Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PADA NY. S DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA


DI RUANG ANGGREK RST DR. SOEDJONO MAGELANG
Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan maternitas
Dosen Pembimbing : Ns. Yuni Astuti, M.Kep.

Disusun Oleh :
Dian Pratama
20101440120029

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG

2022
LAPORAN
PADA NY. S DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA

A. DEFINISI

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006) Sectio caesaria adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

B. JENIS-JENIS

1. Sectio cesaria transperitonealis profunda

Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:

a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.

b. Bahaya peritonitis tidak besar.

c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar
karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal

Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.

3. Sectio cacaria ekstra peritoneal


Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.

4. Section cesaria Hysteroctomi

Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:

 Atonia uteri

 Plasenta accrete

 Myoma uteri

 Infeksi intra uteri berat

C. ETIOLOGI

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal
distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.

4. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.

D. PATOFISIOLOGI

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan
pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi.

E. TEKHNIK PENATALAKSANAAN

1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.

a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas
segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12
cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.

b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan
kepala janin keluar melalui irisan tersebut.

c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara
kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.

2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda

a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian
secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.

b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm
dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai
kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.

c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.

d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.

e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara
kedua klem tersebut.

f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam


miometrium dan intravena.

3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal

a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudian digeser
kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.

b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda
demikian juga cara menutupnya.

4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)

a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara
melahirkan janinnya.

b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.

d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen
bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.

e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul
serviks uteri diatasi.

f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.

g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2
) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.

h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.

i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.

j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Elektroensefalogram ( EEG ) Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2. Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3. Magneti resonance imaging (MRI) Menghasilkan bayangan dengan menggunakan


lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah
otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.

4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) Untuk mengevaluasi kejang yang


membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak.

G. KOMPLIKASI

1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas

2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang
arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.

4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.

H. PENATALAKSANAAN AWAL
1. Perawatan awal
 Letakan pasien dalam posisi pemulihan

 Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap
30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar

 Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

 Transfusi jika diperlukan

 Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke
kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah

2. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar

 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)

 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5
pasca operasi.

4. Perawatan fungsi kandung kemih

 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam

 Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih

 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7
hari atau urin jernih.

 Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari
sampai kateter dilepas

 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang
24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

5. Pembalutan dan perawatan luka

 Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut

 Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan

 Ganti pembalut dengan cara steril

 Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

 Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada
hari kelima pasca SC
5. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.

a. Identitas atau biodata klien

b. Keluhan utama

c. Riwayat kesehatan

2. Riwayat kesehatan dahulu:

Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.

3. Riwayat kesehatan sekarang :

Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan
secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.

4. Riwayat kesehatan keluarga:

Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

5. Pola-pola fungsi kesehatan

1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat


karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan
menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.

3) Pola aktifitas

Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.

4) Pola eleminasi

Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi
dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.

5) Istirahat dan tidur

Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran
sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan

6) Pola hubungan dan peran

Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.

7) Pola penagulangan sters

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas

8) Pola sensori dan kognitif


Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya

9) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang


persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri

10) Pola reproduksi dan sosial

Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.

e. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma


gravidarum, dan apakah ada benjolan

2) Leher

Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses


menerang yang salah

3) Mata

Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang


keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing

4) Telinga

Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung

Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung

6) Dada

Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan
papila mamae

7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.

8) Genitaliua

Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya
kelainan letak anak.

9) Anus

Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur

10) Ekstermitas

Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,


karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.

11) Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.
I. ANALISA DATA
NO DATA PENUNJANG PROBLEM ETIOLOGI TTD

1. DS : Gangguan mobilitas Nyeri (Post SC) Dian


fisik (D.0064)
 Klien mengeluh nyeri
saat bergerak
 Klien mengatakan belum
bisa duduk atau
melakukan toileting
DO :

 Klien terlihat lemah

 Rentang gerak terbatas


dan menurun.

2. DS : Gangguan pola tidur Hambatan Dian


(D.0055) lingkungan
 Klien mengeluh susah
tidur karena nyeri pada
luka post SC
 Klien mengatakan bayi
sering menangis
dimalam hari karna haus
dan harus memberikan
ASI
 Klien mengatakan
tidurnya lebih awal.
 Klien mengatakan saat
sakit tidurnya hanya 5
jam dimalam hari.
 Klien mengatakan tidak
bisa tidur karena
ruangannya panas
DO :

 Klien tampak kurang


tidur

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) berhubungan dengan nyeri (Post SC)
2. Gangguan pola tidur (D.0055) berhubungan dengan hambatan lingkungan

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI TTD
DX KEPERAWATAN

1. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi ( Dian


fisik berhubungan tindakan 2x24 jam I.05173)
dengan nyeri ditandai diharapkan mobilitas Observasi :
dengan pasien fisik meningkat - Identifikasi adanya
mengeluh nyeri, dengan kriteria hasil : nyeri atau keluhan
belum bisa duduk dan fisik lainnya
1. Rentang gerak
terlihat lemah. - Identifikasi
2(cukup
toleransi fisik
menurun)
melakukan
menjadi 5
pergerakan
(meningkat)
- Monitor frekuensi
2. Nyeri 2 (
jantung dan
cukup
tekanan darah
meningkat)
sebelum memulai
menjadi 5
mobilisasi
(menurun)
- Monitor kondisi
3. Gerakan
umum selama
terbatas 3
(sedang) melakukan
menjadi mobilisasi
5(menurun) Terapeutik :
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
- Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk di
tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur Dian
berhubungan dengan tindakan 2x24 jam
kondisi pasca operasi diharapkan pola tidur (I.09265)
SC ditandai dengan membaik dengan
Observasi :
klien mengeluh susah kriteria hasil :
1. Identifikasi pola
tidur karena nyeri
1. Keluhan sulit aktifitas dan tidur
pada insisi bedah dan
tidur 3 2. Identifikasi faktor
sering terjaga
(sedang) pengganggu tidur
menjadi 1 3. Identifikasi
(menurun) makanan dan
2. Keluhan sering minuman yang
terjaga 3 mengganggu tidur
(sedang) 4. Identifikasi obat
menjadi 1 tidur yang
(menurun) dikonsumsi
Terapeutik :
5. Modifikasi
lingkungan
6. Batasi waktu tidur
siang, jika perlu
7. Fasilitasi
menghilangkan
stres sebelum tidur
8. Tetapkan jadwal
tidur rutin
9. Lakukan prosedur
untuk
meningkatkan
kenyamanan
10. Sesuaikan jadwal
pemberian obat
dan/atau tindakan
untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi :
11. Jelaskan
pentingnya tidur
cukup selama sakit
12. Anjurkan menepati
kebiasaan tidur
13. Anjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang menggangu
tidur
14. Anjurkan
penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung
supresor terhadap
tidur REM
15. Ajarkan faktor-
faktor yang
berkontribusi
terhadap gangguan
pola tidur
16. Ajarkan relaksasi
otot autogenik
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia

Anda mungkin juga menyukai