Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN

DENGAN KETOASIDOSIS DIABETIK


(KAD)

Disusun Oleh :

Fanny Andarista F (17.1319.S)


Nailil Ma’firoh (17.1351.S)
Yekti Kurniastuti (17.1406.S)

Kelas B

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
MARET, 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut DM 1 yang di tandai oleh


Hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis (produksi
keton), keseimbangan nitrogen negatif, depresi volume vaskular, hiperkalemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik. Akibat defisiensi insulin
absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake glukosa oleh sel otot, peningkatan produksi
glukosa oleh hepar, dan terjadi peningkatan metabolisme asam lemak bebas menjadi
keton. Walaupun hiperglikemia, sel tidak mampu menggunakan glukosa sebagai sumber
energi sehingga memerlukan konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton
untuk energi.(Tarwoto N. S., 2010, hal. 257)

Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut  yang serius pada pasien


diabetes militus. Keadaan hiperglikemia ini merupakan keadaan emergensi yang
membutuhkan penanganan cepat dan akurat karena dapat menimbulkan kematian. Pasien
dengan ketoasidosis diabetik mempunyai karakteristik hiperglikemia, asidosis dan
ketosis. (Stillwell, 2011, hal. 243)

Pengenalan KAD sangat penting diketahui dan dipahami oleh perawat. Perawat
perlu mengetahui patofisiologi KAD, manifestasi klilnis, data penunjang sebagai kunci
utama pengkajian KAD. Perawat sebagai tenaga kesehatan, mempunyai peran yang
sangat strategis dalam penatalaksaan KAD tersebut.perawat professional yang menguasai
satu area spesifik sistem endokrin sangat dibutuhkan dalam melakukan proses asuhan
keperawatan secara optimal. Penanganan pasien yang optimal akan menghindarkan dari
resiko komplikasi yang akan memperburuk kondisi pasien. Ners harus memenuhi
kompetensi tersebut (RCN, 2012).

B. TUJUAN
Mengetahui dan memahami konsep teori asuhan keperawatan klien dengan gangguan
KAD.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI

Diabetes ketoasidosis adalah suatu kondisi dimana terjadi akibat adanya defisiensi
insulin yang bersifat absolute dan terjadinya peningkatan kadar hormone yang
berlawanan dengan isulin. (Wijaya, 2013, hal. 13)

Diabetik ketoasidosis adalah keadaan kegawat daruratan atau akut dari diabetes
tipe 1, yang di sebabkan oleh meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat
kekurangan atau defisiensi insulin. KAD di karakteristikkan dengan hiperglikemia,
asidosis metabolik, dan keton sebagai akibat kekurangannya insulin. (Krisanty, 2009, hal.
137)

B. ETIOLOGI
1. Hiperglikemi, asidosis, ketosis, dan dehidrasi akibat defisiensi insulin pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe I
2. Pathogenesis : defisiensi insulin menyebabkan hiperglikemia dan peningkatan
hormone kontra-regulasi (glukagon, ketokolamin, dan kortisol) hal ini menimbulkan
pelepasan asam lemak bebas dengan oksidasi hepatic lebih lanjut menjadi tubuh
keton dan alkalosis gap anion
3. Diuresis osmotik sebagai akibat hiperglikemia dan glukosaria mengakibatkan
dehidrasi dan penurunan elektrolit tubuh total
4. Penyebab-penyebab mencakup stress, infeksi, MI, tidak taat menggunakan insulin,
trauma, operasi, diabetes yang baru mulai timbul, pankreatitis, hipertiroidisme, obat-
obatan (misalnya steroid), CVA.
5. Mungkin merupakan manifestasi awal diabetes mellitus hingga pada 20% kasus
C. PATOFISOLOGI
Gejala dan tanda yang timbul pada DKA disebabkan terjadinya hiperglikemia dan
ketogenesis. Defisiensi insulin merupakan penyebab utama terjadinya hiperglikemia atau
peningkatan kadar glukosa dari pemecahan protein dan glikogen atau lipolysis atau
pemecahan lemak.
Hipeglikemik menimbulkan diuresis osmotik dengan hypovolemia kemudian
akan berlanjut terjadinya dehidrasi dan renjatan atau syok. Gluconeogenesis menambah
terjadinya hiperglikemik.
Liposis yang terjadi akan meningkatkan pengangkutan kadar asam lemak bebas
ke hati sehingga terjadi ketoasidosis, yang kemudian berakibat timbulnya asidosis
metabolic, sebagai kompensasi tubuh terhadap asidosis metabolic terjadi pernafasan
kussmaul.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Poliuria.
2. Polidipsi.
3. Dehidrasi.
4. Kelemahan umum.
5. Letargi, stupor, koma.
6. Nausea/muntah.
7. Nyeri abdomen.
8. Pandangan kabur.
9. Takikardia.
10. Hipotensi.
11. Hipotermia.
12. Perubahan status mental dan/atau koma.
13. Penurunan suara usus.
14. Bau napas yang apak (aseton).
15. Respirasi kussmaul (napas cepat dan dangkal).
16. Hiperventilasi.
17. Glikosuria.
18. Hiperosmolalitas.
19. Peningkatan celah anion ( > 7 mEq/l)
20. Penurun bikarbonat ( <10 mEq/l)
21. Penurunan pH ( < 7,4)
E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang harus di perhatikan dalam kasus KAD :


1. Tidak adekuatnya rehidrasi : tidak adekuatnya rehidrasi di karenakan ginjal
kekurangan perfusi sehingga fungsinya berkurang.
2. Hiperglikemia: keadaan hipergikemia menimbulkan pengeluaran glukosa yang
berlebihan melalui urine, akibat volume plasma yang berkurang akan
menyebabkan ginjal kekurangan perfusi sehingga
fungsinya berkurang.dan menyebabkan hiperglikemia mesakin parah.
3. Hipokalemia: di akibatkan penurunan simpanan kalium dalam tubuh. Kadar
kalium yang rendah dapat terjadi akibat rehidrasi.
4. Asidosis metabolik : keadaan dimana produksi asam yang berkebihan,
menurunnya sekresi asam atau hilangnya alkali tubuh.

(Stillwell, 2011, hal. 254)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hiperglikemia (glukosa >200)
2. Kelainan elektrolit sebaiknya dimonitor berulang kali.
 Asidosis metabolic gap anion (Na+ - HCO3 – Cl- > 12).
 Hyponatremia (sekunder sebagai akibat hiperglikemia).
 Kalium tubuh total selalu menurun ; bagaimanapun, hyperkalemia dapat terjadi
pada kasus penurunan kalium tubuh total yang berat.
 Peningkatan rasio BUN / kreatinin (sebagai akibat dehidrasi).
 Kadar magnesium dan fosfat dapat menurun.
3. CBC dapat menunjukkan leukositosis sebagai akibat ketosis dan/atau infeksi.
4. Keton serum (aseton atau ᵝ - hidrosibutirat) meningkat.
5. Urinalis menunjukkan glukosuria dan ketonuria.
6. ABG memperlihatkan asidosis metabolic (pH biasanya < 7,3).
7. U/A, kultur darah, dan foto toraks dipertimbangkan untuk mengesampingkan infeksi.
8. EKG dapat memperlihatkan tanda hiper atau hipoglikemia.
G. PENATALAKSANAAN GAWAT DARURAT
Masalah utama manajemen DKA adalah dehidrasi dan asidosis. Sekali jalan nafas
dan oksigenasi adekuat telah dipertahanan, terapi cairan adalah prioritas berikutnya, maka
pertimbangan awal adalah membuat jalur intravena. Pemasangan kateter folley terkadang
diperlukan untuk memantau ketat pengeluaran urine, tetapi harus dilepas segera untuk
mencegah infeksi iatrogenic.
Dilatasi akut lambung adalah komplikasi yang umum pada DKA karena atonia
lambung yang mengikuti kondisi DKA. Predisposisi pasien ini untuk mengaspirasi isi
lambung. Aliran tube nasogastric (NGT) dapat mengurangi komplikasi dan membuat
pasien lebih nyaman.

Resusitasi cairan

Saline normal adalah pilihan cairan awal untuk pasien DKA; satu liter akan
diberikan satu jam pertama, diikuti dengan satu liter berikutnya sampai dua jam
berikutnya. Pergantian cairan penting untung mengurangi hiperglikemia dan asidosis.
Sejalan dengan peningkatan aliran sirkulasi, ginjal akan dapat membersihkan lebih
banyak glukosa dan ion hydrogen dari aliran darah, melancarkan perfusi ginjal. Terlebih
lagi, peningkatan sirkulasi ini akan mengoreksi hipoksia jaringan dan menurunkan
produksi laktat. Bikarbonat jarang diindinkasikan untuk mengoreksi asidosis, karena
bikarbonat mengganggu disosiasi oksigen; membuat barrier darah lebih permable
terhadap karbondioksida, menyebabkan asidosis serebral; meningkatkan kebutuhan
pemberian potassium; dan mencetuskan disritmia, menyebabkan gangguan elektrolit.

Insulin

Penggunaan dosis rendah regular insulin (RI) melalui intravena (5-10 unit/perIV)
telah diteliti dan keuntungannya telah dikonfirmasikan. Karena singkatnya waktu paruh
insulin dalam plasma (contoh 3-10 menit), pemberian harus melalui infus, tidak bolus.
Insulin dimasukkan ke tube intravena dan akan mempengaruhi pemberian dosis melalui
aliran darah; karenanya, perawat gawat darurat harus mengisi tube dengan sekitar 50 ml,
cairan insulin pada tahap awal sehingga dosis terapi berjam-jam tidak akan terganggu
kemudian.

Keuntungan dari metode baru pemberian insulin dosis rendah untuk menangani
DKA secara signifikan adalah menurunkan resiko hipoglikemia, hypokalemia, dan
kemungkinan edema serebral. Beberapa dokter memberikan insulin melalui suntikan
intramuskuler (10-20 unit/jam) jika perfusi pasien baik, tetapi jika terdapat perubahan
sirkulasi atau dehidrasi berat, insulin akan terakumulasi ke dalam jaringan, menyebabkan
hipoglikemia pada pasien pasca terapi. Ketika gula darah mencapai 300 mg/dL, dextrose
harus ditambahkan pada cairan intravena untuk mencegah hipoglikemia iaotrogenik dan
edema serebral.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
( Pengumpulan data base menurut Doengoes, 2000)
1. Aktivitas / istirahat
 Gejala :
- Lemah, letih, sulit bergerak/ berjalan
- Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur
 Tanda :
- Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas
- Letargi/disorientasi, koma
- Penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
 Gejala :
- Adanya riwayat hipertensi, IM akut
- Klaudikasi (kebas dan kesemutan pada ekstremitas)
- Ulkus di kaki, penyembuhan yang lama
- Takikardia
 Tanda :
- Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
- Nadi menurun/tidak ada, disritmia, krekels (distensi vena jugularis)
- Kulit panas, Kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas/ego
 Gejala :
- Stress, bergantung pada orang lain
- Masalah finansial yang bergantung pada kondisi
 Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
 Gejala :
- Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
- Rasa nyeri/terbakar, kesultan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang,
- Nyeri tekan abdomen, diare.
 Tanda :
- Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hypovolemia berat)
- Urine berkabut dan bau busuk (infeksi)
- Abdomen keras adanya asiters, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif
(diare).
5. Nutrisi/cairan
 Gejala :
- Hilang nafsu makan
- Mual/muntah
- Tidak mematuhi diet
- Peningkatan masukan glukosa/karbohidrat
- Penurunan berat badan selama lebih dari beberapa hari/minggu
- Haus, penggunaan diuretic (thiazide)
 Tanda :
- Kulit kering/bersisik, turgor jelek
- Kekakuan/ distensi abdomen, muntah
- Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan
gula darah), bau halistosis/manis, bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
 Gejala :
- Pusing/pening, sakit kepala
- Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, paresthesia
- Gangguan penglihatan
 Tanda :
- Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan :
memori (baru, masa lalu), kacau mental
- Refleks tendon dalam menurun (koma)
- Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
 Gejala : abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
 Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8. Pernapasan
 Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
 Tanda : lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulent, frekuensi pernapasan
meningkat
9. Keamanan
 Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit
 Tanda :
- Demam, diaphoresis
- Kulit rusak, lesi/ulserasi
- Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak
- Paresthesia, paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium
menurun dengan cukup tajam)
10. Seksualitas
 Gejala :
- Rabas vagina (cenderung infeksi)
- Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11. Penyuluhan/pembelajaran
 Gejala :
- Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
- Penyembuhan lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretic (thiazid),
Dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
- Rencana pemulangan : mungkin memerlukan bantuan diet, pengobatam
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah
B. DIAGNOSA
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
biologis
C. INTERVENSI
Tujuan dan outcomes berdasarkaan Nursing Outcomes Classification (NOC) (Moorhead,
Johnson, Maas, & Swanson, 2013) untuk diagnose :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
a. NOC :
- Status respirasi : ventilasi
- Status respirasi : patensi jalan napas
- Tanda-tanda vital

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien menunjukkan


keefektifan pola napas, dibuktikan dengan kriteria hasil :

- Mendemontrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas
dengan mudah, tidak pursed lips)
- Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
b. NIC
- Airway manajemen
 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi seperti posisi semi fowler
 Identifikasi perlunya pemasangan jalan napas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada bila perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
- Respirasi monitoring
 Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
 Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan
retraksi
 Monitor crowing, suara ngorok
 Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kussmaul, apneu
 Dengarkan suara napas, catat area yang ventilasinya menurun/tidak ada
dan catat adanya suara tambahan
 Lakukan suction dengan mendengarkan suara ronkhi
 Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
 Monitor kemampuanklien untuk batuk efektif
 Catat karakteristik dan durasi batuk
 Monitor sekret di saluran napas
 Monitor adanya krepitasi
 Monitor hasil rontgen thorax
 Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Resusitasi bila perlu
 Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau terapi inhalasi)
- Cough enchancement
 Monitor fungsi paru-paru, kapasitas vital,, dan inspirasi maksimal
 Dorong pasien melakukan napas dalam, ditahan 2 detik lalu 2-3 kali
 Anjurkan klien nafas dalam beberapa kali, dikeluarkan dengan pelan-
pelan dan batukkan di akhir ekspirasi
- Terapi oksigen
 Bersihkan sekret di mulut, hidung dan trachea/tenggorakan, pertahankan
patensi jalan napas
 Jelaskan pada klien dan keluarga tentang pentingnya pemberian oksigen
 Berikan oksigen sesuai kebutuhan
 Pilih peralatan sesuai kebutuhan : kanul nasal 1-3 liter/menit, head box 5-
10 liter/menit
 Monitor selang dan aliran oksigen, cek secara periodic
 Observasi tandsa kekurangan oksigen : gelisah, sianosis
 Monitor tanda keracunan oksigen
 Pertahankan oksigen selama dalam transportasi
 Anjurkan klien/keluarga untuk mengamati persediaan oksigen, air
humidifier, jika habis langsung lapor petugas
2. Gangguan pertukaran gas berhungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
a. NOC
- Status repirasi : pertukaran gas
- Keseimbangan asam basa dan elektrolit
- Status respirassi : ventilasi
- Tanda-tanda-tanda vital

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam ganggguan


pertukaran gas pasien teratasi dengan kriteria hasil :

- Mendemontrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat


- Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distress
pernafasan
- Mendemontrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosisdan dyspeneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal
- AGD dalam batas normal
- Status neurologis dalam batas normal
b. NIC
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
- Berikan bronkodilator
- Berikan pelembab udara
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
- Monitor suara napas, seperti dengkur
- Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kussmaul, hiperventilasi, Cheyne
stokes
- Auskultasi suara napas, catat area penurunan/tidaknya ventilasi dan suara
tambahan
- Monitor TTV, AGD, elektrolitdan status mental
- Observasi sianosis khususnya membrane mukosa
- Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2, suction, inhalasi)
- Auskultasi bunyi jantung, jumlah irama, dan denyut jantung
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
biologis.
a. NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam status nutrisi pasien
normal dengan kriteria hasil :
- Intake makanan dan cairan normal
- Hasil laboraturium biokimia menunjukkan peningkatan
b. NIC
- Monitor nutrisi
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan konjungtiva
 Monitor niali total protein, Hb, dan Ht
- Manajemen nutrisi
 Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
 Berikan makanan yang terpilih
 Monitor jumlah dan kandungan kalori dalam makanan
 Ajarkan keluarga dalam membuat makanan harian
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN
Ketoasidosis diabetic adalah suatu komplikasi serius dari diabetes karena tubuh
memproduksi asam darah berlebihan dan kurangnya kadar insulin dalam darah sehingga
tidak dapat membakar glukosa dalam darah menjadi tenaga.
B. SARAN
1. Untuk Perawat
Perawat sebaiknya memberikan edukasi terkait KAD, bagaimana
pencegahannya dan penatalaksanaannya. Perawat diharapkan memberi edukasi
sesuai dengan kondisi pasien ketika pulang dari rumah sakit. Edukasi sebaiknya
diberikan saat pasien dirawat agar sekaligus bisa dievaluasi.
Selain itu perawat juga hendaknya memberikan motivasi kepada pasien dan
keluarga agar mematuhi pengobatan dan mengerti cara perawatan agar tidak terjadi
KAD yang berulang.
2. Untuk Pasien
Pasien sebaiknya mematuhi pengobatan dan perawatan yang diberikan, serta
mengubah gaya hidup agar menjadi lebih sehat.
Daftar Pustaka

Black, J. M. (2009). Keperawatan Medikal Bedah. Singapure: Elsevier.

Dwi Djuantoro, L. S. (2012). Master Plan Kedaruratan Medik. Tangerang Selatan: Bina Rupa Aksara.

Krisanty, P. (2009). Asuhan Perawat Gawat Darurat. Jakarta: CV Trans Info Media.

Moorhead, J. M. (2013). IOWA Outcome Project : Nursing Outcomes Classification (NOC). 4th ed.
Missouri: Mosby, Inc.

Padila. (2018). Keperawatan Medikal Bedah. 2nd ed. Yogyakarta: Nuha Medika.

Stillwell, S. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Tarwonto, N. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EFC.

Wijaya, I. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai