PEMBIMBING AKADEMIK
B. Etiologi
Sindrom Turnpenny-Fry (TPFS) disebabkan oleh mutasi heterozigot pada gen PCGF2
(600346) pada kromosom 17q12.
C. Gambaran Klinis
The Deciphering Developmental Disorders Study (2015) menggambarkan 2 pasien terkait
dengan gangguan perkembangan intelektual yang berbagi mutasi missense heterozigot yang
sama pada gen PCGF2 (lihat GENETIKA MOLEKULER). Pasien pertama adalah seorang gadis
dengan ketidakmampuan belajar khusus, wajah panjang, prognatisme rahang bawah, mikrotia,
celah palpebra miring ke bawah, hipermobilitas sendi, dan konstipasi. Pasien kedua adalah anak
laki-laki dengan ketidakmampuan belajar khusus, air liur, makrosefali, kelainan pada celah
palpebra dan telinga luar, hipoplasia gigi sulung, perawakan pendek ringan, skoliosis, jari-jari
meruncing pendek, dan pigmen nevi. Para penulis mencatat bahwa pasien memiliki penampilan
wajah yang sangat mirip.
Turnpenny dkk. (2018) mempelajari 13 pasien dari 12 keluarga yang terkait dengan fitur
wajah khas yang serupa, gangguan perkembangan intelektual dengan tingkat keparahan yang
bervariasi, dan gangguan pertumbuhan, termasuk 2 pasien yang sebelumnya dilaporkan oleh
Deciphering Developmental Disorders Study (2015). Fitur wajah yang konsisten termasuk dahi
lebar dengan atasan frontal, rambut jarang dan tumbuh lambat di daerah temporal dan frontal,
kepenuhan periorbital, dan hipoplasia malar. Selain itu, pasien menunjukkan telinga kecil
displastik ('satyr') yang kecil, hipotonia wajah ringan dengan postur mulut terbuka dan air liur,
celah palpebral pendek, ujung hidung menonjol, apertur mulut kecil, dan prognatisme
mandibula. Semua pasien memiliki berat lahir di bawah rata-rata untuk usia kehamilan, dan
kesulitan makan dan refluks gastroesofagus sering terjadi pada anak usia dini, seperti sembelit
kronis yang parah. Anomali kardiovaskular termasuk pelebaran aorta root dan ascending aorta
dan tortuosity dari arteri karotis internal, vertebralis, dan retinal. Anomali skeletal bervariasi,
termasuk anomali vertebra dan skoliosis, deformitas pektus, dan anomali digital minor. Ukuran
kepala bervariasi, dengan beberapa pasien menunjukkan makrosefali relatif dan yang lain
menunjukkan mikrosefali. Semua pasien mengalami gangguan perkembangan intelektual dan /
atau keterlambatan perkembangan; sebagian besar menunjukkan keterlambatan bicara, dengan
absen bicara pada 3 pasien pada usia 21, 9, dan 2,5 tahun. Abnormalitas MRI termasuk
perubahan materi putih yang tidak merata hingga konfluen, pelebaran ventrikel ringan, dan
polymicrogyria.
Gambaran klinis pada Trunpenny fry sindrom yaitu :
1. Kepala dan Leher Wajah: prognathia mandibula, bos frontal, wajah panjang, dahi lebar,
hipoplasia malar
2. Pernapasan: infeksi saluran pernapasan berulang, apnea tidur obstruktif
3. Kepala dan Leher Kepala: mikrosefali, brachycephaly, plagiocephaly, makrosefali relatif
4. Gastrointestinal Abdomen: refluks gastroesofagus, kesulitan makan pada masa bayi,
sembelit kronis, parah.
5. Kepala dan Leher Mulut: langit-langit tinggi, bibir atas tipis, mulut kecil, air liur (pada
beberapa pasien), postur mulut terbuka
6. Jantung Kardiovaskular: cacat septum atrium, prolaps katup mitral, prolaps katup trikuspid,
regurgitasi katup aorta, ringan
7. Kaki Rangka: pes cavus, secara klinis jari kaki tumpang tindih, deformitas valgus, jari-jari
kaki besar
8. Kepala dan Leher Leher: torticollis
9. Mata Kepala dan Leher: kepenuhan periorbital, celah palpebra sempit, kekeruhan kornea
transien (jarang), tortuositas ringan dari pembuluh darah retina
10. Tulang Belakang Rangka: kifoskoliosis toraks, lordosis lumbal, variabel hipoplasia vertebra
(jarang)
11. Pertumbuhan Berat: berat badan rendah
12. Manifestasi Prenatal Cairan Amnion: polihidramnion (pada beberapa pasien)
13. Kerangka: usia tulang tertunda (jarang)
14. Kulit Rambut Rambut Kuku: rambut kulit kepala yang jarang (terutama temporal dan
frontal)
15. Gigi Kepala Dan Leher: gigi dengan jarak lebar, gigi berjejal, maloklusi, gigi kecil, gigi
abnormal (variabel)
16. Klavikula dan Skapula Dada Rusuk: pectus carinatum, tulang dada pendek, pektus
ekskavatum
17. Pertumbuhan Lainnya: gagal untuk berkembang, restriksi pertumbuhan intrauterine (iugr)
18. Telinga Kepala dan Leher: telinga rendah, telinga kecil, tuli konduktif, telinga satir
19. Vaskular Kardiovaskular: paten duktus arteriosus, pelebaran akar aorta dan / atau aorta
asendens, berliku-liku arteri karotis internal, tortuosity dari arteri vertebralis
20. Fitur Eksternal Dada: dada panjang, dada sempit
21. Skeletal Hands: jari panjang, sendi interphalangeal yang menonjol, jari pendek, tangan kecil
jari meruncing
22. Kepala dan Leher Hidung: ujung hidung yang menonjol
23. Sistem Saraf Pusat Neurologis: cavum septum pellucidum, keterlambatan perkembangan,
pidato disartrik, korpus kalosum tipis, hipotonia aksial
24. Manifestasi Psikiatri Perilaku Neurologis: gangguan spektrum autisme, gangguan attention
deficit-hyperactivity, sensitivitas sentuhan
25. Diafragma Dada: morgagni hernia, kecil
26. Kulit Kuku Rambut Kulit: Nevi berpigmen ganda (kulit kepala, leher, batang tubuh, pada
beberapa pasien), hemangioma (dalam beberapa pasien)
Hasil MRI anak dengan trunpenny fry sindrom :
D. Genetik Molekuler
Dari kohort yang terdiri dari 1.133 anak dengan gangguan perkembangan, Deciphering
Developmental Disorders Study (2015) mengidentifikasi 2 anak yang terkait dengan
ketidakmampuan belajar spesifik dan fitur dysmorphic yang heterozigot untuk mutasi missense
yang sama pada gen PCGF2 (P65L; 600346.0001), yang terjadi de novo pada kedua pasien.
Pada 9 anak yang tidak terkait dengan sindrom Turnpenny-Fry, Turnpenny et al. (2018)
mengidentifikasi heterozigositas untuk mutasi P65L pada gen PCGF2. Selain itu, 2 saudara
kembar monozigot dengan TPFS heterozigot untuk mutasi P65S di PCGF2 (600346.0002).
Mutasi muncul de novo pada semua pasien kecuali 1, di mana mutasi P65L diwarisi dari ibu
mosaik asimtomatik.
E. GEN PCGF2
PCGF2 mengkodekan protein jari manis kelompok poligonal, penekan transkripsi yang
terlibat dalam proliferasi, diferensiasi, dan embriogenesis sel. PCGF2 adalah komponen dari
polycomb repressive complex 1 (PRC1), sebuah kompleks multiprotein yang mengontrol
pembungkaman gen melalui modifikasi histon dan pemodelan ulang kromatin. Kami melaporkan
karakterisasi fenotipik dari 13 pasien (11 individu yang tidak terkait dan sepasang kembar
monozigot) dengan mutasi missense pada PCGF2. Semua mutasi memengaruhi prolin yang
sangat terkonservasi di PCGF2 dan bersifat de novo, kecuali mosaikisme ibu dalam satu mutasi.
Para pasien menunjukkan gestalt wajah yang dapat dikenali, cacat intelektual, masalah makan,
gangguan pertumbuhan, dan berbagai kelainan otak, kardiovaskular, dan tulang. Pemodelan
struktur komputer menyarankan substitusi mengubah loop N-terminal PCGF2 penting untuk
biding histone. PCGF2 mutan mungkin memiliki efek dominan-negatif, mengasingkan
komponen PRC1 ke dalam kompleks yang tidak memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara
efisien dengan histon. Penemuan ini menunjukkan peran penting PCGF2 dalam perkembangan
manusia dan mengkonfirmasi bahwa substitusi heterozigot dari residu Pro65 PCGF2
menyebabkan sindrom yang dapat dikenali yang ditandai dengan ciri khas kraniofasial,
neurologis, kardiovaskular, dan kerangka.
LAPORAN PENDAHULUAN
“GASTROENTERITIS AKUT”
A. Definisi
Gastroenteritis atau diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan/tanpa darah dan/atau lendir.
Gastroenteritis atau diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, dimulai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih
dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah
(Hidayat AAA, 2006).
Dapat disimpulkan Gastroenterits atau diare akut adalah inflamasi lambung dan usus yang
disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen,yang di tandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair). Diare juga dapat terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir dan darah.
B. Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit yang sangat sering ditemui. Penyakit ini
lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak di negara berkembang lebih beresiko baik dari segi
morbiditas maupun mortalitasnya. Penyakit ini mengenai 3-5 miliar anak setiap tahun dan
menyebabkan sekitar 1,5-2,5 juta kematian per tahun atau merupakan 12 % dari seluruh
penyebab kematian pada anak-anak pada usia di bawah 5 tahun (Chow et al., 2010).
Pada orang dewasa, diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis akut terjadi setiap tahun,
dengan angka rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000 mengalami kematian (Al-Thani et al.,
2013).
Secara umum, negara berkembang memiliki angka rawat inap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju. Ini dimungkinkan berdasarkan fakta bahwa anak-anak di
negara maju memiliki status gizi dan layanan kesehatan primer yang lebih baik (Chow et al.,
2010).
Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu masih
menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Indonesia yaitu
sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,92%
(Kemenkes RI, 2012).
Tiap tahun,gastroenteritis menjadi penyebab kematian bagi 760.000 anak-anak usia <5 tahun
dan penyebab terbanyak kasus malnutrisi pada anak-anak <5 tahun. Kematian anak akibat
gastroenteritis ini berhubungan dengan terjadinya dehidrasi pada anak-anak tersebut dan
komplikasi. Penyebab yang paling sering adalah rotavirus, yang mengakibatkan 527.000 anak-
anak <5 tahun meninggal tiap tahun, terutama yang tinggal di negara-negara berpendapatan
rendah.
Menurut hasil Riskerdas 2007, gastroenteritis merupakan penyebab kematian nomor satu
pada bayi dan balita, sedangkan pada semua kelompok umur menempati nomor empat. Kejadian
luar biasa gastroenteritis masih sering terjadi, dengan case fatality rate yang masih tinggi. Data
Riskerdas 2013, menunjukan insiden gastroenteritis untuk semua kelompok umur di Indonesia
adalah 3,5%, di mana kelompok umur balita adalah yang paling tinggi menderita gastroenteritis.
C. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, infeksi internal, meliputi:
1) Infeksi bakteri :Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus :Entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis, adenovirus,
rotavirus, astovirus dan lain-lain.
3) Infeksi parasite : Cacing, protozoa, dan jamur.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida ( Intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida ( Intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), pada bayi dan anak
yang tersering adalah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan : Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang peningkatan
peristaltik usus.
D. Patofisiologi
Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di
antaranya faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa
usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas
usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus menyebabkan sistem transpor aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit
akan meningkat kemudian menyebabkan gastroenteritis.
Iritasi mukosa usus dapat menyebabkan peristaltik usus meningkat. Peningkatan motilitas
menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk penyerapan
zat-zat tersebut dikolon berkurang. Individu yang mengalami diare berat dapat meninggal akibat
syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. Toksin colera yang ditularkan melalui bakteri kolera
adalah contoh dari bahan yang sangat merangsang motilitas dan secara langsung dapat
menyebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus besar sehingga unsur-unsur plasma yang
penting ini terbuang dalam jumlah yang besar.
Kerusakan pada mukosa usus juga dapat menyebabkan malabsorbsi merupakan kegagalan
dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga
terjadilah diare. (Simadibrata: 2006)
Iritasi oleh mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas.
Gangguan absorpsi cairan dan elektrolit dapat menyebabkan peradangan dan menurunkan
kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit. Hal ini terjadi karena sindrom
malabsorpsi meningkatkan motilitas usus intestinal. Meningkatnya motilitas dan cepatnya
pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari absorpsi dan sekresi cairan elektrolit
yang berlebihan. Cairan sodium potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler ke
dalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi, kekurang elektrolit dapat mengakibatkan asidosis
metabolik.
Gastroenteritis akut dapat ditandai dengan muntah dan diare terkait kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penyebab utama diare adalah virus (Adenivirus enterik dan robavirus) serta parasit (biardia
lambiachristopodium) patogen ini menimbulkan penyakit dengan menginfeksi sel-sel
menghasilkan enterotoksin atau kristotoksin yang melekat pada dinding usus. Alat pencernaan
yang terganggu pada pasien yang mengalami gastroenteritis akut adalah usus halus.
E. Pathway
F. Klasifikasi
Gastroenteritis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
a) Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b) Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a) Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh
bakteri, virus dan parasit.
b) Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare
karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a) Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai
30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang
berakhir dalam 14 hari.
b) Diare kronik, adalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.
4. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a) Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b) Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
5. Berdasarkan derajatnya
a) Diare tanpa dehidrasi
b) Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c) Diare dengan dehidrasi berat
Klasifikasi dehidrasi
1) Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan
Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%)
Tidak dehidrasi <2
Dehidrasi ringan 2–5
Dehidrasi sedang 5-8
Dehidrasi berat 8-10
G. Manifestasi Klinis
1. Mula-mula klien cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai lendir dan
darah
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat
banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun
dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung
cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus)
sebagai akibat hipovokanik.
H. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : Muka pucat, lidah kering, nafas cepat, mata cowong, sianosis pada ujung
extremitas.
2) Palpasi : Turgor kulit menurun, denyut nadi meningkat, keringat dingin, demam.
3) Auskultasi : Suara bising usus meningkat, tekanan darah menurun, suara serak,
gerakan peristaltik meningkat
4) Perkusi : Suara perut timpani
2. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila perlu lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan
PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah
menurut Astrup (bila memungkinkan).
3) Tes darah lengkap, anemia atau trombositosis mengarahkan dugaan adanya
penyakit kronis. Albumim yang rendah bisa menjadi patokan untuk tingkat
keparahan penyakit namun tidak spesifik.
4) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita yang disertai kejang).
6) Pemeriksaan intubasi secara kualitas dan kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.
I. Penatalaksanaan
1) Dasar pengobatan diare antara lain :
a. Pengobatan dietetic
ASI atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak. Beri makanan
tinggi kalium ; misalnya jeruk, pisang, air kelapa
a. Obat – obatan
1) Obat anti sekresi
2) Klorpormazin ; dosis 0,5 – 1 mg/ kg BB/ hari
3) Antibiotik ; umumnya tidak diberikan jika tdk ada penyebab yang jelas. Bila
penyebabnya kolera, diberikan Tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB/ hari.
b. Pemberian cairan
1) Belum terjadi dehidrasi
Cairan rumah tangga (seperti air tajin, air teh manis, dsb) sepuasnya dengan perkiraan
40 ml/kg BB/ setiap kali BAB. Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau
1 gelas tiap defekasi
2) Dehidrasi Ringan
Beri cairan oralit 30 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB atau
sepuasnya setiap kali BAB.
3) Dehidrasi Sedang
Beri cairan oralit 100 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, selanjutnya 10 ml / kg BB
atau sepuasnya setiap kali BAB
4) Dehidrasi Berat
1. Oralit
a. 0 – 2 th : RL 70 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila dehidrasi beri cairan
oralit 40 ml / kg BB, seterusnya 10 ml / kg BB setiap BAB
b. > 2 th : RL 110 ml / kg BB dalam 3 jam pertama, bila syok guyurkan sampai
nadi teraba. Bila masih dehidrasi beri cairan oralit 200 – 300 ml / kg BB tiap
jam. Seterusnya cairan oralit 10 ml / kg BB.
2. Cairan Infus
Pemberian RL sesuai dengan berat/ringannya penyakit dan juga sesuai umur dan
BBnya. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun berat badan 3 – 10 kg.
a. 1 jam pertama : 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes /kgBB/menit (set infus berukuran 1
ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit (1 set infus 1 ml = 20 tetes).
b. 7 jam berikut : 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (1 set infus = 15 tetes)
atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
c. 16 jam berikut: 125 ml/kgBB per oral atau intragastrik. Bila anak tidak mau
minum, teruskan DG aa intravena 2 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15
tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
2) IDAI, WHO dan UNICEF merekomendasikan tatalaksana diare dengan Lintas Diare
(Lima langkah Tuntaskan Diare). Lintas diare meliputi:
1. Berikan oralit
Oralit diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan mengganti cairan
dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Bila tidak tersedia dapat diberikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang, dll. Walaupun air sangat
penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga
lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit
dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
Oralit yang direkomendasikan adalah oralit formula baru (WHO/UNICEF 2004)
yang merupakan oralit dengan osmolaritas rendah. Penelitan menunjukkan bahwa
oralit formula baru mampu mengurangi volume tinja hingga 25%, mengurangi mual-
muntah hingga 30%, dan mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui
intravena.
Cara pembuatan larutan oralit adalah satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam
satu gelas air matang (200 cc). atau membuat oralit sendiri dengan gula pasir 1 sendok
teh, garam dapur yang halus sebanyak ¼ sendok teh. Tuang air masak atau air teh
kedalam gelas sebanyak satu gelas, lalu aduk sampai gula dan garam menjadi larut
semua. Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc larutan oralit setiap kali buang air
besar. Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc larutan oralit setiap kali buang air
besar.
2. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim
ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan
fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.
Pemberian zinc dilakukan dengan cara melarutkan tablet zinc dalam 1 sendok
makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. Zinc diberikan
selama 10 hari berturut-turut dengan dosis balita umur < 6 bulan 1/2 tablet (10
mg)/hari sedangkan balita umur ≥ 6 bulan 1 tablet (20 mg)/har
3. Teruskan ASI-makan
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi
yang hilang. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau
lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan
yang mudah dicerna dan diberikan lebih sering. Setelah diare berhenti,pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Berikan antibiotik secara selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare
karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting karena
seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik seperti Tetrasiklin
atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika antibiotik
tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik.
Obat-obatan antidiare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal.
5. Berikan nasihat pada ibu/keluarga
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang cara memberikan cairan maupun obat di rumah dan kapan harus membawa
kembali balita ke petugas kesehatan yaitu apabila ada demam, tinja berdarah, muntah
berulang, makan atau minum sedikit, tampak sangat haus, diare makin sering atau
belum membaik dalam 3 hari.
Selain tatalaksana yang benar, angka kematian dan kesakitan diare dapat
diturunkan dengan melakukan tindakan pencegahan agar tidak terkena diare. Kegiatan
pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif dapat dilakukan dengan perilaku
hidup sehat, diantaranya :
a. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
b. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
c. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih
d. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air
besar
e. Membuang tinja bayi dengan benar
f. Memberikan imunisasi campak
J. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa, usus halus
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. B uku Saku Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Deciphering Developmental Disorders Study. Large-scale discovery of novel genetic causes of
developmental disorders. Nature 519: 223-228, 2015. [PubMed: 25533962, related
citations]
Capernito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin ,E,S. 2.000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, M.E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arief. 1999. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2011.Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi asuhan keperawatan Medikal
Bedah.Jakata : Salemba Medika.
Nanda Internasional. 2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta :
EGC.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah volume 1. Jakarta : EGC
Sodikin.2011 Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier.
Jakarta : Salemba Medika.
Suriadi dan Yuliani, Rita.2010.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi 2.Jakarta : Sagung Seto.
Turnpenny, P. D., Wright, M. J., Sloman, M., Caswell, R., van Essen, A. J., Gerkes, E., Pfundt,
R., White, S. M., Shaul-Lotan, N., Carpenter, L., Schaefer, G. B., Fryer, A., and 14
others. Missense mutations of the Pro65 residue of PCGF2 cause a recognizable
syndrome associated with craniofacial, neurological, cardiovascular, and skeletal
features. Am. J. Hum. Genet. 103: 786-793, 2018. Note: Erratum: Am. J. Hum. Genet.
103: 1054 only, 2018. [PubMed: 30343942, related citations]
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
I. IDENTITAS BAYI/KELUARGA
a. Klien
Nama : An. A
Tgl/umur : 19 Maret 2005 (15 tahun)
Jenis kelamin : perempuan
b. Orang Tua
Nama ayah : Tn. Z
Umur : 51 thn
Pekerjaan : pangkas rambut
Suku Bangsa : Minang
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SLTA
Alamat : Perum RG Matala Asih RT 26 , Talang Bakung
No. Telp : 082374963110
I. ALASAN MASUK RS
Klien datang ke RS dengan keluhan BAB cair lebih kurang 1 hari SMRS dengan frekuensi
10x dalam sehari, ada ampas, muntah dengan frekuensi 10x dalam sehari dan tidak mau makan.
ISTIRAHAT TIDUR
- Jam tidur malam : ± 7-8 Jam
- Jam tidur siang : ± 2 Jam
- Gangguan/hambatan tidur : Tidak ada
- Kebiasaan sebelum tidur : ditemani sama ibu.
(perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa tidur, dll)
c. Hidung
- Struktur : Simetris
- Fungsi penciuman : Baik, klien dapat membedakan bau
- Membran mukosa : Cukup lembab
- Perdarahan : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada
d. Telinga
- Struktur : Simetris, tidak ada kelainan bentuk
- Fungsi : Normal, Klien dapat mendengar dengan baik
- Cerumen : Ada sedikit cerumen
- Cairan telinga : Tidak ada
- Nyeri telinga : Tidak ada
- Alat bantu : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada
g. Dada
1)Struktur : Simetris kanan dan kiri
2)Payudara : Baik, Tidak ada benjolan
3)Aksila : Baik, Tidak ada benjolan
4)Pernafasan
a) Pola nafas : Normal
b) Frekuensi nafas : 20x/i
c) Kualitas nafas : Baik
d) Bunyi nafas : Vesikuler (+/+)
e) Penggunaan otot pernafasan tambahan : Tidak ada
f) Batuk : Tidak ada
g) Sputum : Tidak ada
h) Keluhan lain : Tidak ada
5) Kardiovaskuler
a) Ukuran jantung : Normal, Batas atas ICS 2 dan batas bawah ICS 5
b) Denyut jantung : Normal, S1 diikuti S2
c) Bunyi jantung: Lup Dup
d) Palpitasi : Tidak ada
e) Edema : Tidak ada
f) Sianosis : tidak ada
g) Jari-jari tabuh : Tidak ada masalah
h) Keluhan lain : Riwayat sinus valsava
H. Abdomen
- Struktur : Simetris
- Bising usus : 32x/i
- Keadaan hepar : Normal, tidak ada hepatomegali
- Keadaan lambung : Normal
- Keadaan ginjal : Normal
- Kandung kemih : Normal
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Benjolan : Tidak ada
- Kembung : tidak ada
- Ascites : Tidak ada
- Mual : tidak ada
- Muntah : 3 kali
- Keluhan lain : tidak ada
I. Genetalia
1) Laki-laki
- Struktur :-
- Skrotum :-
- Penis :-
- Testis :-
- Keluhan lain :-
2) Wanita
- Struktur : normal
- Labia mayora : normal
- Labia minora : normal
- Orifisium urethra : normal
- Vagina : normal
- Peradangan : keluarga Klien mengatakan tidak ada peradangan
- Keluhan lain : Tidak ada
B.Rectum
- Struktur : Normal
- Pigmentasi : ada
- Haemorrhoid : Tidak ada
- Abses : Tidak ada
- Kista/massa : Tidak ada
- Lesi : Tidak ada
- Keluhan : tidak ada
C. Ekstremitas
1) Atas
- Struktur : Simetris
- Kekuatan otot : 5/5
- Tonus otot : Normal
- Rentang gerak : Baik
- Kecacatan : Tidak Ada
- Nyeri : tidak ada
- Trauma/fraktur : Tidak ada fraktur
- Deformitas : Tidak ada
- Kejang : Tidak ada
- Gangguan motorik (kelumpuhan) : Tidak ada klien mampu mengerakkan
ekstremitas atas.
- Pemasangan infuse: terpasang infus ditangan kiri
- Lain-lain : Tidak ada
2) Bawah
- Struktur : Simetris
- Kekuatan otot : 5/5
- Tonus otot : normal
- Keterbatasan gerak : tidak ada
- Kecacatan : Tidak ada
- Nyeri : tidak ada
- Trauma/fraktur : tidak ada
- Deformitas : Tidak ada
- Kejang : tidak ada
- Gangguan motorik (kelumpuhan) : tidak ada.
- Pemasangan infuse : Tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
D. Punggung
- Struktur : Simetris
- Skar : Tidak ada
- Pembengkakan : Tidak ada
- Lesi : Tidak ada
- Nyeri : Tidak ada
- Lain-lain : klien tidak bisa membungkuk dan menunduk,
E. Kulit
- Warna : Kuning Langsat
- Turgor : Baik
- Kelembaban : Cukup lembab
- Perasaan terhadap rangsangan
a. Nyeri : Dapat dirasakan
b. Suhu : Dapat dirasakan
c. Raba : Dapat dirasakan
d. Tekan : Dapat dirasakan
- Lesi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada
VI. PENGAJIAN KEMAMPUAN INTEGRITAS PERSONAL
X
Anak lebih mandiri dalam aktivitas dan menggunakan kekuatan mental untuk menolak
suatu keputusan, bersifat egosentris.
Anak merasa malu & ragu jika merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang
dipilihnya sendiri serta kurang support dari orang tua & lingkungan
X Anak menggunakan inisiatif dan banyak belajar serta mencoba hal-hal yang baru
Anak merasa bersalah jika melakukan tindakan yang tidak tepat atau melakuakn
sesuatu yang berlawanan dengan perilaku yang diharapkan
Anak mengembangkan kemandirian dan ingin menyelesaikan suatu tugas yang dapat
menjadikan dia menjadi seseorang yang berprestasi secara sosial.
Anak memiliki keinginan untuk bekerja sama, berkompetisi dengan orang lain
1. Pre Natal
a. Berapa kali memeriksa kehamilan : ±8 kali
b. Tempat pemeriksaan kehamilan : Bidan
c. Adakah dalam pengobatan
- Diet : tidak ada
- Infeksi : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
d. Pemeriksaan Rontgen : Baik
e. Ketergantungan obat-obatan : Tidak
f. Adakah tanda-tanda pre-eklampsia : Tidak ada
g. Adakah masalah lain : Tidak ada
2. Natal
a. Usia kehamilan : 9 bulan
b. BB/PB Lahir : 2.4kg/24cm
c. Jenis persalinan : Normal
d. Lama persalinan : ±10 jam
e. Keadaan anak setelah lahir
- Segera menangis : ya
- Resusitasi : tidak
f. Masalah waktu persalinan : tidak ada
a. Post Natal
IBU
a. Perawatan pasca persalinan : baik
b. Masalah pasca persalinan : tidak ada
Bayi
a. Apgar Score : normal
b. Kelainan kongenital : tidak ada
c. Warna kulit
- Cyanosis : tidak
- Pucat : tidak
- Kuning : tidak
d. Panas : Ya
e. Kejang : tidak ada kejang
f. Kesulitan dalam menelan, : tidak ada
mengisap/minum
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
a. Jumlah leukosit (Darah Rutin) 10.90 10^3/uL (↑)
b. Neutrofil 85.8% (↑)
c. Limposit 7.9% (↓)
2. Radiologi
3. Lain-Lain
PROGRAM PENGOBATAN MEDIS
Obat oral:
1. PCT
2. Bisoprolol
3. Zinc 1x20mg
4. Xepamol Syrup3x1 cth
Injeksi:
1. Ranitidin 2x0.5cc
2. Ondancentron 2x0,8 cc
3. Omeprazole 2x20mg
4. Ceftriaxone 2x800mg
Infus:
1. Ringer Laktat 15tpm
CATATAN TAMBAHAN
1. Daktarin diaper 2x1
ANALISA DATA
PRIORITAS DIAGNOSAKEPERAWATAN
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
d.d Ibu klien mengatakan klien BAB cair 5 kali yang disertai muntah 2 kali, Ibu klien
mengatakan klien tidak nafsu makan dan minum, Klien tampak lemah, Mata klien
cekung, Membran mukosa kering dan pecah-pecah, Bising usus 32x/I
2. Gangguan tumbuh kembang b.d efek ketidakmampuan fisik d.d Ibu Klien mengatakan
klien belum bersekolah, klien tidak memiliki teman sebaya dan sehari hari hanya bermain
dengan keluarganya, Ibu klien mengatakan klien bisa berjalan dan berlari namun rentan
jattuh, keseimbangan klien buruk, klien tidak bisa melompat, Ibu klien mengatakan klien
tidak bisa membaca, menulis maupun berhitung, Ibu klien mengatakan klien tidak
mampu melakukan perawatan diri mandiri seperti mandi, makan dan Toileting, Klien
tidak mampu berbicara dengan jelas, BB 24kg, TB : 138 CM
3. Gangguan interaksi sosial b.d Hambatan perkembangan/maturasi d.d Klien tampak rewel
dan menolak apabila bertemu dengan orang baru, Klien tidak bersekolah dan kurang bisa
bersosialisasi klien hanya bermain dengan kedua orang tuanya
INTERVENSI KEPERAWATAN
No DIAGNOSA TUJUAN/ KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1. Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor keadaan umum klien
volume cairan b.d keperawatan selama 2x24 dan ttv.
2. Monitor intake dan output cairan
kehilangan volume jam resiko kekurangan
3. Monitor tanda-tanda dehidrasi
cairan aktif volume cairan dapat teratasi 4. Anjurkan untuk meningkatkan
KH: intake cairan dengan banyak
minum.
1. Intake oral dan
5. Berikan makanan dalam porsi
intravena adekuat kecil dan lebih sering serta
2. Tidak ada tanda- tingkatkan porsi secara berkala
6. Edukasi keluarga cara
tanda dehidrasi
pembuatan dan pengunaan
3. Mempertahankan oralit.
urine output sesuai 7. Kolaborasi pemberian cairan
dengan usia, BB. intravena.
R
4. Menunjukkan L 15 tpm
keseimbangan 8. Kolaborasi pemberian obat
cairan sesuai indikasi
Zi
nk syr 1x20 mg
O
ndansentron 2x0.8cc
R
anitidin 2x0.5cc
C
eftriaxone 2x800mg