permeabilitus sel neuron, sehingga dengan bantuan zat-zat kimia ini
neuron dapat dengan mudah menyalurkan impuls. Tergantung jenis
neuron dan transmiter tersebut.
Membran pre synaptic mengandung asetil kolin (acn)yang
disimpan dalam bentuk vesicel-vesicel. Jika terjadi potensial aksi, maka
Ca + Voltago gated Channel akan teraktivasi. Terbukanya channel ini
akan mengakibatkan terjadinya inflox calcium. Influk ini akan
mengaktifkan venal-venal tersebut untuk bergerak ke tepi
membran.karena proses clocking ini maka asetil cholin yang terkandung
di dalam vesial akan dilepasakan kedalam celah synaptis. Achetilcholin
yang dlepaskan tadi akan berikatan dengan reseptor aserticholin yang
terdapat dalam membran post synaptic. Reseptor achetilcholin ini
terdapat pada lekukan-lekukan membran post synaps.
Ikatan Acethilcolin dan reseptor acetilcolin akan mengakibatkan
terbukanya gerbang natrium pada sel otot yang segera setelahnya akan
mengakibatkan influx naf. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
depolarisasi membran post synaps. Jika depolarisasi mencapai ambang
tertentu, maka akan terjadi potensial aksi yang dirambatkan ke segala
arah sesuai karakteristik sel eksitabel dan akhirnya mengakibatkan
kontraksi.
Gambar 2. Sinaps. Sumber: Google Image

3. Etiologi
Faktor Resiko
a. Demam
b. Riwayat kejang demam orang tua atau saudara kandung
c. Perkembangan terlambat
d. Problem pada neonates
e. Anak dalam perawatan khusus
f. Kadar Natrium rendah
Penyebab kejang atau kejang konvulsif bervarias dan diklasifikasikan
sebagai ideopatik (defek genetic, perkembangan) dan di dapat.
Penyebab kejang didapat adalah hipoksemia pada eberapa kasus yang
mencakup isufisiensi vaskuler, demam (pada masa kanank-kanak.
Cidera kepala, infeksi system syaraf pusat, kondisi metabolisme dan
toksik (gagal ginjal, hiponatremia, hipokalsemia, hipoglikemia,
pestisida), tumor otak serta kesalahan penggunaan obat dan alergi
(Smeltzer dan Bare,2001 )

4. Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yatu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah:
a. Kejang berlangsung singkat
b. Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit
c. Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Ciri kejang ini:
a. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
(Nurarif Huda Amin, 2013)
3. Kejang demam simptomatik
Ciri dari kejang ini
a. Umur dan sifat demam sama dengan kejang sederhana, sebelumnya
anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut
b. Factor resiko untuk timbul epilepsy ialah gambaran kompleks
waktu bangkitan dan pasca iktal kejang bermula pada umur < 12
bulan,
c. Milestone tumbuh kembang anak terlambat (Riyadi dan Sukarmin,
2013)

Adapun jenis-jenis kejang menurut (Ngastiyah, 2005)


1. Kejang Parsial
a. Kejang Persial Sederhana:
1) Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau
lebih hal berikut ini :Tanda-tanda motorik kedutaan
pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh umumnya
gerakan setiap kejang sama
2) Tanda atau gejala otomik, muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
3) Somotosenoris atau sensori khusus, mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara
4) Gejala psikis, rasa takut
b. Kejang Parsial Kompleks:
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya
sebagai kejang parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik,
mengecap-ngecap bibir, mengunyah, gerakan
mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya
3) Tatapan terpaku.
2. Kejang Umum.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan
berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34
minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk
klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi
lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput
otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral
dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-
pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3
detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri
akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau
oleh ensepalopati metabolic.
c. Kejang-Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan
fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang
dan terjadinya cepat. Kejang ini merupakan pertanda
kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.
4. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsillitis,
otitis media akut, bronchitis penyebab terbanyaknya adalah infeksi bakteri
yang toksik. Toksik yang yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat
menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limpa. Penyebaran
toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh
mengalami bahaya sistemik. Naiknya pengaturan suhu dihipotalamus akan
merangsang kenaikkan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit
sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot (Riyadi dan Sukarmin, 2015).
Kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 -
15 % dan kebutuhan O2 meningkat menjadi 20 %. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam
waktu singkat (Irdawati, 2017). Kenaikan suhu yang terjadi di
hipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh yang lain akan disertai
pengeluran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial
aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang
perpindahan ion Na+ dan K+ dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam
sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi nerun
dengan cepat sehingga menimbulkan kejang. Serangan yang cepat inilah
yang dapat menjadikan anak mengalami respon penurunan kesadaran, otot
ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga anak
beresiko terhadap injury dan kelangsungan jalan napas oleh penutupan
lidah dan spasme bronkus (Riyadi dan Sukarmin, 2015).
Kejang demam yang terjadi kurang dari 15 menit umumnya tidak
akan meninggalkan gejala sisa, sedangkan pada kejang demam yang lebih
dari 15 menit biasanya diikuti dengan kondisi apneu, hipoksemia yang
disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk
kontraksi oto skeler, asidosis laktat (metabolism anaerob), hipotensi
arterial dan selanjutnya menungkatkan metabolism otak. Rangkaian
kejasian ini menyebabkan terhadinya penurunan suplai darah ke otak
segingga terjadi hipoksemia dan edema otak yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kerusakan sel neuron.

5. Manifestasi Klinis
a. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)
- Kejang Parsial Sederhana
1) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
Tanda atau Gejala otonomik: Muntah, Berkeringat, Muka
merah, dilatasi pupil.
2) Gejala Somatosensoris atau sensoris Khusus: Mendengar
music, Merasa seakan jatuh dari udara, Parestesia.
3) Gejala Psikis: Rasa takut, Visi Panoramik.
4) Kejang Tubuh: Umumnya gerakan setiap kejang sama.
- Kejang Parsial Kompleks
1) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks.
2) Dapat mencakup otomatisme gatau gerakan otomatik:
Mengecapa-ngeapkan bibir, mengunyah, gerakan menongkel
yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme: Tatapan terpaku.
b. Kejang Umum (Konvulsi atau Non-konvulsi)
1) Kejang Absens
- Gangguan Kewaspadaan dan responsivitas
- Ditandai dengan tatapan terpaku yang umum nya berlangsung
kurang dari 15 detik.
- Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada dan
konsentrasi penuh.
2) Kejang Mioklonik
- Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot
yang terjadi secara mendadak.
- Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila
patologik berupa kedutan-kedutan sinkron dari bahu, leher,
lengan atas dan kaki.
- Umum nya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
3) Kejang Tonik-Klonik
- Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang
berlangsung kurang dari 1 menit.
- Dapat disertai hilang nya control usus dan kandung kemih.
- Saat tonik di ikuti klonik pada ekstermitas atas dan bawah.
- Letargi, konvulsi dan tidur dalam fase postictal
4) Kejang Tonik
- Peningkatan mendadak tonus otot ( menjadi kaku, kontraksi),
wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai,
mata kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan
henti nafas
5) Kejang Klonik
- Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiple dilengan, tungkai atau torsol
6) Kejang Atonik
- Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
- Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

6. Fase – Fase Kejang Demam


a. Fase prodromal
Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali
kejang beberapa jam/ hari
b. Fase iktal
Merupakan aktivitas kejang yag biasanya terjadi gangguan
muskulosketal
c. Fase postictal
Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen, peka rangsang
yang terjadi setelah kejang tersebut.
d. Fase aura
Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang biasanya
berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.

7. Komplikasi
a. Hipoksia
b. Hiperpireksia
c. Asidosis
d. Renjatan atau sembab otak
e. Hemiparesis pada penderita kejang lama
f. IQ lebih rendah dibanding dengan saudaranya (pada penderita kejang
demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau
kelainan neurologis)
g. Retardasi mental (apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya
kejang tanpa demam).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,
elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walupun kadang tidak
menunjukkan kelainan yang berarti.
b. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi
pada pasien dengan kejang demam meliputi:
- Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala
meningitis sering tidak jelas.
- Bayi antara 12 bulan -1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal
pungsi kecuali pasti bukan meningitis.
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak
khas.
d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan
pada anak tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya
menunjukkan gambaran normal. CT scan atau MRI direkomendasikan
untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak. (Nurarif
Huda Amin, 2013).

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pemberian cairan IV dengan cairan yang mengandung glukosa
2) Bila kejang sangat lama, sehingga terdapat kemungkinan terjadinya
edema otak. Diberikan kortikosteroid sepeti kortison 20-30 mg/Kg
BB atau glukokortikoid seperti deksametason ½ – ampul setiap 6
jam sampai keadaan membaik.
3) Berikan diazepam secara IV / Rectal untuk menghentikan kejang
4) Pemberian Fenobarbital secara IV
5) Untuk menghentikan status kovulsivus diberikan difenilhidantion
secara IV
6) Pembedahan, terutama untuk pasien yang resisten terhadap
pengobatan yang tujuannya :
- Memetakan aktivitas listrik di otak
- Menentukan letak / focus epileprogenik
- Mengangkat tumor, kelainan otak lainnya
- Namun pembedahan dapat meninbulkan berbagai komplikasi
lain : edema serebral, hemoragi, hidrocepalus, infark serebral
atau peningkatan kejang (Ngastiyah, 2005).

b. Penatalaksanaan keperawatan:
1) Memonitor demam
2) Menurunkan demam : kompres hangat
3) Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang
4) Mengelola antipiretik, antikonvulsan
5) Suctioning

c. Tindakan :
1) Memposisikan anak secara lateral decubitus agar sekresi mulut
dapat mengalir keluar dan posisi lidah tidak menggangujalan nafas.
2) Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran
nafas tetap terbuka.
3) Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak agar
saluran nafas tetap terbuka.
4) Menjaga agar lidah tidak tergigit dengan memasang batang
plastic/terbungkus kain di antara rahang atas dan bawah.
5) Menjaga anak tidak trauma dengan membaringkan di tempat yang
aman, dan pakaian di longgarkan
6) Memberikan jalan nafas dan memeberi dukungan ventilasi sesuai
dengan kebuuhan pasien.
7) Tungguilah anak yang kejang dan perhatikan lamanya kejang, bila
berlangsung lebih dari 5 menit, anak perlu segera mendapatkan
pertolongan.
8) Bila kejang berakhir dan akan terlihat tertidur maka biarkan anak
bangun dengan sendirinya, karena anak merasa kelelahan.

11. Pencegahan Kejang Demam


1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan anti piretika pada penyakit yang disetai demam.
2. Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata
a. Fenobarbital : 5 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis
b. Fenotoin : 2- 8 mg/ kg BB/ 24 jam 2 – 3 dosis
c. Klonazepam : indikasi khusus
3. Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Identitas klien
b. Tanyakan faktor resiko dan faktor penyebab yang mungkin terjadi
pada klien
c. Penyakit yang diderita
2. Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien atau orang tia membawa anaknya
untu meminta pertolongan kesehatan adalah suhu bafdan tinggi,
kejang, dan dampak hospitalisasi.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang
Harus tanya kepada pasien tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai terjadinya serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
Keluhan yang dirasai pasien biasanya karena akibat infeksi dan
peningkatan tekanan intracranial seperti sakit kepala, demam
selama perjalan penyakit,latergik, tidak responsive, kejang.
b. Dahulu
Tanyakan kepada klien apakah ia mempunyai riwayat penyakit
trauma kepala,tindakan bedah syaraf, infeksi jalan napas bagian
atas, sakit TB. Dan tanyakan kepada klien apakah yang sering
digunakan dalam pemakaian obat antibotik, seprti pemakaian
kortikosteroid. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengakajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasr untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memeberikan tindakan
selanjutnya.
4. Pengkajian Psikososial
Pengakajian ini meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas menegenai:status emosi
a) Kognitif
b) Perilaku klien.
Kemudian tanyakan apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu
timbul seperti :
a) Ketakutan Akan Kecatatan
b) Rasa Cemas
c) Rasa Kedikmampuan Untuk Melakukan Aktivitas Secara Optimal
d) Pandangan Gangguan Citra Tubuh.
5. Pemeriksaan Fisik.
a) Aktivitas / istirahat
Gejala: Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang
ditimbulkan kondisinya.
Tanda: Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan
involunter, kelemahan secara umum, keterbatasan dalam
rentang gerak.
b) Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis dan
beberapa penyakit jantung conginetal (abses otak).
Tanda: Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan
nadi berat, takikardi, distritmia (fase akut), seperti distrimia
sinus (pada meningitis).
c) Eliminasi
Tanda: Adanya inkotinensia dan retensi.
d) Makanan dan Cairan
Gejala: Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda: Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane
mukosa kering.
e) Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, Pareslisia (terasa kaku pada semua
persarafan yang terkena), kehilangan sensasi (kerusakan pada
saraf cranial). Hiperalgesia (meningkatnya sensitifitas. Timbul
kejang (abses otak), Gangguan dalam penglihatan, seperti
diplopia. Fotopobia. Ketulian (encephalitis) atau mungkin
hipersensitifitas terhadap kebisingan, Adanya halusinasi.
f) Status mental/tingkat kesadaran
Letargi sampai kebingungan yang berat hingga koma, delusi
dan halusinasi/psikosis organic (encephalitis). Kehilangan
memori, sulit mengambil keputusan (meningitis bacterial).
Afasia (kesulitan dalam berkomunikasi).
Mata (ukuran/reaksi pupil): Unisokor atau tidak berespon
terhadap cahaya. Nistagmus (bola mata bergerak terus
menerus). Ptosis (kelopak mata atas jatuh). Karakteristik fasial
(wajah): Perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf
cranial V dan VII terkena).
Kejang umum atau lokal (pada abses otak). Kejang lobus
temporal. Otot mengalami hipotonia/flaksid paralisis. Spastik
(encephalitis). Hemiparese hemiplegic (meningitis
/encephalitis). Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig
positif merupakan indikasi adanya iritasi meningeal. Regiditas
muka (iritasi meningeal). Refleks tendon dalam terganggu,
brudzinski positif. Refleks abdominal menurun.
g) Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, di frontal)
mungkin akan diperburuk oleh ketegangan leher/ punggung
kaku,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri.
Tanda: Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah
menangis/ mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala: Adanya riwayat infeksi sinus atau paru.Tanda:
Peningkatan kerja pernapasan, perubahan mental dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala : Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi
lain, meliputi mastoiditis telinga tengah sinus, abses gigi,
abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada
tengkorak/cedera kepala. Imunisasi yang baru saja berlangsung;
terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, herpes
simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
Gangguan penglihatan atau pendengaran.
Tanda : Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemi berhubungan dengan proses patologis.
2. Resiko cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
kerusakan sel neuron otak
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan secresi mucus
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan
mengacu pada kriteria evaluasi.

E. Pendidikan pasien
1. Pemakain obat, efek samping, dosis, waktu, laporkan efek samping
obat kepada dokter
2. Pentingnya menghindari minuman beralkohol selama memakai obat
antikonvulsant
3. Langkah menghindari cedera pada saat kejang
4. Peningkatan kebersihan mulut bila memakai phenytein
5. Utamakan memakai obat walaupun sedang bebas kejang
6. Dilarang mengendarai kendaraan
7. Utamakan perawatan lanjutan
DAFTAR PUSTAKA

Harjaningrum, Inayati, Wicaksono, Demi. (2007), Peranan Orang Tua dan


Praktisi dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat
Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan. Jakarta; Prenada
Media Group

Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Medication
Publishing Jogjakarta

Riyadi dan Sukarmin. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Anak.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-


Bedah Brunner &Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC, Jakarta.

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. CV


Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai