“KELAINAN EMBRIO”
KELOMPOK 1
1. HARDIYANTI H041171001
2. SITI ARAS AINUN BASRI H041171002
3. SITI NUR INDAH MELATI B H041171003
4. AISYANANG DENG NGAI H041171004
5. MUTIAH HAFNI ‘AFIAT KADIR H041171005
6. EKA TRI ANA H041171006
7. NURINDAH RESKY H041171009
8. MU’MINANG H041171010
9. PARAMITA SUDIRMAN H041171012
10. SRI RAHMAWATI UMSINI H041171013
11. NAHLI NAHAL H041171016
12. ANDI AULIYA UTAMI H041171017
13. ZILHAYAI H041171018
14. HIJRIANTI H04117120
15. AYU MITHA LESTARI H041171022
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PEMBAHASAN
structural , perilaku, faal, dan metbolik yang terjadi pada waktu lahir. Jadi
janin selama masa perkembangan janin sebelum kelahiran yang disebabkan oleh
faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan
disebut dismorfologi.
2. Malformasi
bersifat non reversibel pada fungsi atau morfologi janin terlihat pada saat
dilahirkan. Penyebab antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan. Malformasi
menjurus pada gangguan fungsional yang baru tampak jelas pada usia kehidupan
gangguan kosmetik yang serius, serta keadaan yang mengganggu kualitas hidup
morfologis yang tidak menimbulkan cacat medis atau kosmetik yang serius (Nah,
2004).
3. Deformasi
4. Disrupsi
Perubahan morfologi struktur organ setelah pembentukannya.
Penyebabnya adalah proses-proses yang merusak, seperti kecelakan pada
pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus dan cacat yang ditimbulkan pita
amnion,dapat juga disebabkan oleh rusaknya jaringan normal oleh daya mekanis.
Contoh :
Amniotic Band
5. Sindrom edwards
Sindrom Edwards pertama kali dideskripsikan oleh John Hilton Edwards
pada tahun 1960. Sindrom yang biasa disebut Trisomi 18 ini merupakan suatu
Karena nondisjunction, sebuah gamet (sperma atau sel telur) diproduksi dengan
kromosom (normal; 23). Saat gamet itu bergabung dengan gamet normal dari
orang tua lain, embrionya memiliki 47 kromosom dengan tiga kromosom pada
1. Trisomi 18 mosaik.
Ini merupakan jenis yang paling ringan. Kondisi dari jenis ini adalah hanya
beberap asel yang memiliki tambahan sel 18. Semakin sedikit sel dengan jumlah
penderita sindrom Edward mosaic dapat bertahan hidup hingga satu tahun.
2. Trisomi 18 parsial,
Sindrom Edward jenis ini terbilang yang menengah atau lebih parah daripada
trisomi mosaik 18. Sesuai namanya, trisomi parsial 18 terjadi ketika hanya
sebagian dari kromosom 18 tambahan yang muncul dalam sel. Sindrom Edward
Ini merupakan jenis sindrom Edward yang paling banyak terjadi, di mana
1. Gangguan jantung
2. Gangguan ginjal.
3. Gangguan pernapasan.
1. Tubuh pendek
1. Diagnosis dapat dilakukan saat kelahiran, atau bahkan sebelum bayi tersebut
dilahirkan. Terkadang, terdapat beberapa karakteristik Sindrom Turner, seperti
lipatan leher berlebihan yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan
ultrasonografi pada masa kehamilan. Diagnosis ini kemudian dipastikan
dengan pengambilan dan pemeriksaan cairan ketuban melalui proses
Amniosentesis, atau pengambilan bagian dari plasenta awal melalui proses
CVS (Chorionic Villous Sampling). Pengambilan sampel ini dilakukan untuk
pemeriksaan kromosom janin dalam kandungan.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah
dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolisme),
kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
b. Mekanik
Labio palatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian
bibir yang berw-arna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir
memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan
pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses
tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya
kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma dan factor
genetic.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan
oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-12
minggu.Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan
pendengaran.
B. Insidensi
Labio palateskisis dengan angka kejadian sebesar 45%, labioskisis 25%,
dan palate skisis sebesar 35 %. Labio palatoskisis dan labio skisis lebih sering
pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1, sedangkan palatoskisis lebih sering
pada anak perempuan dengan perbandingan 2:1.
Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau
foramen incisive
Adanya rongga pada hidung
Distorsi hidung
Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan
jari
Kesulitan dalam menghisap atau makan
Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
Gangguan komunikasi verbal
E. Klasifikasi
Klasifikasi menurut struktur – struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan
palatum durum dibelahan foramen incivisium.
b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior
terhadap foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya,
palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau
bilateral.
C. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal
yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau
kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi
dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal
secara sempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum
padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses
apoptosis atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan
normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum
berkaitan dengan pancreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi
sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan
duodenal dari pada suatu perkembangan dan atau berlebihan dari pancreatic
buds. Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut,
yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm,
dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua
lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam
mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum
D. Tanda dan Gejala Atresia Duodeni
a.Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24 jam atau
sesudahnya.
b.Muntah segera setelah lahir berwarna kehijau – hijauan karena
empedu(biliosa).
c.Muntah terus – menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.
d.Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen.
e.Tidak kencing setelah disusui.
f.Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
g.Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
h.Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.
i. Berat badan menurun atau sukar bertambah.
j.Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.
k.Ikterik.
E. Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan congenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi,
terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi
komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (mega duodenum),
gangguan motilitas usus, atau refluks gastroesofageal.
F. Pencegahan
Dicegah dengan suplementasi asam folat, sehingga defisiensi asam folat
dianggap sebagai salah satu factor penting dalam teratogenesis meningokel.
Basis molekul defisiensi asam folat adalah kurang adekuatnya enzim enzim
yang mentransfer gugus, karbondalam proses metilasi protein dalamsel, baik
dalam nucleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis
DNA dan RNA.serta kenaikan kadar homosistein. Ini juga bermanfaat untuk
memperluas aspek pencegahan bagi kasus meningokel dan kelainan neural tube
defect pada umumnya, serta aspek pengobatan terhadap kasus defek tulang
kepala, bahkan sejak pasien masih berada di dalam kandungan
C. Patofisiologi
Abnormalitas utama dari perkembangan suatu encephalocele adalah
defekmesodermal yang berakibat defek pada calvarium dan dura yang
berhubungandengan herniasi cairan serebrospinal, jaringan otak, dan meninges
melalui defektersebut.Akar penyebabnya adalah kegagalan permukaan
ektoderm berpisahdengan neuroektoderm pada perkembangan embriologik.
Pada calvarium,mungkin terdapat defek pada proses induksi pembentukan
tulang atau erosipenekanan akibat massa intracranial.Defek pada dasar
tengkorak mungkin berhubungan dengan kegagalan penutupanneural tube atau
kegagalan ossifikasi basilar.Encephalocele dapat terjadi padaoksipital (75%),
frontoetmoidal (13-15%), parietal (10-12%) atau sfenoidal.Encephalocele
frontoetmoidal merupakan kasus yang tersering di Asia.
Neuropor anterior pada ujung sefalik dari neural tube seharusnya menutup
pada ketinggian foramen sekum pada tulang frontal sekitar 24 hari masa
perkembangan. Kegagalan neuropor untuk menutup biasanya menghasilkan
malformasi letal dan aborsi spontan, berbeda dengan kegagalan neuropor
posterior untuk menutup yang menyebabkan myeloschisis. Kelainan ini bias
jadi suatu anensefali, eksensefali, akrania, kranioskisis, kraniorakiskisis jika
tulang belakang ikut terlibat, yang ditemukan pada hampir 50% kasus. Sifat
utama dari defek ini ialah bahwa lipatan neural sefalik terpapar dengan cairan
amnion karena dura, kranium,dan kulit gagal untuk membungkus jaringan
saraf. Otak akan membentuk massa berupa jaringan saraf yang protrusi yang
mengalami degenerasi selama masa gestasi sehingga hanya terdapat massa
hemoragik dari parut glia, ependyma, pleksus koroid, elemen saraf dan
meninges saat kelahiran (anensefali). Kegagalan neural tube untuk menutup
mungkin dapat menjelaskan terjadinya naensefali, namun tidak dapat
menjelaskan encephalocele dimana tidak terdapat bukti terjadinya disrafisme
otak.
D. Gejala Klinis dan Komplikasi
Gejala klinis
Bentuk encephalocele ini biasanya berukuran besar.Bentuknya bisa
bertangkaidengan celah kranium yang kecil atau mungkin tidak bertangkai
dengan celahkranium yang besar, yaitu jika terjadi defek mulai dari
protuberantia oksipitalsampai ke foramen magnum dan bahkan dapat
berhubungan dengan spinabifida servikal.Isinya berupa menings, jaringan
vaskuler, (sinus venosus) danjaringan otak sendiri.Konsistensinya tergantung
dari isinya. Bila lebih banyakcairan akan teraba padat dan berdungkul.Sinus
venosus yang biasa berada dalam kantong sefalokel ini adalah sinussagitalis,
sinus oksipitalis dan confluens sinuum, atau dapat pula terpecahmengelilingi
celah pada tulang kranium.Jaringan otak yang mengalamiherniasi ke dalam
kantong dapat berupa korteks supratentorium yang telahmengalami hipoplasia,
otak kecil atau keduanya.Struktur yang paling seringadalah vermis otak kecil.
Encephalocele yang besar bahkan dapat berisi satuatau dua lobus oksipital dan
sering melibatkan ventrikel lateralis sehingga
dapat terjadi komplikasi hydroencephalocele. Kantong
encephalocele iniditutupi oleh kulit dan biasanya tidak tertutup sempurna pada
apeks, dimanapada daerah itu terjadi rudimentasi kulit dan berwarna
hemangiomatosa.
Komplikasi
Hampir seluruh kasus terjadi pada daerah garis tengah mulai dari
bagiananterior sampai keposterior bahkan juga basis kranii, namun ada pula
yangdijumpai menonjol keluar melalui sutura dan foramen-foramen yang ada
padatulang tengkorak.
Enchephocele sering disertai dengan kelainan cranium fasial atau kelainan
otaklainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya
(syndromemeckel, syndrome dandy-walker).Kelainan kepala lainnya yang
dapatdideteksi dengan USG adalah kista otak, mienchephalus (fusi tulang
occiputvertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstnsi),
huloprocenchephalus(hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang
berdilatasi),hyndranenchephalus (destruksi total jaringan otak sehingga kepala
hanya berisicairan), kelainan bentuk kepala (dulikochephaluskh, branchi
chpalusk) dansebagainya.
E. Penanganan
1. Penanganan Pra Bedah
Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril
yangdirendam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus
ditutupikasa steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang
terpaparmenjadi kering.
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada
saatmempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada
beberapapusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk
mencegahkehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang
basah.
Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
Akan diminta X-Ray medulla spinalis
Akan diambil photografi dari lesi.
Persiapan operasi.
Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal
akandilakukan oleh fisioterapi.
2. Pembedahan
Medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameterdan kulit dijahit
diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perludigunakan kulit yang
lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drainsedot diinsersikan
dibawah flap.
Hidrosefalus
A. Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat
peningkatan jumlah cairanserebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi, sirkulasi dan absorbsinya.Kondisi ini juga
bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik CSS.Kondisi seperti cerebral
atrofi juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSS dalam susunan saraf
pusat (SSP).Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang
kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.Kondisi seperti itu bukan hasil
dari gangguan hidrodinamik dan dengan demikian tidak diklasifikasikan
sebagai hidrochefalus.
B. Klasifikasi
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu
secara patologi dan secara etiologi.
Hidrosefalus Patologi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Obstruktif (non-communicating) - terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS
yang disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan
paling umum, stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2) Non – obstruktif (communicating) - dapat disebabkan oleh gangguan
keseimbangan CSS, dan jugaoleh komplikasi setelah infeksi atau komplikasi
hemoragik.
Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Bawaan (congenital) - sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama
intra-uterin.
2) Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau
trauma hebat di kepala. Tekanan normal hidrosefalus (NPH), yang terutama
mempengaruhi populasi lansia.Ditandai dengan gejala yang spesifik: gangguan
gaya berjalan, penurunan kognitif dan inkontinensia urin (Trias Adam &
Hakim).
E. Epidemiologi
Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup
sedangkan insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus)tidak
diketahui secara pasti karena penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada
umumnya, insiden hidrosefalus adalah sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali
pada sindrom Bickers-Adams, X-linked hydrocephalus ditularkan oleh
perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar
40% dari total kasus hidrosefalus.
F. Patofisiologi
Menurut teori hidrosefalus terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi cairan yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran cairan,
peningkatan tekanan sinus venosa.Konsekuensi dari tiga mekanisme diatas
adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi.Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel
masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang
sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi.Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1) Kompensasi sistem serebrovaskular
2) Redistribusi dari liquor serebropinal atau cairan ekstraseluler atau keduanya
dalam susunan sistem saraf pusat.
3) Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak,kelainan turgor otak)
4) Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5) Hilangnya jaringan otak
6) Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura cranial.
Produksi cairan yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor
pleksus khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang
berlebihanakan menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam
mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga
akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai
produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di
samping juga akibat hipervitaminosis.Gangguan aliran liquor merupakan awal
dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan cairan secara
proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat
peningkatan resistensi aliran cairan dan kecepatan perkembangan gangguan
hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.
G. Diagnosis
1) Pemeriksaan funduskopi - Evaluasi funduskopi dapat mengungkapkan
papilledema bilateral ketika tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan
mungkin normal, namun, dengan hidrosefalus akut dapat memberikan
penilaian palsu.
2) Foto polos kepala lateral – tampak kepala membesar dengan disproporsi
kraniofasial, tulang menipis dan sutura melebar.
3) Pemeriksaan cairan serebrospinal – dilakukan pungsi ventrikel melalui foramen
frontanel mayor. Dapat menunjukkan tanda peradangan dan perdarahan baru
atau lama.Juga dapat menentukan tekanan ventrikel.
4) CT scan kepala - Meskipun tidak selalu mudah untuk mendeteksi penyebab
dengan modalitas ini, ukuran ventrikel ditentukan dengan mudah. CT scan
kepala dapat memberi gambaran hidrosefalus, edema serebral, atau lesi massa
seperti kista koloid dari ventrikel ketiga atau thalamic atau pontine tumor.CT
scan wajib bila ada kecurigaan proses neurologis akut.
5) MRI - dapat memberi gambaran dilatasi ventrikel atau adanya lesi massa.
Spina Bifida
Spina bifida adalah cacat lahir yang ditandai dengan terbentuknya celah
atau defek pada tulang belakang dan saraf tulang belakang bayi. Kelainan ini
dipicu oleh pembentukan saraf tulang belakang yang tidak sempurna pada bayi
selama dalam kandungan. Pada kondisi normal, embrio akan membentuk
tabung saraf yang kemudian berkembang menjadi tulang belakang dan sistem
saraf. Jika proses ini tidak berjalan dengan lancar, beberapa ruas tulang
belakang tidak bisa menutup dengan sempurna sehingga menciptakan celah.
Spina bifida palingmungkin disebabkan oleh multifaktorial, yang berarti
bahwa beberapa penyebab (termasukfaktor genetik, gizi, dan/atau lingkungan)
memberikan kontribusi pada munculnya gangguanini. Menurut beberapa studi,
kekurangan asam folat yang dikonsumsi ibu selama kehamilanmerupakan salah
satu faktor yang mengontribusi munculnya spina bifida. Selain itu, faktor lain
yang dapat meningkatkan resiko terkena spina bifida antara lain:
a) Faktor keturunan
Orang tua yang pernah memiliki anak dengan spina bifida mempunyai risiko lebih
tinggi untuk kembali memiliki bayi dengan kelainan yang sama.
b) Jenis kelamin
Kondisi ini lebih sering dialami oleh bayi perempuan.
c) Obat-obatan tertentu
Khususnya asam valproat dan carbamazepine yang digunakan untuk epilepsi atau
gangguan mental, seperti gangguan bipolar.
d) Diabetes
Wanita yang mengidap diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan
bayi dengan spina bifida.
e) Obesitas
Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan risiko seorang wanita
untuk memiliki bayi dengan kecacatan tabung saraf, termasuk spina bifida.
http://zonanoubinsoupa.blogspot.com/2014/11/kelainan-perkembangan-pada-
embrio.html?m=1
https://id.scribd.com/document/371108926/Makalah-Atresia-Duodeni
IDA.or.id
Laksono, S. P., Qomariyah, dan Endang P., 2011. Presentase Distribusi Penyakit
Genetik dan Penyakit yang Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di
RSDU Serang. Artikel penelitian PharmaMedika, Vol. 3. No.2. Universitas
YARSI.
Marianti. 2017. Spina Bifida. https://www.alodokter.com/spina-bifida. Diakses
tanggal 07 Mei 2019.
Mufida, K.. 2015. Analisis Prevalensi dan Faktor Risiko Pasien dengan Isolated
Hypospadias di Laboratorium Cebior. Laporan Hasil Karya Tulis
Ilmiah. Universitas Diponegoro, Semarang.
Nah, Y.K. 2004. Obat dan Bahan Kimia yang Menyebabkan Cacat Janin. Meditek.
Vol 12 (31) : 37-52.
Rini, M., Eny K., dan Argi V.B., 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Sindrom Down Di SLB-C Cipaganti Bandung. Jurnal Stikes
A.Yani.
Safrida, E.N.. 2017. Spina Bifida dengan Tethered Cord, Infeksi Saluran Kemih
Kompleks dan Anemia Defisiensi Besi. Laporan Akhir Kasus
Longitudinal. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tangkudung, F.J., S.Y. Patria dan E. Arguni. 2016. Faktor Risiko Hipospadia
pada Anak di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Sari Pediatri.
Vol.17(5):396-399.
www.alodokter.com
Yuncie, S.M., 2012. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Dengan Kelainan
Kongenital Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2011. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.