Disusun oleh
NIM : 120015
Kelas : D3-3A
BANDUNG
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA
(SC)
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio
Caesarea adalah cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina (Histerotomia) untuk
melahirkan janin dari dalam rahim(Mochtar, 1998). Sectio Caesaria ialah
tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gr
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).
2. Manisfetasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan post Sectio Caesarea antara lain :
1. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan
2. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat
3. Ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru
3. Klasifikasi
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis
dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila:
Sayatan memanjang (longitudinal)
Sayatan melintang (tranversal)
Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan;
Mengeluarkan janin lebih memanjang
Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering
terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda.
Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada
akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya
ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi.
Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya
adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk
tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
isi uterus ke rongga perineum
Perdarahan kurang
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan lebih kecil
Kekurangan:
Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
4. Komplikasi
a. Infeksi Puerpuralis
1. Ringan: dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2. Sedang: dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi
atau perut sedikit kembung
3. Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b. Pendarahan disebabkan karena :
1. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2. Atonia Uteri
3. Pendarahan pada placenta bled
c. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.
5. Patosifiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya
karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan
kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak
bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,
kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan,
plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,
kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Ramadanty,
2018).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
7. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi
Penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai berikut:
1. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan intravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya.
2. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : miring kanan dan
kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, latihan
pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan
4. Pemberian obat-obatan antibiotik cara pemilihan dan pemberian
antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.
5. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
6. Pemeriksaan rutin, hal-hal yang harus di perhatikan dalam pemeriksaan
adalah suhu, tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
- Leher
Di inspeksi simetris atau tidak, di palpasi ditemukan ada atau tidak
pembesaran kelenjar tiroid.
c. Dada
- Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara, areola
hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancar dan
banyak keluar.
- Paru-Paru
Inspeksi: Simetris atau tidak kiri dan kanan, ada atau tidak terlihat
pembengkakan. Palpasi: Ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak
teraba massa
Perkusi: Redup / sonor.
Auskultasi : Suara nafas Vesikuler atau ronkhi atau wheezing
- Jantung
Inspeksi: Ictus cordis teraba atau tidak
Palpasi: Ictus cordis teraba atau tidak
Perkusi: Redup atau tympani
Auskultasi: Bunyi jantung lup dup
d. Abdomen
Inspeksi: Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie
gravidarum
Palpasi: Nyeri tekan pada luka, konsistensi uterus lembek / keras
Perkusi: Redup
Auskultasi: Bising usus
e. Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lendir, pengeluaran air ketuban
f. Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya terus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
Daftar Pustaka
https://www.studocu.com/id/document/universitas-pembangunan-nasional-veteran-
yogyakarta/praktikum-kimia-fisika/laporan-pendahuluan-post-sc/20903107
https://www.academia.edu/12913746/
LAPORAN_PENDAHULUAN_POST_PARTUM_DENGAN_SECTIO_CAESARIA
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/284/1/Untitled.pdf