OLEH:
BONIFACIO DO ROSARIO BARROS
Oleh
(Ns. Angela Gatum, S.Kep., MSc) (Ns. Kristina Linusiyati, S.Kep., M.Kep)
Mengetahui
Kepala Ruangan
( )
A. Konsep Dasar Sectio Cesar
1. Pengertian
Definisi Sectio caesarea Sectio caesarea berasal dari kata “caedere” yang artinya
memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetri istilah tersebut mengacu pada tindakan
pembedahan yang tujuannya untuk melahirkan bayi dengan membuka dinding perut ibu
untuk melahirkan bayi melalui penyayatan pada dinding abdomen dan uterus. Section
normal (Hijratun, 2019). Sectio caesarea dilakukan karena beberapa faktor tertentu
diantarnya yaitu faktor bayi, faktor ibu, riwayat persalinan. sebagai proses pembedahan
sectio caesarea juga mempunyai indikasi antara lain adalah disproposi pangggul (CPD),
disfungsi uterus, distosia, janin besar, gawat janin, pre eklamsi, eklamsia, hipertensi,
riwayat pernah sectio caesarea sebelumnya (Hijratun, 2019). Sectio caesarea atau SC
adalah sebuah metode pembedahan untuk melahirkan bayi dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus, yang mempunyai risiko mengancam keselamatan jiwa ibu
ataupun bayi serta tindakan medis yang merupakan stressor yang dapat membuat klien
segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang, lipatan ini dilepaskan
dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih di dorong ke bawah serta
ditarik agar tidak menutupi lapang pandang. Keuntungan tipe ini adalah otot tidak
dipotong tetapi dipisah kesamping sehingga dapat mengurangi perdarahan, kepala
janin biasanya dibawah insisi sehingga mudah di ektraksi. Kerugiannya adalah apabila
segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar dilakukan.
Insisi membujur dibuat dengan skalpel den dilebarkan dengan gunting tumpul
untuk menghindari cedera pada bayi. Keuntungan tipe ini yaitu dapat memperlebar
insisi keatas apabila bayinya besar, pembentukan segmen bawah jelek, ada malposisi
janin seperti letak lintang atau adanya anomali janin seperti kehamilan kembar yang
menyatu. Kerugiannya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena
terpotongnya otot.
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting berujung tumpul. Indikasi
pada tindakan ini bila bayi tercekam pada letak lintang, kasus placenta previa
karena myometrium harus dipotong, bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga
kemungkinan aspirasi cairan ketuban lebih besar serta insiden ruptur uteri pada
kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang
sering bersifat fatal. Tehnik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk
uterus. Indikasinya adalah perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif
gagal, perdarahan akibat placenta previa dan abruption placenta, ruptur uteri yang
persalinan pervaginam disebabkan adanya resiko terhadap ibu atau janin dengan
pertimbangan proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses
persalinan normal. Menurut Hartati & Maryunani, (2015) indikasi persalinan Sectio
- Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan dalam proses persalinan.
- Komplikasi preeklampsia.
- Bayi besar.
- Kelainan letak
- Kehamilan kembar.
ukuran bayi terlalu besar, malposisi dan mal presentasi, difungsi uterus, dystocia
ekstensi dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan jahitan cervical atau
nephritis kronis.
e. Indikasi fetal antar lain gawat janin, catat, infusiensi plasenta, prolapses, finiculus
memanjang pada korpus uteri. Saat dinding perut dan peritoneum parietal tersayat
dan terbuka pada garis tengahnya harus dibalut dengan kain kasa panjang yang
mencangkup antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air
ketuban dan darah ke rongga perut. Pada bagian ujung bawah di atas batas plika
vesiko uteria diberikan sayatan insisi pada bagian tengah korpus uteri dengan
panjang sekitar 10-12 cm, agar air ketuban bisa terhisap dengan sempurna dibuat
dinding uterus dan intravena. Tindakan selanjutnya yaitu dengan melakukan jahitan
cutgut untuk menutup dinding uterus, jahitan tersebut 8 memiliki dua lapisan: lapisan
pertama dengan jahitan simpul dan lapisan kedua atas jahitan terus menerus. Jahitan
dilakukan secara terus menerus dengan cutgut yang lebih tipis dengan mengikutkan
peritoneum serta bagian luar miomertrium dengan menutup jahitan dengan rapih dan
panjangnya sekitar 10 cm dengan ibu berbaring pada posisi trendelenburg dan dipasang
dauerchateter. Pada dinding perut bagian garis tengah dari semfisi sampai di bawah pusat
dilakukan insisi beberapa sentimeter. Peritoneum pada dinding uterus bagian depan dan
bawah dipegang dengan pinset, kemudian plika vesiko uterine dibuka dan insisi
diteruskan melintang ke lateral; dan kandung kencing dengan peritoneum di depan uterus
Primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disetai kelainan letak,
preeklamsi dan eklamsi serta kehamilan yang disertai dengan penyakit (Jantung,
janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, polapsus tali pusat dengan
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda. g. Aliran lokhia sedang dan bebas
a. Pemantauan EKG.
c. Elektrolit.
d. Hemoglobin/Hematokrit.
f. Urinalis.
a. Perawatan Pre Operasi Sectio Caesarea Pre opertatif adalah istilah yang
klien. Kata operatif merupakan penggabungan dari tiga fase pembedahan yaitu:
preopratif, intra operatif dan pos operatif (Ninla Elmawati Falabiba, 2019). Fase
operasi adalah waktu tunggu sebelum opersi dilaksanakan hingga pasien dipindahkan
seseorang yang dapat menimbulkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis. Klien
yang akan dilakukan operasi biasanya akan mengalami reaksi emosional berupa
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image).
