Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN AN. L. A DENGAN MASALAH EPILEPSI

DI POLI ANAK RSUD MGR GABRIEL MANEK SVD ATAMBUA

DISUSUN OLEH

MARIA CORONA DANI

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA

KUPANG

2024
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Epilepsi
Epilepsi adalah gangguan ketika aktivitas sel saraf di otak terganggu yang
menyebabkan kejang, epilepsi dapat terjadi sebagai akibat dari kelainan genetik
atau cedera otak yang dialami seperti trauma atau stroke (Setiaji, dkk 2016).
2. Etiologi Epilepsi
Genetic epilepsi syndrome adalah epilepsi yang diketahui/ diduga disebabkan
oleh kelainan genetik dengan kejang sebagai manifestasi utama.
Structural/metabolic syndrome adalah adalah kelainan struktural/ metabolik yang
menyebabkan seseorang berisiko mengalami epilepsi, contohnya epilepsi setelah
mengalami stroke, trauma, infeksi SSP, atau adanya kelainan genetik seperti
tuberosklerosis dengan kelainan struktur otak (tuber). Epilepsi digolongkan sebagai
unknown cause apabila penyebabnya belum diketahui (Setiaji, dkk 2016).
Secara garis besar penyebab epilepsi di bagi menjadi dua, yaitu struktural dan
non struktural. Etiologi struktural merupakan penyebab epilepsi yang ditandai
dengan adanya kelainan anatomi otak atau adanya lesi pada otak. Kelainan pada
otak dapat terjadi karena adanya trauma kepala, trauma persalinan, demam tinggi,
stroke, intoksikasi, tumor otak, masalah kardiovaskular tertentu, gangguan
keseimbangan eletrolit, infeksi, dan reaksi alergi. Sedangkan etiologi non
struktural merupakan penyebab yang tidak didapatkan kelainan pada otak bahkan
penyebab yang tidak diketahui (Setiaji, dkk 2016).
3. Klasifikasi Epilepsi
Menurut Saing, J. H. (2016) epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum
klasofikasi epilepsi dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe
kejang.
a. Klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab
1) Epilepsi idiopatik bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada anak
dengan paroksimal oksipital
2) Simtomatik bila ada penyebabnya, letak fokus pada semua lobus otak
b. Klasifikasi tipe kejang epilepsi
1) Epilepsi kejang parsial (lokal fokal)
a) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran
tetap normal.
b) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang ditandai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran mula mulai
baik kemudian baru menurun
c) Epilepsi Parsia yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-
klonik)
 Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum
 Epilepsi parsial kompleks yang berkembang yang menjadi bangkitan
umum
 Epilepsi parsial sederhan yang menjadi bangkitan parsia kompleks
lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
2) Epilepsi kejang umum
a) Lena atau kejang absant (petit mal)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, maka
tampak membengon, bola mata dapat memutar keatas, tak ada reaksi
bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ½-½ menit
dan biasanya dijumpai pada anak.
b) Grand Mal
 Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat, atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau
berulang ulang.bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
 Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerak menyentak, repetitif, tajam,
dan tunggal multiple, di lengan tungkai atau torso. Dijumpai sekali
pada anak.
 Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan
dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.
 Kejang tonik-klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur diatas balita yang terkenal
dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu
tanda tandayang mendahului epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan,
otot otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira kira 1¼-
1½ menit bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas
menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembetuka ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan nafas
mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah
berhenti pasien tidur berapa lamanya, dapat pula bangun dengan
kesadaran yang rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan
badan pegal pegal, lelah, nyeri kepala
 Kejang Atonik
Pada keadaan ini otot otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Epilepsi ini sering dijumpai pada anak.
c) Epilepsi Kejang tak tertolongkan
Ini termasuk golongan bangkitan pada bayi berupa gerak bola mata
yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenaang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sebentar.
4. Menifestasi Klinis Epilepsi
Menurut Suwarba (2016) gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan
klasifikasi dari epilepsi, yaitu:
1) Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau
satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena
halusinatorik, psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang parsial
sederhana, kesadaran penderita masih baik.
b. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana,
tetapi yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme.
2) Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau
kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia. Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota
badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan
singkat. Kejang yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan
cepat dan total disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata
mengalami deviasi ke atas. Fase tonik berlangsung 10-20 detik dan diikuti
oleh fase klonik yang berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik,
tampak jelas fenomena otonom yang terjadi seperti dilatasi pupil,
pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi
kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering
mengalami jatuh akibat hilangnya keseimbangan.
5. Patofisiolosi Epilepsi
Epilepsi adalah pelepasan muatan listrik yang berlebihan dan tidak teratur di
otak. Aktivitas listrik normal jika terdapat keseimbangan antara faktor yang
menyebabkan inhibisi dan eksitasi dari aktivitas listrik. Epilepsi timbul karena
adanya ketidakseimbangan faktor inhibisi dan eksitasi aktivitas listrik otak (Saing,
2016).
Menurut Susano (2016), terdapat beberapa teori patofisiologi epilepsi, adalah
sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi di otak
Eksitasi berlebihan mengakibatkan letupan neuronal yang cepat saat kejang.
Sinyal yang dikeluarkan dari neuron yang meletup cepat merekrut sistem
neuronal yang berhubungan melalui sinap, sehingga terjadi pelepasan yang
berlebihan. Sistem inhibisi juga diaktifkan saat kejang, tetapi tidak dapat untu
mengontrol eksitasi yang berlebihan.
b. Mekanisme sinkronisasi
Epilepsi dapat diakibatkan oleh gangguan sinkronisasi sel-sel saraf berupa
hipersinkronisasi. Hipersinkronisasi terjadi akibat keterlibatan sejumlah besar
neuron yang berdekatan dan menghasilkan cetusan elektrik yang abnormal.
c. Mekanisme epileptogenesis
Trauma otak dapat mengakitbatkan epilepsi. Iskemia, trauma, neurotoksin
dan trauma lain secara selektif dapat mengenai subpopulasi sel tertentu. Bila sel
ini mati, akson-akson dari neuron yang hidup mengadakan tunas untuk
berhubungan dengan neuron diferensiasi parsial.
d. Mekanisme peralihan interiktal-iktal
Mekanisme yang memproduksi sinyal, sinkronisitas dan penyebaran aktivitas
sel saraf termasuk kedala teori transisi interiktal-iktal. Dari berbagai penelitian,
mekanisme transisi ini tidak berdiri sendiri melainkan hasil dari beberapa
interaksi mekanisme yang berbeda. Terdapat dua teori mengenai transisi
interiktal-iktal, yaitu mekanisme nonsinaptik dan sinaptik. Pada nonsinaptik
adanya aktivitas iktal-interikta yang berulang menyebabkan peningkatan kalium
ekstrasel sehingga eksitabilitas neuron meningkat. Aktivitas pompa Na-K sangat
berperan dalam mengatur eksitabilitas neuronal. Hipoksia atau iskemia dapat
menyebabkan kegagalan pompa Na-K sehingga meningkatkan transisi interiktal-
iktal.
Teori sinaptik ini menyebutkan bahwa penurunan efektivitas mekanisme
inhibisi sinaps ataupun peningkatan aktivitas eksitasi sinaps dapat mencetuskan
epilepsi.
e. Mekanisme neurokimiawi
Mekanisme epilepsi sangat dipengaruhi oleh keadaan neurokimia pada sel-sel
saraf, misalnya sifat neurotransmitter yang dilepaskan, ataupun adanya faktor
tertentu yang menyebabkan gangguan keseimbangan neurokimia seperti
pemakaian obat-obatan.
6. Komplikasi Epilepsi
Komplikasi yang di akibatkan oleh epilepsi adalah terjadinya gangguan listrik
di otak yang terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan kerusakan otak akibat
hypoksia bahkan bisa berakibat kematian (Susano, 2016).
Menurut Susano, A. (2016), komplikasi penyakit epilepsy antara lain;
kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental, timbul depresi dan keadaan
cemas.
Retradasi mental, IQ rendah, Kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak
(Hal ini akan menyebabkan efek samping pada penurunan prestasi belajar terutama
bagi penderita yang masih dalam masa belajar (penurunan fungsi kognitif)
(Susano, 2016).
7. Penatalaksaan Epilepsi
Menurut Suwarba (2016), penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal
yaitu :
a. Tatalaksana fase akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak
yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang berulang,
dan mencari faktor penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat
dan berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan
diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg atau 10 mg
bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih belum berhenti, dapat diulang
setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua
kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita
dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
b. Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas
dari serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan
kerusakan sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus
menerus maka kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan mengakibatkan
menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Karena itu, upaya terbaik untuk
mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan seagresif mungkin.
Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila
serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obatobatan sampai pasien
tersebut 2 tahun bebas kejang. Secara umum ada tiga terapi epilepsi, yaitu :
1) Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita
epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang
biasa diberikan di Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara
teratur agar dapat mencegah serangan epilepsi secara efektif.
2) Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian
yang menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otak yang menjadi sumber
serangan. Diindikasikan terutama untuk penderita epilepsi yang kebal
terhadap pengobatan.
3) Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengan kejang
berat yang kurang dapat dikendalikan dengan obat antikonvulsan dan
dinilai dapat mengurangi toksisitas dari obat. Terapi nutrisi berupa diet
ketogenik dianjurkan pada anak penderita epilepsi.
8. Pertolongan Pertama Epilepsi
Menurut Setiaji, dkk (2015), tahap – tahap dalam pertolongan pertama saat
kejang, antara lain :
a. Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya (gunting, pulpen, kompor api,
dan lain – lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak
menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau kerah baju di
lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulut dapat
mengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara atau pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan penderita.
Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti memberi
minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan meninggalkan
penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian biarkan penderita
beristirahat atau tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Saing, J. H. (2016). Tingkat pengetahuan, perilaku, dan kepatuhan berobat orangtua


dari pasien epilepsi anak di Medan. Sari pediatri, 12(2), 103-7.

Setiaji, A., Sareharto, T. P., & Setyawati, A. N. (2015). Pengaruh Penyuluhan


Tentang Penyakit Epilepsi Anak Terhadap Peningkatan Pengetahuan
Masyarakat Umum. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 3(1), 113984.

Susano, A. (2016). Penerapan Dan Implementasi Sistem Pakar Dalam Mendekteksi


Gejala Penyakit Epilepsi. Faktor Exacta, 9(1), 37-48.

Suwarba, I. G. N. M. (2016). Insidens dan karakteristik klinis epilepsi pada


anak. Sari Pediatri, 13(2), 123-8.
Nama mahasiswa : Maria Corona Dani

NIM :

Clinical Instruktur :

Ruangan : Poli Anak

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN DI POLI ANAK

Tanggal Pengkajian : 27 januari 2024 Jam : 10.00

NO.RM : 020110

Sumber data : orang tua

Tanggal MRS : 27 januari 2024 Dx. Medis : Epilepsi

Identitas Anak Identitas Orang Tua

Nama : An. L. A Nama Ayah : TN. Y. A

Tanggal Lahir : 11/08/2018 Nama Ibu : NY. A. T

Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan ayah/ibu : IRT

Anak ke : kedua Agama : Katolik

Suku/bangsa : Belu/Indonesia

Alamat : Lurasik
Keluhan Utama : ibu pasien datang karena kontrol ulang penyakit epilepsi dan kontrol
jantung

Riwayat Kesehatan saat ini : ibu pasien mengatakan pasien kena kejang semenjak
umur 2 tahun, dan terakhir kali kena kejang pada 27/11/2023. Pasien datang ke Poli untuk
kontrol ulang penyakit epilepsi yang pernah terjadi di anaknya dan kontrol jantunng.

Riwayat kesehatan sebelumnya : semenjak umur 2 tahun anaknya terkena panyakit


kejang epilepsi

Prenatal : ibu pasien mengatakan saat hamil anaknya di periksa dan USG bahwa bayi
dalam kandungn beratnya tidak sesuai dengan usia kemahilan dan mengalami kelainan
pada pada jantung

a. Natal : ibu pasien mengatakan saat lahir anaknya mengalami BBLR (berat badan
lahir rendah)
b. Postnatal (neonatus) : ibu pasien mengatakan setelah melahirkan anaknya dan
melakukan pemeriksaan organ vital, detak jantung, pernapasan, tinggi badan, berat
badan, dan organ tubuh lainnya normal.
c. Infant (1 bulan-1 tahun) : ibu pasien mengatakan selama dari 1 bulan sampai 1
tahun anaknya hanya mengalami sakit panas, batu, pilek, diare dan tidak ada keluhan
lain
d. Toddler : ibu pasien mengatak umur 2 tahun anaknya mulai mengalami kejang
epilepsi, dan mulai dari kejang tersebut anaknya tidak bisa jalan, omong tidak jelas,
dan pertubuhannya tidak seperti anak seumurannya
e. Prasekolah : ibu pasien mengatakan anaknya tidak sekolah karena tidak bisa jalan
dan omong tidak jelas
f. Sekolah : -

Riwayat Kehehatan keluarga : ibu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat kesehat
yang epilepsi pada keluarga

Riwayat Imunisasi : ibu pasien mengatakan selalu membawa anaknya mengikuti


imunisasi secara rutin

Pertumbuhan

BB saat ini : 7,5 Kg BB lahir :1800 gr TB : 85 cm LILA : -

Perkembangan
 Motorik halus : pasien tidak bisa berkomunikasi, hanya bisa berteriak-teriak
 Motorik kasar : pasien tidak bisa berjalan, tidak bisa melompat, pasien hanya
digendong
 Personal sosial : pasien tidak mampu berinteraksi dengan sosial
 Bahasa :-

Masalah :

Tanda-tanda vital

Tekanan darah :-

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 36,5

Pernapasan : 20x/menit

Pemeriksaan fisik :

