Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA KLIEN Ny. MK DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST SC ATAS INDIKASI


PREEKLAMSI BERAT DI RUANG ANGGREK RSUD MGR. GABRIEL MANEK, SVD
ATAMBUA

OLEH:
BONIFACIO DO ROSARIO BARROS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2023
Lembar Persetujuan
Laporan ini telah disetujui pada
Hari/tanggal:

Oleh

Preceptor Akademika Preceptor Klinikal

(Ns. Angela Gatum, S.Kep., MSc) (Ns. Kristina Linusiyati, S.Kep., M.Kep)

Mengetahui
Kepala Ruangan

( )
A. Konsep Dasar Sectio Cesar

1. Pengertian

Definisi Sectio caesarea Sectio caesarea berasal dari kata “caedere” yang artinya

memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetri istilah tersebut mengacu pada tindakan

pembedahan yang tujuannya untuk melahirkan bayi dengan membuka dinding perut ibu

(Anggorowati, & Sudiharjani, 2017). Sectio caesarea merupakan proses pembedahan

untuk melahirkan bayi melalui penyayatan pada dinding abdomen dan uterus. Section

caesarea dilakukan sebagai pilihan jika tidak memungkinkan melakukan persalinan

normal (Hijratun, 2019). Sectio caesarea dilakukan karena beberapa faktor tertentu

diantarnya yaitu faktor bayi, faktor ibu, riwayat persalinan. sebagai proses pembedahan

sectio caesarea juga mempunyai indikasi antara lain adalah disproposi pangggul (CPD),

disfungsi uterus, distosia, janin besar, gawat janin, pre eklamsi, eklamsia, hipertensi,

riwayat pernah sectio caesarea sebelumnya (Hijratun, 2019). Sectio caesarea atau SC

adalah sebuah metode pembedahan untuk melahirkan bayi dengan membuka dinding

perut dan dinding uterus, yang mempunyai risiko mengancam keselamatan jiwa ibu

ataupun bayi serta tindakan medis yang merupakan stressor yang dapat membuat klien

pre operasi sectio caesarea (SC) mengalami kecemasan.

Tipe-tipe Sectio Caesaria

Menurut Oxorn & Forte, (2016) tipe-tipe Sectio Caesaria yaitu :

1) Segmen bawah : insisi melintang

Tipe Sectio Caesaria ini memungkinkan abdomen dibuka dan uterus

disingkapkan. Lipatan vesicouterina (bladder flap) yang terletak dengan sambungan

segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan

dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih di dorong ke bawah serta

ditarik agar tidak menutupi lapang pandang. Keuntungan tipe ini adalah otot tidak
dipotong tetapi dipisah kesamping sehingga dapat mengurangi perdarahan, kepala

janin biasanya dibawah insisi sehingga mudah di ektraksi. Kerugiannya adalah apabila

segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar dilakukan.

2) Segmen bawah : insisi membujur

Insisi membujur dibuat dengan skalpel den dilebarkan dengan gunting tumpul

untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat memperlebar

insisi keatas apabila bayinya besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi

janin seperti letak lintang atau adanya anomali janin seperti kehamilan kembar yang

menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena

terpotongnya otot.

3) Sectio Caesaria secara klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam dinding anterior

uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung tumpul. Indikasi

pada tindakan ini bila bayi tercekam pada letak lintang, kasus placenta previa

anterior serta malformasi uterus tertentu. Kerugiannya perdarahan lebih banyak

karena myometrium harus dipotong, bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga

kemungkinan aspirasi cairan ketuban lebih besar serta insiden ruptur uteri pada

kehamilan berikutnya lebih tinggi.

4) Sectio Caesaria Extraperitoneal

Pembedahan ini dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada kasus-

kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang

sering bersifat fatal. Tehnik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk

kedalam cavum peritoneal dan insidensi cedera vesica urinaria meningkat.


5) Histerectomi Caesaria

Pembedahan ini merupakan Sectio Caesaria yang dilanjutkan dengan pengeluaran

uterus. Indikasinya adalah perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif

gagal, perdarahan akibat placenta previa dan abruption placenta, ruptur uteri yang

tidak dapat diperbaiki serta kasus kanker servik dan ovarium.

2. Indikasi Sectio Caesaria

Tindakan Sectio Caesaria dilakukan apabila tidak memungkinkan dilakukan

persalinan pervaginam disebabkan adanya resiko terhadap ibu atau janin dengan

pertimbangan proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses

persalinan normal. Menurut Hartati & Maryunani, (2015) indikasi persalinan Sectio

Caesaria dibagi menjadi :

1) Persalinan atas indikasi gawat ibu :

- Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses persalinan.

- Kondisi panggul sempit.

- Plasenta menutupi jalan lahir.

- Komplikasi preeklampsia.

- Ketuban Pecah Dini.

- Bayi besar.

- Kelainan letak

2) Persalinan atas indikasi gawat janin :

- Tali pusat menumbung.

- Infeksi intra partum.

- Kehamilan kembar.

- Kehamilan dengan kelainan kongenital.

- Anomaly janin mislanya hidrosefalus.


3. Etiologi sectio caesarea

Menurut Hijratun (2019) etiologi sectio caesarea sebagi berikut:

a. Panggul sempit dan dystocia mekanis: Disporposi fetopelik, panggul sempit,

ukuran bayi terlalu besar, malposisi dan mal presentasi, difungsi uterus, dystocia

jaringan lunak, neoplasma dan pertus lama.

b. Pembedahan sebelumnya pada uterus; sectio caesarea, histerektomi, miomektomi

ekstensi dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan jahitan cervical atau

perbaikan ostium cervicis yang inkompeten dikerjakan sectio caesarea.

c. Perdarahan disebabkan oleh plasenta previa dan abruption plasenta.

d. Toximea gravidarum meliputi preeklamsi dan eklamsi, hipertensi esensial dan

nephritis kronis.

e. Indikasi fetal antar lain gawat janin, catat, infusiensi plasenta, prolapses, finiculus

umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, post materm caesarea dan

infeksi virus harpes pada traktus genetalis.

4. Klasifikasi Sectio caesarea

Dalam Solehati (2017) Sectio caesarea terbagi menjadi beberapa jenis:

a. Sectio caesarea klasik atau korporal

Pada sectio caesarea klasik dengan melakukan sayatan sekitar 10 cm yang

memanjang pada korpus uteri. Saat dinding perut dan peritoneum parietal tersayat

dan terbuka pada garis tengahnya harus dibalut dengan kain kasa panjang yang

mencangkup antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air

ketuban dan darah ke rongga perut. Pada bagian ujung bawah di atas batas plika

vesiko uteria diberikan sayatan insisi pada bagian tengah korpus uteri dengan

panjang sekitar 10-12 cm, agar air ketuban bisa terhisap dengan sempurna dibuat

lubang kecil pada kantong ketuban, kemudian tersebut dilebarkan untuk


mempermudah proses pengeluaran bayi dari rongga perut. Plasenta dan selaput

ketuban dikeluarkan secara manual dengan diberikan suntikan 10 oksitosin dalam

dinding uterus dan intravena. Tindakan selanjutnya yaitu dengan melakukan jahitan

cutgut untuk menutup dinding uterus, jahitan tersebut 8 memiliki dua lapisan: lapisan

pertama dengan jahitan simpul dan lapisan kedua atas jahitan terus menerus. Jahitan

dilakukan secara terus menerus dengan cutgut yang lebih tipis dengan mengikutkan

peritoneum serta bagian luar miomertrium dengan menutup jahitan dengan rapih dan

dinding perut tertutup seperti semula.

b. Sectio caesarea transperitonealis profunda

Dengan melakukan sayatan melintang konkaf di segmen bawah rahim yang

panjangnya sekitar 10 cm dengan ibu berbaring pada posisi trendelenburg dan dipasang

dauerchateter. Pada dinding perut bagian garis tengah dari semfisi sampai di bawah pusat

dilakukan insisi beberapa sentimeter. Peritoneum pada dinding uterus bagian depan dan

bawah dipegang dengan pinset, kemudian plika vesiko uterine dibuka dan insisi

diteruskan melintang ke lateral; dan kandung kencing dengan peritoneum di depan uterus

didorong ke bawah menggunakan jari.

5. Indikasi Sectio caesarea

a. Indikasi disebabkan oleh ibu

Primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disetai kelainan letak,

disproporsi Sefalopelvik (disproporsi janin/panggul), pengalaman kehamilan dan

persalinan yang buruk, terjadi penyempitan panggul, plasenta previa terutama

pada previagravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi persalinan seperti

preeklamsi dan eklamsi serta kehamilan yang disertai dengan penyakit (Jantung,

Diabetes Mellitus), gangguan jalan persalinan (kista ovarium, mioma uteri).

b. Indikasi disebabkan oleh bayi


Indikasi yang berasal dari bayi yaitu kegagalan vakum atau forceps, distress/gawat

janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, polapsus tali pusat dengan

pembukaan kecil (Solehati, 2017).

6. Manifestasi klinis Sectio caesarea

Berdasarkan Hijratun (2019), manifestasi klinis sectio caesarea, antara lain:

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

b. Terpasang kateter, urin berwarna jernih dan pucat.

c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.

d. Tidak ada bising usus.

e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

f. Balutan abdomen tampak sedikit noda. g. Aliran lokhia sedang dan bebas

bekuan, berlebihan, dan banyak.

7. Pemeriksaan Penunjang Sectio caesarea

Menurut (Indriyani, 2018) Pemantau janin terhadap kesehatan janin:

a. Pemantauan EKG.

b. Jumlah Darah legkap dengan diferensial.

c. Elektrolit.

d. Hemoglobin/Hematokrit.

e. Golongan dan pencocokan silang darah.

f. Urinalis.

g. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai undikasi.

h. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.

i. Ultrasound sesuai kebutuhan.


8. Penatalaksanaan Sectio caesarea

a. Perawatan Pre Operasi Sectio Caesarea Pre opertatif adalah istilah yang

menggambarkan keragaman fungsi yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan

klien. Kata operatif merupakan penggabungan dari tiga fase pembedahan yaitu:

preopratif, intra operatif dan pos operatif (Ninla Elmawati Falabiba, 2019). Fase

operasi adalah waktu tunggu sebelum opersi dilaksanakan hingga pasien dipindahkan

ke kamar operasi. Aktivitas keperawatan yang dilakukan ialah pengkajian dasar

pasien, mempersiapkan untuk anestesi, dan operasi (Maryanani, 2015).

Gambaran Klien Pre Operasi

Tindakan pembedahan adalah ancaman potensial ataupun aktula pada keadaan

seseorang yang dapat menimbulkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis. Klien

yang akan dilakukan operasi biasanya akan mengalami reaksi emosional berupa

kecemasan. Adapun beberapa alasan 10 yang menyebabkan ketakutan / kecemasan

pada klien yang akan dilakukan pembedahan antara lain:

1) Ketakutan akan terjadi nyeri setalah operasi

2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal

(body image).

3) Takut/ mengalami kecemasan terhadap kondisi yang sama dengan orang lain yang

mempunyai penyakit yang sama.

4) Takut menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.

5) Takut mati karena dibius/ tidak sadar lagi.

6) Takut opersi gagal. Klien yang mengalami ketakutan dan kecemasan dapat

menimbulkan respon fisiologis tubuh yang di tandai dengan munculnya perubahan -

perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan –

gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah biasanya
menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih

(Smeltzer, Suzana C. Bare, 2012).

b. Persiapan Klien

1) Klien telah dijelaskan tetang prosedur operasi yang akan dijalani.

2) Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga klien.

3) Perawat memberi support kepada klien.

4) Pada daerah yang akan dilakukan penyayatan telah dibersihkan (rambut pubis

dicukur dan sekitar abdomen telah dibersihkan dengan antiseptik).

5) Pemeriksaan laboratorium (Darah, Urine).

6) Pemeriksaan USG.

7) Paien puasa selama 6 jam sebelum dilakukan operasi.

8) Klien mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya.

9) Klien yang akan dilakukan operasi disiapkan secara optimal.

10) Pelaksanaan operasi berjalan dengan lancar.

11) Ada indikasi yang jelas utnuk melakukan tindakan sectio caesarea (SC) dan

sesuai ketentuan jam

12) Ada kolaborasi dengan dokter anestesi dan dokter anak untuk pelaksanaan

operasi atau dokter lain yang berkaitan dengan klien,

13) Memberi informasi ke bagian terkait (kamar operasi, ICU).

14) Ketersediaan alat:

a) Infus set.

b) DC ( Dower Catether).

c) Obat premedikasi.

d) Kasa alkohol.

e) Baju operasi dan topi.


f) Tensimeter, termometer, fetal phone.

g) Set hecting.

h) Set bayi, serta infus set, abocath.

15) Ada laporan tindakan pre operasi untuk diserahkan kepada petugas kamar operasi.

16) Petugas harus mengirim klien ke kamar operasi 20 menit sebelum operasi (Padila,

2015).

9. Komplikasi Sectio caesarea

Menurut (Solehati, 2017) Komplikasi yang mungkin terjadi setelah dilakukan operasi

sectio caesarea:

a. Infeksi puerperal Infeksi puerperal merupakan infeksi bakteti yang menginfeksi

bagian reproduksi setelah post partum, keguguran, atau post SC, biasanya ditandai

dengan meningkatnya suhu tubuh yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis.

b. Perdarahan Perdarahan sering terjadi karena proses pembedahan mengakibatkan

cabang-cabang arteri terbuka atau karena atonia uteri.

c. Luka pada kandung kemih, embolisme paru-paru.

d. Kurang kuatnya dinding uterus, sehingga pada kehamilan selanjutnya biasanya

terjadi rupture uteri.

e. Komplikasi lainnya biasanya terjadi pada bayi yaitu risiko terjadinya depresi

pernapasan disebabkan obat bius yang mengandung narkose.

9. Patofisiologi Sectio Caesarea

Menurut buku sinopsis obstetri Mochtar (2012) Persalinan sectio caesarea dilakukan

karena adanya berbagai smasalah selama masa kehamilan, komplikasi – komplikasi

seperti fetal distress yang bisa mengganggu perkembangan janin dan mengakibatkan

tidak munculnya his (kontraksi), plasenta previa, letak bayi melintang, letak bayi

sungsang dapat menyebabkan terhambatnya jalan lahir, disporposi sefalopalevik dapat


terjadi karena ukuran panggul ibu yang sempit, dan berat badan janin lebih dari 4.500 g,

jika terjadi rupture uteri dan dilakukan persalinan normal dapat menyebabkan

perdarahan. Beberapa komplikasi yang terjadi dapat menyebabkan terhambatnya jalan

lahir dan tidak memungkinkan jika dilakukannya persalinan secara normal karena dapat

menimbulkan risiko yang dapat membahayakan ibu dan janin. Oleh karena itu

diharuskan melakukan persalinan secara tidak normal berupa proses pembedahan yaitu

sectio caesarea. Proses sectio caesarea ini dapat menimbulkan berbagai dampak seperti

intoleransi aktivitas, nyeri karena prosedur pembedahan, dan kurangnya terpapar

informasi tentang tindakan sectio caesarea menyebabkan masalah ansietas pada ibu.

10. Pathway Sectio Caesarea

Fetal distress Plasentra previa Disproporsi Reptur uteri


Letak bayi melintang sefalopelvik
Letak bayi sungsang

perdarahan

Tidak timbul his Jalan lahir Ukuran panggul Berat badan janin lebih
terhambat sempit 4500 g

Persalinan tidak normal

Sectio caesarea

Pre section caesarea

cemas
c. Konsep Dasar Pre Eklampsia

1. Pengertian

Preeklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan

usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah

≥ 140/90 MmHg disertai dengan edema dan proteinuria (Faiqoh, 2014).

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan

tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam urine serta edema. Diagnosis

preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan

kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20

minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan

proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria)

(POGI, 2016).

Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa

wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang

menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak

mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria

diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal

(POGI, 2016).

2. Klasifikasi

Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam

kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1) Preeklampsia Ringan

Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih

dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun terlentang.
Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti

kenaikan berat badan > 1 Kg/per minggu.

2) Preeklampsia Berat

Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( jumlah urine kurang dari 500 cc per

2 jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral,

gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium.

3. Etiologi

Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum diketahui

secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan adanya kelainan

pada plasenta, yaitu organ yang berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi

selama masih di dalam kandungan. Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi

pada primigravida, kehamilan Post Matur/Post Term serta Kehamian Ganda.

Berdasarkan teori-teori tersebut preeklampsia sering juga disebut “Deseases Of Theory”.

Beberapa landasan teori yang dapat dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini, 2018) :

a. Teori Genetik

Berdasarkan teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan

atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan kecenderungan meningkatnya

frekuensi preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia, serta

peran Renin-Angiotensin- Aldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin

merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan

tekanan darah bekerja sama dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu

membentuk sistem.
b. Teori Immunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul pada

kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.

c. Teori Prostasiklin & Tromboksan

Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi

penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat, aktifitas

penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.

Trombin akan mengkonsumsi antitrombin mentebabkan pelepasan tromboksan dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan Ganda serta Riwayat

Preeklampsia, beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan resiko preeklamsia

antara lain adalah :

1) Malnutrisi Berat.

2) Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus, Hypertensi dan Penyakit

Ginjal.

3) Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.

4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.

5) Obesitas.

6) Riwayat keluarga dengan preeklampsia.

4. Manifestasi Klinis

Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat,

peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih atau sering ditemukan

nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain

hipertensi, tanda klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah:


1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik

pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.

2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.

3) Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.

4) Edema Paru.

5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.

6) Oligohidramnion

5. Patofisiologi

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi air

dan garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada

beberapa kasus, lumen aretriola sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu

sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka

tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan tekanan perifer agar

oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang

disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum

diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan

oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus.

Vosokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia yang dapat

menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya

vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi

kerusakan endotel, kebocoran arteriola disertai perdarahan mikro tempat endotel.

Pada preeklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi

sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya

mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan

yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati

termasuk sel- sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan

mengakibatkan antara lain: adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas

lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, thromboksan dan serotonin

sebagai akibat rusaknya trombosit. Produksi tetrasiklin terhenti, terganggunya

keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi

oksigen dan perioksidase lemak (Nuraini, 2018).

6. Komplikasi

Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin,
namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin adalah
sebagai berikut (Marianti, 2017) :

1) Bagi Ibu

a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.

b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai dengan


kejang-kejang.

c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan fungsi


jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat preeklamsia.

d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ seperti,


paru, ginjal, dan hati.

e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan


karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan darah, atau
sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut
terlalu aktif.

f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran dapat
mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.

g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak
akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang mengalami
perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena adanya
penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan pasokan
oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang menyebabkan
kerusakan otak atau bahkan kematian.

2) Bagi Janin

a. Prematuritas.

b. Kematian Janin.

c. Terhambatnya pertumbuhan janin.

d. Asfiksia Neonatorum.

7. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada preeklampsia adalah


sebagai berikut (Abiee, 2017) :
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr %)
- Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).
- Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.

c. Pemeriksaan Fungsi hati

- Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).

- LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.

- Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

- Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat (N= 15-45 u/ml).

- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l).

- Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)

d. Tes kimia darah


Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
2) Radiologi

a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.

b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.

8. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsia adalah sebagai berikut :

1) Tirah Baring miring ke satu posisi.

2) Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.

3) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.

4) Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian cairan
infus Ringer Laktat 60-125 ml/jam.

5) Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.

6) Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi).


Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi partus pada usia
kehamilan diatas 37 minggu.

d. Konsep Asuhan Keperawatan

Data pengkajian yang ditemukan pada pasien Post SC. Menurut Doenges (2017) yaitu:

1. Pengkajian dasar data klien

Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk
kelahiran caesarea

a. Sirkulasi

Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml.

b. Integritas ego

Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai ketakutan,


marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah
terima pesan dalam pengalaman kelahiran mungkin mengekspresikan
ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

c. Eliminasi

Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas


amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas

d. Makanan / Cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal

e. Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal epidural

f. Nyeri / Ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya trauma


bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen, efek-efek anestesi,
mulut mungkin kering.

g. Pernafasan

Bunyi paru jelas dan vesikuler

h. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh, jalur


parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan nyeri
tekann

i. Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang dan
bebas, bekuan berlebihan / banyak.

j. Pemeriksaan diagnostik

Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan. Urinalisis : kultur urine,
darah vagina dan lochea, pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan
individual.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post SC dengan indikasi


pre eklamsia adalah :

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi

2) Perlambatan pemulihan pascabedah berhubungan dengan infeksi luka perioperatif

3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

4) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas


jaringan sekunder akibat pembedahan

5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan perentanan tubuh terhadap


bakteri sekunder pembedahan

6) Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam


pembedahan

7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri

8) Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi

9) Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi.

3.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan

1. Nyeri akut Tingkat nyeri 1. Manajemen Nyeri (I.08238)


(D.0077) menurun Observasi
(L.080660)
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekwensi, kualitas, intensitas nyeri
Kriteria Hasil:
b. Identifikasi skala nyeri dan respon nyeri non
 Keluhan verbal
nyeri
c. Identifikasi faktor yang memperberat dan
menurun
memperingan nyeri
 Meringis
d. Monitor efek samping penggunaan
menurun
analgetik
 Sikap Terapeutik
protektif a. Berikan terapi nonfarmakologis
 Gelisah b. Kontrol lingkungan yang memperberatrasa nyeri
menurun
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
 Kesulitan
Edukasi
tidur
a. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
menurun
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Frekwensi
nadi c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
menurun
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 TD, RR e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
membaik
mengurangi nyeri
 Pola tidur Kolaborasi
membaik Pemberian analgetik jika perlu
2. Pemantauan Nyeri (I.08238)
Observasi
a. Identifikasi faktor pencetus dan pereda nyeri
b. Monitor kualitas, lokasi dan penyebaran, durasi
dan frekwensi nyeri
c. Monitor intensitas nyeri dengan
menggunakan skala
Terapeutik
a. Atur interval pengukuran sesuai dengan kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan jika perlu
3. Pemberian Analgesik (I.08243)
Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Monitor TTV dan efektifitas analgesik
Terapeutik
Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja
SIKIDPPPPNI,2018).
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum

melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.

Implementasi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap.Fase pertama merupakan fase

persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana,

persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan

yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah

implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2020). Tahap ini akan muncul bila

perencanaan diaplikasikan pada pasien. Tindakan yang dilakukan mungkin sama,mungkin

juga berbeda denga urutan yang dibuat pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien

(Debora, 2019). Implementasi keperawatan akan sukses sesuai dengan rencana jika perawat

mempunyai kemampuan kognitif, kemampuan hubungan interpersonal, dan keterampilan

dalam melakuka tindakan yang berpusat pada kebutuhan pasien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu S

(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan

tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan

keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk

menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.

Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi

yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak seluruhnya

tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu

menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah

planning (P) merupakan rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai,
maka perawat akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan

melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini

disebut juga evaluasi proses.


9
10

Anda mungkin juga menyukai