EPILEPSI
Disusun Oleh:
B. Tujuan
Tujuannya yaitu agar mahasiswa mengetahui pengertian, etiologi,
patofisiologi, tanda gejala, pathway, pengkajian, diagnosa yang mungkin
muncul, serta fokus intervensi teekait epilepsi.
2. TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani “epilepsia” yang artinya
adalah gangguan neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa alasan, kejang sementara dan/atau gejala dari aktivitas
neuronal yang abnormal di otak. Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi
sebagai sebuah masalah yang ada kaitannya dengan otak. Epilepsi terkait
dengan kinerja sistem saraf pusat di otak kita. Saraf di otak berfungsi
sebagai koordinator dari semua pergerakan seperti, penglihatan, peraba,
bergerak, dan berpikir. Pada penderita epilepsi, sistem saraf pusat di otak
mengalami gangguan karena berbagai etiologi, sehingga koordinasi dari
sistem saraf di otak tidak dapat mengirimkan sinyal ke sistem panca indera
(Maryanti, 2016).
B. Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi
epilepsi dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe
kejang.
1. Klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi berdasarkan penyebab
a. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya,
epilepsi pada anak dengan paroksimal oksipital
b. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada
semua lobus otak
2. Klasifikasi tipe kejang epilepsi (Browne 2008)
a. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai
gangguan kesadaran.
b) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi
bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
b. Epilepsi kejang umum
a) Lena atau kejang absant (petite mal)
b) Grand mal
Kejang mioklonik
Kejang klonik
Kejang tonik
Kejang tonik-klonik
Kejang atonik
c. Epilepsi kejang tak tergolongkan Termasuk golongan ini
ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil,
atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
C. Etiologi
Etiologi epilepsi adalah multifactorial, tetapi sekitar 60% dari kasus
epilepsy tidak diketahui penyebab pasti atau yang lebih sering disebut
dengan idiopatik), namun menurut Harsono (2009) beberapa penyebab
terjadinya epilepsi adalah:
Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan
ibu, seperti ibu mengkonsumsi obat-obat tertentu yang dapat
merusak otak janin.
Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia,
kerusakan karena tindakan (forsep), dan trauma lain pada otak
bayi
Trauma kepala yang menyebabkan kerusakan pada otak
Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
Demam/kejang demam, ganguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia)
Tumor Otak
Penyumbatan/kelainan pembuluh darah otak
Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak
Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan
D. Tanda gejala
Menurut Maryanti (2016) berikut beberapa tanda dan gejala pada penderita
epilepsi:
Kejang berulang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
Kelainan gambaran EEG
Tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang
epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu,
mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
Sesak nafas dan jantung berdebar
Muka pucat dan berkeringat
Individu tiba-tiba terdiam atau bergerak automatic, terkadang tidak
ingat kejadian tersebut setelah kejadian epileptikus lewat
Kedua tangan kejang dan tungkai menendang-nendang
Gigi terkatup
Keluar busa dari mulut
Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung
sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat
mengingat apa yang terjadi setelah kejang
E. Patofisiologi
Epilepsi merupakan gangguan kejang atau seizure disorder.
Seizure adalah periode dimana sel-sel di otak, atau neuron, akif secara
sinkron, atau aktif pada saat yang sama, saat seharusnya mereka tidak
teraktivasi. Neuran aktif akan mengirimkan sinyal listrik antar neuron.
Sinyal listrik berisi ion-ion yang mengalir masuk dan keluar melalui
saluran protein. Sinyal ini dikendalikan oleh neurotransmitter.
Neurotransmiter bekerja dengan cara mengikat reseptor pada sel untuk
membuka atau menyalurkan ion listrik yang disebut neurotransmitter
pembangkit, atau menutup ion listrik yang disebut neurotransmiter
penghambat. Saat kejang, neurotransmitter akan mengirim sinyal listrik
berulang disebut paroksimal. Paroksimal terjadi akibat eksitasi berlebihan
atau inhibisi terlalu sedikit. Neurotransmiter rangsang utama dalam otak
adalah glutamate. Sedangkan NMDA adalah reseptor utama yang
merespon glutamate untuk membuka saluran ion yang membiarkan
kalsium masuk yang merupakan ion positif yang memerintah sel untuk
mengirim sinyal. Beberapa pasien dengan epilepsi memiliki kecepatan
aktivasi dan bertahan lama. Sebaliknya, neurotransmitter penghamabat
utama di otak adalah GABA, yang memerintah sel untuk menghambat
sinyal dengan membuka saluran yang membiarkan ion klorida masuk yang
merupakan ion negative untuk menghambat sel. Pasien dengan epilepsy
memiliki kelainan genetk dimana GABA tidak berfungsi, sehingga tidak
mampu menghambat sinyal yang masuk.
Selain itu, terdapat penyebab lain seperti cedera otak, tumor otak,
atau infeksi. Tanda dan gejala epilepsy antara lain kejang, kehilangan
kesadaran, dan beberapa pasien mengalami gejala ketakutan, bau aneh,
tergantung pada neuron mana yang terpengaruh oleh otak. Apabila
menyerang sebagian bagian otak disebut dengan kejang partial atau partial
seizure. Partial seizure dibagi menjadi kejang sederhana dan kejang fokal.
Pada kejang sederhana gejalanya seperti mengalami sensasi aneh, seperti
mendengar atau merasakan sesuatu, juga melibatkan gerakan menyentak.
Sementara itu pada kejang fokal akan mengalami kehilangan kesadaran
dan responsive. Kemudian, apabila menyerang kedua belahan otak disebut
general seizure. Biasanya, diawali dengan partial seizured dan kemudian
berkembang menjadi general seizure, dalam kondisi ini disebut onset
tonik-klonik bilateral. General seizure memiliki beberapa kategori, seperti
kejang tonic yang menyebabkan pasien sering terjatuh ke belakang,
sementara atonic yang menyebabkan pasien terjatuh ke depan, dan klonik
atau kejang. Tonik klonik adalah fase paling umum yang sering terjadi.
Diawali dengan fase tonik di mana otot-otot tiba-tiba tegang naik diikuti
dengan fase klonik dimana otot cepat berkontraksi dan rileks. Myoclonic
adalah fase lain di mana terjadi kedutan tunggal terkadang berulang. Fase
absence di mana pasien memiliki semacam gangguan kesadaran atau
responsif, contohnya saat seseorang berjalan tiba-tiba akan berhenti dan
terdiam. Setelah kejang, terkadang pasien mengalami gejala setelah kejang
seperti, kebingungan yang disebut “pasca-ictal”, kelumpuhan pada lengan
atau kaki hanya di satu sisi tubuh disebut “todd” atau “paresis todd”
sekitar 15 jam dan mereda total setelah 2 hari (Harsono, 2007; Riyadi,
2009)
F. PATHWAY EPILEPSI
Trauma lahir, hipoksia, cedera kepala, demam, gangguan metabolik, tumor otak
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas (mukus berlebihan).
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan hipoksia jaringan
3. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik
I. Fokus Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas (mukus berlebihan).
Intervensi: Manajemen jalan nafas (I.01011)
1. Monitor pola nafas
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-linft
jika terjadi kejang
3. Posisikan semi-fowler
4. Berikan minuman hangat
5. Berikan oksigen
b. Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan hipoksia jaringan
Intervensi: I.01011 Pemantauan Tekanan Intrakranial
1. Monitor peningkatan TD
2. Monitor penurunan frekuensi jantung
3. Monitor ireguleritas irama nafas
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
c. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
Intervensi: Pencegahan kejang (I.14542)
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Baringkan klien agar tidak terjatuh
3. Rendahkan ketinggian tempat tidur
4. Pasang side-rail tempat tidur
5. Jauhkan benda-benda tajam
6. Ajarkan keluarga pertolongan pertama pada kejang
7. Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik
Intervensi: Dukungan tidur (I.05174)
1. Identivikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi factor pengganggu tidur
3. Modifikasi lingkungan
4. Lakukan prosedur untuk meningkatkan pengetahuan
5. Ajarkan relaksasi autogenic atau cara nonfarmakalogi lainnya
DAFTAR PUSTAKA
Browne, Thomas. R., Gregory L. Holmes. 2008. Handbook of Epilepsy. 4th ed.
Baltimore: Lippincott Williams &Wilkins, 1-2.
Ginsberg, L 2008 Epilepsi. In: Lecture Notes Neurologi, 8th ed, Jakarta: Erlangga,