EPILEPSI
Disusun Oleh:
VEVIOLA FITRI
2130282088
( ) ( )
2. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
a) Trauma lahir, asphyxia neonatorum
b) Cedera Kepala, infeksi sistem syaraf
c) Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
e) Tumor otak
f) Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan
pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, apabila defisit neurologik
terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada
12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama kecuali bangkitan pertama yang
terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12
bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara
keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar
kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan
pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu
hamil muda seperti infeksi, demam tinggi, kurang gizi (malnutrisi) yang bisa
menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan
yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak
janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio''
epilepsi bahkan bayi yang tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan
pada otak seperti infeksi/ radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/
trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak juga memberikan
kontribusi terjadinya epilepsi.
3. Klasifikasi
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi epilepsi dengan
sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang
a) klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada anak
dengan paroksimal oksipital
2. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus otak
b) klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)
1. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap
normal
Dengan gejala motorik:
Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
Postural: epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan
tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada
anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku
pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai.
Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
Kejang tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih
rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,
nyeri kepala.
Kejang atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien
terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
3. Epilepsi kejang tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola
mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
4. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia
retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-
impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf,
sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya
Kerusakan neuron
G3 presesi
Ketidak sambungan lektrolit sensori
Isolasi
G3b depolarisasi (ke listrikan saraf) sosial
KEJANG
Parsial Umum
sederhana komplex
absen mioklonik Tonik klonik atonik
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam
mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
a) Selama serangan :
Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik,
kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
Apakah pasien menggigit lidah.
Apakah mulut berbuih.
Apakah ada inkontinen urin.
Apakah bibir atau muka berubah warna.
Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu
sisi atau keduanya.
b) Sesudah serangan
Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
Apakah ada perubahan dalam gerakan.
Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama
dan sesudah serangan.
Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut
jantung.
Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c) Riwayat sebelum serangan
Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktorik maupun visual.
d) Riwayat Penyakit
Sejak kapan serangan terjadi.
Pada usia berapa serangan pertama.
Frekuensi serangan.
Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang
tidur, keadaan emosional.
Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai
dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
Apakah makan obat-obat tertentu
Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran pasien
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
7. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
9. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi cairan.
Tanda : dispnea, apnea, batu
b. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: -- perubahan aktivitas listrik di Resiko cedera
otak
DO:
pasien kejang (kaki menendang- Keseimbangan terganggu
nendang, ekstrimitas atas fleksi), gigi
geligi terkunci, lidah menjulur gerakan tidak terkontrol
DS: gangguan nervus V, IX, X Bersihan jalan napas tidak
sesak, efektif
lidah melemah
DO:
apnea, cianosis menutup saluran trakea
Adanya obstruksi
DS: Terjadi depolarisasi berlebih Gangguan persepsi
terjadi aura (mendengar bunyi yang Bangkitan listrik di bagian sensori
melengking di telinga, bau- bauan, otak serebrum
melihat sesuatu), halusinasi, perasaan
bingung, melayang2. Menyebar ke nervus- nervus
c. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko cedera b.d aktivitas kejang
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
c. Gangguan memori b.d gangguan neurologi
d. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1 Resiko cedera b.d Setelah dilakukan Manajemen kejang
kejang tindakan keperawatan O:
selama 2x24 jam maka -monitor terjadinya kejang
keseimbangan cairan berulang
meningkat dengan -monitor karakteristik
kriteria hasil diharapkan : kejang
- kemampuan -monitor tanda-tanda vital
mengidentifikasi factor
T:
risiko/pemicu kejang
meningkat -Baringkan pasien agar
- kemampuan mencegah
tidak terjatuh
factor risiko/pemicu
kejang meningkat -pertahankan kepatenan
- Hubungan social
jalan nafas
membaik
-dampingi selama periode
kejang
-catat durasi kejang
E:
-anjurkan keluarga
menghindari memasukan
apapun ke dalam mulut
pasien saat periode kejang
-anjurkan keluarga tidak
menggunakan kekerasan
untuk menahan gerakan
pasien
K
-kolaborasi pemberian
antikonvulsan, jika perlu
2 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan O:
tidak efektif b.d tindakan keperawatan -memonitor pola nafas
benda asing dalam selama 2x24 jam maka T:
jalan nafas toleransi aktivitas - pertahankan kepatenan
meningkat dengan jalan nafas dengan head
kriteria hasil diharapkan: tilt dan chin lift, jika
- frekuensi nafas perlu
membaik
- posisikan semi fowler
- pola nafas membaik
atau fowler
E:
-anjurkan asupan caira
200ml/hari, jika
kontraidikasi
K:
-kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektor,
mukolitik, jika perlu
-
3 Gangguan memori Setelah dilakukan Orientasi realita
b.d gangguan tindakan keperawatan O:
neurologi selama 2x24 jam maka -monitor perubahan
integritas kulit meningkat orientasi
dengan kriteria hasil -monitor prtubahan kognitif
diharapkan: dan perilaku
- orientasi kognitif T:
meningkat
-hadirkan realita
- status kognitif
meningkat -berikan waktu istirahan
- komunikasi meningkat
Sediakan lingkungan dan
rutinitas secara konsisten
E:
-anjurkan keluarga dalam
perawatan realita
e. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang baik dengan menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor –
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhankeperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi (Dinarti dan Mulyani, 2017).
f. Evaluasi
Evaluasi atau tahap penilaian merupakan tindakan perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Wahyuni, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan Keperawatan Epilepsi, 2008. www.google.com
Brunner and Sudarth, 2002. Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta ; EGC
Doenges, marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta, EGC
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Kriteria Hasil
Keperwatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.