Anda di halaman 1dari 5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KELAINAN ACHONDROPLASIA

KELOMPOK : 4

1) MUHAMMAD SHOFIIYYULLOH FARHAN 211FI03031


2) WULAN APRILIANI DEWI 211FI03032
3) NURDIN 211FI03033
4) PUTRI HANDAYANI 211FI03034
5) SITI HANISAH 211FI03035
6) SINTIKE AMELIA LONA 211FI03036
7) DELIA CITRA 211FI03037
8) AFIFAH AULIA ALBAR 211FI03038
9) ANDINI QOONITAH RIZKY 211FI03039
10) LEOVAN DINAN 211FI03040

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG, 2022.
GAMBARAN UMUM KHUSUS

1. Definisi

Istilah  Achondroplasia  pertama kali digunakan oleh Parrot (1878).  Achondroplasia


berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan  plasia pertumbuhan.
Secara harfiah  Achondroplasia  berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago,
walaupun sebenarnya individu dengan  Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya
adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-
tulang panjang.
 Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan
osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (  fibroblast growth factor receptor 3) pada
lengan pendek kromosom 4p16. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-
tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang.
Selain itu,
Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial.  Achondroplasia  juga dikenal
dengan nama  Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy
Syndrome atau Osteosclerosis Congenital .
Kondisi ini merupakan suatu kelainan genetik yang terjadi ketika terdapat kelainan pada salah
satu jenis protein di dalam tubuh, yaitu fibroblast growth factor receptor.  Protein ini
berfungsi secara tidak normal dan memperlambat pertumbuhan tulang pada lempeng
pertumbuhan. Hal ini menyebabkan tulang menjadi pendek, berukuran tidak normal, dan
postur tubuh yang pendek.
2. Anatomi

Hal inilah yang membuat seseorang dengan dwarfisme disebut manusia kerdil karena
bertubuh pendek. Dwarfisme bisa terjadi karena adanya gangguan metabolisme tubuh yang
diakibatkan masalah kurang gizi, sehingga memicu gangguan hormon pertumbuhan yang
dapat menghambat perkembangan tulang.
Meskipun achondroplasia merupakan kelainan genetik, tetapi 80 persen kondisi ini tidak
diturunkan dari orang tua. Sedangkan 20 persen lainnya, achondroplasia menjadi kelainan
yang diturunkan dari orang tua. Apabila salah satu orang tua mengidap achondroplasia maka
keturunan mereka memiliki peluang 50 persen untuk menderita kondisi serupa.
Namun, apabila kedua orang tua menderita achondroplasia maka risiko anak untuk
menderita kondisi serupa adalah sebagai berikut:
 25 persen kemungkinan anak berperawakan normal
 50 persen kemungkinan anak memiliki satu gen yang cacat sehingga menyebabkan
achondroplasia
 25 persen kemungkinan anak mewarisi dua gen yang cacat. Kondisi ini akan
menyebabkan achondroplasia fatal yang disebut homozygous achondroplasia

3. Tanda dan Gejala

Achondroplasia adalah suatu kondisi yang berbeda yang biasanya dapat diketahui pada
saat lahir.
 Batang tubuh dan tungkai pendek . tungkai bengkok dan segmen tungkai proksimal lebih
pendek (rhizomelia). Cranium biasanya lebih besar daripada presentil ke 97 pada
lingkarannya dengan penonjolan frontal dan jembatan hidung rata.
 Kepala besar dengan dahi menonjol, tulang pipi yang kurang menonjol, dan hidung yang
kecil
 Jari-jari bayi yang terkena achondroplasia pendek dan jari tengah memiliki kelainan atau
kecacatan. Kebanyakan persendiannya dapat memanjang lebih dari normal. Sebagai contoh,
lutut dapat memanjang melampaui titik berhenti yang normal.
 Bayi dengan achondroplasia akan mengalami hypotonia. Hal ini disebabkan karena
kepala yang besar, terutama dibandingkan dengan seluruh tubuh, anak dengan
achondroplasia akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan dibandingkan anak-
anak lainnya
 Bertubuh pendek atau jauh di bawah tinggi rata-rata untuk orang dengan usia dan jenis
kelamin yang sama (biasanya dibawah 138 cm) yang seringkali tidak terdeteksi sampai pada
masa kanak–kanak awal dan pertengahan
 Lengan dan kaki yang pendek, terutama lengan atas dan paha, dibandingkan dengan tinggi
badan
 Jari-jari pendek, dimana terdapat jarak antara jari manis dan jari tengah
 Kepala besar yang tidak proporsional dibandingkan dengan tubuh
 Dahi yang besar dan menonjol secara abnormal dan hidung yang datar
 Gigi yang tidak rata
 Kelengkungan tulang belakang abnormal yang disebut kifosis atau lordosis
 Kanal atau rongga tulang belakang yang sempit, dapat memicu terjadinya kompresi tulang
belakang pada saat remaha
 Kaki berbentuk O
 Kaki datar, pendek, dan lebar (flat foot)
 Tonus otot yang menurun dan sendi yang lentur
 Mengalami infeksi telinga berulang karena liang telinga yang sempit, lama kelamaan
dapat menyebabkan hilangnya pendengaran
 Tingkat kecerdasan (intelegensia) yang normal
 Gangguan perkembangan, seperti terlambat berjalan
 Obesitas
 Mengalami kesulitan menekuk siku tangan

4. Patologi dan Patofisiologi

Patofisiologi achondroplasia melibatkan mutasi genetik fibroblast growth factor receptor 3


(FGFR3). Gen FGFR3 meupakan gen yang meregulasi pertumbuhan linear tulang. Gen ini
berfungsi menginhibisi proliferasi dan diferensiasi kondrosit lempeng pertumbuhan. Gen
FGFR3 memiliki empat signaling pathway, yaitu signal transducer and activator of
transcription 1 (STAT1), mitogen activated protein kinase (MAPK), phospholipase C ã
(PLCã), dan phosphatidylinositol phosphate-3-kinase-serine/threonine kinase;protein kinase
B (PI3K-AKT).

Sinyal dari STAT1 memiliki fungsi dalam menginhibisi proliferasi kondrosit dan sinyal
MAPK memiliki efek negatif pada proliferasi, sintesis matriks post mitosis, dan diferensiasi
terminal. Sinyal-sinyal ini memiliki fungsi antiproliferatif dan menekan molekul promosi
pertumbuhan.

Mutasi pada gen FGFR3 menyebabkan aktivasi gen FGFR3 berlebih secara permanen
sehingga menyebabkan terganggunya formasi tulang endokondral, restriksi pertumbuhan,
pemendekan tulang, dan anomali skeletal lainnya.

Terdapat konsekuensi indirek akibat terjadinya mutasi gen FGFR3. Penurunan pertumbuhan
dari basal kranial dan pedikel vertebral menyebabkan manifestasi neurologis pada pasien
achondroplasia. Selain itu, restriksi pertumbuhan pada sepertiga tengah wajah (midface)
menyebabkan terjadinya dental crowning pada pasien. Kehilangan pendengaran akibat otitis
media rekuren juga sering kali ditemukan akibat gangguan pembentukan tulang temporal.

5. Komplikasi
Beberapa komplikasi achondroplasia dapat berupa:
 Apnea
Apnea merupakan kondisi yang ditandai dengan tidak bernapas dalam periode waktu
tertentu. Operasi pengangkatan amandel seringkali mengatasi kondisi ini.
 Infeksi telinga berulang
Kondisi ini juga perlu ditangani agar tidak terjadi gangguan pendengaran.
 Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penumpukan cairan di dalam otak. Cairan perlu dikeluarkan melalui alat
khusus seperti selang bernama shunt.
 Gangguan postur tubuh
Gangguan postur tubuh seperti kifosis dapat terjadi, namun biasanya hilang dengan
sendirinya ketika anak mulai berjalan. Akan tetapi, sering berjalan dapat memicu terjadinya
postur tubuh yang bungkuk (lordosis). Fisioterapi dapat membantu mengatasi masalah ini.
 Kelainan gigi
Gigi yang tidak rata dapat ditangani oleh dokter gigi.
 Obesitas
Berat badan berlebih (obesitas) juga dapat dialami oleh anak.
 Kompresi spinal
Anak dengan achondroplasia dapat juga mengalami rongga tulang belakang yang sempit. Hal
ini dapat menyebabkan kompresi spinal ketika anak berusia lebih tua. Selain itu, penyempitan
tulang belakang di bagian atas dapat menyebabkan gangguan pernapasan.

ILUSTRASI KASUS

Wanita, 27 Tahun, Toraja, umur kehamilan 35-36 minggu dengan keluhan anak dirasakan
kurang gerak dan kelainan pada tulang berdasarkan hasil USG di Toraja. Anak pertama 4
tahun, lahir pervaginam dengan preeklampsia, kehamilan kedua abortus tahun 2000. Pada
USG ditemukan FL 2,2 cm, HL 2,0 cm, BPD 8,8 cm AC:28,1 cm, rongga dada sempit.
Struktur otak tampak lebih jelas, AFI 27 cm, kelainan lain yang tampak palatoskisis. Setelah
dilakukan USG dengan cermat dan berulang, kesimpulan dysplasia skelet tipe akondroplasia.
Kardiotokografi, NSTkesan reaktif. Pemeriksaan laboratorium didapatkan AFP 159,7 ng/ml.
Pemeriksaan TORCH didapatkan anti Rubella IgG (34,9), IgM negative, anti CMV IgG (26),
IgM negative dan aviditas IgG negatif (0,89). Diputuskan termidasi kehamilan dengan
pertimbangan prognosis buruk dan factor psikologis ibu dan keluarga. Bayi dilahirkan
pervaginam dengan hasil bayi perempuan, berat badan 1600 gram, pamjang badan 28 cm,
APGAR 4/5. Bayi dirawat di ruang perinatologi dan pada pemeriksaan fisis didapatkan
kelainan kongenital palatoskisis, leher pendek, ekstraminatas pendek. Hasil gambaran
radiologi sesuai dengan akondroplasia. Setelah enam setengah jam perawatan bayi meninggal
dunia, penyebab kematian diduga gangguan pernapasan akibat penyempitan pada foramen
magnum dan kanalis spinalis

Anda mungkin juga menyukai