3) Takut/ mengalami kecemasan terhadap kondisi yang sama dengan orang lain yang
6) Takut opersi gagal. Klien yang mengalami ketakutan dan kecemasan dapat
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah biasanya
menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih
b. Persiapan Klien
4) Pada daerah yang akan dilakukan penyayatan telah dibersihkan (rambut pubis
6) Pemeriksaan USG.
11) Ada indikasi yang jelas utnuk melakukan tindakan sectio caesarea (SC) dan
12) Ada kolaborasi dengan dokter anestesi dan dokter anak untuk pelaksanaan
a) Infus set.
b) DC ( Dower Catether).
c) Obat premedikasi.
d) Kasa alkohol.
g) Set hecting.
15) Ada laporan tindakan pre operasi untuk diserahkan kepada petugas kamar operasi.
16) Petugas harus mengirim klien ke kamar operasi 20 menit sebelum operasi (Padila,
2015).
Menurut (Solehati, 2017) Komplikasi yang mungkin terjadi setelah dilakukan operasi
sectio caesarea:
bagian reproduksi setelah post partum, keguguran, atau post SC, biasanya ditandai
dengan meningkatnya suhu tubuh yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis.
e. Komplikasi lainnya biasanya terjadi pada bayi yaitu risiko terjadinya depresi
Menurut buku sinopsis obstetri Mochtar (2012) Persalinan sectio caesarea dilakukan
seperti fetal distress yang bisa mengganggu perkembangan janin dan mengakibatkan
tidak munculnya his (kontraksi), plasenta previa, letak bayi melintang, letak bayi
jika terjadi rupture uteri dan dilakukan persalinan normal dapat menyebabkan
lahir dan tidak memungkinkan jika dilakukannya persalinan secara normal karena dapat
menimbulkan risiko yang dapat membahayakan ibu dan janin. Oleh karena itu
diharuskan melakukan persalinan secara tidak normal berupa proses pembedahan yaitu
sectio caesarea. Proses sectio caesarea ini dapat menimbulkan berbagai dampak seperti
informasi tentang tindakan sectio caesarea menyebabkan masalah ansietas pada ibu.
perdarahan
Tidak timbul his Jalan lahir Ukuran panggul Berat badan janin lebih
terhambat sempit 4500 g
Sectio caesarea
cemas
c. Konsep Dasar Pre Eklampsia
1. Pengertian
Preeklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan
usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah
tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam urine serta edema. Diagnosis
kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria)
(POGI, 2016).
Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa
wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang
menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak
mengalami proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal
(POGI, 2016).
2. Klasifikasi
1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih
dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun terlentang.
Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti
2) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( jumlah urine kurang dari 500 cc per
2 jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral,
3. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum diketahui
secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan adanya kelainan
pada plasenta, yaitu organ yang berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi
selama masih di dalam kandungan. Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi
Beberapa landasan teori yang dapat dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini, 2018) :
a. Teori Genetik
frekuensi preeklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia, serta
merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan
tekanan darah bekerja sama dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu
membentuk sistem.
b. Teori Immunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
1) Malnutrisi Berat.
Ginjal.
5) Obesitas.
4. Manifestasi Klinis
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat,
peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih atau sering ditemukan
nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
4) Edema Paru.
6) Oligohidramnion
5. Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi air
dan garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada
beberapa kasus, lumen aretriola sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu
sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan tekanan perifer agar
oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya
mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan
yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati
termasuk sel- sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan
lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, thromboksan dan serotonin
6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin,
namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin adalah
sebagai berikut (Marianti, 2017) :
1) Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran dapat
mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak
akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang mengalami
perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena adanya
penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan pasokan
oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang menyebabkan
kerusakan otak atau bahkan kematian.
2) Bagi Janin
a. Prematuritas.
b. Kematian Janin.
d. Asfiksia Neonatorum.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
8. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsia adalah sebagai berikut :
3) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.
4) Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian cairan
infus Ringer Laktat 60-125 ml/jam.
Data pengkajian yang ditemukan pada pasien Post SC. Menurut Doenges (2017) yaitu:
Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk
kelahiran caesarea
a. Sirkulasi
b. Integritas ego
c. Eliminasi
d. Makanan / Cairan
e. Neurosensori
f. Nyeri / Ketidaknyamanan
g. Pernafasan
h. Keamanan
i. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang dan
bebas, bekuan berlebihan / banyak.
j. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan. Urinalisis : kultur urine,
darah vagina dan lochea, pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan
individual.
2. Diagnosa Keperawatan
3.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi
SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Tim Pokja
SIKIDPPPPNI,2018).
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum
melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.
persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan
yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan pasien setelah
implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2020). Tahap ini akan muncul bila
juga berbeda denga urutan yang dibuat pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien
(Debora, 2019). Implementasi keperawatan akan sukses sesuai dengan rencana jika perawat
5. Evaluasi Keperawatan
(Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan
tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau
observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk
menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.
Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi
yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak seluruhnya
tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu
menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah
planning (P) merupakan rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai,
maka perawat akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini