Anda di halaman 1dari 43

TUGAS PERKEMBANGAN HEWAN B

“KELAINAN EMBRIO”

KELOMPOK 1

1. HARDIYANTI H041171001
2. SITI ARAS AINUN BASRI H041171002
3. SITI NUR INDAH MELATI B H041171003
4. AISYANANG DENG NGAI H041171004
5. MUTIAH HAFNI ‘AFIAT KADIR H041171005
6. EKA TRI ANA H041171006
7. NURINDAH RESKY H041171009
8. MU’MINANG H041171010
9. PARAMITA SUDIRMAN H041171012
10. SRI RAHMAWATI UMSINI H041171013
11. NAHLI NAHAL H041171016
12. ANDI AULIYA UTAMI H041171017
13. ZILHAYAI H041171018
14. HIJRIANTI H04117120
15. AYU MITHA LESTARI H041171022

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PEMBAHASAN

1. Pengertian kelainan pada embrio

Kelainan perkembangan embrio atau yang disebut dengan kelainan congenital.

Kelainan perkembangan= kelainan bawaan malformasi congenital= suatu kelainan

structural , perilaku, faal, dan metbolik yang terjadi pada waktu lahir. Jadi

kelainan perkembangan embrio adalah kelainan (abnormalitas) yang terjadi pada

janin selama masa perkembangan janin sebelum kelahiran yang disebabkan oleh

faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan

disebut dismorfologi.

2. Malformasi

Cacat janin (Congenital malformation) adalah suatu gangguan yang

bersifat non reversibel pada fungsi atau morfologi janin terlihat pada saat

dilahirkan. Penyebab antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan. Malformasi

kongenital kadang-kadang tidak dapat dikenali pada saat kelahiran, dapat

menjurus pada gangguan fungsional yang baru tampak jelas pada usia kehidupan

selanjutnya, sehingga penting untuk tidak membatasi definisi hanya pada

terjadinya gangguan morfologi pada saat lahir saja (Nah, 2004).

Malformasi kongenital biasanya dibagi menjadi malformasi mayor dan

malformasi minor. Malformasi mayor adalah kelainan yang dapat mengancam

kehidupan yang memerlukan tindakan pembedahan atau mempunyai efek

gangguan kosmetik yang serius, serta keadaan yang mengganggu kualitas hidup

seperti rendahnya IQ. Sedangkan malformasi minor adalah gambaran gangguan

morfologis yang tidak menimbulkan cacat medis atau kosmetik yang serius (Nah,

2004).
3. Deformasi

Deformasi didefinisikan sebagai perubahan bentuk, kondisi, atau posisi


abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan
normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil).
Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun
faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus
seperti uterus bikornus, atau kehamilan kembar. Jadi deformasi merupakan
kelainan bawaan yang baru terjadi setelah pembentukan embrio (yang tadinya
embrio dalam kondisi normal, akhirnya menjadi abnormal). Menurut beberapa
sumber deformasi sering kali mengenai kerangka otot. Anomali ini dapat sembuh
setelah lahir.

4. Disrupsi
Perubahan morfologi struktur organ setelah pembentukannya.
Penyebabnya adalah proses-proses yang merusak, seperti kecelakan pada
pembuluh darah yang menyebabkan atresia usus dan cacat yang ditimbulkan pita
amnion,dapat juga disebabkan oleh rusaknya jaringan normal oleh daya mekanis.
Contoh :

Amniotic Band

5. Sindrom edwards
Sindrom Edwards pertama kali dideskripsikan oleh John Hilton Edwards

pada tahun 1960. Sindrom yang biasa disebut Trisomi 18 ini merupakan suatu

kelainan kromosom yang disebabkan adanya penambahan satu kromosom pada

pasangan kromosom autosomal nomor 18.

Trisomi 18 terjadi karena nondisjunction/gagal berpisah saat meiosis.

Karena nondisjunction, sebuah gamet (sperma atau sel telur) diproduksi dengan

kromosom tambahan pada kromosom ke 18, jadi gamet itu memiliki 24

kromosom (normal; 23). Saat gamet itu bergabung dengan gamet normal dari

orang tua lain, embrionya memiliki 47 kromosom dengan tiga kromosom pada

kromosom nomor 18.

Sindrom Edward atau trisomi 18 dibagi menjadi tiga jenis,

1. Trisomi 18 mosaik.

Ini merupakan jenis yang paling ringan. Kondisi dari jenis ini adalah hanya

beberap asel yang memiliki tambahan sel 18. Semakin sedikit sel dengan jumlah

kromosom berlebih, semakin ringan kondisi sindrom Edward. Sebagian besar

penderita sindrom Edward mosaic dapat bertahan hidup hingga satu tahun.

2. Trisomi 18 parsial,

Sindrom Edward jenis ini terbilang yang menengah atau lebih parah daripada

trisomi mosaik 18. Sesuai namanya, trisomi parsial 18 terjadi ketika hanya

sebagian dari kromosom 18 tambahan yang muncul dalam sel. Sindrom Edward

parsial sangat jarang terjadi. 3. Trisomi 18 penuh.

Ini merupakan jenis sindrom Edward yang paling banyak terjadi, di mana

salinan extra kromosom 18 yang lengkap ada di tiap sel tubuh.

Gejala Sindrom Edward


Beberapa masalah medis yang dapat dialami oleh penderita sindrom Edward,

antara lain adalah:

1. Gangguan jantung

2. Gangguan ginjal.

3. Gangguan pernapasan.

4. Infeksi berulang pada paru-paru dan saluran kemih.

5. Bentuk tulang belakang tidak normal (bengkok)

Ciri-ciri yang bias diamati dari penderita sindrom Edward adalah:

1. Kaki yang halus dengan telapak bulat.

2. Kepala lebih kecil (mikrosefalus).

3. Jari tangan panjang, tumpang tindih, dan tangan mengepal.

4. Rahang bawah kecil (micrognathia).

5. Berat badan rendah.

6. Ubun-ubunnya terlihat menonjol

7. Suara tangisan yang lemah.


6. Sindrom turner

Sindrom Turner disebabkan oleh hilangnya atau ketidaknormalan salah


satu Kromosom X. Kondisi ini hanya mengenai anak perempuan. Kondisi
Sindrom Turner tidak terjadi pada laki-laki (45,OY), karena dengan hilangnya
satu-satunya kromosom X maka individu tidak mungkin bertahan hidup.
Sindrom Turner terjadi pada sekitar 1 di antara 2.500 kelahiran bayi
perempuan. Kondisi ini merupakan kondisi karena kelainan kromosom dan
pertama kali dijelaskan oleh seorang berkebangsaan Amerika, Dr. Henry Turner
pada tahun 1938. Mereka cenderung akan berperawakan pendek dan tidak
memiliki indung telur yang dapat berfungsi dengan baik. Selain itu dapat
ditemukan gambaran fisik yang lain yang umum terjadi pada kondisi ini, tetapi
seluruh karakter ini jarang muncul seluruhnya pada satu anak

Gambaran fisik Sindrom Turner mencakup :

1. Tubuh pendek

2. Adanya lipatan tambahan pada leher (seperti leher bersayap),

3. Bentuk kuku tidak normal,

4. Tangan dan kaki bengkak,

5. Koarktasio aorta (penyempitan arteri utama dari jantung yang dapat


ditangani melalui pembedahan) atau kelainan lain pada jantung, termasuk
pada katup-katupnya.
6. Masalah makan dapat terjadi pada periode awal masa kanak-kanak, dan
seperti pada anak lainnya, dapat pula terjadi kesulitan belajar atau perilaku
yang mungkin membutuhkan bantuan ahli.

Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan analisis


kromosom yang disebut kariotipe. Normalnya, setiap sel memiliki 23 pasang
kromosom sehingga total terdapat 46 kromosom. Salah satu pasangan kromosom,
yaitu kromosom seks, Pada laki-laki, kromosom sex adalah Kromosom X dan Y
(46XY) sementara pada perempuan adalah dua buah Kromosom X (46XX). Pada
Sindrom Turner dapat terjadi kehilangan total atau sebagian kromosom X pada
beberapa atau seluruh sel tubuh, sehingga individu tersebut hanya memiliki 45
kromosom (45XO, O melambangkan kromosom yang hilang). Kromosom X yang
hilang terkadang terjadi pada masa pembelahan sel, dan Kromosom X tersebut
dapat berasal dari sel telur ibu ataupun sel sperma ayah. Bila salah satu
Kromosom X di semua sel hilang, maka disebut “Sindrom Turner Klasik”.

Sindrom turner dapat didiagnosis saat:

1. Diagnosis dapat dilakukan saat kelahiran, atau bahkan sebelum bayi tersebut
dilahirkan. Terkadang, terdapat beberapa karakteristik Sindrom Turner, seperti
lipatan leher berlebihan yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan
ultrasonografi pada masa kehamilan. Diagnosis ini kemudian dipastikan
dengan pengambilan dan pemeriksaan cairan ketuban melalui proses
Amniosentesis, atau pengambilan bagian dari plasenta awal melalui proses
CVS (Chorionic Villous Sampling). Pengambilan sampel ini dilakukan untuk
pemeriksaan kromosom janin dalam kandungan.

2. Seringkali anak perempuan dengan Sindrom Turner tidak terdiagnosis


sebelumnya. Baru kemudian terlihat di masa kanak-kanak awal, yaitu saat
pertumbuhannya melambat secara progressif.
3. Diagnosis dapat pula ditegakkan kemudian di usia remaja, yaitu saat tanda-
tanda pubertas tidak muncul atau melambat, atau bahkan berhenti.
7. Sindrom down
Jika sel manusia terdapat 46 kromosom, pada penderita sindrom down
terdapat 47 kromosom dengan tambahan salinan kromosom 21, atau dikenal
dengan trisomy 21. Dari kejadian 95% sindrom down merupakan trisomy 21 (47,
XX+21 atau 47, XY+21).Ciri-ciri penderita sindrom down adalah mata bujur
dengan lipatan epikantus pada sudut dalam mata, otot hipotena rrendah, batang
hidung leper, satu garis di tapak tangan (garis simian), lidah terjulur yang
disebabkan rongga mulut kecil dan lidah membengkak, intelegensia (IQ) rendah
yaitu 50-70, sedangkan pada mosaicism mempunyai IQ yang lebih tinggi 10-30
poin. Saat ini mayoritas orang yang lahir dengan sindrom down memiliki harapan
hidup rata-rata sampai usia 55 tahun (Tjahjani, 2013).
Penyebab pasti sindroma Down secara pasti belum diketahui, tetapi
penelitian pada sitogenetik studi epidemiologi mendukung tentang penyebab yang
multiple.Kira-kira 95 % kasus sindroma Down disebabkan oleh kromosom extra
21, yang dinamakan trisomi 21. Meskipun anak-anak dengan trisomi 21 dilahirkan
dari orang tua pada semua umur, terdapat data statistic yaitu resiko pada wanita
yang lebih tua akan didapatkan resiko yang lebih besar terutama usia lebih dari
35 tahun ketika melahirkan anak dengan sindroma down. Banyak hipotesis
dikemukakan tentang penyebab sindroma Down selama hamper satu abad. Tetapi
sejak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindroma Down tahun 1959,
maka perhatian lebih dipusatkan pada kejadian non disjunctional sebagai
penyebabnya yaitu factor keturunan, radiasi, infeksi, autoimun, usia ibu, usia
ayah. Peluang seorang wanita mempunyai anak dengan sindroma Down
meningkat bersamaan dengan peningkatan usianya pada saat mengandung.
Peningkatan ini khususnya mulai kelihatan sejak usia 35 tahun (Rinidkk., 2014).
Resiko kematian tertinggi terjadinya pada masa bayi. Antara 10-20 % bayi
sindroma Down meninggal pada tahun pertama kehidupannya. Penyebab
kematian terbanyak pada saat itu adalah akibat kelainan jantung bawaan,
malformasi organ lain daninfeksi. Pada anak sindroma Down dengan kelainan
jantung bawaan, angka harapan hidup sampai usia 1 tahun adalah 72 % dan
sampai usia 6 tahun adalah 45 %. Pada anak sindroma Down yang tidak menderita
kelainan jantung bawaan, kemungkinan harapan hidup sampai usia 1 tahun adalah
93 % dan sampai usia 6 tahun adalah 88 % (Rinidkk., 2014).

8. Faktor penyebab kelainan embrio

a. Kelainan Genetik dan Kromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah
dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolisme),
kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

b. Mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat


menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ
tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas
organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus,
talipes equinus dan talipes equinovarus (club foot).
c. Infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama
di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus ialah :
 Infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita
infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada
mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan
ditemukannya kelainan jantung bawaan.
 Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau keempat), kelainan-
kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan
pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, retardasi mental, mikrosefalus, atau
mikroftalmia pada 5-10%.
e. Faktor Ibu
 Umur
Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat
meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya
yaitu bayi sindrom down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Beberapa faktor ibu yang dapat
menyebabkan deformasi adalah primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, dan kehamilan kembar.
 Ras/Etnis
Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk
berbagai ras dan etnis, misalnya celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit
bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar
daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam.38 Di Indonesia, beberapa suku
ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak
Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut sebagai
perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada
kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak cacat.
 Agama
Agama berkaitan secara tidak langsung dengan kejadian kelainan
kongenital. Beberapa agama menerapkan pola hidup vegetarian seperti agama
Hindu, Buddha, dan Kristen Advent. Pada saat hamil, ibu harus memenuhi
kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan janinnya.40 Ibu yang vegetarian selama
kehamilan memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki
dengan hipospadia atau kelainan pada penis.41 Penelitian yang dilakukan di
Irlandia menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan
dalam daging, telur, dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk
memiliki anak dengan cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil
atau yang sedang hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat.
 Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan
kongenital. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi
dan kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal
menyebabkan angka kematian perinatal meningkat. Pendidikan ibu yang rendah
menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena
mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu
hamil.
 Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat
kesejahteraannya dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima
pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan
keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat
dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan bergizi.
Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh terhadap
perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang baik
pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi memiliki risiko
lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan hipospadia atau
kelainan pada penis.41 Penelitian yang dilakukan di Irlandia menemukan bahwa
wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam daging, telur, dan
susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk memiliki anak dengan
cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil atau yang sedang hamil
disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat.
 Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan
kongenital. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi
dan kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal
menyebabkan angka kematian perinatal meningkat. Pendidikan ibu yang rendah
menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena
mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu
hamil.
 Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat
kesejahteraannya dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima
pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan
keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat
dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan bergizi.
Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh terhadap
perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang baik
pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi anemia, keguguran,
perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi, persalinan macet, sedang pada bayi
dapat menyebabkan terjadi berat badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan
lahir.
f. Faktor Mediko Obstetrik
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor mediko obstetrik adalah umur
kehamilan, riwayat komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini
akan memberi gambaran atau prognosa pada kehamilan pada kehamilan
berikutnya.
 Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid
yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
 Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan
28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-
2.500 gram.
 Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan
37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
 Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
Penelitian Prabawa (1998) menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan
kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).
 Riwayat Kehamilan Terdahulu
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan
prematur, perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-
lain.45 Dengan memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan
ibu pada masa
i. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya
defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat
menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
j. Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.
9. Labiokizis dan labiopalatokist
Labio Palatoskizis
A. Definisi
Labio Palatoskisis adalah suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah
mulut, palatosisis (sumbing palatum), dan labiosisis (sumbing pada bibir) yang
terjadi akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untuk menyatu selama
perkembangan embroil. (Aziz Alimul Hidayat, 2006). Labio Palatoskisis adalah
penyakit congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur
wajah.(Suriadi, S.Kp. 2001)

Labio palatoskisis adalah kelainan congenital pada bibir dan langit-langit


yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan
atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap.Kelainan ini
cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-
genetik.

Labio palatoschizis adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian
bibir yang berw-arna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir
memanjang dari bibir ke hidung. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan
pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses
tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya
kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma dan factor
genetic.

Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan
oleh kegagalan penyatuan susunan palate pada masa kehamilan 7-12
minggu.Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan
pendengaran.

B. Insidensi
Labio palateskisis dengan angka kejadian sebesar 45%, labioskisis 25%,
dan palate skisis sebesar 35 %. Labio palatoskisis dan labio skisis lebih sering
pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1, sedangkan palatoskisis lebih sering
pada anak perempuan dengan perbandingan 2:1.

Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras


Afrika. Insiden palate schisispadaras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000
pada ras kulit putih,  dan 0,41/1000 pada ras kulit hitam.

Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009 kasus cleft


palate dari total seluruhpenduduk.

C. Etiologi dan Faktor resiko


1. Faktor Genetik
Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat
ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua.
Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio
palatoscizhister jadi karena factor herediter. Faktor dominan dan resesif
dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya
labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan
palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan
beberapa bagian kontak.

2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional,


baik kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).
Zat –zat yang berpengaruh adalah:
 Asam folat
 Vitamin C
 Zn
3. Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C
dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan
dalam tumbuh kembang organ selama masa embrional. Selain itu
gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh
kembang organ selama masa embrional.
4. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:
- Jamu.
Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada
janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu
apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas.
Masih ada penelitian lebih lanjut
- Kontrasepsi hormonal.
Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal,
terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan
terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
- Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama
labio palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :
~ Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)
~ Aspirin (Obat – obat analgetika)
~ Kosmetika yang mengandung merkuri & timah
hitam (cream pemutih)
- Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan Labio palatoschizis, yaitu:
~ Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih
mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi
kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada
rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan
organ selama masa embrional.
~ Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang
mempunyai penyakit diabetessangat rentan terjadi kelainan
kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat
berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa
embrional.h
~ Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester
pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif,
karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses
tumbuh kembang organ selama masa embrional.
- Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang
terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat
berpengaruh terjadinya kelainan kongenital terutama labio
palatoschizis.
D. Manifestasi Klinis
PadaLabioSkisis :

 Distorsi pada hidung


 Tampak sebagian atau keduanya
 Adanya celah pada bibir
PadaPalatoSkisis :

 Tampak ada celah pada tekak(uvula) , palato lunak, dan keras atau
foramen incisive
 Adanya rongga pada hidung
 Distorsi hidung
 Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan
jari
 Kesulitan dalam menghisap atau makan
 Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan
 Gangguan komunikasi verbal

E. Klasifikasi
 Klasifikasi menurut struktur – struktur yang terkena menjadi :
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan
palatum durum dibelahan foramen incivisium.
b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior
terhadap foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya,
palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau
bilateral.

Kadang–kadangterliha tsuatu  belahansubmukosa, dalam


kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang
danjaringan otot palatum.
 Klasifikasi menurut organ yang terlibat :
1. Celah bibir (labioskizis)
2. Celah di gusi (gnatoskizis)
3. Celah dilangit (Palatoskizis)
4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir
dan langit – langit (labiopalatoskizis).
 Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang
ringan hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui
adalah :
1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah
satu bibir dan tidak memanjang ke hidung
2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya
disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung
3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir
dan memanjang hingga ke hidung.

(A) Celah bibir unilateral


tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah
langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC
Medical genetics. 2004, 154.)

10. Atresia duodeni


A. PengertianAtresia duodeni
  Atresia duodeni merupakan suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama
dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus. Atresia Duodeni adalah buntunya saluran pada duedenum
yang biasanya terjadi pada ampula arteri.
B. Etiologi Atresia Duodeni
  Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui,
tapi ada beberapa yang bias menyebabkan atresia duodenum :

a.Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan 


b.Gangguan pembuluh darah.
c.Banyak terjadi pada bayi prematur.
d.Banyak ditemukan pada bayi sindrom down.
e.Suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum
mengalami penyempitan dan menjadi obstruksi.

C. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal
yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau
kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi
dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal
secara sempurna.  
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum
padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses
apoptosis atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan
normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum
berkaitan dengan pancreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi
sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan
duodenal dari pada suatu perkembangan dan atau  berlebihan dari pancreatic
buds. Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut,
yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm,
dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua
lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam
mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum
D. Tanda dan Gejala Atresia Duodeni
 a.Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24 jam atau
sesudahnya.
 b.Muntah segera setelah lahir berwarna kehijau – hijauan karena
empedu(biliosa).
c.Muntah terus – menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.
d.Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen.
e.Tidak kencing setelah disusui.
f.Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
g.Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
h.Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.
i. Berat badan menurun atau sukar bertambah.
 j.Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.
k.Ikterik.
 
E. Komplikasi
  Dapat ditemukan kelainan congenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi,
terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi
komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (mega duodenum),
gangguan motilitas usus, atau refluks gastroesofageal.

F. Pencegahan
Dicegah dengan suplementasi asam folat, sehingga defisiensi asam folat
dianggap sebagai salah satu factor penting dalam teratogenesis meningokel.
Basis molekul defisiensi asam folat adalah kurang adekuatnya enzim enzim
yang mentransfer gugus, karbondalam proses metilasi protein dalamsel, baik
dalam nucleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis
DNA dan RNA.serta kenaikan kadar homosistein. Ini juga bermanfaat untuk
memperluas aspek pencegahan bagi kasus meningokel dan kelainan neural tube
defect pada umumnya, serta aspek pengobatan terhadap kasus defek tulang
kepala, bahkan sejak pasien masih berada di dalam kandungan

11. Encephalocele dan hidrocephalus


Encephalocele
A. Pengertian Encephalocele
Encephalocele adalah kantong berisi cairan, jaringan syaraf atau sebagian dari
otak yang biasanya terdapat pada daerah occipitalis. Encephalocele di daerah
occipital sering berhubungan dengan gangguan mental yang berat dan
microcepal. Encephalocele tidak hanya ada di daerah occipital tetapi bisa
terjadi pada daerah sinsipital yang disebut meningo Encephalocele anterior
atau Encephalocele fossa kranialis anterior. Meningo Encephalocele
merupakan herniasi jaringan isinya intrakranial melalui suatu defek kongenital
tulang tengkorak pada perhubungan antar tulang didaerah fossa cranii anterior
dan tampak sebagai massa tumor dipermukaan wajah.
Encephalocele adalah herniasi otak dan meningen melalui suatu cacat kraniom,
yang menimbulkan struktur mirip kantung. 75% Encephalocele terjadi pada
daerah occipital dan sisanya pada daerah parietal, frontal atau nasofaingel.
Encephalocele merupakan gangguan langka pada bayi baru lahir dengan
sebuah celah pada tengkoraknya. Encephalocele adalah suatu kelainan tabung
saraf yang ditandai dengan adanyapenonjolan meningens (selaput otak) dan
otak yang terbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak.
B. Etiologi (Sebab dan Asal Muasal)
 Encephalocele disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selamaperkembanganjanin.
 Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh gangguan
pembentukantulangkranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan asam
folat selamakehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi
TORCH,mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat-obatan yang mengandung
bahanyang terotegenik.
 Encephalocele disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi
dibagianoccipitalis, kadang – kadang juga dibagian nasal, frontal, atau parietal.

C. Patofisiologi
Abnormalitas utama dari perkembangan suatu encephalocele adalah
defekmesodermal yang berakibat defek pada calvarium dan dura yang
berhubungandengan herniasi cairan serebrospinal, jaringan otak, dan meninges
melalui defektersebut.Akar penyebabnya adalah kegagalan permukaan
ektoderm berpisahdengan neuroektoderm pada perkembangan embriologik.
Pada calvarium,mungkin terdapat defek pada proses induksi pembentukan
tulang atau erosipenekanan akibat massa intracranial.Defek pada dasar
tengkorak mungkin berhubungan dengan kegagalan penutupanneural tube atau
kegagalan ossifikasi basilar.Encephalocele dapat terjadi padaoksipital (75%),
frontoetmoidal (13-15%), parietal (10-12%) atau sfenoidal.Encephalocele
frontoetmoidal merupakan kasus yang tersering di Asia.
Neuropor anterior pada ujung sefalik dari neural tube seharusnya menutup
pada ketinggian foramen sekum pada tulang frontal sekitar 24 hari masa
perkembangan. Kegagalan neuropor untuk menutup biasanya menghasilkan
malformasi letal dan aborsi spontan, berbeda dengan kegagalan neuropor
posterior untuk menutup yang menyebabkan myeloschisis. Kelainan ini bias
jadi suatu anensefali, eksensefali, akrania, kranioskisis, kraniorakiskisis jika
tulang belakang ikut terlibat, yang ditemukan pada hampir 50% kasus. Sifat
utama dari defek ini ialah bahwa lipatan neural sefalik terpapar dengan cairan
amnion karena dura, kranium,dan kulit gagal untuk membungkus jaringan
saraf. Otak akan membentuk massa berupa jaringan saraf yang protrusi yang
mengalami degenerasi selama masa gestasi sehingga hanya terdapat massa
hemoragik dari parut glia, ependyma, pleksus koroid, elemen saraf dan
meninges saat kelahiran (anensefali). Kegagalan neural tube untuk menutup
mungkin dapat menjelaskan terjadinya naensefali, namun tidak dapat
menjelaskan encephalocele dimana tidak terdapat bukti terjadinya disrafisme
otak.
D. Gejala Klinis dan Komplikasi
 Gejala klinis
Bentuk encephalocele ini biasanya berukuran besar.Bentuknya bisa
bertangkaidengan celah kranium yang kecil atau mungkin tidak bertangkai
dengan celahkranium yang besar, yaitu jika terjadi defek mulai dari
protuberantia oksipitalsampai ke foramen magnum dan bahkan dapat
berhubungan dengan spinabifida servikal.Isinya berupa menings, jaringan
vaskuler, (sinus venosus) danjaringan otak sendiri.Konsistensinya tergantung
dari isinya. Bila lebih banyakcairan akan teraba padat dan berdungkul.Sinus
venosus yang biasa berada dalam kantong sefalokel ini adalah sinussagitalis,
sinus oksipitalis dan confluens sinuum, atau dapat pula terpecahmengelilingi
celah pada tulang kranium.Jaringan otak yang mengalamiherniasi ke dalam
kantong dapat berupa korteks supratentorium yang telahmengalami hipoplasia,
otak kecil atau keduanya.Struktur yang paling seringadalah vermis otak kecil.
Encephalocele yang besar bahkan dapat berisi satuatau dua lobus oksipital dan
sering melibatkan ventrikel lateralis sehingga
dapat terjadi komplikasi hydroencephalocele. Kantong
encephalocele iniditutupi oleh kulit dan biasanya tidak tertutup sempurna pada
apeks, dimanapada daerah itu terjadi rudimentasi kulit dan berwarna
hemangiomatosa.
 Komplikasi
Hampir seluruh kasus terjadi pada daerah garis tengah mulai dari
bagiananterior sampai keposterior bahkan juga basis kranii, namun ada pula
yangdijumpai menonjol keluar melalui sutura dan foramen-foramen yang ada
padatulang tengkorak.
Enchephocele sering disertai dengan kelainan cranium fasial atau kelainan
otaklainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya
(syndromemeckel, syndrome dandy-walker).Kelainan kepala lainnya yang
dapatdideteksi dengan USG adalah kista otak, mienchephalus (fusi tulang
occiputvertebrata sehingga janin dalam sikap hiperekstnsi),
huloprocenchephalus(hanya berbentuk sebuah rongga ventrikel yang
berdilatasi),hyndranenchephalus (destruksi total jaringan otak sehingga kepala
hanya berisicairan), kelainan bentuk kepala (dulikochephaluskh, branchi
chpalusk) dansebagainya.
E. Penanganan
1. Penanganan Pra Bedah
 Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan kasa steril
yangdirendam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus
ditutupikasa steril yang tidak melekat untuk mencegah jaringan saraf yang
terpaparmenjadi kering.
 Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada
saatmempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada
beberapapusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk
mencegahkehilangan panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang
basah.
 Lingkaran occipito frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
 Akan diminta X-Ray medulla spinalis
 Akan diambil photografi dari lesi.
 Persiapan operasi.
 Suatu catatan aktifitas otot pada anggota gerak bawah dan sringter anal
akandilakukan oleh fisioterapi.
2. Pembedahan
Medulla spinalis yang terpapar ditutupi dengan penutup durameterdan kulit dijahit
diatas dura yang diperbaiki. Jika celah besar, maka perludigunakan kulit yang
lebih besar untuk menutupi cacat. Pada bayi ini drainsedot diinsersikan
dibawah flap.

Hidrosefalus
A. Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah pembesaran ventrikulus otak sebagai akibat
peningkatan jumlah cairanserebrospinal (CSS) yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi, sirkulasi dan absorbsinya.Kondisi ini juga
bisa disebut sebagai gangguan hidrodinamik CSS.Kondisi seperti cerebral
atrofi juga mengakibatkan peningkatan abnormal CSS dalam susunan saraf
pusat (SSP).Dalam situasi ini, hilangnya jaringan otak meninggalkan ruang
kosong yang dipenuhi secara pasif dengan CSS.Kondisi seperti itu bukan hasil
dari gangguan hidrodinamik dan dengan demikian tidak diklasifikasikan
sebagai hidrochefalus.
B. Klasifikasi
Hidrosefalus dapat dikelompokkan berdasarkan dua kriteria besar yaitu
secara patologi dan secara etiologi.
Hidrosefalus Patologi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Obstruktif (non-communicating) - terjadi akibat penyumbatan sirkulasi CSS
yang disebabkan oleh kista, tumor, pendarahan, infeksi, cacat bawaan dan
paling umum, stenosis aqueductal atau penyumbatan saluran otak.
2) Non – obstruktif (communicating) - dapat disebabkan oleh gangguan
keseimbangan CSS, dan jugaoleh komplikasi setelah infeksi atau komplikasi
hemoragik.
Hidrosefalus Etiologi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Bawaan (congenital) - sering terjadi pada neonatus atau berkembang selama
intra-uterin.
2) Diperoleh (acquired) – disebabkan oleh pendarahan subarachnoid, pendarahan
intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi operasi atau
trauma hebat di kepala. Tekanan normal hidrosefalus (NPH), yang terutama
mempengaruhi populasi lansia.Ditandai dengan gejala yang spesifik: gangguan
gaya berjalan, penurunan kognitif dan inkontinensia urin (Trias Adam &
Hakim).

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI ALIRAN CSS


Ruangan cairan serebrospinal (CSS) terdiri dari sistem ventrikel, sisterna
magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid.Ruangan ini mulai terbentuk
pada minggu kelima masa embrio. Sistem ventrikel dan ruang subarachnoid
dihubungkan melalui foramen Magendi di median dan foramen Luschka di
sebelah lateral ventrikel IV
C. Etiologi
Pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang
normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat
jarang terjadi, misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan
perdarahan.
1) Kelainan bawaan
a) Stenosis Akuaduktus Sylvius- merupakan penyebab terbanyak. 60%-90% kasus
hidrosefalus terjadi pada bayi dan anak-anak.Umumnya terlihat sejak lahir atau
progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b) Spina bifida dan cranium bifida – berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari
akibat tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan serebelum
letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total.
c) Sindrom Dandy-Walker - atresiakongenital foramen Luschka dan Magendi
dengan akibat hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran system ventrikel,
terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu
kista yang besar di daerah fossa posterior.
d) Kista arachnoid - dapat terjadi congenital maupun didapat akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
e) Anomali pembuluh darah – akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai
arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus tranversus dengan
akibat obstruksi akuaduktus.
2) Infeksi - Timbul perlekatan menings sehingga terjadi obliterasi ruang
subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi
bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di
akuaduktus Sylvius atau sisterna basalis.Pembesaran kepala dapat terjadi
beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya.
Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar
sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan
meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sisterna kiasmatika dan
interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purulenta lokasinya lebih
tersebar.
3) Neoplasma - hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pada anak, kasus terbanyak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV dan akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya
suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian
depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4) Perdarahan - perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

E. Epidemiologi
Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup
sedangkan insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus)tidak
diketahui secara pasti karena penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada
umumnya, insiden hidrosefalus adalah sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali
pada sindrom Bickers-Adams, X-linked hydrocephalus ditularkan oleh
perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar
40% dari total kasus hidrosefalus.
F. Patofisiologi
Menurut teori hidrosefalus terjadi akibat dari tiga mekanisme yaitu;
produksi cairan yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran cairan,
peningkatan tekanan sinus venosa.Konsekuensi dari tiga mekanisme diatas
adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi.Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel
masih belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang
sederhana sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi.Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1) Kompensasi sistem serebrovaskular
2) Redistribusi dari liquor serebropinal atau cairan ekstraseluler atau keduanya
dalam susunan sistem saraf pusat.
3) Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak,kelainan turgor otak)
4) Efek tekanan denyut liquor serebrospinal (masih diperdebatkan)
5) Hilangnya jaringan otak
6) Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya regangan
abnormal pada sutura cranial.
Produksi cairan yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor
pleksus khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang
berlebihanakan menyebabkan tekanan intracranial meningkat dalam
mempertahankan keseimbangan antara sekresi dan absorbs liquor, sehingga
akhirnya ventrikel akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai
produksi liquor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, di
samping juga akibat hipervitaminosis.Gangguan aliran liquor merupakan awal
dari kebanyakan dari kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan oleh gangguan aliran akan meningkatkan tekanan cairan secara
proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang. Derajat
peningkatan resistensi aliran cairan dan kecepatan perkembangan gangguan
hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.

G. Diagnosis
1) Pemeriksaan funduskopi - Evaluasi funduskopi dapat mengungkapkan
papilledema bilateral ketika tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan
mungkin normal, namun, dengan hidrosefalus akut dapat memberikan
penilaian palsu.
2) Foto polos kepala lateral – tampak kepala membesar dengan disproporsi
kraniofasial, tulang menipis dan sutura melebar.
3) Pemeriksaan cairan serebrospinal – dilakukan pungsi ventrikel melalui foramen
frontanel mayor. Dapat menunjukkan tanda peradangan dan perdarahan baru
atau lama.Juga dapat menentukan tekanan ventrikel.
4) CT scan kepala - Meskipun tidak selalu mudah untuk mendeteksi penyebab
dengan modalitas ini, ukuran ventrikel ditentukan dengan mudah. CT scan
kepala dapat memberi gambaran hidrosefalus, edema serebral, atau lesi massa
seperti kista koloid dari ventrikel ketiga atau thalamic atau pontine tumor.CT
scan wajib bila ada kecurigaan proses neurologis akut.
5) MRI - dapat memberi gambaran dilatasi ventrikel atau adanya lesi massa.

12. Hipospadia dan spina bifida


Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang paling sering ditemukan
pada anak laki-laki. Kata hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu hypo,
yang berarti di bawah, dan spadon, yang berarti lubang. Hipospadia dapat
didefinisikan sebagai adanya muara urethra yang terletak di ventral atau
proximal dari lokasi yang seharusnya. Hipospadia merupakan kelainan
bawaanpada anak laki-laki, posisi anatomipembukaan saluran kemih di
bagianventral atau bagian anterior penis. Bentukpenis biasanya melengkung
dan ukurannya lebihpendek daripada laki-laki normal. Kelainan ini,
apabilatidak dikoreksi, dapat mengakibatkan terganggunyafertilitas dikemudian
hari.

Gambar 2.1 Klasifikasi Hipospadia


Klasifikasi hipospadia berdasarkan derajat sangat subyektif, tergantung
pada pendapat beberapa ahli. Beberapa ahli membagi menjadi: 1) Mild
hypospadia/Grade 1, yaitu muara urethra dekat dengan lokasi normal dan
berada pada ujung tengah glans (glanular, coronal, subcoronal), 2) Moderate
hypospadia/Grade 2, yaitu muara urethra berada ditengah-tengah lokasi normal
dan scrotal (Distal penile, Midshaft), 3) Severe hypospadia/Grade 3&4, yaitu
muara urethra berada jauh dari lokasi yang seharusnya (Perineal, Scrotal,
Penoscrotal).
Pada hipospadia sering ditemukan adanya chorda. Chorda adalah adanya
pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal ini disebabkan oleh karena
adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica albuginea dan fasia
di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia Buck, perlengketan antara
kulit penis ke struktur di sekitarnya, atau perlengketan antara urethral plate ke
corpus cavernosa. Keluhan yang mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran
urin yang lemah ketika berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam
berhubungan seksual. Hipospadia sangat seringditemukan bersamaan dengan
cryptorchismus dan hernia inguinalis.
Dampak kesehatan pada pasien hipospadia cukup signifikan. Hipospadia
dapat menyebabkan konsekuensi mental dan fisik yang serius. Pasien
hipospadia lebih rentan terdiagnosis gangguan intelektual, gangguan emosi,
dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Akibat ganguan fungsi
seksual dan gangguan psikososial yang dialaminya, biasanya pasien dengan
hipospadia membutuhkan koreksi bedah. Hipospadia lebih sering terjadi pada
bayi yang berat badan lahir rendah, usia ibu terlalu tua, ibu yang mengalami
infeksi selama hamil, ibu dengan hipertensi atau preeklamsia, mengonsumsi
alkohol dan obat-obatan, serta bekerja di bidang agrikultural.
Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para ahli mengenai etiologi
hipospadia. Adanya defek pada produksi testosterone oleh testis dan kelenjar
adrenal, kegagalan konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, defisiensi
reseptor androgen di penis, maupun penurunan ikatan antara dihidrostestoteron
dengan reseptor androgen dapat menyebabkan hipospadia. Selain itu, adanya
paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal kehamilan dicurigai
dapat meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.

Spina Bifida

Gambar 2.2 Spina Bifida

Spina bifida adalah cacat lahir yang ditandai dengan terbentuknya celah
atau defek pada tulang belakang dan saraf tulang belakang bayi. Kelainan ini
dipicu oleh pembentukan saraf tulang belakang yang tidak sempurna pada bayi
selama dalam kandungan. Pada kondisi normal, embrio akan membentuk
tabung saraf yang kemudian berkembang menjadi tulang belakang dan sistem
saraf. Jika proses ini tidak berjalan dengan lancar, beberapa ruas tulang
belakang tidak bisa menutup dengan sempurna sehingga menciptakan celah.
Spina bifida palingmungkin disebabkan oleh multifaktorial, yang berarti
bahwa beberapa penyebab (termasukfaktor genetik, gizi, dan/atau lingkungan)
memberikan kontribusi pada munculnya gangguanini. Menurut beberapa studi,
kekurangan asam folat yang dikonsumsi ibu selama kehamilanmerupakan salah
satu faktor yang mengontribusi munculnya spina bifida. Selain itu, faktor lain
yang dapat meningkatkan resiko terkena spina bifida antara lain:
a) Faktor keturunan
Orang tua yang pernah memiliki anak dengan spina bifida mempunyai risiko lebih
tinggi untuk kembali memiliki bayi dengan kelainan yang sama.
b) Jenis kelamin
Kondisi ini lebih sering dialami oleh bayi perempuan.
c) Obat-obatan tertentu
Khususnya asam valproat dan carbamazepine yang digunakan untuk epilepsi atau
gangguan mental, seperti gangguan bipolar.
d) Diabetes
Wanita yang mengidap diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan
bayi dengan spina bifida.
e) Obesitas 
Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan risiko seorang wanita
untuk memiliki bayi dengan kecacatan tabung saraf, termasuk spina bifida.

13. Teratoma dan teratologi


Teratoma
Teratoma berasal dari bahasa Yunani terato yang berarti “suatu monster”
dan onkoma yang menunjukkan “suatu pembengkakan atau massa”. Beragam
teori yang membahas terjadinya teratoma telah sering dikemukakan, namun
terbanyak disebutkan karena diferensiasi tidak normal dari sel-sel germinal
fetus yang berasal dari yolk sac. Migrasi normal dari sel-sel germinal
primordial ini menimbulkan tumor pada gonad sedangkan migrasi tidak normal
menyebabkan terjadinya tumor ekstragonad.
Secara khas teratoma tumbuh pada gonad atau garis midline tubuh.
Frekuensinya sebagai berikut: sakrokoksigeal 40%, ovarium 25%, testis 12%,
otak 5%, dan lain-lain termasuk leher dan mediastinum 1%.1 Teratoma terdiri
dari komponen-komponen ketiga lapisan germinal yang dapat bertumbuh
sebagai campuran yang tidak terorganisasi dari elemen-elemen matur dan
imatur, yaitu jaringan ektodermal, mesodermal dan endodermal.
Jaringan ektodermal terbanyak mencakup kulit, turunan kulit, epitel
gepeng/pipih, jaringan otak, glia, retina, neuroektoderm, pleksus koroid, dan
atau ganglia.Jaringan glia bervariasi selularitasnya, dan dapatlebih seluler
daripada otak normal tanpa indikasi imatur.Elemen neuroektodermal seperti
neuroblas dan neuroepitelium bisa sangat banyak dan mudah dikenal sebagai
jaringan imatur.Tubulus-tubulus dan rosette neuroepitelium mudah dikenal dan
menunjukkan komponen imatur dalam suatu teratoma.
Jaringan mesodermal mencakup jaringan otot, tulang dan atau tulang
rawan, lemak, dan stroma embrional. Stroma imatur dan tulang rawan imatur
adalah tanda penting pada teratoma imatur. Stroma embrional imatur terdiri
atas sel-sel kecil, fusiformis, padat dengan sel-sel yang aktif bermitosis dengan
inti hiperkromatik dan sedikit sitoplasma. Tulang rawan imatur dikelilingi oleh
stroma embrional dan kondroblas yang besar.
Jaringan endodermal mencakup hati, epitel bronkus dan saluran cerna,
kelenjar tiroid, dan atau kelenjar-kelenjar liur
Sebagian besar teratoma mengandung jaringan yang terdiri atas berbagai
macam lapisan germinal tersebut diatas, dan akibatnya mempunyai gambaran
morfologi yang berbeda-beda.Pada jenis teratoma monodermal hanya terdiri
satu jenis jaringan, sebagai contoh struma ovarii dan tumor karsinoid.Teratoma
kistik jinak atau kista dermoid adalah jenis tersering dan diperkirakan berkisar
26-44% dari semua tumor ovarium.
Menurut klasifikasi WHO, teratoma dibagi atas tiga kelompok yaitu:3
- Immature
- Mature:
- Solid
- Cystic
- Dermoid cyst (mature cystic teratoma)
- Dermoid cyst with malignant transform- ation
- Monodermal and highly specialized:
- Struma ovarii
- Carcinoid
- Struma ovarii and carcinoid.
- Others (e.g., malignant neuroectodermal and ependymoma)
Teratoma Imatur
Saat ini istilah teratoma imatur lebihdisukai daripada teratoma ganas
ovarium.Tumor ini tersusun oleh campuran jaringan embrional dan matur yang
berasal dari ketiga lapisan germinal.Setiap jaringan dapat ditemukan, namun
paling sering adalah komponen neuroepitelial serta jaringan mesodermal.
Insiden tumor ini hanya kira-kira 2% dari teratoma ovarium, dan sekitar
10-20% dari kanker ovarium. Sering terjadi pada usia 10-20 tahun. Usia rata-
rata 20 tahun. Kadang ditemukan juga pada wanita usia lanjut.
Gejala klinik
Gejala klinik ditandai oleh massa di perut atau panggul yang dapat
dipalpasi, distensi perut, dan sering disertai nyeri. Jarangjarang bermanifes
dengan gejala acute abdomen disebabkan karena torsi atau ruptur tumor.
Teratoma Matur (Benign)
Kelompok penyakit ini menunjukkan diferensiasi akhir sel punca
multipotensial dari garis sel germinal menjadi jaringan matur pada orang
dewasa, kadang-kadang dengan suatu karakter organoid. Hampir semua tumor
dalam kelompok ini berbentuk kistik (kista dermoid, mature cystic teratoma)
dan hanya sebagian mempunyai gambaran makroskopik padat (benign solid
teratoma, mature solid teratoma). Meskipun ovarium merupakan lokasi paling
sering dari tumor ini, namun sudah dilaporkan juga pada uterus, tuba Falopi,
cul de sac, dan omentum.
Teratoma matur merupakan salah satu dari tumor-tumor ovarium yang
sering, kira-kira 15-53,5% dari seluruh neoplasma ovarium. Teratoma matur
dapat terjadi pada semua usia sejak lahir hingga usia lanjut. Insiden tinggi
terjadi pada usia muda, dengan puncak insiden pada usia antara 2029 tahun,
dimana 90% didiagnosis pada usia reproduktif. Hanya sekitar 10-28%
ditemukan pada wanita pasca menopause.

Mature solid teratoma


Tumor ini jarang terjadi, pada wanita muda sering pada usia duapuluhan
dan tidak dijumpai pada wanita pasca menopause.5,11 Gambaran yang
menonjol pada jenis tumor ini adalah makroskopik tumor padat, tetapi dapat
juga dijumpai daerah-daerah dengan kista-kista kecil multipelTumor ini jarang
terjadi, pada wanita muda sering pada usia duapuluhan dan tidak dijumpai pada
wanita pasca menopause.5,11 Gambaran yang menonjol pada jenis tumor ini
adalah makroskopik tumor padat, tetapi dapat juga dijumpai daerah-daerah
dengan kista-kista kecil multiple.
Teratoma fetiform
Jenis ini sangat jarang ditemukan.Tumor berbentuk kista ovarium yang
mengandung struktur menyerupai fetus manusia malformasi (homunculus).
Sebagian besar ditemukan pada usia 30-40 tahun.5 Suatu homunculus berbeda
dengan fe- tus-in-fetu yakni suatu kembar monosigot parasitik yang
berkembang di dalam ruang retroperitoneum bagian atas dari pasangannya.
Sebagian besar kasus fetus-in-fetu terjadi pada bayi-bayi berusia 1 tahun.5.

Teratoma Monodermal (Monophyletic).


Teratoma monodermal adalah teratoma dengan satu komponen (≥ 50 %)
yang menonjol pada seluruh tumor.Jenis ini dapat berbentuk jinak atau
ganas.Bentuk yang paling sering adalah struma ovarium, kemudian yang lebih
jarang adalah tumor karsinoid dan neuroektodermal.
Struma ovarii
Istilah struma ovarii digunakan pada teratoma yang mengandung jaringan
tiroid saja atau jaringan tiroid sebagai jaringan yang dominan. Gambaran
morfologik jaringan tiroid ektopik sama dengan jaringan tiroid eutopik. Struma
ovarii dapat ditemukan besama-sama dengantumor karsinoid disebut sebagai
strumal karsinoid kistadenoma musinosum, tumor Brenner, atau tumor
karsinoid.Kombinasi dengan tumor karsinoid disebut sebagai strumal
karsinoid.
Struma ovarii adalah neoplasma jarang dan terjadi pada usia yang lebih
tua dari teratoma matur. Puncak frekuensi pada dekade kelima, tapi kadang-
kadang juga ditemukan pada usia lebih tua atau lebih muda.5 Umumnya struma
ovarii ditemukan secara insidentil atau pada kasus dengan gejala tidak spesifik.
Gejala hipertiroid dapat terjadi  10%.Pada beberapa penderita disertai gejala
pembesaran kelenjar tiroid.
Gejala asites terjadi pada kira-kira sepertiga kasus, dan kadang kadang
disertai sindrom Meigs. Adanya hubungan antara massa di rongga panggul,
gejala asites, dan peningkatan serum CA-125 dapat menyerupai kanker
ovarium.3 Pewarnaan imunohistokimia untuk tiroglobulin atau thyroid
transcription factor-I (TTF-I) dapat menegaskan diagnosis pada kasus-kasus
sulit.
Tumor karsinoid
Tumor karsinoid digolongkan sebagai teratoma monodermal disebabkan
karena frekuensinya lebih tinggi dibandingkan dengan teratoma yang lain. Sel-
sel neuroendokrin pada teratoma menunjukkan asalnya dari
karsinoid.Karsinoid jarang dilaporkan timbul pada Sertoli-Leydig cell tumors,
dan beberapa tumor ovarium asal epitel permukaan terutama jenis musinosum.
Menurut klasifikasi Williams & Sandler, terdapat tiga jenis tumor
karsinoid pada ovarium (dihubungkan dengan kelompok embriolgik.
1.Pola insular, sama dengan yang terlihat pada midgut carcinoid tumor
2. Pola trabekular sama dengan yang terlihat pada hindgut carcinoid tumor
3. Kombinasi jaringan tiroid dengan tumor karsinoid dari jenis hindgut atau
foregut. Kombinasi ini unik pada ovarium, disebut juga struma karsinoid, yang
berhubungan erat dengan karsioma meduler tiroid.
Monodermal neuroectodermal tumor
Merupakan jenis tumor ovarium yang jarang.Tumor ini terdiri atas sel-sel
neuroektodermal yang bertumbuh pada sistim saraf pusat.Tumor jenis ini dapat
juga terjadi pada testis dan sering dihubungkan dengan teratoma.Diagnosis
tumor neuroektodermal pada testis terbatas pada tumor dimana diameter
komponen neuroektodermal minimal 1 cm. Standar ukuran ini dapat dipakai
untuk tumor neuroektodermal pada ovarium, meskipun pada tumor ovarium
komponen neuroektodermal hampir selalu mengisi seluruh bagian tumor.
Tumor-tumor ini menyerupai tumortumor neuroektodermal dari sistim saraf
pusat di tempat lain, dan terjadi pada semua usia. Biasanya ditandai oleh
adanya massa dalam rongga panggul dengan pertumbuhan cepat. Penyebaran
keluar ovarium terjadi pada setengah kasus.
Terdapat tiga jenis utama tumor neuroektodermal pada ovarium, yaitu:
1. Tumor neuroektodermal gradasi tinggi, terdiri atas sarang-sarang dan
lembaranlembaran sel-sel kecil dengan inti hiperkromatik (Gambar 9A)
bermitosis aktif. Beberapa sel mempunyai sitoplasma fibriler. Beberapa tumor
tersusun pola rosette dengan lumen sentral, neuropil, rosette neuroblastik, atau
foki dari diferensiasi sel-sel glia. Daerah-daerah dengan tumor jenis ini mirip
meduloepitelioma, ependimoblastoma atau neuroblastoma. Tumor
neuroektodermal primitif pada ovarium tidak dihubungkan dengan jenis tumor
neuroektodermal primitif perifer.
2. Tumor neuroektodermal yang menunjukkan diferensiasi glia yang luas dan
menyerupai suatu glioblastoma multiforme (Gambar 9B) atau beberapa bentuk
glioma. 3. Tumor neuroektodermal yang menyerupai ependimoma. Sel-sel
tumor bulat atau torak dan mempunyai sitoplasmafibriler. Sel-sel tersusun
membentuk pseudorosette perivaskuler, rosette ependimoma sejati dengan
lumen sentral dan pada beberapa tumor garis tubulus, kista, atau papilla.
Teratologi
Teratologi merupakan ilmu yang berhubungan dengan penyebab, mekanisme, dan
gejala penyimpangan perkembangan struktural atau fungsional selama
perkembangan janin (O‟Rahily, 1992).Teratogen merupakan bahan-bahan
yang memiliki efek merugikan pada embrio atau janin antara tahap fertilisasi
dan kelahiran. Walaupun gen dan kromosom yang abnormal dapat
menyebabkan kecacatan, istilah teratogen biasanya dibatasi pada zat-zat dari
lingkungan seperti obat-obatan dan virus. Teratogen dapat beraksi pada induk,
pada plasenta, atau pada embrio/janin (Wilson, 1977).
Teratogen
Bahan-bahan yang termasuk teratogen antara lain:
-inhibitor ACE
-Alcohol
-Androgen
-antikonvulsen
-antineoplastik, dll
Teratogen dan pemaparannya
Pemaparan janin terhadap teratogen terjadi karena bahan-bahan tersebut
dapat melewati plasenta. Pemindahan suatu zat dari induk ke janin dapat terjadi
melalui beberapa cara yaitu:
a. Difusi sederhana
b. Difusi terfasilitasi
c. Transport aktif
d. Pinositosis

Prinsip umum teratologi


1. Kerentanan pada teratogenesis bergantung pada genotip janin dan caranya
berinteraksi dengan factor lingkungan.
2. Kerentanan pada teratogenesis bervariasi, tergantung pada tahap perkembangan
saat terpapar oleh teratogen.
3. Teratogen bekerja dengan cara spesifik pada sel dan jaringan yang sedang
berkembang untuk mengawali perkembangan abnormal.
4. Masuknya pengaruh buruk pada jaringan yang sedang berkembang bergantung
pada sifat alami teratogen.
5. Empat Manifestasi wujud akhir dari perkembangan yang menyimpang adalah
kematian, kecacatan, hambatan pertumbuhan dan kelainan fungsional
6. Peningkatan frekuensi dan tingkat manifestasi dari perkembangan yang
menyimpang sebanding dengan peningkatan dosis, dari dosis tidak efektif
sampai dosis letal.

14. Deteksi kelainan


1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini
beberapa kelainan kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda,
molahidatidosa, dan sebagainya. Beberapa contoh kelainan kongenital yang
dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive (ultrasonografi) pada
midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida,
defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar,
penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang memberi
gambaran gelembung ganda), kelainan sistem genitourinaria (misalnya kista
ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru, polidaktili, celah bibir,
mikrosefali, dan ensefalokel.
2. Pemeriksaan cairan amnion (amnionsentesis)
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan
aspirasi per-abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut dapat
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan genetik/kromosom,
pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap defek tuba neural (anensefali,
mengingomielokel), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan metabolic
(galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan lainnya.
3. Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP).
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami
defek tuba neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum ini
menurun maka dapat ditemukan pada sindrom down dan beberapa kelainan
kromosom.
4. Biopsi korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada
janin, kelainan metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis
DNA, misalnya talasemia dan hiperplasia adrenal kongenital.
5. Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru
lahir perlu diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka
bayi, besar dan bentuk kepala, bentuk daun telinga, mulut, jari-jari, kelamin,
serta anus bayi.

15. Pencegahan kelainan kongenital atau cacat bawaan


Dalam seminar Ikatan Dokter Anak Indonesia ada beberapa program
pencegahan kelainan bawaan, yaitu:
1. Pemberian Tablet Fumarat Ferosus + Asam Folat bagi remaja putri (20% dari
sasaran tahun 2017) dan minimal 90 tablet Fe bagi ibu hamil
2. Imunisasi Rubella bagi bayi usia 9 bulan sd anak 15 tahun. Dimulai pada
September 2017 dilakukan bagi sasaran di pulau Jawa dan tahun 2018 pada
sasaran di luar pulau Jawa.
3. Mempromosikan aktifitas fisik mulai dari balita, anak usia sekolah, remaja,
dewasa termasuk senam ibu hamil dan lansia
4. Mempromosikan makan ikan, buah dan sayur
5. Meminum obat atas indikasi dan saran dokter
6. Teliti dalam mengkonsumsi makanan
7. Mencegah pencemaran lingkungan, baik dalam rumah tangga maupun
penceraran akibat aktifitas produksi pabrik, pertambangan dan pertanian
8. Melakukan pemeriksaan kesehatan minimal 6 bulan sekali. Antenatal care pada
ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan
9. Mengontrol kadar gula darah dan tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA

http://zonanoubinsoupa.blogspot.com/2014/11/kelainan-perkembangan-pada-
embrio.html?m=1

https://id.scribd.com/document/371108926/Makalah-Atresia-Duodeni

IDA.or.id

Krisna, D.M. dan A. Maulana. 2017. Hipospadia: Bagaimana Karakteristiknya di


Indonesia. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana. Vol.2(2):325-333.

Laksono, S. P., Qomariyah, dan Endang P., 2011. Presentase Distribusi Penyakit
Genetik dan Penyakit yang Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di
RSDU Serang. Artikel penelitian PharmaMedika, Vol. 3. No.2. Universitas
YARSI.
Marianti. 2017. Spina Bifida. https://www.alodokter.com/spina-bifida. Diakses
tanggal 07 Mei 2019.

Mufida, K.. 2015. Analisis Prevalensi dan Faktor Risiko Pasien dengan Isolated
Hypospadias di Laboratorium Cebior. Laporan Hasil Karya Tulis
Ilmiah. Universitas Diponegoro, Semarang.

Nah, Y.K. 2004. Obat dan Bahan Kimia yang Menyebabkan Cacat Janin. Meditek.
Vol 12 (31) : 37-52.

Rini, M., Eny K., dan Argi V.B., 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Sindrom Down Di SLB-C Cipaganti Bandung. Jurnal Stikes
A.Yani.

Safrida, E.N.. 2017. Spina Bifida dengan Tethered Cord, Infeksi Saluran Kemih
Kompleks dan Anemia Defisiensi Besi. Laporan Akhir Kasus
Longitudinal. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tangkudung, F.J., S.Y. Patria dan E. Arguni. 2016. Faktor Risiko Hipospadia
pada Anak di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Sari Pediatri.
Vol.17(5):396-399.

Tjahjani, N. P., 2013. Kelainan Genetik Klasik: Tinjauan Penciptaan Manusia


dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Kajian Pendidikan Islam. Vol. (5): 2
Halaman 222-250.

www.alodokter.com
Yuncie, S.M., 2012. Karakteristik Ibu Yang Melahirkan Bayi Dengan Kelainan
Kongenital Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2011. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Anda mungkin juga menyukai