Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

EPILEPSI

Disusun Oleh:

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2020
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering
ditemukan di dunia. Epilepsi adalah gangguan kejang kronik dengan
kejang berulang yang terjadi dengan tiba-tiba dan memerlukan pengobatan
jangka panjang (Hockenberry 2008). Epilepsi merupakan istilah untuk
cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang terjadi sewaktu-
waktu, mendadak dan sangat cepat. Penderita epilepsi dapat terjadi
fenomena kematian mendadak sudden unexplained death in epilepsy
(SUDEP) yang dihubungkan dengan aktivitas kejang dan kemungkinan
besar karena disfungsi kardiorespirasi (Ginsberg, 2008)
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi
menyerang 70 juta dari penduduk dunia (Brodie et al., 2012). Angka
kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang
mencapai 114 per100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan negara maju dengan angka kejadian
epilepsi berkisar antara 24 hingga 53 per 100.000 penduduk per tahun
(Benerjee & Sander, 2008).
Penderita epilepsi di Indonesia berkisar 0,5% hingga 4% dengan
rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1.000 penduduk. (WHO, 2010)..
Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada
dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok
usia lanjut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI,
2011). Epilepsi dapat diderita oleh siapapun, termasuk anak-anak, remaja
dan dewasa, puncaknya pada masa kanak-kanak dan setelah usia 60 tahun
(WHO, 2012)
Para penderita epilepsi cenderung sulit dalam penyembuhannya
dan membutuhkan terapi jangka panjang. Kualitas hidup menjadi penting
sebagai indikator keberhasilan perawatan kesehatan pada penderita
epilepsi. Peran dalam meningkatkan kualitas hidup penderita tidak hanya
fokus pada parahnya epilepsi yang diderita, namun juga efek sosial dan
psikologis dari epilepsi itu sendiri (Primardi dan Hardjan, 2010). Selain itu
pada penderitanya baik anak-anak ataupun orang dewasa dapat
menyebabkan cedera hingga yang paling parah dapat menyebabkan
kematian. Oleh sebab itu diperlukan penanganan yang tepat terhadap
penyakit epilepsi.

B. Tujuan
Tujuannya yaitu agar mahasiswa mengetahui pengertian, etiologi,
patofisiologi, tanda gejala, pathway, pengkajian, diagnosa yang mungkin
muncul, serta fokus intervensi teekait epilepsi.
2. TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani “epilepsia” yang artinya
adalah gangguan neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa alasan, kejang sementara dan/atau gejala dari aktivitas
neuronal yang abnormal di otak. Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi
sebagai sebuah masalah yang ada kaitannya dengan otak. Epilepsi terkait
dengan kinerja sistem saraf pusat di otak kita. Saraf di otak berfungsi
sebagai koordinator dari semua pergerakan seperti, penglihatan, peraba,
bergerak, dan berpikir. Pada penderita epilepsi, sistem saraf pusat di otak
mengalami gangguan karena berbagai etiologi, sehingga koordinasi dari
sistem saraf di otak tidak dapat mengirimkan sinyal ke sistem panca indera
(Maryanti, 2016).
B. Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi
epilepsi dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe
kejang.
1. Klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi berdasarkan penyebab
a. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya,
epilepsi pada anak dengan paroksimal oksipital
b. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada
semua lobus otak
2. Klasifikasi tipe kejang epilepsi (Browne 2008)
a. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai
gangguan kesadaran.
b) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi
bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
b. Epilepsi kejang umum
a) Lena atau kejang absant (petite mal)
b) Grand mal
 Kejang mioklonik
 Kejang klonik
 Kejang tonik
 Kejang tonik-klonik
 Kejang atonik
c. Epilepsi kejang tak tergolongkan Termasuk golongan ini
ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil,
atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
C. Etiologi
Etiologi epilepsi adalah multifactorial, tetapi sekitar 60% dari kasus
epilepsy tidak diketahui penyebab pasti atau yang lebih sering disebut
dengan idiopatik), namun menurut Harsono (2009) beberapa penyebab
terjadinya epilepsi adalah:
 Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan
ibu, seperti ibu mengkonsumsi obat-obat tertentu yang dapat
merusak otak janin.
 Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia,
kerusakan karena tindakan (forsep), dan trauma lain pada otak
bayi
 Trauma kepala yang menyebabkan kerusakan pada otak
 Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
 Demam/kejang demam, ganguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hiponatremia)
 Tumor Otak
 Penyumbatan/kelainan pembuluh darah otak
 Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak
 Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan
D. Tanda gejala
Menurut Maryanti (2016) berikut beberapa tanda dan gejala pada penderita
epilepsi:
 Kejang berulang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
 Kelainan gambaran EEG
 Tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
 Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang
epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu,
mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
 Sesak nafas dan jantung berdebar
 Muka pucat dan berkeringat
 Individu tiba-tiba terdiam atau bergerak automatic, terkadang tidak
ingat kejadian tersebut setelah kejadian epileptikus lewat
 Kedua tangan kejang dan tungkai menendang-nendang
 Gigi terkatup
 Keluar busa dari mulut
 Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung
sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat
mengingat apa yang terjadi setelah kejang
E. Patofisiologi
Epilepsi merupakan gangguan kejang atau seizure disorder.
Seizure adalah periode dimana sel-sel di otak, atau neuron, akif secara
sinkron, atau aktif pada saat yang sama, saat seharusnya mereka tidak
teraktivasi. Neuran aktif akan mengirimkan sinyal listrik antar neuron.
Sinyal listrik berisi ion-ion yang mengalir masuk dan keluar melalui
saluran protein. Sinyal ini dikendalikan oleh neurotransmitter.
Neurotransmiter bekerja dengan cara mengikat reseptor pada sel untuk
membuka atau menyalurkan ion listrik yang disebut neurotransmitter
pembangkit, atau menutup ion listrik yang disebut neurotransmiter
penghambat. Saat kejang, neurotransmitter akan mengirim sinyal listrik
berulang disebut paroksimal. Paroksimal terjadi akibat eksitasi berlebihan
atau inhibisi terlalu sedikit. Neurotransmiter rangsang utama dalam otak
adalah glutamate. Sedangkan NMDA adalah reseptor utama yang
merespon glutamate untuk membuka saluran ion yang membiarkan
kalsium masuk yang merupakan ion positif yang memerintah sel untuk
mengirim sinyal. Beberapa pasien dengan epilepsi memiliki kecepatan
aktivasi dan bertahan lama. Sebaliknya, neurotransmitter penghamabat
utama di otak adalah GABA, yang memerintah sel untuk menghambat
sinyal dengan membuka saluran yang membiarkan ion klorida masuk yang
merupakan ion negative untuk menghambat sel. Pasien dengan epilepsy
memiliki kelainan genetk dimana GABA tidak berfungsi, sehingga tidak
mampu menghambat sinyal yang masuk.
Selain itu, terdapat penyebab lain seperti cedera otak, tumor otak,
atau infeksi. Tanda dan gejala epilepsy antara lain kejang, kehilangan
kesadaran, dan beberapa pasien mengalami gejala ketakutan, bau aneh,
tergantung pada neuron mana yang terpengaruh oleh otak. Apabila
menyerang sebagian bagian otak disebut dengan kejang partial atau partial
seizure. Partial seizure dibagi menjadi kejang sederhana dan kejang fokal.
Pada kejang sederhana gejalanya seperti mengalami sensasi aneh, seperti
mendengar atau merasakan sesuatu, juga melibatkan gerakan menyentak.
Sementara itu pada kejang fokal akan mengalami kehilangan kesadaran
dan responsive. Kemudian, apabila menyerang kedua belahan otak disebut
general seizure. Biasanya, diawali dengan partial seizured dan kemudian
berkembang menjadi general seizure, dalam kondisi ini disebut onset
tonik-klonik bilateral. General seizure memiliki beberapa kategori, seperti
kejang tonic yang menyebabkan pasien sering terjatuh ke belakang,
sementara atonic yang menyebabkan pasien terjatuh ke depan, dan klonik
atau kejang. Tonik klonik adalah fase paling umum yang sering terjadi.
Diawali dengan fase tonik di mana otot-otot tiba-tiba tegang naik diikuti
dengan fase klonik dimana otot cepat berkontraksi dan rileks. Myoclonic
adalah fase lain di mana terjadi kedutan tunggal terkadang berulang. Fase
absence di mana pasien memiliki semacam gangguan kesadaran atau
responsif, contohnya saat seseorang berjalan tiba-tiba akan berhenti dan
terdiam. Setelah kejang, terkadang pasien mengalami gejala setelah kejang
seperti, kebingungan yang disebut “pasca-ictal”, kelumpuhan pada lengan
atau kaki hanya di satu sisi tubuh disebut “todd” atau “paresis todd”
sekitar 15 jam dan mereda total setelah 2 hari (Harsono, 2007; Riyadi,
2009)

F. PATHWAY EPILEPSI

Trauma lahir, hipoksia, cedera kepala, demam, gangguan metabolik, tumor otak

Pengaktifan proksimal kanal Ca+

Dihambat Depolarisasi glutamate Aktivitas Dipolarisasi K+ dan Cl-


GABA

Hipomagnesemia Peningkatan kanal NMDA Vasokontriksi serebri

Meningkatnya konsentrasi K+ Hipokapnea


Defisiensi Mg2+

Menurunnya O2 Hiperaktivitas kognitif dan


Peningkatan K+ membrane sel sensorik otonom, kognitif dan
emosional psikologis

Hipoksia jaringan serebral


Penurunan Na+ dan K+
Meningkatkan kerja
hipotalamus
Penurunan 02 dan hipohlikemia
GANGGUAN
POLA TIDUR
Penurunan Hilangnya Kejang
RISIKO PERFUSI
aktivasi silia kesadaran
CEREBRAL TIDAK
EFEKTIF
Produksi sekret meningkat RISIKO
CEDERA
BERSIHAN JALAN NAPAS Obstruksi jalan napas
TIDAK EFEKTIF

(Judha & Rahil, 2011)


G. PENGKAJIAN
Menurut Riyadi (2009) Fokus pengkajian pada klien epilepsi adalah
sebagai berikut:
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Umumnya keluarga atau pasien epilepsy datang
dengan keluhan utama kejang, disertai penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Umumnya pasien dengan epilepsi
c. Riwayat penyakit dahulu :
Pada riyawat penyakit dahulu yang penting untuk dikaji antara lain
apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan maupun
proses persalinan, apakah pasien saat lahir mengalami asfiksia,
apakah pasien memiliki riwayat kejang demam, apakah pasien
memilii trauma kepala)
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu mengetahui riyawat penyakit keluarga untuk mengetahui
apakah ada keluarga yang mengalami sindrom epilepsi yang
spesifik atau kelainan neurologi.
2. Pola Kesehatan
a. Persepsi kesehatan
Tanyakan apakah klien rutin dalam kontrol kesehatan di pelayanan
kesehatan, Tanya apakah klien mengkonsumsi obat dengan tepat
waktu
b. Pola nutrisi
Biasanya klien dengan epilepsi mengalami mual dan tidak nafsu
makan, tanyakan asupan nutrisi dan gizi dari makanan yang di
konsumsi klien. Tanyakan apakah klien minum dengan baik.
c. Pola eleminasi
Tidak ada perubahan pada pola eleminasi pada klien dengan
epilepsi
d. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien dengan epilepsy tidak diperbolehkan melakukan
aktivitas berat yang dapat membuat klien keletihan karena dapat
memicu kejang.
e. Pola tidur dan istirahat
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala:
Seringkali ditemukan tanda-tanda mikro atau makrosepali, dan
tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial yaitu ubun-ubun
besar yang cembung
b. Mata
Saat kejang biasanya terjadi dilatasi pupil, biasanya klien eplepsi
mengeluh pandangan gelap
c. Hidung
Biasanya terjadi gangguan pada pernafasan karena saat keljang
jumlah secret bertambah
d. Mulut
Apakah ada sianosis, berapa jumlah gigi yang tumbuh, apakah ada
karies gigi
e. Tenggorokan
Apakah ada tanda-tanda peradangan tonsil, dan pembesaran vena
jugularis
f. Leher
Apakah ada tanda-tanda kaku kuduk dan pembesaran kelenjar
tiroid
g. Thorax
I: perhatikan bentuk dada, bagaimana gerakan pernafasan, adakah
bunyi tambahan
A: apakah ada bunyi nafas tambahan
h. Kulit
Pasien epilepsy bisanya memiliki gangguan perawatan diri,
perhatikan biasanya kulit dalam kedaan tidak bersih
i. Biasanya terdapat oedema atau paralise setelah kejang

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas (mukus berlebihan).
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan hipoksia jaringan
3. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik
I. Fokus Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas (mukus berlebihan).
Intervensi: Manajemen jalan nafas (I.01011)
1. Monitor pola nafas
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-linft
jika terjadi kejang
3. Posisikan semi-fowler
4. Berikan minuman hangat
5. Berikan oksigen
b. Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan hipoksia jaringan
Intervensi: I.01011 Pemantauan Tekanan Intrakranial
1. Monitor peningkatan TD
2. Monitor penurunan frekuensi jantung
3. Monitor ireguleritas irama nafas
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
c. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
Intervensi: Pencegahan kejang (I.14542)
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Baringkan klien agar tidak terjatuh
3. Rendahkan ketinggian tempat tidur
4. Pasang side-rail tempat tidur
5. Jauhkan benda-benda tajam
6. Ajarkan keluarga pertolongan pertama pada kejang
7. Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik
Intervensi: Dukungan tidur (I.05174)
1. Identivikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi factor pengganggu tidur
3. Modifikasi lingkungan
4. Lakukan prosedur untuk meningkatkan pengetahuan
5. Ajarkan relaksasi autogenic atau cara nonfarmakalogi lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Z, Spencer S.S. 2004. An Approach to the Evaluation of a Patient for


Seizure and Epilepsy, Wisconsin Medical Journal, 103(1). 49-55.
Benerjee, PN & Sander, JW 2008, Incidence and Prevalence. Epilepsy A
Comprehensive Textbook 2nd Edition, Lippincott Williams & Wilkins, p:
45- 56.
Brodie, MJ , Schachter, SC, Kwan, P 2012, Epidemiology and Prognosis, Fast
Fact:

Browne, Thomas. R., Gregory L. Holmes. 2008. Handbook of Epilepsy. 4th ed.
Baltimore: Lippincott Williams &Wilkins, 1-2.
Ginsberg, L 2008 Epilepsi. In: Lecture Notes Neurologi, 8th ed, Jakarta: Erlangga,

Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.
Harsono. 2009. Buku Ajar Neurologi Klinis, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hockenberry. 2008. Wong’s nursing care of infant and children, Edisi 9, Mosby,
Missouri.
Judha, M., & Rahil, N.H. 2011. Sistem Persyarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Gosyen Publising
Maryanti., N.C.W. 2016. Epilepsi dan Budaya. Jurnal Buletin Psikologi. 24(1).
22-31.
PERDOSSI2011. Pedoman Penatalaksanaan Epilepsi. Himpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
Primardi, A., & Hardjam, M.N.R. 2010. Optimisme, Harapan, Dukungan Sosial
Keluarga, dan Kualitas Hidup Orang dengan Epilepsi. Jurnal Psikologi.
3(2). 123-133.
Riyadi, Sujono. 2004. Asuhan Keperawatan pada Anak. Ed 1. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
WHO 2012, World Health Organization, Statistics on Epilepsy,dilihat pada 21
Oktober 2020,
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs999/en/index.html
World Health Organization (WHO) 2010, Epidemiology of Epilepsy, Atlas
Epilepsy Care in The World, Geneva: WHO Library, p: 22-25

Anda mungkin juga menyukai