1. Kepala :
1) Rambut : bersih dan hitam
2) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak iterik
3) Wajah : simetris
4) Hidung : tidak ada kelainan
5) Mulut dan bibir : mukosa lembab, tidak ada sariawan
6) Gigi : gigi sudah tumbuh tetapi jarak, gusi berwarna
merah muda dan tidak ada pendarahan
2. Dada : adanya kontraksi dada
3. Abdomen : membesar, dan kembung
4. Anus : terdapat lobang anus
5. Ekstremitas : tangan, kaki, dan jari lengkap, tidak ada kelainan

Pemeriksaan menunjang :-
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN

1 DS: ibu pasien datang karena Kurangnya terpapar Defisit Pengetahuan


kontrol ulang penyakit epilepsi informasi Tentang Kesehatan
dan kontrol jantung, ibu pasien anak
mengatakan pasien kena kejang
semenjak umur 2 tahun, dan
terakhir kali kena kejang pada
27/11/2023.

DO: BB saat ini : 7,5 Kg, BB lahir


:1800 gr, TB :85 cm, Nadi : 100
x/menit, Suhu : 36,5, Pernapasan:
20x/menit. Motorik halus pasien
tidak bisa berkomunikasi, motorik
kasar, pasien tidak bisa berjalan
dan melompat, pasien tidak
mampu berinteraksi.

DIAGNOSA: Defisit pengetahuan tentang kesehatan bayi b.d kurangnya terpapar


informasi d.d ibu pasien datang karena kontrol ulang penyakit epilepsi dan kontrol
jantung, ibu pasien mengatakan pasien kena kejang semenjak umur 2 tahun, dan terakhir
kali kena kejang pada 27/11/2023, BB saat ini : 7,5 Kg, BB lahir :1800 gr, TB :85 cm,
Nadi : 100 x/menit, Suhu : 36,5, Pernapasan: 20x/menit. Motorik halus pasien tidak bisa
berkomunikasi, motorik kasar, pasien tidak bisa berjalan dan melompat, pasien tidak
mampu berinteraksi.
INTERVENSI

DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KRITERIA HASIL

Defisit pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan


kesehatan bayi b.d kurangnya keperawatan 1x4 jam tingkat (I.12383)
terpapar informasi d.d ibu pengetahuan membaik
Observasi
pasien datang karena kontrol dengan kriteria hasil:
ulang penyakit epilepsi dan
 Identifikasi kesiapan
kontrol jantung, ibu pasien  Kemampuan
dan kemampuan
mengatakan pasien kena menjelaskan
menerima informasi.
kejang semenjak umur 2 pengetahuan tentang

tahun, dan terakhir kali kena suatu topik meningkat


Terapeutik
kejang pada 27/11/2023, BB (5)

saat ini : 7,5 Kg, BB  Pertanyaan tentang  Sediakan materi dan

lahir :1800 gr, TB :85 cm, masalah yang dihadapi mesia pendidikan

Nadi : 100 x/menit, Suhu menurun (5) kesehatan

: 36,5, Pernapasan:  Jadwalkan pendidikan

20x/menit. Motorik halus kesehatan sesuai

pasien tidak bisa kesepakatan

berkomunikasi, motorik  Berikan kesempatan


kasar, pasien tidak bisa untuk bertanya
berjalan dan melompat,
Edukasi
pasien tidak mampu
berinteraksi.  Jelaskan faktor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

NO Hari/TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI

1. Selasa, 23 1. Menanyakan kesiap dan S : ibu dari pasien


Januari 2024 kemampuan menerima mengatakan bahwa ibu
informasi sudah paham mengenai
2. Menyediakan media pendidikan kesehatan
pendidikan kesehatan mengenai epilepsi
mengenai epilepsi
O : ibu dari pasien tampak
3. Jika ibu dari orang anak sudah
mengerti, dan mampu
bersedia menerima materi
menjelaskan mengenai
pendidikan maka langsung
pendidikan kesehatan yang
diberikan pendidikan
di berikan.
kesehatan
4. Memberikan kesempatan pada
BB saat ini : 7,5 Kg, BB
ibu dari pasien untuk bertanya
lahir :1800 gr, TB :85 cm,
5. Menjelaskan pada ibu dari
Nadi : 100 x/menit, Suhu
pasien mengenai faktor risiko
: 36,5, Pernapasan:
yang dapat mempengaruhi
20x/menit. Motorik halus
kesehatan dan pertolongan
pasien tidak bisa
pertama jika terjadi epilepsi
berkomunikasi, motorik
kasar, pasien tidak bisa
berjalan dan melompat,
pasien tidak mampu
berinteraksi.

A : tingkat pengetahuan
teratasi

P : intervensi teratasi, pasien


lanjut kontrol jantung.

Anda mungkin juga menyukai