Anda di halaman 1dari 15

2.

1 Sindrom Down

2.1.1 Definisi dan klasifikasi


Sindrom Down adalah suatu kondisi dimana terdapat tambahan kromosom pada
kromosom 21 atau dikenal juga dengan istilah trisomi 21 yang menyebabkan keterlambatan
perkembangan fisik, ketidakmampuan belajar, penyakit jantung, tanda awal alzeimer, dan
leukimia. Bayi yang lahir dengan sindrom Down berkisar 1 dari 800 kelahiran hidup.

Sindrom Down dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Translokasi adalah suatu keadaan dimana tambahan kr


omosom 21 melepaskan diri pada saat pembelahan sel dan menempel pada kromosom yang
lainnya. Kromosom 21 ini dapat menempel dengan kromosom 13, 14, 15, dan 22. Ini terjadi
sekitar 3 - 4% dari seluruh penderita sindrom Down. Dibeberapa kasus, translokasi sindrom
Down ini dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Gejala yang ditimbulkan dari
translokasi ini hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan oleh trisomi 21

Gambar 1
.Translokasi kromosom 21

Pada gambar diatas, terlihat adanya translokasi


kromosom 21 dengan kromosom 14 yang terjadi pada seorang pria (tanda panah).

2. Mosaik adalah bentuk kelainan yang paling jarang terjadi, dimana hanya beberapa sel
saja yang memiliki kelebihan kromosom 21 (trisomi 21). Bayi yang lahir dengan sindrom
Down mosaik akan memiliki gambaran klinis dan masalah kesehatan yang lebih ringan
dibandingkan bayi yang lahir dengan sindrom Down trisomi 21 klasik dantranslokasi.
Trisomi 21 mosaik hanya mengenai sekitar 2-4% dari penderita sindrom Down.
3. Trisomi 21 klasik adalah bentuk kelainan yang paling sering terjadi pada penderita
sindrom Down, dimana terdapat tambahan kromosom pada kromosom 21. Angka
kejadian trisomi 21 klasik ini sekitar 94% dari semua penderita sindrom Down.

Gambar 2
Kromosom penderita sindrom Down
Dari gambar diatas terlihat adanya kelainan kromosom berupa
47,XX,+21 pada wanita dengan sindrom Down (tanda panah).

2.1.2 Etiologi

Sindrom Down biasanya disebabkan karena ke gagalan dalam pembelahan Sel atau
disebut nondisjunction. Tidak diketahuimengapa hal ini dapat terjadi. Namun, diketahui bahwa
kegagalan dalam pembelahan sel ini terjadi pada saat pembuahan dan tidak berkaitan dengan apa
yang dilakukan ibu selama kehamilan. Pada sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya
pada saat meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga dapat terjadi saat mitosis awal
dalam perkembangan zigot. Oosit primer yang perkembangannya terhenti pada saat profase
meiosis I tidak berubah pada tahap tersebut sampai terjadi ovulasi. Diantara waktu tersebut, oosit
mengalami nondisjunction. Pada sindrom Down, pada meiosis I menghasilkan ovum yang
mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi oleh spermatozoa normal, yang membawa autosom
21, maka terbentuk zigot trisomi 21.
Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Adanya virus/infeksi
2. Radiasi
3. Penuaan sel telur. Dimana peningkatan usia ibu berpengaruh terhadap kualitas sel telur.
Sel telur akan menjadi kurang baik dan pada saat terjadi pembuahan oleh spermatozoa,
sel telur akan mengalami kesalahan dalam pembelahan.
4. Gangguan fungsi tiroid. Dibeberapa penelitian ditemukan adanya hipotiroid pada anak
dengan sindrom Down termasuk hipotiroid primer dan transien, pituitary-hypothalamic
hypothyroidism, defisiensi thyroxin-binding globulin (TBG) dan kronik limfositik
tiroiditis. Selain itu, ditemukan pula adanya autoimun tiroid pada anak dengan usia lebih
dari 8 tahun yang menderita sindrom Down.
5. Umur ibu. Wanita dengan usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko melahirkan bayi dengan
sindrom Down dibandingkan dengan ibu usia muda (kurang dari 35 tahun). Angka
kejadian sindrom Down dengan usia ibu 35 tahun, sebesar 1 dalam 400 kelahiran.
Sedangkan ibu dengan umur kurang dari 30 tahun, sebesar kurang dari 1 dalam 1000
kelahiran. Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya
kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan
konsentrasi reseptor hormon, dan hormon LH (Luteinizing 13 Hormone) dan FSH
(Follicular Stimulating Hormone) yang secara tiba-tiba meningkat pada saat sebelum dan
selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya nondisjunction.

Gambar 3
Nondisjunction

Pada gambar diatas, terlihat adanya kesalahan dalam pembelahan sel atau disebut
nondisjunctionyang terjadinya pada saat meiosis, sehingga terjadi kelebihan jumlah kromosom
didalam tubuh manusia, yaitu menjadi 47 kromosom. Selain nondisjunction, penyebab lain dari
sindrom Down adalah anaphase lag. Yaitu, kegagalan dari kromosom atau kromatid untuk
bergabung ke salah satu nukleus anak yang terbentuk pada pembelahan sel, sebagai akibat dari
terlambatnya perpindahan/pergerakan selama anafase. Kromosom yang tidak masuk ke nukleus
sel anak akan menghilang. Ini dapat terjadi pada saat meiosis ataupun mitosis.

2.1.3 Gambaran klinis

Beberapa individumemiliki sebagian besargambaran klinis dibawah ini,


sementaralainnyahanyamenunjukkan beberapa gambaran klinis saja. Gambaran klinis penderita
sindrom Down, yaitu mata sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal
folds), mulut yang mengecil dengan lidah besar sehingga tampak menonjol keluar
(macroglossia), bentuk kepala yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan orang normal
(microchephaly), rajah telapak tangan yang melintang lurus/horizontal (simian crease),
penurunan tonus otot (hypotonia), jembatan hidung Datar (depressed nasal bridge), bertubuh
pendek, gangguan pendengaran, dagu yang lebih kecil (micrognatia), dan gigi lebih kecil dari
normal(microdontia).

Tabel 2. Prevalensi gangguan kesehatan pada anak dengan sindrom Down.

Masalah Kesehatan Prevalensi (%)


Kelainan jantung bawaan 44-58
Gangguan penglihatan 38-80
Gangguan pendengaran 38-78
Obstructive sleep apnoea syndrome 57
Wheezing airway disorders 30-36
Kelainan gastrointestinal bawaan 4-10
Coeliac disease 5-7
Obesitas 30-35
Transient myeloproliferative disorder 10
Gangguan tiroid
Atlanto-axial instability 28-40
Anomali traktus urinarius 10-30
Masalah kulit 3.2
Masalah kebiasaan 1.9-39.2
18-38

Paling sedikit 8% kelahiran mengalami kelainan kromosom yang


menyebabkan sekitar 50% aborsi trimester pertama dan 5%-7% lahir mati dan kematian
neonatus. Kelainan kromosom yang masih memungkinkan janin hidup tetapi menimbulkan
morbiditas berat terjadi pada0,65% neonatus. Susunan kromosom seseorang atau kariotip,
diuraikan dengan menggunakan International System for Human Cytogenetic Nomenclature.

2.1.4 Jenis Kelainan Kromosom

Kelainan kromosom terjadi pada jumlah dan strukturnya.

A.Kelainan jumlah (Aneuploidi)


Jumlah kromosom pada manusia adalah 44 autosom, tersusun dalam pasangan yang
diberi nomor dari 1 hingga 22, dan satu pasang romosom seks. Aneuploidi adalah keadaan
dimana seseorang kehilangan satu kromosom (monosomi) atau memiliki lebih dari dua
kromosom
(trisomi).

1.Trisomi
Kelainan jumlah paling sering disebabkan oleh nondisjunction, yaitu kromosom
berpasangan dengan benar, tetapi gagal memisah sewaktu meiosis. Risiko
nondisjunctionmeningkat seiring usia ibu. Trisomi 16 dilaporkan menyebabkan 16% kematian
trimester pertama, namun kelainan ini belum pernah dijumpai pada kehamilan akhir. Aneuploidi
yang memungkinkan 16 kelangsungan hidup melewati trimester pertama adalah trisomi 13, 18,
dan 21.Trisomi 21 disebut juga sindrom Down, terjadi pada 1 dari 800 hingga 1000 neonatus.
Hampir 95% kasus sindrom Down terjadi akibat nondisjunction kromosom 21 ibu. Trisomi 18
juga dikenal sebagai sindrom Edward dan terjadi pada 1 dari 8000 neonatus. Orang dengan
sindrom Edward akan mengalami disabilitas intelektual berat dan menyebabkan terjadinya
kelainan pada beberapa bagian tubuh.Dan trisomi 13 juga dikenal sebagaisindrom Patau dan
terjadi pada sekitar 1 dari 20.000 kelahiran. Beberapa penderita trisomi 13 akan mengalami
disabilitas intelektual berat.

2.Monosomi
Monosomi hampir selalu menyebabkan kematian, kecuali monosomi X yang juga dikenal
sebagai sindrom Turner. Sindrom Turner terjadi pada wanita, dimana hanya memiliki satu
kromosom seks. Prevalensi kejadian ini adalah1 dari 2500 kelahiran hidup.

3. Poliploidi
Tambahan krosomom merupakan penyebab sekitar 20% abortus dini dan jarang dijumpai
pada kehamilan tahap lanjut. Triploidi adalah kelainan yang tersering.

4. Kromosom seks tambahan


Wanita dengan 47,XXX dan pria dengan 47,XXY (juga dikenal dengan sindrom
Klinefelter) cenderung memiliki tubuh yang tinggi tetapitidak ada pertumbuhan seks sekunder.
Baik pada XXX maupun XXY memiliki rerata IQ lebih rendah daripada orang normal. Selain
itu, ada juga pria dengan
47,XYY atau disebut juga dengan sindrom Jacob yang terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran hidup.

B. Kelainan struktur
Kelainan ini dapat disebabkan akibat kesalahan pada saat proses
penyatuan yang terjadi saat crossing over pada meiosis I.

1.Delesi
Delesi adalah hilangnya suatu bagian kromosom yang disebabkan karena adanya
kesalahan crossover selama meiosis, dan dapat juga disebabkan karena adanya penyakit genetik
yang serius. Delesi 4p atau dikenal juga sebagai sindrom Wolf-Hirschhorn yang menyebabkan
hambatan pertumbuhan janin, hipotonia, penampilan wajah yang khas, disabilitas intelektual
berat, dan defek kulit kepala di garis tengah posterior (aplasia kutis). Delesi 5p, yaitu delesi
parsial lengan pendek kromosom 5 menyebabkan sindrom Cri Du Chat. Bayi dengan delesi 5p
mengalami hambatan pertumbuhan, hipotonia, dan disabilitas intelektual berat. Mereka kadang-
kadang diidentifikasikan berdasarkan tangisannya yang keras, bernada tinggi mirip kucing, ini
diakibatkan kelainan perkembangan laring.

2. Translokasi
Suatu keadaan dimana terjadi perpindahan materi kromosom
yang satu dengan yang lainnya. Pertukaran ini biasanya tidak disertai dengan hilangnya materi
DNA sehingga disebut balanced translocation. Namun pada carrier balanced translocation, akan
memberikan keturunan dengan unbalanced translocation, yaitu suatu keadaan dimana
perpindahan materi kromosom ini, disertai dengan hilangnya materi DNA.
Translokasi resiprokal atau segmen ganda adalah tata ulang materi kromosom, ditandai dengan
terjadinya pemutusan di dua kromosom yang berbeda. Kemudian terjadi pertukaran fragmen
fragmen sebelum pemutusan tersebut diperbaiki. Translokasi robertsonian terjadi akibat fusi di
sentromer dua kromosom akrosentrik, yaitu kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22. Translokasi ini
terjadi pada sekitar 1 dari 1000 neonatus

3.Inversi
Inversi terjadi jika terdapat dua pemutusan di kromosom yang sama, dan materi genetik
yang terletak diantara titik-titik pemutusan tersebut mengalami pembalikan (inversi) sebelum
pemutusan diperbaiki. Inversi parasentrik adalah inversi ketika bahan genetik yang terbalik
berasal hanya dari satu lengan, dan tidak melibatkan 19 sentromer. Inversi perisentrik terjadi jika
pemutusan berlangsung di masing-masing lengan, dan melibatkan sentromer.

4.Isokromosom
Yaitu suatu keadaan dimana salah satu lengan kromosom mengalami delesi, kemudian
digantikan oleh duplikasi dari lengan yang lainnya, sehingga lengan panjang dan lengan pendek
tampak identik.

5.Insersi
Suatu keadaan yang terjadi karena segmen dari salah satu kromosom dimasukkan
kedalam kromosom yang lain.

6.Duplikasi
Yaitu adanya dua salinan salah satu segmen kromosom pada kromosom yang sama.

2.3 Analisis Sitogenetik


Analisis sitogenetikadalah studi tentang jumlah dan struktur umum dari
46 kromosom, yang juga dikenal sebagai kariotip. Kromosom dari sel-sel tubuh (biasanya dari
sel darah putih) dihitung jumlahnya normal atau tidak, dan struktur kromosom dilihat apakah ada
delesi atau duplikasi. Pengambilan darah pasien diambil dari darah vena/kapiler berheparin.
Darah yang telah diambil kemudian diteteskan kedalam media-media yang berbeda, yaitu
RPMI1640, MEM, dan TC199. Proses ini disebut dengan proses penanaman dimana dibutuhkan
waktu sekitar 3-4 hari sebelum proses pemanenan. Pada proses pemanenan dibutuhkan larutan
colchicine atau colcemid, yang berperan untuk menghentikan proses mitosis (metafase). Proses
selanjutnya, yaitu proses pengecatan. Setelah proses pengecatan selesai, preparat dapat dilihat
dibawah mikroskop untuk dinilai apakah ada kelainan kromosom atau tidak.
Indikasi untuk dilakukannya analisis sitogenetikadalah sebagai berikut :
1. Gagal tumbuh, keterlambatan perkembangan, perawakan pendek, alat kelamin ambigu,
dan disabilitas intelektual
2. Lahir mati dan kematian neonatus: insiden kelainan kromosom lebih tinggi pada bayi
lahir mati dan bayi yang meninggal tak lama setelah lahir (masing-masing sekitar10%)
dibandingkan kelahiran hidup (0,7%). Analisis sitogenetikmungkin dapat
mengidentifikasi penyebab kematian dan memberikan informasi penting untuk diagnosis
prenatal pada kehamilan yang mendatang
3. Analisis sitogenetik direkomendasikan untuk wanita hamil dengan riwayat kehamilan
sebelumnya dengan bayi sindrom Down, pasangan dengan riwayat infertilitas, dan
keguguran berulang.

3.1 Sindrom Edwards

3.1.2 Pengertian Sindrom Edwards

Sindrom Edwards pertama kali dideskripsikan oleh John Hilton Edwards pada tahun

1960. Sindrom yang biasa disebut trisomi 18 ini merupakan suatu kelainan kromosom yang

disebabkan adanya penambahan satu kromosom pada pasangan kromosom autosomal nomor 18.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Pada umumnya, manusia normal memiliki 46 kromosom, 22

pasang kromosom somatik (autosom dengan simbol 22AA) dan 1 pasang kromosom kelamin

(gonosom dengan simbol XX untuk perempuan dan XY untuk laki-laki). Namun, pada beberapa

kasus, terdapat variasi jumlah kromosom yang disebabkan oleh beberapa hal. Hal itu yang

disebut aneuploidi. Aneuploidi menyebabkan adanya variasi jumlah kromosom, ada pasangan

kromosom yang kekurangan satu kromosom, sehingga hanya tersisa satu kromosom

(monosomi), ada pula yang kelebihan satu kromosom, sehingga pasangan kromosom tersebut

memiliki tiga kromosom, disebut trisomi, seperti yang dijumpai pada Sindrom Edwards. Selain

trisomi, terdapat istilah lain seperti tetrasomi (4) dan pentasomi (5) untuk penambahan jumlah

kromosom yang lebih banyak lagi.

Pada beberapa literatur, dituliskan bahwa sindrom ini akan muncul 1 pada setiap 3000

kelahiran, namun terdapat literatur lain yang menyebutkan kemungkinan yang lebih yang kecil

lagi, yaitu 1 di setiap 6000 kelahiran dan 1 di setiap 8000 kelahiran. Seperti halnya sindrom

Down, sindrom Edwards kerap terjadi seiring dengan usia ibu yang semakin meningkat. Seperti

yang sudah dijelaskan di atas, penderita sindrom Edwards memiliki tambahan kromosom pada

pasangan kromosom nomor 18 nya, tambahan kromosom inilah yang menimbulkan masalah bagi
penderita. Tambahan jumlah kromosom ini bisa terdapat di keseluruhan sel somatik tubuh, bisa

juga hanya terdapat di sebagian sel saja yang disebabkan karena translokasi. Efek dari tambahan

kromosom ini sangat bervariasi, tergantung pada riwayat genetik dan kesempatan serta sejauh

mana tambahan kromosom ini berperan.

Sel telur dan sel sperma yang sehat, masing-masing memiliki kromosom individu yang

berkontribusi memberikan 23 pasang kromosom yang dibutuhkan untuk membentuk sel manusia

normal dengan 46 kromosom. Kesalahan numerik dapat timbul pada salah satu dari dua meiosis

dan menyebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah ke dalam sel anak (nondisjunction). Hal

ini menyebabkan kromosom ekstra, membuat jumlah haploid sebanyak 24, bukan 23. Fertilisasi

sel telur atau inseminasi oleh sel sperma yang memliki kromosom ekstra, akan menghasilkan

trisomi, atau tiga salinan kromosom lebih dari dua. Oleh karena itu, tambahan kromosom

biasanya terjadi sebelum konsepsi.

Trisomi 18 terjadi karena nondisjunction/gagal berpisah saat meiosis. Karena

nondisjunction, sebuah gamet (sperma atau sel telur) diproduksi dengan kromosom tambahan

pada kromosom ke 18, jadi gamet itu memiliki 24 kromosom (normal; 23). Saat gamet itu

bergabung dengan gamet normal dari orang tua lain, embrionya memiliki 47 kromosom dengan

tiga kromosom pada kromosom nomor 18.

3.1.2 Ciri- ciri penyakit Sindrom Edwards


Bayi yang lahir dengan Sindrom Edwards mungkin memiliki beberapa atau semua

karakteristik sebagai berikut: malformasi ginjal, cacat jantung struktural saat lahir (yaitu, cacat

septum ventrikel, defek septum atrium, patent ductus arteriosus ), usus yang menonjol di luar

tubuh ( omphalocele), atresia esofagus, keterbelakangan mental, keterlambatan perkembangan,

defisiensi pertumbuhan, kesulitan makan, kesulitan bernapas, dan arthrogryposis (gangguan otot

yang menyebabkan kontraktur sendi beberapa saat lahir). Beberapa malformasi fisik yang terkait
dengan sindrom Edwards termasuk kepala kecil ( mikrosefali ) disertai dengan bagian belakang

yang menonjol dari kepala ( ubun-ubun kecil ) rendah-set, telinga cacat; rahang abnormal kecil

( micrognathia ), bibir sumbing / langit-langit mulut sumbing, hidung terbalik, sempit lipatan

kelopak mata ( fisura palpebra ), mata banyak spasi ( hypertelorism okular ), melorot dari

kelopak mata atas ( ptosis ), sebuah tulang dada pendek, tangan terkepal, koroid pleksus kista,

jempol terbelakang dan atau kuku, jari-jari tidak ada , anyaman dari kedua dan ketiga jari kaki,

kaki pengkor atau kaki Rocker bawah, dan di laki-laki, testis tidak turun. Dalam rahim,

karakteristik yang paling umum adalah anomali jantung, diikuti oleh sistem saraf pusat anomali

seperti kelainan bentuk kepala.


3.1.3 Penyebab penyakit Sindrom Edwards

Trisomi 18 (47, XX, +18) disebabkan oleh meiosis nondisjunction acara. Dengan

nondisjunction , sebuah gamet (yaitu, sperma atau sel telur) diproduksi dengan tambahan salinan

kromosom 18; gamet dengan demikian memiliki 24 kromosom. Ketika dikombinasikan dengan

gamet normal dari orang tua lain, embrio memiliki 47 kromosom, dengan tiga salinan kromosom

18. Sebagian kecil kasus terjadi ketika hanya beberapa sel-sel tubuh memiliki salinan ekstra

kromosom 18, sehingga dalam populasi campuran sel dengan sejumlah kromosom yang berbeda.

Kasus seperti ini kadang-kadang disebut mosaic, Sangat jarang, sepotong kromosom 18 menjadi

melekat pada kromosom lain ( translokasi ) sebelum atau setelah pembuahan. Individu yang

terkena memiliki dua salinan kromosom 18 ditambah bahan tambahan dari kromosom 18

melekat pada kromosom lain. Dengan translokasi, seseorang memiliki trisomi kromosom parsial

untuk 18, dan kelainan yang sering kurang parah daripada untuk sindrom Edwards khas. Serta

Trisomi 18 disebabkan oleh adanya tiga - sebagai lawan dua - salinan kromosom 18 dalam sel

janin 'atau bayi.Sindrom Edward.

3.1.4`Gejala dan tanda klinis


Anak-anak penderita sindroma ini biasanya mempunyai:
Berat badan lahir rendah
Gagal tumbuh kembang
Pertumbuhan rambut yang berlebihan (hipertrikosis)
Kelainan jantung, pembuluh darah dan ginjal
Kelainan tulang tengkorak dan wajah
Kepala yang abnormal kecil (mikrosefali)
Rahang yang abnormal kecil (mikrognatia)
Arkus palatum tinggi
Leher lebar (webbed neck)
Telinga letak rendah
Kelainan mata:
Ptosis unilateral
Kekeruhan lensa dan kornea
Kelainan ekstremitas:
Tangan mengepal dengan posisi jari abnormal (akibat hipertoni otot yang persisten)
Malformasi pada pinggul dan kaki (kaki datar)
Kelainan organ genitalia:
Kriptorkidisme
Kelainan susunan saraf pusat
Holoprosensefali
Dalam mekanisme perkembangan otak, bagian depan dari otak janin gagal melakukan

pembelahan secara lengkap, disertai dengan gangguan perkembangan dari saraf otak I

(olfaktorius) yang berfungsi sebagai saraf penghidu dan II (optikus) yang berfungsi

sebagai saraf penglihatan. Keadaan ini seringkali ditandai dengan adanya defek pada garis

tengah wajah.
Retardasi mental
Prognosis
Bersifat letal
Hanya 5% dari anak-anak ini yang bisa melewati ulang tahunnya yang pertama
Biasanya penderita meninggal sebelum berusia 6 bulan

4.1.1 SINDROM PATAU

4.1.2 PENDAHULUAN

Sindrom Patau yang ditemukan oleh K. Patau pada 1960, juga disebut trisomi 13, terjadi ketika
seorang anak lahir dengan tiga kopi kromosom 13. Biasanya, dua salinan dari kromosom
diwariskan, satu dari setiap orangtua. Kromosom ekstra yang menyebabkan kelainan fisik dan
keterbelakangan mental yang parah. Karena sebagian besar dengan cacat jantung, umur dari bayi
trisomy13 biasanya diukur dalam hari.
Bayi normal biasanya mewarisi 23 kromosom dari setiap orangtua, dengan total 46 kromosom.
Namun, kesalahan genetik dapat terjadi sebelum atau sesudah konsepsi. Di dalam kasus sindrom
Patau, sebuah kesalahan acak terjadi, dan embrio memiliki tiga kopi kromosom 13, bukan dua
salinan normal.

Trisomi 13 terjadi pada sekitar 1 dalam 12.000 kelahiran hidup. Dalam banyak kasus, aborsi
spontan (keguguran) terjadi, dan janin tidak dapat bertahan hidup karna gejala yang sangat berat.
Resiko trisomi 13 tampaknya meningkat karna usia si ibu, terutama jika ia lebih dari 30. Anak
laki-laki dan perempuan sama-sama bisa menderita sindrom ini dan terjadi di semua ras.

4.1.2 SEJARAH SYNDROME PATAU

Pertama kali Sindrom Patau ditemui oleh Erasmus Bartholin pada tahun 1657. Oleh itu Trisomy
13 juga dikenali sebagai Sindrom Bartholin-Patau. Namun Trisomy 13 lebih dikenali sebagai
Sindrom Patau berbanding Sindrom Bartholin-Patau kerana orang yang menemui penyebab
berlakunya Sindrom Patau adalah Dr Klaus Patau. Beliaulah yang menemui kromosom yang
lebih pada kromosom ke-13 pada tahun 1960, dan beliau adalah seorang pakar genetik berbangsa
Amerika yang dilahirkan di Jerman. Sindrom Patau kali pertama dilaporkan berlaku dalam
sebuah puak di Pulau Pasifik. Menurut laporan kejadian tersebut mungkin berpunca dari radiasi
yang berlaku akibat ledakan ujian bom atom.

4.1.2 PENGERTIAN SYNDROME PATAU

Sindrome patau merupakan penyakit kelainan genetik dengan TRISOMI 13 (47, XX/XY + 13)
serta memiliki jumlah kromosom 47 (45A+XX atau 45A+XY).

4.1.3 PENYEBAB SYNDROME PATAU

Sindrome patau disebabkan oleh trisomi 13 / bertambahnya satu kromosom pada sepasang
kromosom no 13 yang terjadi karena kesalahan dalam pemisahan kromosom homolog atau non
Disjunction selama proses meiosis. Sesetengahnya pula berlaku disebabkan translokasi
Robertsonian. Ibu yang mengandung pada usia lanjut sangat beresiko sekali akan mendapatkan
keturunan sindrom patau pada bayinya.
4.1.4 SIMPTOM SYNDROME PATAU

Kejadian Sindrom Patau adalah lebih kurang 1 kes per 8,000-12,000 kelahiran. Purata jangka
hayat bagi kanak-kanak yang mengalami Sindrom Patau ialah lebih kurang 2.5 hari, dengan
hanya satu daripada 20 kanak-kanak yang boleh hidup lebih dari 6 bulan. Namun setakat ini tiada
laporan menunjukkan ada yang hidup sehingga dewasa.
4.1.5 GEJALA / CIRI-CIRI SINDROME PATAU

o Insidensi Kelahiran : 1 : 20.000

o Fenotip :

Bibir sumbing / bercelah


Malformasi sistem saraf pusat (retardasi mental berat)
Retardasi pertumbuhan
Low set ears
Memiliki garis simian
Kelainan jantung bawaan
Bibir sumbing atau langit-langitnya menjadi satu
Otot menurun
Ekstra jari tangan atau kaki (polydactyly)
Hernia: hernia umbilikalis, hernia inguinalis
Lubang, split, atau celah dalam iris (Koloboma)
Scalp defects (absent skin) Cacat kulit kepala (absen kulit)
Kejang
Lipatan palmar tunggal
Kelainan Tulang (anggota badan)
Mata kecil
Kepala kecil (microcephaly)
Rahang bawah kecil (micrognathia)
Kriptorkismus ( 1 atau 2 buah testis tidak berada di skrotumnya )
Holoprosensefali
Hipertelorisme
Aplasia kulit
Mikrosefali
Microapthalmia,

4.1.6 KOMPLIKASI YANG MUNGKIN TERJADI

Kesulitan bernapas atau kurangnya bernafas (apnea)


Keadaan tuli
Masalah makan
Gagal jantung
Kejang
Masalah penglihatan

Sekitar 82% dari bayi trisomi 13 meninggal dalam bulan pertama kehidupan mereka, hanya 5-
10% bertahan hidup sampai satu tahun. Anak-anak yang bertahan hidup dari bayi membutuhkan
terapi kesehatan untuk memperbaiki kelainan struktural dan komplikasi yang terkait. Yang
bertahan hidup hingga dewasa sangat jarang. Hanya satu orang dewasa yang diketahui selamat
sampai usia 33 tahun.
4.1.7 DETEKSI SYNDROME PATAU

Sindrom Patau bisa dideteksi selama kehamilan melalui penggunaan ultrasonografi,


amniosentesis, dan pengujian lainnya. Pada bayi kelainan bisa diketahui dengan memeriksa pola
kromosom bayi. Namun, sindrom Patau tidak dapat disembuhkan

4.1.9 PEMERIKSAAN KROMOSOM

o Yang berisiko tinggi dalam terjadinya kelainan kromosom, antara lain:

1. Orang dengan kelainan genetik kongenital (bawaan), yaitu ayah atau ibu yang
membawa kelainan kromosom.
2. Pembawa mutasi gen, seperti penderita hemofilia atau anaknya menderita
thalasemia, albino.
3. Mengalami keguguran berulang kali yang mungkin penyebabnya susunan
kromosom tak seimbang.
4. Memiliki anak dengan kelainan kromosom, sehingga perlu diselidiki apakah
karena keturunan atau bukan. Untuk itu, perlu dilakukan analisa kromosom pada
saudara-saudara dan ayah-ibunya.
5. Memiliki anak retardasi mental / kebodohan tanpa diketahui penyebabnya.
6. Memiliki anak dengan jenis kelamin diragukan (sex ambigua).
7. Penderita leukimia dan tumor ganas.
8. Suami-istri yang mengalami infertilitas.
9. Wanita dengan amenore primer (tak pernah haid) serta wanita hamil usia di atas
35 tahun.

Dengan demikian, mereka yang berisiko tinggi dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kromosom.
o Adapun cara pemeriksaannya:
1. Lewat darah karena dalam darah terdapat sel-sel limposit atau sel darah
putih. Sel-sel inilah yang dikembangkan hingga mengalami pembelahan
menjadi dua dan didapat kromosomnya.

Darah diambil sebanyak 3 ml, lalu ditaruh dalam botol dan dicampur
dengan media tertentu. Selanjutnya, ditaruh dalam inkubator dengan
temperatur 37 derajat celcius. Setelah 3-4 hari, sel darah merah
dihancurkan hingga tinggal sel darah putih yang kita pecah dengan
hykotonic atau garam sampai menggembung, yang setelah kering akan
pecah. Saat itulah keluar kromosomnya. Dari situ kita lihat, apakah ada
kelainan.

Cara ini dilakukan terutama pada indikasi:

bila jenis kelaminnya diragukan (sex ambigua)


wanita dengan manore primer (tak pernah haid)
anak dengan kelebihan kromosom
kasus leukimia dan tumor ganas
retardasi mental atau kebodohan tanpa diketahui penyebabnya
keguguran berulang kali serta infertilitas.

2. Skrining janin melalui cairan amnion atau ketuban ibu hamil pada usia kehamilan 16-20
minggu.
Air ketuban ini diambil 20 ml dan dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar-putar hingga
muncul endapan yang merupakan sel-sel janin. Selanjutnya, sel-sel ini dimasukkan ke dalam
botol dan dicampur dengan medianya, lalu ditempatkan di tempat bersuhu 37 derajat celcius.
Makan waktu 2 minggu baru bisa memisah-misahkan kromosomnya.

Pemeriksaan cara ini dilakukan apabila terdapat indikasi:


wanita hamil di atas usia 35 tahun
umur suami lebih dari 65 tahun

bila ada anak atau saudara kandung dari janin yang mengalami cacat / retardasi mental
ibu pernah mengalami keguguran lebih dari dua kali dan tak diketahui penyebabnya
terdapat kecurigaan pada janin ada kelainan fisik, misalnya dari hasil USG diketahui
lehernya tebal, mukanya mongoloid atau tangannya menggenggam
dan bila janin ada tanda-tanda pertumbuhan terhambat.

Catatan :

Terdapat beberapa kondisi dimana wanita hamil tidak disarankan melakukan amniosentesis.
Salah satunya apabila volume air ketuban terbilang sedikit (oligohidramnion). Apabila cairan
ketuban ibu hamil kurang, tentu saja tindakan ini menjadi berbahaya untuk dilakukan.

Walaupun diduga bayi akan terlahir dengan cacat bawaan, pada kasus ibu hamil yang ketubannya
sudah pecah terlebih dulu tindakan amniosentesis tetap tidak bisa dilakukan. Tetapi dapat
dilakukan tindakan lain, misalnya kordosentesis, dimana yang diambil adalah darah dari tali
pusat.

Anda mungkin juga menyukai