Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

EPILEPSI+VENTILATOR DI RUANG ICU IGD RUMAH SAKIT


ANGKATAN LAUT DR. RAMELAN SURABAYA

DISUSUN OLEH:
Nurul Hidayah (9102319016)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP TEORI EPILEPSI

A. DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gngguan atau terhentinya fungsi otak
secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara
berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga
penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak ke bagian tubuh yang lain
terganggu (Mutiawati, 2008).
Epilepsi merupakan gangguan kejang kronis dengan serangan yang berulang
dan tanpa di provokasi (Wong, 2009). Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa epilepsi adalah suatu manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan dan abnormal dari sel-sel saraf otak yang bersifat spontan dan berkala
dengan kejang kronik dengan serangan yang berulang.
B. ETIOLOGI
Gejala yang timbul pada epilepsi (Harsono, 2008) sebagai berikut:
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
meminum obat-obatan tertentu, meminum alkohol, sering terpapar terapi radiasi,
sehingga dapat merusak otak janin, mengalami infeksi dan mengalami cedera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat lahir seperti, hipoksia, kerusakan karena tindakan
(forsep) dan trauma lain pada otak bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak.
5. Penyumbatan pmbuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6. Radang atau infeksi seperti mengingitis atau radang otak.
7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan
neurofibromatosis.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Serangan Epilepsi Parsial
Serangan parsial yang disebabkan oleh lesi atau kelainan lokasi pada otak.
Serangan parsial dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a. Serangan parsial sederhana
Parsial sederhana dengan manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran.
2) Bersifat stereopatik (sama)
3) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
4) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut)
5) Berkeringat dingin
6) Denyut nadi dan pernafasan cepat
7) Terjadi pada usia 11-13 tahun
8) Berlangsung sekitar 31-60 detik
b. Serangan parsial kompleks
Parsial komplek sering juga disebut dengan lobus frontalis atau psikomotor.
Pada serangan parsial komplek terjadi gangguan atau penurunan kesadaran, dalam
hal ini penderita mengalami gangguan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Serangan parsial komplek melibatkan bagian-bagian otak dan pada umumnya
melibatkan kedua belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik. Selama
serangan parsial komplek sering tampak adanya otomatisme sederhan dan
komplek (aktifitas motorik yang berulang-ulang: tanpa tujuan, tanpa arah, dan
aneh).
2. Serangan epilepsi umum
Serangan ini menunjukkan terlibatnya kedua belah hemisfer secara sinkron
sejak awal. Serangan berupa hilangnya kesadaran, kemudian diikuti gejaa lainnya
yang bervariasi. Jenis-jenis serangan epilepsi umum dibedakan oleh ada atau
tidaknya aktifitas motorik yang khas (Harsono, 2007).
a) Pelit mal
Serangan pelit mal disebut juga dengan lena dan absence. Pada jenis ini terdapat
tiga jenis sindrom epilepsi ang berbeda yaitu childhood absence epilepsi, jevenile
absence epilepsi, dan absence with eye myoclonia. Serangan petit mal dicirikan
oleh 3 Hz spike and wave pada rekaman EEG (Harsono, 2007).
b) Grandmal
Serangan grandmal disebut juga serangan tonik-klonik atau bangkitan mayor
(serangan besar) atau generalized tonic-clonic seizures (GTCS). Bangkitan
grandmal merupakan jenis epilepsi yang paling sering dijumpai. Serangan
meliputi seluruh tubuh dimulai dengan rigiditas otot-otot tubuh (tonik) kemudian
diikuti oleh kontraksi otot-otot secara ritmik (klonik), dan kehilangan kesadaran
(Harsono, 2007).
c) Serangan Tonik-Klonik
1. Serangan tonik
Serangan tonik dicirikan oleh pengkakuan atau sentakan bilateral dan sinkron
secara mendadak pada tubuh, lengan atau tungkai. Adapun gejala-gejalnya sebagai
berikut:
- Tidak terjadi gangguan atau penurunankesadaran
- Terjadi sentakan sinkron
- Terjadi sentakan bilateral
- Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
- Lidat tergigit
- Kulit sianotik
- Mulut keluar busa
- Leher tertekuk ke depan pasca serangan
- Terjadi pada waktu tidur
- Berlangsung sekitar 0-30 detik
- Terjadi pada usia 6-12 bulan
- Kejang tonik
2. Serangan Klonik
- Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
- Datang dan menghilang secara mendadak
- Kedutan
- Tekanan visika urinaria
- Tubuh bergetar pasca serangan
- Terjadi sentakan sinkron
- Terjadi sentakan bilateral
- Terjadi gangguan metabolik
- Kejang klonik
- Terjadi pada waktu tidur
- Berlangsung sekitar 7-8 menit
- Terjadi pada usia 4-6 tahun
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektro enselografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan
diagnosis epilepsi.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG.
3. Pemeriksaan CT-Scan
Dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan parut
dan kerusakan karena cedera kepala.
4. Pemeriksaan EKG
Dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari
tidak adekuatnya aliran darah ke otak yang bisa menyebabkan seseorang
mengalami pingsan.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :

a. Tatalaksana fase akut (saat kejang)


Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak
yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang berulang,
dan mencari faktor penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan
berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan
diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg atau 10 mg
bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih belum berhenti, dapat diulang
setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua
kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, maka penderita
dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
b. Pengobatan epilepsi

Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas


dari serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan
kerusakan sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus
menerus maka kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan mengakibatkan
menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Karena itu, upaya terbaik untuk
mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan seagresif mungkin.
Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila
serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obat-obatan sampai pasien
tersebut 2 tahun bebas kejang. Secara umum ada tiga terapi epilepsi, yaitu
1. Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita
epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa
diberikan di Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital,
dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur agar dapat
mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun serangan epilepsi sudah
teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda
efek samping yang berat maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian
obat dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang dapat
mengatasi kejang.
2. Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian yang
menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otak.
yang menjadi sumber serangan. Diindikasikan terutama untuk penderita epilepsi
yang kebal terhadap pengobatan. Berikut ini merupakan jenis bedah epilepsi
berdasarkan letak fokus infeksi :

- Lobektomi temporal
- Eksisi korteks
- ekstratemporal
- Callostomi
3. Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengan kejang berat yang
kurang dapat dikendalikan dengan obat antikonvulsan dan dinilai dapat
mengurangi toksisitas dari obat. Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dianjurkan
pada anak penderita epilepsi. Walaupun mekanisme kerja diet ketogenik dalam
menghambat kejang masih belum diketahui secara pasti, tetapi ketosis yang stabil
dan menetap dapat mengendalikan dan mengontrol terjadinya kejang.

II. KONSEP TEORI VENTILATOR


A. Definisi
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
B. Indikasi Pemasangan Ventilator
1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
4. Respiratory Arrest.
C. Penyebab Gagal Napas
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : Contusio cerebri.

b. Radang otak : Encepalitis.

c. Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.


d. Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.

2. Penyebab perifer
a) Kelainan Neuromuskuler:
 Guillian Bare symdrom
 Tetanus
 Trauma servikal.
 Obat pelemas otot.
b) Kelainan jalan napas.
 Obstruksi jalan napas.
 Asma broncheal.
c) Kelainan di paru.
 Edema paru
 Atlektasis
 ARDS
d) Kelainan tulang iga / thorak.
 Fraktur costae
 Pneumothorak
 haemathorak.
e) Kelainan jantung.
 Kegagalan jantung kiri.
D. Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik
(ventilator) bila :

1. Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.

2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.

3. PaCO2 lebih dari 60 mmHg

4. AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.

5. Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.


E. Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:

1. Volume Cycled Ventilator.

Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin


berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru
pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.

2. Pressure Cycled Ventilator

Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan.


Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang
telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru,
maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang
setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.

3. Time Cycled Ventilator

Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan
oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)

Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 :

F. Mode-Mode Ventilator.

Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan


ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung
dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mode Control.

Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien.
Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali
atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan
diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada
ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila
pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan
dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara
inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli
pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled
Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten
Positive Pressure Ventilation)

2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory Ventilation/Sincronized


Intermitten Mandatory Ventilation.

Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling
dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan
pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi
atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena
itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV).
Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode
IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum
normal sehingga masih memerlukan bantuan.

3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport

Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien
yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya
dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila
pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.

4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.

Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada
pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.

Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-
otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian
- Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
RS (apa yang terjadi selama serangan )
- Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia
berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi
seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita
cidera otak, operasi atau makan obat-obat tertentu/alkoholik)
- Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh
anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik
maupun tidak
- Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah
disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang
mendahului serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Persistem
a) Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit,
adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna,
mata dan kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut,
apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya
b) Sistem Persyarafan
Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena?
Disertai komponen motorik seperti kejang tonik, klonik, mioklonik, atonik, berapa
lama gerakan tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai
Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara,
hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan
sesudah serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan
terjadi cidera selama kejang (memer, luka gores)
c) Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam)
d) Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung
e) Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea
f) Sistem Integumen: adakah memar, luka gores
g) Sistem Reproduksi
h) Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin
c. Pola Fungsi Kesehatan
3). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pemahaman pasien dan keluarga mengenai program pengobatan pasien, keamanan
lingkungan sekitar
4). Pola Aktivitas dan Latihan
Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko
cidera pada saat serangan).

5). Pola Nutrisi Metabolisme


Pasca serangan biasanya pasien mengalami nansea
6). Pola Eliminasi
Saat serangan dapat terjadi inkontinensia urin dan atau feses
7). Pola Tidur dan Istirahat
Salah satu faktor presipitasi adalah kurangnya istirahat/tidur
8). Pola kognitif dan Perseptual
Adakah gangguan orientasi, pasien merasa dirinya berubah, Persepsi diri atau
konsep diri, Pentingnya pemahaman dengan berobat teratur dapat terbebas dari
sawan.
9). Pola toleransi dan koping stress
Adakah stress dan gangguan emosi.
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH

Ds : Ibu pasien Hilangnya reflek menelan Pola nafas tidak efektif


mengatakan anaknya
Terjadi aspirasi
sesak.
Obstruksi jalan napas
Do : penggunaan otot
bantu pernafasan Penurunan ekspansi paru

Pernafasan cuping hidung Kadar CO2 meningkat

Pola nafas abnormal. Suplai O2 menurun

Hiperventilasi

Dipsnea

Pernapasan cuping hidung

Pola napas tidak efektif

Ds : Ibu pasien Hiperaktivitass neuron Resiko Cidera


mengatakan anaknya
Pengeluaran energi listrik
kejang > dari 3 kali
meningkat
Do : Pasien kejang > dari
Kebutuhan energi menurun
3 kali
Metabolisme meningkat

Pengeluaran energi listrik


oleh sel-sel saraf motorik
dapat meningkat

Aliran darah serabut


meningkat
DATA ETIOLOGI MASALAH

TIK meningkat

Kesadaran menurun

Resiko Cedera
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil

2 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Managemen jalan


berhubungan dengan intervensi 3 x 24 jam napas
hambatan upaya napas diharapkan pola napas Observasi
dibuktikan dengan ibu tidak efektif membaik 1. Monitor pola
pasien mengatakan dengan kriteria hasil : napas
anaknya sesak napas, 1. Dipsnea menurun Terapeutik
penggunaan otot bantu 2. Penggunaan otot 1. Pertahankan
pernafasan, pernafasan bantu napas kepatenan jalan
cuping hidung, pola nafas menurun napas dengan
abnormal. 3. Pernapasan cuping head-tilt dan
hidung menurun chin-lift
4. Frekuensi napas 2. Posisikan semi
membaik. fowler atau
fowler.
3. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari.

3. Resiko cedera dibuktikan Setelah dilakukan Pencegahan Kejang


dengan penurunan tingkat intervensi 3 x 24 Observasi
kesadaran diharapkan Tingkat 1. Monitor status
jatuh menurun dengan neurologis
kriteria hasil : 2. Monitor tanda-
1. Perilaku gelisah tanda vital
menurun Terapeutik
2. Perilaku tegang 1. Baringkan
menurun pasien agar
tidak terjatuh
2. Rendahkan
ketinggian
tempat tidur
3. Pesang side-
rail tempat
tidur
4. Jauhkan
benda-benda
berbahaya
terutama
benda tajam
Edukasi
1. Anjurkan
segera
melapor jika
merasakan
aura
2. Ajarkan
keluarga
pertolongan
pertama pada
kejang
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antikonvulsan,
jika perlu

LAPORAN KASUS (DIAGNOSA MEDIA : PNEUMONIA)

ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah

1 DS : Suami pasien mengatakan Virus/Bakteri masuk Pola nafas tidak efektif


istiranya batuk sejak bulan
desember disertai sesak nafas

DO : Proses infeksi

k/u: Tersedasi

TD : 122/95 mmHg Akumulasi sputum

N: 150x/mnt

S: 38°C Batuk

Rr: 27x/mnt

SpO2: 90% Rr meningkat

- Px tampak lemah

- Terpasang 02 nasal 3 Sesak nafas


lpm

2 DS : - Proses infeksi Hipertermi

DO : Merangsang hipotalamus

k/u: Tersedasi Pengeluaran prostaglandin

TD : 122/95 mmHg Pengeluaran termoregulasi

N: 150x/mnt

S: 38°C

Rr: 27x/mnt

SpO2: 90%

- Akral panas

- Pasien tampak lemah


3 DS : - 02 dalam darah menurun Risiko Infeksi

DO :

k/u: Tersedasi Kontraktilitas jantung


menurun
-Terpasang folley catheter no.16,
kunci 20cc

-BAK: CO2 menurun

Warna : Kuning

Jumlah : 200cc/3jam Oliguri, anuria

Bau : Amonia

- Terpasang cvc di subclavia Pemasangan catheter,


sinistra pemasangan cvc
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif b.d virus/bakteri yang masuk ditandai dengan suami
pasien mengatakan istrinya batuk dari bulan Desember disertai sesak nafas, TD
: 122/95 mmHg, N: 150x/mnt, S: 38°C, Rr: 27x/mnt, SpO2: 90%, px tampak
lemah, terpasang O2 nasal 3 lpm.

2. Hipertermi b.d proses infeksi ditandai dengan akral panas, TD : 122/95 mmHg,
N: 150x/mnt, S: 38°C, Rr: 27x/mnt, SpO2: 90%, pasien tampak lemah.

3. Risiko infeksi b.d proses penyakit pasien terpasang folley catheter no.16
dengan kunci 20cc, warna BAK kuning, bau ammonia, jumlah 200cc/3jam.
INTERVENSI KEPERAWATAN

No DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL


KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN

1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Monitor pola 1. Mengetahui


efektif tindakan keperawatan nafas adanya sesak
selama 3x24 jam nafas
2. Monitor TTV
diharapkan pola nafas
2. Mengetahui
teratasi dengan kriteria 3. Monitor bunyi perkembangan
hasil : nafas tambahan kondisi pasien
1. Frekuensi nafas 4. Berikan posisi 3. Mengetahui
dalam batas semi fowler adanya kelainan
normal (16- 5. Kolaborasi saat bernafas
24x/mnt) pemberian 02 4. Agar pasien
2. TTV dalam lebih nyaman
batas normal
5. Agar saturasi
3. Oksigenasi oksigen
terpenuhi terpenuhi

2 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Jelaskan tentang 1. Suatu bentuk


tindakan keperawatan hipertermi edukasi kepada
selama 3x24 jam pasien maupun
2. Monitor TD, keluarga pasien
diharapkan hipertermi
suhu, Rr, nadi,
dapat teratasi dengan SpO2 2. Mengetahui
kriteria hasil : abnormalitas
3. Anjurkan pasien hasil TTV
1. Pasien tidak untuk
mengeluhkan mengenakan 3. Merupakan
demam pakaian tipis teknik konduksi
2. Suhu tubuh 4. Anjurkan pasien 4. Untuk
dalam rentang banyak minum menggantikan
normal (36,5- air putih cairan yang
37,5°C) hilang
5. Berikan
3. Frekuensi nafas kompres pada 5. Supaya suhu
dalam rentang area aksila dan tubuh menurun
normal (16- lipatan-lipatan dan dalam batas
24x/mnt) normal
6. Kolaborasi
4. Tidak terjadi dengan dokter 6. Antipiretik
perubahan pemberian obat merupakan obat
warna kulit antipiretik penurun demam
5. Akral hangat

3 Risiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Mengetahui


tindakan selama 3x24 gejala infeksi adanya infeksi
jam diharapkan risiko lokal maupun
sistemik 2. Menjaga
infeksi tidak terjadi
kebersihan diri
dengan kriteria hasil :
2. Cuci tangan
sebelum dan 3. Mencegah
1. Kebersihan timbulnya
sesudah kontak
tangan infeksi
dengan pasien
meningkat
dan lingkungan 4. Agar dapat
2. Kebersihan pasien memproteksi
badan diri dan
3. Pertahankan
meningkat terhindar dari
tekhnik aseptik
infeksi
3. Kultur darah
4. Ajarkan cara
membaik
mencuci tangan
dengan benar
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Tanggal/Waktu No.Dx Implementasi dan Respon TTD

1 Senin/17.02.20/ 1 1. Melakukan timbang terima

07.30 R/ Timbang terima dilakukan pada semua


pasien

2. Mengoberservasi TTV/jam
07.45
R/ TD : 122/95 mmHg, N: 150x/mnt, S:
38°C, Rr: 27x/mnt, SpO2: 90%, px tampak
lemah, terpasang O2 nasal 3 lpm.
07.50
3. Menilai GCS pasien

R/ GCS = Pasien tersedasi

4. Memberikan oksigenasi
08.05
R/ O2 nasal 3 lpm

5. Memberikan posisi semi fowler


08.10 R/ Pasien tampak lebih nyaman dan tidak
seberapa sesak

6. Memberikan nebul midatro

R/ Midatro masuk 2ml


08.15
7. Memasang infus NS 0,9% 1000cc/24jam

R/ Tetesan lancar 14 tpm, tidak ada stolsel


(darah beku)

09.00 8. Memberikan injeksi cefosulbactam 1 gr

R/ Obat dioplos dengan NS 0,9% dalam 5cc,


obat masuk lewat iv bolus dengan lancar
09.30
9. Memberikan obat sucralfat 20cc/sonde

R/ Obat masuk dengan lancar dengan di


sonde, tidak ada retensi NGT

11.00 10. Memberikan diet mlp 150cc/sonde

R/ susu yang diberikan masuk dengan lancar


menggunakan spuit 50cc/sonde
11.30
11.40 2 1. Mengobservasi TTV

R/ TD : 122/95 mmHg, N: 150x/mnt, S:


38°C, Rr: 27x/mnt, SpO2: 90%, px tampak
11.45 lemah, akral panas.

2. Memasang infus paracetamol 100mg

R/ Tetesan lancar 20 tpm, tidak ada stolsel


(darah beku)

3. Memberikan lingkungan yang nyaman


11.00 bagi pasien.

R/ Menyalakan AC 20°C.

09.00 4. Mengompres pasien dengan air biasa

R/ Kompres pada bagian dahi, ketiak, dan


lipatan paha

5. Memberikan obat sucralfat 20cc/sonde

R/ Obat masuk dengan lancar menggunakan


spuit 50cc/sonde, tidak ada retensi NGT

07.30 3 1. Mencuci tangan sebelum kontak dengan


pasien

R/ Mencuci tangan dengan baik dan benar


menggunakan handscrub

08.30 2. Mempertahankan tekhnik aseptik saat


tindakan invasive

R/ Menjaga kesterilan instrument saat


tindakan invasive

3. Menjaga kebersihan pasien menyeka


tubuh pasien
12.30
R/ Pasien tampak lebih bersih dan segar
2 Selasa/18.02.20/ 1 1. Melakukan timbang terima semua pasien

07.30 R/ Timbang terima dilakukan dengan lancar

07.45 2. Mengobservasi TTV

R/ TD: 105/98, N: 143, S: 36,8, Rr: 28,


SpO2: 100%

3. Menilai GCS
07.55 R/ E:4 V:X(memakai ventilator M:6, pasien
sudah bisa membuka mata spontan, pasien
tidak dapat berbicara karena memakai
08.05 ventilator, ROM aktif.

4. Memberikan O2 nasal

R/ O2 3lpm, pasien tampak lebih rileks


08.10
5. Memberikan posisi semifowler

R/ Pasien tampak lebih nyaman


08.20
6. Memeriksa adanya suara tambahan nafas

R/ Tidak ada suara nafas tambahan


08.25 2 1. Mengobservasi TTV

R/ TD: 105/98, N: 143, S: 36,8, Rr: 28,


SpO2: 100%, akral hangat.
08.30
2. Memasang infus NS 0,9% 1000CC/24
jam.

R/ Tetesan lancar 14 tpm, tidak ada stolsel


(darah beku)
10.00
3. Memberikan lingkungan yang nyaman
bagi pasien.

11.30 R/ Menyalakan AC 20°C.

4. Menganjurkan pasien banyak minum air


putih.
11.40
R/ Minum melalui sonde, tidak ada retensi
NGT.

5. Memberikan obat sucralfat 20cc/sonde

R/ Obat masuk dengan lancar menggunakan


spuit 50cc/sonde, tidak ada retensi NGT

07.30 3 1. Mencuci tangan sebelum kontak dengan


pasien

R/ Cuci tangan menggunakan sabun, tangan


bersih

2. Menjaga kebersihan dan kesterilan saat


melakukan tindakan invasive
11.35
R/ Membersihkan bolus iv dengan alcohol
swab saat akan memasukkan obat melalui
injeksi

3. Mencuci tangan setelah kontak dengan


12.00 pasien

R/ Cuci tangan menggunakan sabun dan air


mengalir, tangan bersih dan wangi
EVALUASI KEPERAWATAN

No Tanggal & No. Evaluasi Keperawatan TTD


Waktu Dx

1 Senin/ 17.02.20/ 1 S:-

13.45 O : K/U = Composmentis

TD: 120/74 mmHg

N: 111x/mnt

S: 37,7°C

Rr: 24x/mnt

SpO2: 100%

GCS : E: 4, V: X, M: 6

- Terpasang O2 nasal 3 lpm

- Pasien tampak tertidur

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Senin/17.02.20/ 2 S:-

13.50 O : K/U = Composmentis

TD: 120/74 mmHg

N: 111x/mnt

S: 37,7°C

Rr: 24x/mnt

SpO2: 100%

- Akral panas

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Senin/17.02.20/ 3 S:-

14.00 O : K/U = Composmentis

TD: 120/74 mmHg


N: 111x/mnt

S: 37,7°C

Rr: 24x/mnt

SpO2: 100%

- Terpasang folley catheter n0.16, kunci


15cc

- Urine 300/8jam

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

2 Selasa/ 18.02.20/ 1 S:-

13.40 O : K/U = Composmentis

- TD: 129/78mmHg

- N: 110x/mnt

- S: 36,6°C

- Rr: 22x.mnt

- SpO2: 100%

- GCS 4x6

- Terpasang O2 nasal 3 lpm

- Posisi tidur semifowler

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Selasa/ 18.02.20/ 2 S:-

13.50 O : K/U = Composmentis

- TD: 129/78mmHg

- N: 110x/mnt

- S: 36,6°C

- Rr: 22x.mnt

- SpO2: 100%

- GCS 4x6

- Akral hangat

- Tidak tampak kemerahan pada kulit


A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Selasa/ 18.02.20/ 3 S:

14.00 O : K/U = Composmentis

- TD: 129/78mmHg

- N: 110x/mnt

- S: 36,6°C

- Rr: 22x.mnt

- SpO2: 100%

- GCS 4x6

- Mencuci tangan sebelum kontak


dengan pasien

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai