DISUSUN OLEH:
Nurul Hidayah (9102319016)
A. DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gngguan atau terhentinya fungsi otak
secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara
berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga
penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak ke bagian tubuh yang lain
terganggu (Mutiawati, 2008).
Epilepsi merupakan gangguan kejang kronis dengan serangan yang berulang
dan tanpa di provokasi (Wong, 2009). Dari beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa epilepsi adalah suatu manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan dan abnormal dari sel-sel saraf otak yang bersifat spontan dan berkala
dengan kejang kronik dengan serangan yang berulang.
B. ETIOLOGI
Gejala yang timbul pada epilepsi (Harsono, 2008) sebagai berikut:
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu
meminum obat-obatan tertentu, meminum alkohol, sering terpapar terapi radiasi,
sehingga dapat merusak otak janin, mengalami infeksi dan mengalami cedera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat lahir seperti, hipoksia, kerusakan karena tindakan
(forsep) dan trauma lain pada otak bayi.
3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak.
5. Penyumbatan pmbuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6. Radang atau infeksi seperti mengingitis atau radang otak.
7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan
neurofibromatosis.
8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Serangan Epilepsi Parsial
Serangan parsial yang disebabkan oleh lesi atau kelainan lokasi pada otak.
Serangan parsial dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a. Serangan parsial sederhana
Parsial sederhana dengan manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran.
2) Bersifat stereopatik (sama)
3) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
4) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut)
5) Berkeringat dingin
6) Denyut nadi dan pernafasan cepat
7) Terjadi pada usia 11-13 tahun
8) Berlangsung sekitar 31-60 detik
b. Serangan parsial kompleks
Parsial komplek sering juga disebut dengan lobus frontalis atau psikomotor.
Pada serangan parsial komplek terjadi gangguan atau penurunan kesadaran, dalam
hal ini penderita mengalami gangguan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Serangan parsial komplek melibatkan bagian-bagian otak dan pada umumnya
melibatkan kedua belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik. Selama
serangan parsial komplek sering tampak adanya otomatisme sederhan dan
komplek (aktifitas motorik yang berulang-ulang: tanpa tujuan, tanpa arah, dan
aneh).
2. Serangan epilepsi umum
Serangan ini menunjukkan terlibatnya kedua belah hemisfer secara sinkron
sejak awal. Serangan berupa hilangnya kesadaran, kemudian diikuti gejaa lainnya
yang bervariasi. Jenis-jenis serangan epilepsi umum dibedakan oleh ada atau
tidaknya aktifitas motorik yang khas (Harsono, 2007).
a) Pelit mal
Serangan pelit mal disebut juga dengan lena dan absence. Pada jenis ini terdapat
tiga jenis sindrom epilepsi ang berbeda yaitu childhood absence epilepsi, jevenile
absence epilepsi, dan absence with eye myoclonia. Serangan petit mal dicirikan
oleh 3 Hz spike and wave pada rekaman EEG (Harsono, 2007).
b) Grandmal
Serangan grandmal disebut juga serangan tonik-klonik atau bangkitan mayor
(serangan besar) atau generalized tonic-clonic seizures (GTCS). Bangkitan
grandmal merupakan jenis epilepsi yang paling sering dijumpai. Serangan
meliputi seluruh tubuh dimulai dengan rigiditas otot-otot tubuh (tonik) kemudian
diikuti oleh kontraksi otot-otot secara ritmik (klonik), dan kehilangan kesadaran
(Harsono, 2007).
c) Serangan Tonik-Klonik
1. Serangan tonik
Serangan tonik dicirikan oleh pengkakuan atau sentakan bilateral dan sinkron
secara mendadak pada tubuh, lengan atau tungkai. Adapun gejala-gejalnya sebagai
berikut:
- Tidak terjadi gangguan atau penurunankesadaran
- Terjadi sentakan sinkron
- Terjadi sentakan bilateral
- Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
- Lidat tergigit
- Kulit sianotik
- Mulut keluar busa
- Leher tertekuk ke depan pasca serangan
- Terjadi pada waktu tidur
- Berlangsung sekitar 0-30 detik
- Terjadi pada usia 6-12 bulan
- Kejang tonik
2. Serangan Klonik
- Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
- Datang dan menghilang secara mendadak
- Kedutan
- Tekanan visika urinaria
- Tubuh bergetar pasca serangan
- Terjadi sentakan sinkron
- Terjadi sentakan bilateral
- Terjadi gangguan metabolik
- Kejang klonik
- Terjadi pada waktu tidur
- Berlangsung sekitar 7-8 menit
- Terjadi pada usia 4-6 tahun
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektro enselografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan
diagnosis epilepsi.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG.
3. Pemeriksaan CT-Scan
Dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke, jaringan parut
dan kerusakan karena cedera kepala.
4. Pemeriksaan EKG
Dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari
tidak adekuatnya aliran darah ke otak yang bisa menyebabkan seseorang
mengalami pingsan.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :
- Lobektomi temporal
- Eksisi korteks
- ekstratemporal
- Callostomi
3. Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengan kejang berat yang
kurang dapat dikendalikan dengan obat antikonvulsan dan dinilai dapat
mengurangi toksisitas dari obat. Terapi nutrisi berupa diet ketogenik dianjurkan
pada anak penderita epilepsi. Walaupun mekanisme kerja diet ketogenik dalam
menghambat kejang masih belum diketahui secara pasti, tetapi ketosis yang stabil
dan menetap dapat mengendalikan dan mengontrol terjadinya kejang.
