Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH APLIKASI PENERAPAN KOMPRES HANGAT DALAM

MENURUNKAN HIPERTERMIA PADA ANAK YANG MENGALAMI KEJANG


DEMAM DALAM ASUHAN KEPERAWATAN ANAK Y DENGAN EPILEPSI
ATONIK DI RUANG ANAK LT DASAR RSUP DR. KARIADI SEMARANG

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK

OLEH :
INDAH FITRIANI (G3A021062)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Epilepsi merupakan masalah neurologis yang heterogen pada anak. Kelainan
neurologis ini mempengaruhi aspek fisik, psikologis, ekonomi dan sosial dan juga
bagi orang yang merawat mereka. Di negara berkembang sendiri sekitar 75-80%
kasus baru epilepsi ditemukan. Kejang pada anak memiliki keberagaman, dipengaruhi
oleh usia, karakteristik kejang, yang berhubungan dengan komorbiditas, tatalaksana
dan prognosis. Diperlukan pengertian yang komprehensif mengenai epilepsi
dikarenakan kompleksitas dari penyakit ini serta perlunya evaluasi secara berkala dan
pencegahan dengan meminimalisir gangguan neurologis sejak dini.
Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi
yang mengenai jaringan ektrakranial seperti tonsilitis, ototis media akut, bronkitis.
Penyebab terjadinya kejang demam, antara lain: obatobatan, ketidakseimbangan
kimiawi seperti hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis, demam, patologis otak,
eklampsia (ibu yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Kejang
demam (febris convulsion/stuip/step) yaitu kejang yang timbul pada waktu demam
yang tidak disebabkan oleh proses di dalam kepala (otak: seperti meningitis atau
radang selaput otak, ensifilitis atau radang otak) tetapi diluar kepala misalnya karena
ada nya infeksi di saluran pernapasan, telinga atau infeksi di saluran pencernaan.
Biasanya dialami anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.
Anak-anak yang mengalami kejang demam sederhana tidak memiliki
peningkatan resiko kematian. Pada kejang demam kompleks yang terjadi sebelum
usia 1 tahun, atau dipicu oleh kenaikan suhu < 39ºC dikaitkan dengan angka kematian
2 kali lipat selama 2 tahun pertama setelah terjadinya kejang. Pada anak yang panas
perawat sering melakukan kegiatan untuk penurunan panas tersebut salah satunya
dengan kompres. Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses
evaporasi. Dengan kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi
hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas,
akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak
meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat
pembuluh darah tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori – pori
kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Sehingga akan terjadi
perubahan suhu tubuh

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Setelah dilakukan kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh pasien,
diharapkan orangtua pasien dapat menerapkannya pada saat suhu tubuh pasien
tinggi.
2. Tujuan khusus
Setelah dilakukan kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh pasien,
diharapkan : penulisan ini adalah mampu mendapatkan landasan teori yang bisa
mendukung pemecahan masalah tentang intervensi keperawatan yang paling
efektif tehadap penurunan suhu tubuh pada anak kejang
a) Mengetahui tanda tanda jika anak akan demam
b) Memberikan nutrisi yang tepat dan cukup untuk anaknya
c) Melakukan tindakan pertama yang dapat mengatasi jika demam anak tinggi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian dan klasifikasi
Epilepsi atau dalam bahasa Yunani “Epilambanmein” mempunyai arti
serangan. Hal ini dikarenakan sejak jaman dahulu epilepsi dianggap serangan roh
jahat. Mitos tersebut mempengaruhi sikap masyarakat dan menyulitkan upaya
penanganan penderita epilepsi dalam kehidupan normal. Orang pertama yang
berhasil mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa
epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak adalah
Hipokrates. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap
orang di seluruh dunia (Megiddo, 2018).
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai
etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. Terdapat dua
kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum.
Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di
mana pada kelainan ini dapat disertaikehilangan kesadaran parsial. Sedangkan
pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan
biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik
termasuk dalam epilepsi umum (Engel, 2018).
Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) untuk kejang epilepsi :
(Fisher, 2018)
a) Kejang Parsial
1) Kejang parsial sederhana : Gejala berupa kejang motorik fokal, emosional
kompleks.
2) Kejang parsial kompleks : Gejala hampir sama dengan kejang parsial
sederhana, tetapi yang paling khas penurunan kesadaran
b) Kejang umum
1) Kejang Absans : Serangan tanpa disertai peringatan sehingga sering tidak
terdeteksi. Hilangnya kesadaran sesaat dan mendadak disertai amnesia.
2) Kejang Mioklonik : Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris cepat
dan singkat. Kejang terjadi dapat tunggal / berulang
3) Kejang Atonik : Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot
anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau
lebih lama
4) Kejang Tonik-Klonik :. Kesadaran hilang dengan cepat dan total disertai
kontraksi menetap dan masif di seluruh otot.

2. Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus
epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita
sebut sebagai kelainan idiopatik. Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu
kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi
menjadi dua, yaitu :
a) Kejang Fokal
- Trauma kepala
- Stroke
- Infeksi
- Malformasi vaskuler
- Tumor neoplasma
- Displasia
b) Kejang Umum
- Penyakit metabolik
- Reaksi obat
- Idiopatik
- Faktor genetik
- Kejang fotosensitif

3. Manifestasi klinik
a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
b) Kelainan gambaran EEG
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan
tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)
e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal
h) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut
lewat
i) Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
secara tiba- tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang
k) Gigi geliginya terkancing
l) Hitam bola matanya berputar- putar
m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

4. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar
melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya
sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula
setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang
mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis
dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke
belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang
umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya
influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang
berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
a) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
b) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
c) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA).
d) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang
diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan
fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus
kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter
fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan
asetilkolin. 

5. Pathways

Etiologi

Demam

Metabolisme basal Kebutuhan o2 meningkat


meningkat 10-15% sampai 20%

Perubahan difsi Na+ dan K+

Perubahan beda potensial membran sel neuron

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel maupun


membran sel sekitarna dengan bantuan neurotransiter

Kejang Risiko cedera

Singkat <15menit >15 menit

Hipoksemia Hiperkapni Kontraksi otot meningkat Asidosis laktat Denyut jantung meningkat

Demam meningkat Metabolisme meningkat Kerusakan neuron otak


Hipertermia Termoreglasi Hipoglikem Hipertensi Evaporesis Takikardi Gg. saraf otonom
tidak efektif i
Hipotensi
risiko tinggi Jalan nafas
terhadap trauma tidak efektif
Syok

Perfusi jaringan tidak efektif

6. Pemeriksaan diagnostik
a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal
atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b) Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
1) Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
2) Menilai fungsi hati dan ginjal
3) Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
4) Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

7. Komplikasi
a) Iskemik jaringan otak
b) AMI
c) Apneu
d) Hipertensi

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :
a) Tatalaksana fase akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak
yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang
berulang, dan mencari faktor penyebab. Serangan kejang umumnya
berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan
kejang dapat diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan
anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih
belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan
obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih
belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
b) Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas
dari serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan
kerusakan sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus
menerus maka kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan
mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Karena itu,
upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan
seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita
dinyatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol
dengan obatobatan sampai pasien tersebut 2 tahun bebas kejang. (Sareharto,
2011)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SESUAI TEORI


1. Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress
dapat memicu terjadinya epilepsi.
Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)
b. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat
pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran
secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga
mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien
atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti
mendadak bila diajak bicara.
c. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d. Riwayat penyakit dahulu :
- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
- Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
- Tumor Otak
- Kelainan pembuluh darah
- Demam
- Stroke
- Gangguan tidur
- Penggunaan obat
- Hiperventilasi
- Stress emosional
e. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan
merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat
dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
f. Riwayat psikososial
- Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di
masyarakat).
g. Pemeriksaan fisik (ROS)
1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
aspirasi
2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3) B3 (brain): penurunan kesadaran
4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan
anggota tubuh, mengeluh meriang

2. Diagnosa keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan dispnea dan apnea
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kardiac output, takikardia
5) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai penyakit
6) Resiko penurunan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke otak
7) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

3. Perencanaan
No. Intervensi
1. Manajemen kejang (I.06193)
Observasi
- Monitor terjadinya kejang berulang
- Monitor karakteristik kejang
- Monitor tanda-tanda vital
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Dampingi selama periode kejang
- Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam
- Catat durasi kejang
- Dokumentasikan periode terjadinya kejang
Edukasi
- Anjurkan keluarga menghindari memasukan apapun ke dalam
mulut pasien saat kejang
- Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk
menahan gerakan pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian anlikonvulsan
2. Terapi oksigen (I.01026)
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen dan posisi alat terapi oksigen
dan aliran oksigen
- Monitor efektifitas terapi oksigen
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
3. Dukungan ventilasi (I. 01002)
Observasi
- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
Terapeutik
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
- Posisikan semifowler
Edukasi
- Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
4. Manajemen energi (I.05178)
Observasi
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman
- Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
5. Terapi relaksasi (I.09326)
Observasi
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah digunakan
- Periksa tekanan darah dan nadi
Terapeutik
- Ciptakan lingkungan tenang
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada lembut
Edukasi
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan pasien untuk rileks
- Latih teknik relaksasi
6. Pemantauan neurologis (I.086197)
Observasi
- Monitor tingkat kesadaran
- Monitor tanda vital
- Monitor keluhan sakit kepala
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
7. Manajemen hipertermia (I.15506)
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermia dan monitor suhu tubuh
Terapeutik
- Berikan cairan oral
- Lakukan pendinginan eksternal (kompres dingin)
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena

C. KONSEP TEORI TERKAIT EVIDENCE BASED NURSING


Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38ºC, yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan – 5 tahun. Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering
dijumpai pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3%
dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang
demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang
mengenai jaringan ektrakranial seperti tonsilitis, ototis media akut, bronkitis.
Penyebab terjadinya kejang demam, antara lain: obatobatan, ketidakseimbangan
kimiawi seperti hiperkalemia, hipoglikemia dan asidosis, demam, patologis otak,
eklampsia (ibu yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Kejang
demam (febris convulsion/stuip/step) yaitu kejang yang timbul pada waktu demam
yang tidak disebabkan oleh proses di dalam kepala (otak: seperti meningitis atau
radang selaput otak, ensifilitis atau radang otak) tetapi diluar kepala misalnya karena
ada nya infeksi di saluran pernapasan, telinga atau infeksi di saluran pencernaan.
Biasanya dialami anak usia 6 bulan sampai 5 tahun.
Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Anak-anak yang mengalami kejang demam sederhana tidak
memiliki peningkatan resiko kematian. Pada kejang demam kompleks yang terjadi
sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh kenaikan suhu < 39ºC dikaitkan dengan angka
kematian 2 kali lipat selama 2 tahun pertama setelah terjadinya kejang.
Pada anak yang panas perawat sering melakukan kegiatan untuk penurunan
panas tersebut salah satunya dengan kompres. Kompres hangat dapat menurunkan
suhu tubuh melalui proses evaporasi. Kompres hangat lebih banyak menurunkan suhu
tubuh dibandingkan dengan kompres air dingin, karena akan terjadi vasokontriksi
pembuluh darah, pasien menjadi menggigil. Dengan kompres hangat menyebabkan
suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan
bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur
suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran
hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit melebar dan mengalami
vasodilatasi sehingga pori – pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran
panas. Sehingga akan terjadi perubahan suhu tubuh.
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata :
Inisial Pasien : An. Y
No. Register : C748281
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 30-10-2017
Alamat : Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Kewarganegaraan : WNI
Diagnosa medis : Epilepsi atonik
Tanggal pengkajian : 1-11-2021
Tanggal masuk rs : 14-10-2021
Pemberi informasi : Ibu pasien
2. Keluhan utama
Keluarga pasien mengatakan anak rewel, demam naik turun, badan pasien panas dan anak
muntah
3. Riwayat penyakit sekarang
An. Y datang ke rsup dr. kariadi pada tanggal 14 oktober karena kejang dan demam tinggi.
Keluarga pasien mengatakan pasien rewel, semalam pasien kejang, muntah, badan pasien panas
S 38,8°C, Kesadaran compos mentis, akral hangat, N : 110x/mnt, RR : 26x/mnt, Suhu : 38,8°C,
terpasang infus, Riwayat keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik dan memiliki riwayat
penyakit kejang
4. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat kejang sejak usia 3 bulan. Riwayat
keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik (baru bisa berjalan usia 23 bulan) Tidak
memiliki riwayat alergi
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
6. Pengukuran antropometri
a) Berat badan : 18,2 kg
b) Tinggi badan : 98 cm
c) Lingkar kepala : 28 cm
d) Lingkar dada : 37 cm
e) Lingkar lengan atas : 13 cm
7. Vital sign
a) N : 110x/mnt
b) RR : 26x/mnt
c) Suhu : 38,8°C
8. Identifikasi kebutuhan dasar dan pemeriksaan fisik
a) Kepala
1) Bentuk kepala V Simetris Tidak simetris
2) Fontane lanterior Masih terbuka V Tertutup
3) Fontane posterior Masih terbuka V Tertutup
4) Kontrol kepala V Ya Tidak
5) Warna rambut V Hitam
6) Tekstur rambut V Halus Kasar
7) Bentuk wajah V Simetris Tidak simetris
b) Kebutuhan Oksigenisasi
Hidung
1) Patensinasal: Kanan : paten/tidak Kiri : paten/tidak
2) Rabas nasal: Kanan : ada/tidak Kiri : ada/tidak
3) Bentuk: Simetris Tidak simetris
Dada
1) Bentuk: Simetris Tidak Simetris,jelaskan
2) Retraksi interkostal: Ya Tidak
3) Suara perkusi dinding dada: Sonor Redup Hipersonor
4) Fremitus Vokal: Vibrasi simetris Vibrasi tidak simetris
5) Perkembangan payudara: Simetris Tidaksimetris
Paru-paru
1) Pola pernapasan: Reguler Irreguler,jelaskan
2) Suara nafas tambahan: Tidak Ya,sebutkan

c) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Mulut


1) Membran Mukosa: Lembab Tidak Lembab
2) Gusi: Pink Merah , jelaskan
3) Jumlah Gigi : -
4) Warna Gigi : putih kekuningan
5) Warna Lidah: Pink Merah Kehitaman
6) Gerakan lidah: Terkontrol Tremor Deviasi
7) Tonsil: Ada Pembesaran Tidak ada pembesaran
Abdomen

a. Bentuk: Simetris Tidak simetris


b.Umbilikus Bersih Tidak bersih, jelaskan:
c. Bising usus: Hiperaktif Hipoaktif Tidak ada
d. Pembesaran hepar : Ada Tidak
e. Pembesaran Limpa : Ada Tidak
f. Perkusi dinding perut: Timpani Redup (Kanan atas)

Pola Nutrisi dan Cairan Sehat Sakit


Jam Makan MakanPagi 07.00 07.00
MakanSiang 13.00 12.00
MakanMalam 18.30 16.30
Porsi Makanan 1 mangkok kecil 1 takar
Jenis Makanan Pokok Nasi, lauk Susu
Jenis Makanan Selingan Jajan, roti -
Makanan Kesukaan Roti, makanan ringan, es krim -
Makanan yang tidak disukai Buah dan sayur -
Jumlah air yang diminum 2 gelas per hari Susu
Istilah yang digunakan anak
makan makan
Untuk makan atau minum

d) Kebutuhan Eliminasi
Pola Buang Air Besar(BAB) Sehat Sakit
Frekuensi 1 kali 1 kali
Konsistensi normal normal
Warna Kuning Kuning
Keluhan saat BAB Nyeri ringan Nyeri ringan
Istilah yang digunakan anak
Tidak ada Tidak ada
Untuk BAB

Pola Buang Air Kecil (BAK) Sehat Sakit


Frekuensi 3 kali 3 kali
Warna kuning kuning
Volume <100 ml >500 ml
Keluhan saat BAK Tidak ada Tidak ada
Istilah yang digunakan anak
Tidak ada Tidak ada
untuk BAK

e) Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat


Pola Aktivitas Sehat Sakit
Bermain Sering main dengan
Bermain handphone saja
temanna
Temperamen Anak Tidak ngambekan Menangis

PolaTidur Sehat Sakit


JamTidur–Bangun Malam 21.00-06.00 20.00-05.00
Siang Jarang tidur Sering tidur
Ritual sebelum tidur Bermain handphone dan Bermain handphone dan baca
baca doa doa
Enuresis - -
Gangguan Tidur - -

f) Kebutuhan Interaksi sosial Komunikasi


1) Anak-Orangtua : Baik
2) Anak-Teman : Baik
3) Anak-Keluarga : Baik
4) Anak-Oranglain : Pemalu
Bicara : Ketidakfasihan (Gagap): Tidak
g) Kebutuhan Higiene Personal
1) Frekuensi mandi : Pagi dan sore
2) Tempat mandi : Tempat tidur
3) Kebiasaan mandi : Mandiri Partial Total
4) Frekuensi sikat gigi: 2 kali sehari
5) Berpakaian : Mandiri Partial Total
6) Berhias : Mandiri Partial Total
7) Keramas : Mandiri Partial Total
8) Kuku :
 Warna Kuku : Pink Merah Biru Kuning
 Higiene: Bersih Kotor
 kondisi kuku: Panjang Pendek
 Genetalia: Bersih Tidak
h) Organ Sensoris Mata
1) Penempatan dan kesejajaran: Simetris TidakSimetris
2) Warna sklera : Putih
3) Warna Iris : Cokelat gelap
4) Konjungtiva: Merah muda Merah Pucat
5) Ukuran pupil: Simetris Tidak simetris
Kulit
1) Warna kulit : Sawo matang
2) Tekstur : Halus Kasar
3) Kelembaban : Lembab Kering
4) Edema : Tidak ada
5) CRT : <3 detik
6) Turgor : Kembali lambat
i) Data fokus
DS :
- Keluarga pasien mengatakan badan pasien panas
DO:
- Kesadaran compos mentis
- Akral hangat
- N : 110x/mnt
- RR : 26x/mnt
- Suhu : 38,8°C
- Terpasang infus
- Riwayat keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik
- Memiliki riwayat penyakit kejang
j) Data penunjang
a. Hasil laboratorium
Hematologi paket
Hemoglobin 11.4
Hematokit 33.7
Eritrosit 4.62
MCV 24.7
MCH 72.9
MCHC 33.8
Leukosit 7.4
Trombosit 334
RDW 12.4
MPV 9.9
Glukosa sewaktu 82
Ureum 9
Kreatinin 0.63
Elektrolit
Natrium 135
Kalium 4.0
Chlorida 104
Plasma prothrombin time (PPT)
Wakt prothrombin 12.4
PPT kontrol 14.7
Partial thromboplastin time (PTTK)
Waktu thromboplastin 27.5
APPT kontrol 29.9
Semiologi saat kejang durante video EEG
Perubahan mendadak ekspres wajah
Mengulang kata kata terakhir
Tangan kanan ekstensi
Tangan kiri lebih sering gerak
Keringat dingin
b. Diit yang diperoleh : Susu
c. Terapi yang diperoleh
Inf paracetamol 350 mg/ 8 jam
Sodium valproat 3x3,8 ml
Topamax 2x75 mg
Clobazam 2x7,5 mg
Lamictal 3x30 mg
Vitamin B6 2x1 tablet

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


DATA INTERPRETASI MASALAH
(SIGN/SYMPTOM) (ETIOLOGI) (PROBLEM)
DS : Peningkatan laju Hipertermi
Keluarga pasien mengatakan badan metabolisme (D.0130)
pasien panas, muntah
DO :
- Kesadaran compos mentis
- Akral hangat
- N : 110x/mnt
- RR : 26x/mnt
- Suhu : 38,8°C
- Terpasang infus
- Riwayat keterlambatan
perkembangan bahasa dan
motorik
- Memiliki riwayat penyakit
kejang
DS : Keluarga pasien mengatakan Gejala penyakit Gangguan rasa
badan pasien panas dan tidak bisa nyaman (D.0074)
tidur
DO :
- Pasien tampak tidak nyaman
- Tampak muntah
- Gelisah
DS : Perubahan fungsi Risiko cedera
Keluarga pasien mengatakan pasien psikomotor (D.0136)
kejang
DO :
- Akral hangat
- Riwayat keterlambatan
perkembangan bahasa dan
motorik
- Memiliki riwayat penyakit
kejang

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme (D.0130)
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit (D.0074)
3. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi psikomotor (D.0136)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. TUJUAN &
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN
DX KRITERIA HASIL
1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen hipertermia (I.15506)
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi penyebab hipertermia dan
peningkatan diharapkan suhu monitor suhu tubuh
laju tubuh membaik. Terapeutik
metabolisme Ekspetasi membaik. 1. Berikan cairan oral
(D.0130) Kriteria hasil : 2. Lakukan pendinginan eksternal
Termoregulasi (kompres dingin)
(L.14134) Edukasi
- Kejang 1. Anjurkan tirah baring
menurun Kolaborasi
- Suhu tubuh 1. Kolaborasi pemberian cairan dan
membaik elektrolit intravena
- Suhu kulit
membaik
2. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan kenyamanan (I.08245)
rasa nyaman tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi gejala yang tidak
dengan diharapkan gangguan menyenangkan
gejala rasa nyaman 2. Identifikasi pemahaman tentang
penyakit menurun. Ekspetasi kondisi, situasi dan perasaannya
(D.0074) membaik. 3. Identifikasi masalah emosional dan
Kriteria hasil : Status spiritual
kenyamanan Terapeutik
(L.08064) 1. Berikan posisi yang nyaman
- Keluhan tidak 2. Berikan kompres dingin / hangat
nyaman 3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
menurun 4. Berikan pemijatan
- Mual muntah 5. Dukung keluarga terlihat dalam terapi
menurun 6. Diskusikan mengenai situasi dan pilihan
- Gelisah terapi/ pengobatan yang diinginkan
menurun Edukasi
1. Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan
terapi/ pengobatan
2. Ajarkan terapi relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik
3. Risiko cedera Setelah dilakukan Manajemen kejang (I.06193)
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan selama 1 x 24 jam 1. Monitor terjadinya kejang berulang
perubahan diharapkan risiko 2. Monitor karakteristik kejang
fungsi cedera menurun. 3. Monitor tanda-tanda vital
psikomotor Ekspetasi membaik. Terapeutik
(D.0136) Kriteria hasil : 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
Kontrol kejang 2. Dampingi selama periode kejang
(L.06050) 3. Jauhkan benda-benda berbahaya
- Melaporkan terutama benda tajam
efek samping 4. Catat durasi kejang
obat meningkat 5. Dokumentasikan periode terjadinya
- Kepatuhan kejang
meminum obat Edukasi
meningkat 1. Anjurkan keluarga menghindari
- Pola tidur memasukan apapun ke dalam mulut
meningkat pasien saat kejang
2. Anjurkan keluarga tidak menggunakan
kekerasan untuk menahan gerakan
pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian anlikonvulsan

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
WAKTU
NO.
(TANGGAL/ TINDAKAN
DX
JAM)
1. 1/11/2021 Manajemen hipertermia (I.15506)
09.00 Observasi
1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia dan monitor suhu tubuh
Terapeutik
1. Memberikan cairan oral
2. Melakukan pendinginan eksternal (kompres dingin)
Edukasi
1. Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
2. 1/11/2021 Perawatan kenyamanan (I.08245)
10.00 Observasi
1. Mengidentifikasi gejala yang tidak menyenangkan
2. Mengidentifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan
perasaannya
3. Mengidentifikasi masalah emosional dan spiritual
Terapeutik
1. Memberikan posisi yang nyaman
2. Memberikan kompres dingin / hangat
3. Menciptakan lingkungan yang nyaman
4. Memberikan pemijatan
5. Mendukung keluarga terlihat dalam terapi
6. Mendiskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi/ pengobatan
yang diinginkan
Edukasi
1. Menjelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi/ pengobatan
2. Mengajarkan terapi relaksasi
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi pemberian analgesik
3. 1/11/2021 Manajemen kejang (I.06193)
11.00 Observasi
1. Memonitor terjadinya kejang berulang
2. Memonitor karakteristik kejang
3. Memonitor tanda-tanda vital
Terapeutik
1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
2. Mendampingi selama periode kejang
3. Menjauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam
4. Mencatat durasi kejang
5. Mendokumentasikan periode terjadinya kejang
Edukasi
1. Menganjurkan keluarga menghindari memasukan apapun ke
dalam mulut pasien saat kejang
2. Menganjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk
menahan gerakan pasien
Kolaborasi
1. Mengkolaborasi pemberian anlikonvulsan

E. EVALUASI
Tanggal 1/11/2021 13.00
1. S : Keluarga pasien mengatakan badan pasien masih panas
O:
- Kesadaran compos mentis
- Akral hangat
- N : 15x/mnt
- RR : 26x/mnt
- Suhu : 38,3°C
A : Masalah hipertermi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2. S : Keluarga pasien mengatakan badan pasien masih panas dan masih tidak bisa tidur
O:
- Pasien tampak tidak nyaman
- Tampak gelisah
A : Masalah gangguan rasa nyaman belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3. S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih sering kejang
O:
- Akral hangat
A : Masalah risiko cedera belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. DATA FOKUS PASIEN (YANG BERKAITAN DENGAN EBN)


DATA INTERPRETASI MASALAH
(SIGN/SYMPTOM) (ETIOLOGI) (PROBLEM)
DS : Peningkatan laju Hipertermia
Keluarga pasien mengatakan badan metabolisme (D.0130)
pasien panas, muntah
DO :
- Kesadaran compos mentis
- Akral hangat
- N : 110x/mnt
- RR : 26x/mnt
- Suhu : 38,8°C
- Terpasang infus
- Riwayat keterlambatan
perkembangan bahasa dan motorik
- Memiliki riwayat penyakit kejang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme (D.0130)

C. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI / ALASAN PENERAPAN EBN


PRACTICE

Etiologi

Patofisiologi Anak dengan kejang demam

Pathway Manifestasi klinis :


1. Suhu tubuh tinggi
2. Sesak nafas
3. Gangguan kesadaran
4. Pucat
Hipertermia dan pasien lemas

SOP kompres hangat :


a) Posisikan pasien senyaman mungkin
b) Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
c) Periksa TTV pasien sebelum memulai backrub
d) Kompres hangat diletakkan di bagian tubuh yang
memerlukan (dahi, aksila, lipat paha)
e) Kaji kembali kondisi kulit disekitar pengompresan,
hentikan tindakan jika ditemukan tanda-tanda kemerahan.
f) Rapikan pasien ke posisi semula
g) Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas sarung
tangan

Suhu tubuh menurun

D. MEKANISME PENERAPAN EBN


1. Kriteria inklusi
a) Pasien kejang demam
b) Usia anak
c) Bersedia menjadi responden
d) Pasien dan keluarga kooperatif
2. Kriteria eksklusi
a) Tidak bersedia menjadi responden
b) Pasien dan keluarga tidak kooperatif
3. Standar prosedur operasinal
FASE ORIENTASI
a) Mengucapkan salam
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan tujuan tindakan
d) Menjelaskan langkah dan prosedur
e) Menanyakan kesiapan klien
f) Posisikan pasien senyaman mungkin
FASE KERJA
a) Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
b) Periksa TTV pasien sebelum memulai backrub
c) Kompres hangat diletakkan di bagian tubuh yang memerlukan
(dahi, aksila, lipat paha)
d) Kaji kembali kondisi kulit disekitar pengompresan, hentikan tindakan jika
ditemukan tanda-tanda kemerahan.
e) Rapikan pasien ke posisi semula
f) Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas sarung tangan
g) Cuci tangan
FASE TERMINASI
a) Melakukan evaluasi
b) Menyampaikan tindakan tindak lanjut
c) Berpamitan
BAB V
PEMBAHASAN APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING

A. HASIL YANG DICAPAI


Hasil yang dicapai dari pengaplikasian EBN tentang penerapan kompres
hangat dalam menurunkan hipertermia pada anak yang mengalami kejang demam.
menunjukkan baha pemberian kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh pasien.
Dengan kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat
sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya
tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan
suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah
tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori – pori kulit akan
membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Sehingga akan terjadi perubahan
suhu tubuh.
Pada anak yang panas perawat sering melakukan kegiatan untuk penurunan
panas tersebut salah satunya dengan kompres. Kompres hangat dapat menurunkan
suhu tubuh melalui proses evaporasi. Kompres hangat lebih banyak menurunkan suhu
tubuh dibandingkan dengan kompres air dingin, karena akan terjadi vasokontriksi
pembuluh darah, pasien menjadi menggigil. Dengan kompres hangat menyebabkan
suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan
bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur
suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran
hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit melebar dan mengalami
vasodilatasi sehingga pori – pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran
panas. Sehingga akan terjadi perubahan suhu tubuh

B. KELEBIHAN / MANFAAT EBN YANG DIAPLIKASIKAN


1. Kompres hangat dapat dilakukan dirumah
2. Kompres hangat lebih banyak menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan
kompres air dingin
3. Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi

C. KEKURANGAN ATAU HAMBATAN YANG DITEMUI SELAMA APLIKASI


EBNP
1. Kompres hangat tidak dapat dilakukan dimana saja, karna memerlukan air hangat
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap anak
diseluruh dunia. Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka
epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Klasifikasi epilepsi sendiri terbagi oleh
International League Againts Epilepsy berdasarkan onset kejang hingga kejang fokal.
Kejang fokal dapat dibedakan menjadi kejang sadar fokal (sebelumnya kejang parsial
sederhana) atau kejang dengan gangguan kesadaran (sebelumnya kejang parsial
kompleks), tergantung pada apakah kesadaran hilang pada setiap kejang.
Kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi.
Kompres hangat lebih banyak menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kompres
air dingin, karena akan terjadi vasokontriksi pembuluh darah, pasien menjadi
menggigil. Dengan kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi
hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas,
akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak
meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat
pembuluh darah tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori – pori
kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Sehingga akan terjadi
perubahan suhu tubuh.
B. Saran
Kompres hangat dapat diberikan kepada semua pasien yang mengalami
demam / suhu tubuh tinggi. Kompres hangat lebih banyak menurunkan suhu tubuh
dibandingkan dengan kompres air dingin, karena akan terjadi vasokontriksi pembuluh
darah.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. (2001). Diagnosa keperawatan edisi 8. EGC .Jakarta


Engel J, International League Against Epilepsy (ILAE). A proposed diagnostic scheme for
people with epileptic seizures and with epilepsy: report of the ILAE Task Force on
Classification and Terminology. Epilepsia [Internet]. 2001 Jun [cited 2018 Nov
5];42(6):796–803.
Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, Cross JH, Elger CE, et al. ILAE
Official Report: A practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia [Internet]. 2014
Apr [cited 2018 Nov 5];55(4):475–82.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta.
Megiddo I, Colson A, Chisholm D, Dua T, Nandi A, Laxminarayan R. Health and
economic benefits of public financing of epilepsy treatment in India: An agent-based
simulation model. Epilepsia [Internet]. 2016 Mar [cited 2018 Nov 5];57(3):464–74.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika. Jakarta.
Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC.
Jakarta.
Rudolph; A.M. (2007). Gangguan Kejang pada Bayi dan Anak. In: Rudolph pediatric.
ECG; 2134–40.
Saad K. (2015). Childhood Epilepsy: An Update on Diagnosis and Management. Am J
Neurosci ; 36–51.
Sareharto TP BT. Penatalaksanaan Kejang. In: Putranti A, editor. Buku Ajar llmu
Kesehatan Anak Semarang: Semarang: Balai Penerbit UNDIP; 2011. p. 138–9.
Suwarba IGNM. (2011). Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada Anak. sari
Pediatr ; 13 (2).
World Health Organization. Epilepsy : Historical Overview. 2000. [cited 2013 November
4].
Lampiran
SOP KOMPRES HANGAT :
TINDAKAN
FASE ORIENTASI
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah dan prosedur
5. Menanyakan kesiapan klien
6. Posisikan pasien senyaman mungkin
FASE KERJA
1. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
2. Periksa TTV pasien sebelum memulai backrub
3. Kompres hangat diletakkan di bagian tubuh yang memerlukan (dahi,
aksila, lipat paha)
4. Kaji kembali kondisi kulit disekitar pengompresan, hentikan tindakan jika
ditemukan tanda-tanda kemerahan.
5. Rapikan pasien ke posisi semula
6. Bereskan alat-alat yang telah digunakan dan lepas sarung tangan
7. Cuci tangan
FASE TERMINASI
1. Melakukan evaluasi
2. Menyampaikan tindakan tindak lanjut
3. Berpamitan

Anda mungkin juga menyukai