Disusun Oleh
NIM : G1B220013
PEMBIMBING AKADEMIK :
PEMBIMBING LAPANGAN :
Insisi dinding
Luka post op. SC Tindakan anastesi
abdomen
Terputusnya
Risiko Infeksi Imobilisasi
inkonuitas jaringan,
pembuluh darah, dan
Gangguan
saraf - saraf di sekitar
Mobilitas Fisik
daerah insisi
Merangsang Defisit
pengeluaran histamin Perawatan
dan prostaglandin Diri
Nyeri Akut
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
J. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Pemberian cairan dan diet
Pasca operasi, pasien yang menjalani pembiusan spinal atau
epidural selama operasi diperbolehkan minum clear fluid (air putih atau
teh) pasca operasi selesai. Bila tidak ada keluhan mual atau muntah,
pasien dapat langsung mengonsumsi makanan padat setalah 2 jam pasca
operasi. Hal ini dimungkinkan karena cara kerja obat anestesi lokal tidak
memengaruhi saluran pencernaan. Namun pada kasus tertentu saat
dilakukan pembiusan umum selama operasi caesar, pasien baru diizinkan
minum dan makan setelah pasien dapat buang angin atau flatus. Hal ini
disesuaikan dengan efek obat bius terhadap kerja saluran cerna.
Keluarnya gas menandakan bahwa saluran pencernaan mulai normal
untuk bekerja kembali. Pengeluaran gas biasanya terjadi 6-12 jam setelah
operasi. Selama menunggu waktu tersebut, pasien hanya diperbolehkan
minum.
2. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 1-2 jam setelah operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi pasien bisa dipulangkan
3. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
a. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
4. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti. Insisi diperiksa setiap hari.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dilakukan 6 jam setelah pembedahan untuk memantau
kondisi klien terutama perdarahan.
6. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan. (Norman F. Gant. 2010)
K. Definisi Tali Pusat
Tali pusat merupakan jaringan ikat yang menghubungkan antara plasenta
dan janin yang memiliki peranan penting dalam interaksi antara ibu dan janin
selama masa kehamilan. Jaringan ini berfungsi menjaga viabilitas dan
memfasilitasi pertumbuhan embrio serta janin.10 Tali pusat sangat penting
bagi perkembangan, kesejahteraan, dan kelangsungan hidup fetus karena
berfungsi sebagai sumber oksigen, nutrien dan pembuangan zat-zat sisa.
Proses ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin.
L. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tali pusat
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi perubahan tali pusat antara lain
faktor – faktor yang berhubungan dengan berat plasenta; usia, paritas,
penyakit, pendapatan, status gizi, dan merokok, serta kondisi ibu hamil
dengan:
1. Oligohidromnion (ketuban pecah dini)
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya ketuban sebelum
proses persalinan, hal ini disebabkan karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor
tersebut. Pada ketuban pecah dini timbul adanya oligohidromnion
sehingga tali pusat mudah mendapatkan tekanan dan tidak mendapatkan
perlindungan. Hal ini dapat menyebabkan keadaan asfiksia dan hipoksia
pada janin.
2. Hamil dengan penyulit penyakit lain
a. Penyakit ginjal
Penyakit ginjal seperti glomerulonefritis akut, nefritis kronis, penyakit
poliarteritis, diabetes nefropati dapat menyebabkan hipertensi sekunder
yaitu hipertensi yang ditimbulkan oleh penyakit yang mendasari.
Penyakit ginjal yang progresif akan menimbulkan hipertensi yang
tidak terkontrol karena adanya penambahan volume dan peningkatan
resistensi vaskular sistemik. Pada pasien gagal ginjal kronis derajat 1-2
ditemukan lebih dari sepertiga mengalami hipertensi, dan hanya 11%
diantaranya yang mendapatkan pengobatan yang adekuat.
b. Penyakit hati
Salah satu penyakit hati yang mengalami perubahan hemodinamik
sistemik adalah sirosis hati. Karakteristik utama yang dapat ditemukan
pada pasien sirosis adalah peningkatan cardiac output, komplians
arteri yang tinggi serta aktivasi sekunder dari system counteregulatory
(sistem saraf simpatis, renin-angiotensin-aldosterone-pelepasan
vasopressin).
c. Penyakit jantung
Kelainan jantung pada ibu seperti penyakit jantung sianosis, gagal
jantung, ataupun hipertensi pulmoner akan memicu kejadian hipoksia
preplasental kronik. Gangguan fungsi pada jantung menyebabkan
penurunan volume curah jantung, sehingga suplai darah ke seluruh
tubuh ibu dan janin akan menurun dan akan mempengaruhi
pertumbuhan janin serta tali pusat.
d. Penyakit diabetes mellitus
Ibu hamil dengan diabetes akan mengalami peningkatan resistensi
insulin. Pada kehamilan dengan diabetes mellitus tipe I akan terjadi
peningkatan lipolisis yang kemudian akan mengakibatkan terjadinya
kondisi hiperglikemia. Pada diabetes mellitus tipe II resistensi insulin
memicu peningkatan produksi insulin yang mengakibatkan kondisi
hiperinsulinemia. Keadaan hiperglikemia atau hiperinsulinemia pada
ibu akan mengakibatkan kondisi yang serupa pada fetus. Keadaan ini
akan memicu hipoksia kronik pada fetus karena adanya peningkatan
konsumsi oksigen pada fetus. Akhirnya keadaan hipoksia kronik ini
akan memicu perubahan pada plasenta dan tali pusat secara struktural
dan fungsional.
e. Anemia berat
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar
hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II, apabila anemia tidak teratasi
dan memburuk dapat menjadi anemia berat (Hb<7 gr%).
Anemia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
pertumbuhan plasenta yang tidak proporsional. Karena pada keadaan
anemia akan terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan
dari plasenta ke janin. Keadaan ini mengakibatkan perubahan pada
plasenta yaitu hipertrofi, kalsifikasi dan infark sehingga akan
menganggu fungsi dari plasenta. Perubahan plasenta ini tentu juga
akan mempengaruhi tali pusat sebagai penyalur aliran darah dari
plasenta ke janin.
Terdapat tanda infeksi sistemik dari data klinis dan laboratorium
Infeksi pada ibu menyebabkan penurunan daya ikat oksigen sehingga
akan mengakibatkan penrunan pengantaran oksigen menuju fetus. Hal
ini akan meningkatkan risiko keluaran persalinan, termasuk gangguan
pertumbuhan janin serta tali pusatnya.
f. Sindrom HELLP
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia
menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya
anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31
minggu kehamilan) dengan atau tanpa terjadi peningkatan tekanan
darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal
dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia
bisa menetap selama seminggu.
g. Eklampsia
Eklampsia merupakan perkembangan dari sindrom preeklampsia
yang mengenai otak yang ditandai dengan adanya kejang. Kejang bisa
terjadi sebelum atau saat masa nifas (6 minggu post partum).
Eklampsia merupakan kejadian yang mengancam jiwa ibu dan fetus.
Selama kejang, suplai darah ke otak akan meningkat menyebabkan
penurunan drastis suplai darah menuju fetus. Penurunan suplai darah
pada ini akan mengakibatkan hipoksia intrauterin yang lebih berat
dibandingkan dengan kehamilan dengan preeklampsia berat tanpa
eklampsia.
h. Riwayat merokok
Merokok menyebabkan peningkatan paparan karbon monoksida
(CO) yang terus menerus selama ibu hamil. Karbon monoksida (CO)
dapat diikat didalam haemoglobin ibu, sehingga mengakibatkan
menurunnya kapasitas pengangkutan oksigen (O2) didalam darah ibu,
dan pada akhirnya tubuh janin akan menerima oksigen yang lebih
sedikit. Selain karbonmonoksida, nikotin dalam rokok akan
menyebabkan pembuluh darah pada tali pusat dan uterus menyempit
sehingga dapat menurunkan perfusi plasenta.
M. Definisi Lilitan Tali Pusat
Prolaps Corda Umbilical atau prolaps tali pusat adalah tali pusat berada di
samping atau melewati bagian terendah janin dalam jalan lahir sebelum
ketuban pecah.
N. Anatomi Fisiologi Lilitan Tali Pusat
Dalam tali pusat yang berasal dari body stalk, terdapat pembuluh
pembuluh darah sehingga ada yang menamakannya vascular stalk. Dari
perkembangan ruang amnion dapat dilihat bahwa bagian luar tali pusat
berasal dari bagian amnion. Di dalamnya terdapat jaringan lembek, selei
Wharton, yang berfungsi melindungi 2 arteri umbilikalis dan 1 vena
umbilikalis yang berada di dalam tali pusat. Kedua arteri dan satu vena
tersebut menghubungkan satu sitem kardiovaskular janin dan plasenta. Sistem
kardiovaskuler janin dibentuk kira-kira pada minggu ke-10. (Sarwono, 2008).
Tali pusat tumbuh dari ukuran 0,5 cm pada awal terbentuknya sirkulasi
sampai 50-52 cm pada kehamilan aterm. Lebar tali pusat rata-rata 1-2 cm.
Pergerakan janin menyebabkan terjadinya lilitan pembuluh darah tali pusat,
dan lebih dari 300 spiral berbentuk sepanjang kehamilan. Ikatan yang sangat
jelas ditemukan pada 1%-1,5% dari tali pusat. Jelly warthon merupakan suatu
zat yag terdiri atas kolagen, otot, dan mukopolisakarida melindungi pembuluh
darah dari kompresi tersebut. (Walsh, 2008).
O. Etiologi
Penyebab terjadinya prolapse korda umbilical pada janin atau yang sering
disebut dengan lilitan tali pusat pada janin :
1. Usia kehamilan Kematian bayi pada trimester pertama atau kedua sering
disebabkan karena puntiran tali pusat secara berulang-ulang ke satu arah.
Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali pusat
tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut umumnya bayi
masih bergerak dengan bebas. Hal tersebut menyebabkan kompresi tali
pusat sehingga janin mengalami kekurangan oksigen.
2. Polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin meningkat.
3. Panjangnya tali pusat dapat menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat
bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap bayi mempunyai panjang tali
pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak berpengaruh
terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui
tali pusat tidak terhambat.
P. Klasifikasi Prolaps Tali pusat
Dibedakan menjadi 3 derajat yaitu :
1. Prolaps Occult yaitu keadaan dimana tali pusat terletak diatas di dekat
pelvis tetapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
2. Tali Pusat mungkin fore lying yaitu keadaan dimana tali pusat dapat
diraba melalui arteum uteri, tetapi berada didalam kantong ketuban yang
utuh.
3. Tali pusat mungkin prolaps kedalam vagina atau bahkan diluar vagina
setelah ketuban pecah
Q. Faktor – Faktor Lilitan Tali Pusat
1. Tali Pusar Terlalu Panjang
Ketika tali pusar yang dimiliki bayi terlalu panjang, maka beberapa
gerakan bayi dalam kandungan bisa menyebabkan masalah ini. Gerakan
bayi yang kuat dalam kandungan bisa meningkatkan ketegangan tali
pusar. Akibatnya tali pusar yang meregang bisa membuat bayi terlilit.
Umumnya hal ini bisa menyebabkan lilitan pada bagian leher bayi.
Namun tali pusar yang panjang juga bisa menguntungkan karena bisa
melindungi aliran darah dari ibu ke bayi. Tapi jika berlebihan juga bisa
menyebabkan resiko kelahiran prematur.
2. Gerakan Bayi yang Kuat
Umumnya setiap bayi memiliki ukuran tali pusat yang berbeda-
beda. Tali pusar bekerja untuk melindungi janin agar selalu mendapatkan
nutrisi dari ibu. Tali pusat berisi sebuah zat gelatin atau jeli yang
berfungsi untuk melindungi pembuluh darah dalam tali pusar. Gelatin
juga berfungsi untuk melindungi pembuluh darah tali pusar agar tidak
terkena tekanan yang berlebihan. Ketika gerakan bayi normal maka tali
pusar akan normal namun jika gerakan berlebihan maka tali pusar juga
bisa menjadi panjang. Jadi dorongan gerakan bayi yang kuat dalam
kandungan akan mendorong bayi terkena lilitan tali pusar. Ibu hamil harus
mengikuti semua perkembangan janin dari tahap awal sampai akhir
kehamilan. (baca juga: ciri ciri kontraksi akan melahirkan dalam waktu
dekat)
3. Bayi Turun ke Ruang Panggul
Pada akhir kehamilan maka biasanya bayi sudah mulai turun ke
ruang panggul. Ketika masih dalam puncak rahim maka bayi memiliki tali
pusar yang mengikuti gerakan bayi. Jika bayi masuk ruang panggul maka
semua paket plasenta termasuk tali pusar juga akan dibawa turun oleh
bayi. Posisi saat itu biasanya air ketuban masih penuh sehingga
mendorong tali pusar melilit bayi, terutama pada bagian leher. Jika hal ini
terjadi maka biasanya tali pusar akan terbawa bayi sesuai dengan gerakan
putaran dari ujung fundus hingga ke ruang panggul. Umumnya kondisi ini
memang menjadi tanda-tanda akan melahirkan dalam waktu dekat. (baca
juga: proses pembukaan saat melahirkan 1 sampai 10)
4. Kehamilan Kembar
Kehamilan kembar juga bisa menyebabkan resiko bayi terlilit tali
pusar. Lilitan tali pusar bisa terjadi pada bayi itu sendiri atau acak dengan
kembarannya. Kondisi ini biasanya sudah terdeteksi pada pertengahan
kehamilan. Biasanya kehamilan kembar juga akan lahir pada waktu yang
lebih awal sehingga posisi bayi turun ke ruang panggul juga lebih cepat.
Kehamilan kembar dengan kantung ketuban satu memiliki resiko bayi
terkena lilitan tali pusar yang lebih besar.
5. Ukuran Bayi Terlalu Besar
Ukuran bayi yang terlalu besar seperti pada ibu hamil yang
menderita diabetes gestasional juga memiliki resiko tinggi bayi terlilit tali
pusar. Bayi dengan ukuran yang besar sebenarnya dipengaruhi dari kadar
gula yang tinggi semasa ibu sedang hamil. Kadar gula dalam ibu juga bisa
melewati plasenta dan kemudian diolah oleh pankreas janin untuk
menghasilkan insulin. Hal inilah yang menyebabkan bayi berukuran
besar. Akibatnya gerakan dan berbagai dorongan posisi bayi inilah yang
membuat bayi terlilit tali pusar. Jadi semua ibu hamil harus waspada
dengan bahaya diabetes saat hamil yang bisa menjadi penyebab bayi lahir
prematur. (baca juga: bayi besar dalam kandungan – bahaya, penyebab,
resiko dan pencegahan)
6. Ibu Hamil Kurang Nutrisi
Ibu hamil yang mengalami kekurangan nutrisi juga bisa
menyebabkan bayi terlilit tali pusat. Kekurangan nutrisi menyebabkan tali
pusar kekurangan zat gelatin (jelly Wharton). Akibatnya perlindungan
terhadap pembuluh darah dalam tali pusar juga akan menurun. Gelatin ini
berfungsi untuk membuat tali pusar menjadi lentur dan bisa bergerak
bebas dalam genangan air ketuban. Jika kekurangan nutrisi maka ketika
bayi bergerak, kemungkinan lilitan tidak bisa kembali seperti semula. Jadi
usahakan semua ibu hamil mengikuti pedoman gizi ibu hamil berdasarkan
trimester kehamilan.
7. Kondisi Kehamilan Polihidramnion
Ibu hamil yang mengalami kondisi polihidramnion juga bisa
menjadi penyebab bayi terlilit tali pusar. Hidramnion adalah kondisi
kehamilan ketika cairan ketuban yang dihasilkan selama kehamilan sangat
besar. Ini membuat bayi bisa bergerak kemana saja. Gerakan yang terlalu
lincah akan meningkatkan bayi terlilit tali pusar. Resiko kehamilan
dengan masalah air ketubah berlebihan juga bisa menyebabkan masalah
lain seperti kelahiran prematur, pecah air ketuban sebelum kelahiran, dan
plasenta yang terpisah dari rahim. Memang ada berbagai akibat kelebihan
air ketuban yang sangat berbahaya untuk ibu hamil. Diantaranya adalah
penyebab pecah ketuban dini. (baca juga: ciri ciri air ketuban pecah /
merembes).
R. Manifestasi Klinis Lilitan Tali Pusat
1. Setelah bayi masuk ke usia 37 minggu maka aktifitas janin terlihat sangat
menurun. Untuk mengetahui hal ini biasanya dokter akan melakukan
deteksi dengan USG. Pemeriksaan rutin sangat diperlukan untuk
mengetahui resiko bayi apakah dalam kondisi berbahaya atau tidak.
2. Setelah janin masuk ke usia 35 minggu, maka janin tidak bisa masuk ke
rongga panggul. Biasanya pada usia ini maka bayi sudah bersiap untuk
mencari jalan lahir sehingga kepala masuk ke ronggal panggul.
3. Posisi bayi pada usia lebih dari 34 minggu akan menjadi sungsang.
Seharusnya posisi bayi sudah mulai turun ke rongga panggul, namun
karena terlilit tali pusar maka tidak bisa memutar. Usaha untuk memutar
bayi juga tidak bisa banyak membantu.
4. Aktifitas bayi menjadi sangat rendah dan hal ini bisa dideteksi dengan
detak jantung bayi yang semakin menurun. Aktifitas ini akan akan
menurun terus selama ibu hamil akan melahirkan dan sudah mulai
kontraksi.
5. Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian
terendah janin (kepala atau bokong) belum memasuki pintu atas panggul
perlu dicurigai adanya lilitan tali pusat.
6. Pada janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah
dilakukan usaha untuk memutar janin (Versi luar/knee chest position)
perlu dicurigai pula adanya lilitan tali pusat.
7. Dalam kehamilan dengan pemeriksaan USG khususnya color doppler dan
USG 3 dimensi dapat dipastikan adanya lilitan tali pusat.
8. Dalam proses persalinan pada bayi dengan lilitan tali pusat yang erat,
umumnya dapat dijumpai dengan tanda penurunan detak jantung janin di
bawah normal, terutama pada saat kontraksi rahim.
9. Dengan bantuan alat CTG (kardiotokografi) yang sering digunakan untuk
memonitoring janin dalam persalinan, menunjukkan gambaran penurunan
detak jantung janin yang terjadi bersamaan dengan timbulnya kontraksi
rahim.
S. Patofisiologi
Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan prolapsus tali pusat
diantaranya adalah kehamilan kembar, hidroamnion, kehamilan prematur,
janin terlalu kecil, kelainan presentasi dan plasenta previa. Pada kehamilan
kembar akan mengalami hidramnion, dimana cairan ketuban banyak dan
inilah yang menyebabkan janin dapat bergerak lebih leluasa dalam rahim.
Dan keadaan ini dapat mengakibatkan kelainan presentasi (letak sungsang,
lintang, presentasi kepala). Sedangkan pada kehamilan prematur selain terjadi
hidramnion juga terjadi ukuran janin yang kecil karena usia gestasi yang
masih muda sehingga janinnya memiliki ukuran kepala yang kecil. Pada
plasenta previa, plasenta akan mendekati atau menutup jalan lahir. Semua
keadaan tersebut akan menyebabkan janin sulit beradaptasi terhadap panggul
ibu,sehingga PAP (pintu atas panggul) tidak tertutupi oleh bagian bawah
janin, dan inilah yang mengakibatkan tali pusat bergeser atau turun dari
tempatnya sehingga terjadilah prolaps tali pusat.
Prolaps tali pusat akan mengakibatkan tali pusat terjepit antara bagian
terendah janin dan jalan lahir sehingga sirkulasi janin akan terganggu dan ini
mengakibatkan terjadi hipoksia fetal dan bila berlanjut dapat
mengakibatkan fetal distress yang ditandai dengan melemahnya DJJ. Bila
eadaan ini terus berlangsung dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada
janin. Tapi bila dapat ditangani maka janin tetap hidup, ini ditandai dengan
adanya teraba denyutan pada tali pusat.
Letak lintang, letak sungsang terutama presentase bokong, hidraamnion,
KPD, dan plasenta previa dapat menyebabkan prolaps tali pusat. Dimana tali
pusat berada dibagian terendah janin didalam jalan lahir atau berada diantara
bagian yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis ibu, sehingga tali pusat
keluar dari uterus mendahului bagian persentase pada setiap kontraksi.
Dengan demikian tali pusat akan kelihatan menonjol keluar dari vagina.
T. Komplikasi
1. Hipoksia janin
Lilitan tali pusat dapat menyebabkan penekanan atau kompresi
pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang
mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi akan berkurang,
mengakibatkan bayi menjadi sesak atau hipoksia.
2. Distres janin sehingga bisa mengakibatkan bayi mati
Lilitan tali pusat secara berulang-ulang ke satu arah. Biasanya
terjadi pada trimester pertama atau kedua. Ini mengakibatkan arus darah
dari ibu ke janin melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia
kehamilan tersebut umumnya bayi masih bergerak dengan bebas.
3. Infeksi intra partum
Infeksi bakteri tertentu, juga parasit dan virus dapat pula ikut
masuk ke janin melalui tali pusat. Karena fungsinya sebagai selang
penghantar makanan dan oksigen ke janin sehingga tali pusat menjadi
vital bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
DAFTAR PUSTAKA
1. DATA UMUM
3. Ini
E. Abdomen
1. Involusi Uterus : Uterus teraba keras
2. Kandung Kemih : Penuh/Kosong
3. Diastasis Rektur Abdomen: ± 2 cm
4. Fungsi Pencernaan : Tidak memiliki masalah dalam pencernaan
5. Masalah Khusus : Tidak ada
F. Perineum dan Genittal
1. Vagina
Integritas Kulit : Baik
Edema : Tidak ada pembengkakan
Memar : Tidak ada memar
Hematom : Tidak ada hematom
2. Perineum : Utuh/Episiotomi/Ruptur
Tanda REEDA : R: Kemerahan : Ya/Tidak
E: Bengkak : Ya/Tidak
E: Echimosis : Ya/Tidak
D: Discharge : Ya/Tidak
A: Approximate : Ya/Tidak
Kebersihan : Terjaga dengan baik, pembalut diganti 2x sehari
3. Lokhea
Jumlah : ± 90 cc
Jenis/Warna : Cair/Merah segar
Konsistensi : Cair
4. Hemoroid
Derajat : Tidak ada
Lokasi : Tidak ada
Berapa Lama : Tidak ada
Nyeri/Tidak : Tidak ada
5. Masalah Khusus : Tidak ada
G. Ekstremitas
1. Ekstremitas Atas : Edema: Ya/Tidak
2. Ekstremitas Bawah : Nyeri: Ya/Tidak
Varises : Ya/Tidak, Lokasi
Tanda Hormon (Horman’s Sign): +/-
3. Masalah Khusus : Tidak ada
H. Elimiasi
1. Urine
Kebiasaan BAK : Klien mengatakan memiliki kebiasaan buang air
kecil ± 8 kali
BAK Saat Ini : Klien mengatakan buang air kecil menggunakan
kateter
2. BAB
Kebiasaan BAB : Klien mengatakan memiliki kebiasaan buang air
besar ± 2 kali sehari
BAB Saat Ini : Klien mengatakan belum ada BAB
I. Istirahat Dan Kenyamanan
1. Pola Tidur
Kebiasaan : Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan tidur
Lama : ± 9 jam
Frekuensi : 2 kali
Pola Tidur Saat Ini : Klien mengatakan klien biasa tidur ± 7 jam dan
tidak memiliki kebiasaan
2. Keluhan Ketidaknyamanan: Ya/Tidak
Lokasi : Sekitar luka operasi
Sifat : Terasa seperti tertusuk tusuk
Intensitas : Saat bergerak
J. Mobilisasi Dan Latihan
1. Tingkat Mobilisasi : Miring kiri dan kanan
2. Latihan senam : Tidak melakukan senam
3. Masalah Khusus : Tidak ada
K. Nutrisi Dan Cairan
1. Asupan Nutrisi : Saat ini mengonsumsi makanan dari rumah
sakit
2. Asupan Cairan : Minum air mineral
3. Masalah Khusus : Tidak ada
L. Status Mental
1. Adaptasi Psikologis : Klien dan keluarga sangat senang atas
kehadiran bayi
2. Penerimaan Thd Bayi : Klien mengatakan klien dan semua
memang merencanakan kehamilan ini dan kakak dari bayi sangat
senang memiliki adik
3. Masalah Khusus : Tidak ada
M. Kemampuan Menyusui : ASI belum keluar
N. Obat-Obatan : Metronidazole, Dexamstasone,
Ceftriaxone, RL+Tramadol, Pronalges
O. Keadaan Umum Ibu
Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg Nadi : 105x/menit
S: 33º RR : 20x/menit
P. Jenis Persalinan : Sectio Caesaria
Q. Proses Persalinan : Kala I: - Jam
Kala II: - Menit
Kala III: - Menit
R. Komplikasi Persalinan
Ibu :-
Janin :-
S. Lamanya Ketuban Pecah
Kondisi Ketuban :-
0 1 2 1´ 2´