2. Penyebab perifer
a) Kelainan Neuromuskuler:
Guillian Bare symdrom
Tetanus
Trauma servikal.
Obat pelemas otot.
b) Kelainan jalan napas.
Obstruksi jalan napas.
Asma broncheal.
c) Kelainan di paru.
Edema paru
Atlektasis
ARDS
d) Kelainan tulang iga / thorak.
Fraktur costae
Pneumothorak
haemathorak.
e) Kelainan jantung.
Kegagalan jantung kiri.
D. Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik
(ventilator) bila :
2. Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan
oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
F. Mode-Mode Ventilator.
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu pernafasan pasien.
Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat jelek, lemah sekali
atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan
diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada
ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila
pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan
dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara
inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli
pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled
Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten
Positive Pressure Ventilation)
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang seling
dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory diberikan
pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi
atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena
itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi (SIMV).
Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode
IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi belum
normal sehingga masih memerlukan bantuan.
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau pasien
yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena nafasnya
dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila
pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada
pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-
otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian
- Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
RS (apa yang terjadi selama serangan )
- Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia
berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi
seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita
cidera otak, operasi atau makan obat-obat tertentu/alkoholik)
- Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh
anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik
maupun tidak
- Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah
disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang
mendahului serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Persistem
a) Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit,
adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna,
mata dan kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut,
apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya
b) Sistem Persyarafan
Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena?
Disertai komponen motorik seperti kejang tonik, klonik, mioklonik, atonik, berapa
lama gerakan tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai
Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara,
hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan
sesudah serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan
terjadi cidera selama kejang (memer, luka gores)
c) Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam)
d) Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung
e) Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea
f) Sistem Integumen: adakah memar, luka gores
g) Sistem Reproduksi
h) Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin
c. Pola Fungsi Kesehatan
3). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pemahaman pasien dan keluarga mengenai program pengobatan pasien, keamanan
lingkungan sekitar
4). Pola Aktivitas dan Latihan
Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko
cidera pada saat serangan).
Hiperventilasi
Dipsnea
TIK meningkat
Kesadaran menurun
Resiko Cedera
Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
ANALISA DATA
No. Data Etiologi Masalah
DO : Proses infeksi
k/u: Tersedasi
N: 150x/mnt
S: 38°C Batuk
Rr: 27x/mnt
- Px tampak lemah
DO : Merangsang hipotalamus
N: 150x/mnt
S: 38°C
Rr: 27x/mnt
SpO2: 90%
- Akral panas
DO :
Warna : Kuning
Bau : Amonia
1. Pola nafas tidak efektif b.d virus/bakteri yang masuk ditandai dengan suami
pasien mengatakan istrinya batuk dari bulan Desember disertai sesak nafas, TD
: 122/95 mmHg, N: 150x/mnt, S: 38°C, Rr: 27x/mnt, SpO2: 90%, px tampak
lemah, terpasang O2 nasal 3 lpm.
2. Hipertermi b.d proses infeksi ditandai dengan akral panas, TD : 122/95 mmHg,
N: 150x/mnt, S: 38°C, Rr: 27x/mnt, SpO2: 90%, pasien tampak lemah.
3. Risiko infeksi b.d proses penyakit pasien terpasang folley catheter no.16
dengan kunci 20cc, warna BAK kuning, bau ammonia, jumlah 200cc/3jam.
INTERVENSI KEPERAWATAN
2. Mengoberservasi TTV/jam
07.45
R/ TD : 122/95 mmHg, N: 150x/mnt, S:
38°C, Rr: 27x/mnt, SpO2: 90%, px tampak
lemah, terpasang O2 nasal 3 lpm.
07.50
3. Menilai GCS pasien
4. Memberikan oksigenasi
08.05
R/ O2 nasal 3 lpm
R/ Menyalakan AC 20°C.
3. Menilai GCS
07.55 R/ E:4 V:X(memakai ventilator M:6, pasien
sudah bisa membuka mata spontan, pasien
tidak dapat berbicara karena memakai
08.05 ventilator, ROM aktif.
4. Memberikan O2 nasal
N: 111x/mnt
S: 37,7°C
Rr: 24x/mnt
SpO2: 100%
GCS : E: 4, V: X, M: 6
P : Intervensi dilanjutkan
Senin/17.02.20/ 2 S:-
N: 111x/mnt
S: 37,7°C
Rr: 24x/mnt
SpO2: 100%
- Akral panas
P : Intervensi dilanjutkan
Senin/17.02.20/ 3 S:-
S: 37,7°C
Rr: 24x/mnt
SpO2: 100%
- Urine 300/8jam
P : Intervensi dilanjutkan
- TD: 129/78mmHg
- N: 110x/mnt
- S: 36,6°C
- Rr: 22x.mnt
- SpO2: 100%
- GCS 4x6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
- TD: 129/78mmHg
- N: 110x/mnt
- S: 36,6°C
- Rr: 22x.mnt
- SpO2: 100%
- GCS 4x6
- Akral hangat
P : Intervensi dihentikan
Selasa/ 18.02.20/ 3 S:
- TD: 129/78mmHg
- N: 110x/mnt
- S: 36,6°C
- Rr: 22x.mnt
- SpO2: 100%
- GCS 4x6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan