Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH

Thypoid

Mega Puspita

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH. THAMRIN

JAKARTA, 2019
I. Latar Belakang

Demam thypoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit


ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1962
Tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Surveilans Departemen kesehatan RI, frekuensi kejadian demam Thypoid
di Indonesia pada Tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi
peningkatan frekuensi menjadi 15,4/10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah
sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986 memperlihatkan peningkatan jumlah
penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.
Insiden demam thypoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan: di daerah Rural Jawa Barat 157 kasus/100.000
penduduk sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810/100.000 penduduk.
Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyedian air bersih
yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang
kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Case vitality rate (CFR) demam thypoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari
seluruh kematian di Indonesia. Namun demikian, berdasarkan hasil survey
kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun
1995 demam thypoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas
tertinggi.
Demam thypoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun
lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan
sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.
II. Tinjauan Pustaka

A. Pengertian
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

B. Penyebab
Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A, B
dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella thypii dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Di Indonesia, thypoid terdapat dalam
keadaan endemik. Pasien klien yang ditemukan berumur di atas satu tahun.
Sebagian besar pasien yang dirawat dibagian Ilmu Kesehatan Klien FKUI-
RSCM Jakarta berumur diatas 5 tahun (Ngastiyah 2005).
C. Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk
ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan
limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar
(Ngastiyah 2005).
Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada
saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu
pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plak pyeri (Suriadi 2006).
D. Pathway
Salmonella Thyposa

Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung

Usus halus

Jaringan limfoid

Otak Aliran darah

SSP Seluruh Tubuh Kel. Limfoid Usus Halus Masuk retikuloendotelial

Mengeluarkan Jaringan limfoid


Merangsang Nekrosis usus halus Masuk limfa dan hati
pusat muntah endotoksin
di medulla
oblongata Pelepasan mediator Ulkus di Plak Peyeri Pembesaran hati dan limfa
inflamasi

Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan


kuadran atas
Suhu Tubuh Nyeri kepala Salmonella Thyposa
Peristaltik Peristaltik usus
Gg. Rasa usus Gg. Rasa
Hipertermia
nyaman nyaman
nyeri kepala Diare nyeri perut
Konstipasi

Mual Muntah Anoreksia Kekurangan cairan Dehidrasi


Kelemahan Bedrest dan elektrolit
Total

Gg. Pemenuhan Nutrisi Bibir kering dan


Defisit Defisit volume cairan pecah-pecah
Perawatan Diri dan elektrolit
(Oral hygine)

Lidah tertutup Napas berbau


selaput putih kotor tidak sedap
(coated tongue)
E. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala
dan terlihat lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan
berlangsung selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua
suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur
turun dan kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak sedap,
bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor
(coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi tetapi
juga terdapat diare atau normal menurut Ngastiyah (2005). Umumnya klien
mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang terjadi
stupor, koma, atau gelisah kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suryadi (2006) pemeriksaan pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
A. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
B. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
C. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan
media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
D. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella thypii,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
E. Pemeriksaan Tubox
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi
penyakit demam tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari
kuman Salmonella (lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti
Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan
lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman Salmonella thypii.
Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara lain bisa mendeteksi secara dini
infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM muncul pada
hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman
Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya dibutuhkan sampel
darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih cepat.
G. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di
berikan perawatan sebagai berikut:
1. Perawatan
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
kondisi bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
o Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
o Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang kerja usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan
susu 2 gelas sehari
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada klien dengan thypoid yaitu :

o Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari


(maksimum) 2 gram/hari, diberikan peroral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin
pembentulan zat anti berkurang karena basil terlalu cepat di
musnahkan. Dapat juga diberikan Tiampenikol, Kotrimoxazol,
Amoxilin dan ampicillin disesuaikan dengan keluhan klien.
Kloramfenikol digunakan untuk memusnahkan dan menghentikan
penyebaran kuman. Diberikan sebagai pilihan utama untuk mengobati
demam thypoid di Indonesia.
o Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan intravena.
H. Pencegahan
Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2006), ada 3 strategi pokok
untuk memutuskan transmisi thypoid yaitu:
- Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypii baik pada kasus demam
thypoid maupun pada kasus carrier thypoid.
- Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi Salmonella thypii
akut maupun carrier.
- Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci
tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan
makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari
minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas
karena akan memperberat kerja usus dan pemberian vaksin.
A. Proses keperawatan
1. Pengkajian data keperawatan
a. Identitas.
b. Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas,
pucat, mual, perut tidak enak, anorexia
c. Pemeriksaaan TTV
Suhu tubuh bisasanya meningkat, demam berlangsung selama 3
minggu bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus
berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada pasien thypoid adalah:
demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di
perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah
tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai
koma.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah sebelumnya pasin pernah dirawat, dengan
diagnose apa? Kaji apa yang di rasakan klien belakangan ini.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
Thypoid atau sakit yang lainnya.
4. Riwayat kesehatan social
Lingkungan sekitar tempat tinggal pasien
Status psikologi keluarga dan pasien:
Pada pasien juga akan merasa kecemasan akibat hospitalisasi
dan cemas karena sesuatu hal yang tertunda seperti pekerjaan,
dan pada klien-klien merasa sedih karena berpisah dari teman-
temannya serta harus beradaptasi dilingkungan yang baru. Hal
ini di anggap sebagai ancaman bagi mereka sehingga terkadang
ada yang menutup diri. Keluarga mengalami kecemasan akibat
angggota keluarganya yang sakit, masalah biaya, lama
perawatan.
e. Pemeriksaan Head to toe/data fokus:
1. Mata : konjungtiva anemis.
2. Mulut : terdapat napas tidak sedap, bibir pecah-pecah dan
kering. Lidah tertutup selaput putih yang kotor sementara ujung
dan tepinya berwarna kemerahan.
3. Hidung: kadang terjadi epistaksis
4. Abdomen: perut kembung (meteorismus), hepatomegali,
splenomegali, nyeri tekan, bisa terjadi konstipasi, bisa juga
diare atau normal.
5. Kulit : bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
6. Sistem respirasi: normal
7. Sistem kardiovaskuler: biasanya pada pasien dengan typoid
yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa
didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu
tubuh.
8. Sistem integument : turgor kulit menurun, pucat, berkeringat
banyak, akral hangat.
9. Sistem eliminasi: pada pasien typoid kadang-kadang diare atau
konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan
(kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
10. Sistem persyarafan: apakah kesadaran penuh, apatis, somnolen
dan koma
f. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan leukosit
Terdapat leukopenia dan limposistosis relatif. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan
akan terjadi demam typhoid.
4. Uji Widal
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi
atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya
makin besar klien menderita typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi
penyakit demam tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen
spesifik dari kuman Salmonella (lipopolisakarida O9) melalui
pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF). Pemeriksaan ini
lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini
infeksi akibat kuman Salmonella typhi.
2. Analisis Data
No Data Problem Etiologi Diagnosa
keperawatan
1 Subyektif (S) Hipertermia Hipertermia
Mengeluarkan
1. Klien mengatakan badannya terasa endotoksin berhubungan dengan
panas pelepasan edotoksin
2. Klien mengeluh sakit kepala Pelepasan
mediator
Obyektif (O) inflamasi
1. Suhu badan > 380 C
2. Klien tampak meringis
3. Nadi/ respirasi meningkat Suhu Tubuh

Hipertermia

2 Subyektif (S) Gangguan rasa Nyeri berhubungan


Masuk limfa dan hati
1. Klien mengeluh sakit perut nyaman nyeri perut dengan pembesaran hati
Obyektif (O) dan limfa
1. Terdapat nyeri tekan pada kuadran Pembesaran hati dan
kanan atas limfa
2. Klien tampak gelisah/meringis sambil
memegang perut Nyeri perabaan
kuadran atas
3. Terdapat distensi abdomen

Gg. Rasa nyaman


nyeri perut

3 Subyektif (S) Gangguan pemenuhan Gangguan pemenuhan


Aliran darah
1. Klien mengatakan tidak mau makan nutrisi kurang dari nutrisi kurang dari
2. Klien mengatakan merasa mual kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
Otak
Obyektif (O) berhubungan dengan
1. Klien tampak tidak menghabiskan SSP anoreksia
porsi makannya.
2. BB klien menurun.
3. Klien tampak tidak nafsu makan.

Merangsang pusat
muntah di medulla
oblongata

Anoreksia

Gg. Pemenuhan Nutrisi

4 Subyektif (S) Defisit perawatan diri Defisit perawatan diri


Mengeluarkan
1. Klien mengataakan badan terasa (oral hygiene) endotoksin berhubungan dengan
lemas kelemahan
Obyektif (O)
1. Klien tampak lemas
2. Klien tampak menyikat gigi sendiri.
3. Lidah tampak kotor.
Pelepasan
4. Mulut tercium bau tidak sedap.
mediator
inflamasi

Suhu Tubuh

Hipertermia

Kelemahan

Bedrest Total

Defisit Perawatan
Diri
5 Subyektif (S) Resiko tinggi Resiko tinggi
Motilitas usus
1. Klien mengatakan terasa haus kekurangan volume terganggu kekurangan volume
Obyektif (O) cairan dan elektrolit cairan dan elektrolit
1. Klien tampak sering minum/sulit Peristaltik usus berhubungan dengan
minum defekasi berlebihan
2. Turgor kulit sedang Diare
3. Klien tampak diare (faeces cair)
Kekurangan cairan dan
elektrolit

Defisit volume cairan


dan elektrolit
4. Intervensi
N DIAGNOSE KEPERAWATAN DAN
INTERVENSI RASIONAL
O TUJUAN
1. Hipertermia berhubungan dengan 1. Jelaskan penyebab terjadinya panas 1. Membantu mengurangi kecemasan pada
pelepasan endotoksin. kepada kelaurga atau klien klien maupun keluarga
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Ajurkan klien untuk banyak istirahat dan 2. Aktivitas yang berlebihna akan
selama 1 x 24 jam tidak terjadi kenaikan mengurangi aktivitas memperberat kerja usus sehingga
suhu tubuh dengan criteria hasil : menghambat proses penyembuhan
1. Suhu badan klien 36-370 3. Berikan klien banyak minum 3. Mengembalikan cairan yang keluar saat
2. Klien merngatakan nyaman. suhu tubuh mengalami peningkatan serta
3. TTV klien dalam batas normal. mencegah terjadinya dehidrasi
4. Berikan kompres air hangat 4. Membantu menurunkan suhu tubuh
5. Berikan klien pakaian yang mudah 5. Membantu memberikan rasa nyaman
menyerap keringat pada klien
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan 6. Memberikan rasa nyaman pada klien
tenang
7. Monitor tanda-tanda vital 7. Sebagai indikator untuk memantau
perkembangan penyakit klien
8. Monitor input dan output cairan 8. Membantu mencegah terjadinya dehidrasi
9. Kolaborasi medis untuk pemberian obat 9. Membantu menghilangkan bakteri
antibiotik penyebab thypoid
2. Gangguan rasa nyaman nyeri 1. Kaji respon klien terhadap nyeri 1. Membantu menyamakan persepsi antara
berhubungan dengan pembesaran hati perawat dan klien
dan limfa. 2. Kaji respon nonverbal klien 2. Mencocokan kesesuaian dengan verbal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien
selama 1 x 24 jam tidak terjadi nyeri 3. Berikan posisi yang nyaman pada klien 3. Membantu mengurangi rasa sakit yang
pada bagian perut dengan criteria hasil di rasakan klien
1. Klien mengatakan nyeri berkurang 4. Ajak klien untuk mengalihkan rasa sakit 4. Membantu mengalihkan perhatian
atau hilang. mereka dari apa yang di rasakan
2. Klien menunjukan ekspresi wajah 5. Monitor TTV 5. Sebagai indikator untuk memantau
tenang. perkembangan penyakit klien
3. Nyeri tekan berkurang. 6. Kolaborasi medis untuk pemberian obat 6. Menurangi rasa sakit yang dirasakan
4. TTV dalambatas normal. analgetik klien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang 1. Kaji kebiasaan makan klien 1. Membantu menentukan inrevensi yang
dari kebutuhan tubuh berhubungan tepat
dengan anoreksia : 2. Jaga kebersihan mulut, bersihkan secret 2. Memberikan rasa nyaman pada klien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maupun kotoran-kotoran sebelum makan agar klien mau makan
selama 3 x 24 jam tidak gangguan 3. Berikan makanan sedikit-sedikit tapi 3. Membantu klien untuk tidak mrasa mual
pemenuhan nutrisi dengan criteria hasil sering saat makan dan makana tetap masuk
1. Klien mampu menghabiskan 1 porsi dengan jumlah yang dibutuhkan
makanan yang disajikan. 4. Berikan atau anjurkan untuk memberikan 4. Membatu meningkatkan nafsu makan
2. BB klien stabil atau naik. makanan tambahan di luar jam makan pada klien
sesuai dengan kesukaan klien selama
tidak ada kontraindikasi
5. Kolaborasi dengan ahli gizi 5. Membantu menyediakan makanan
sesuai kebutuhan klien
6. Monitor BB setiap hari 6. Menunjukan pertumbuhan pada klien.
4. Defisit perawatan diri ( oral hygiene ) 1. Kaji tingkat ketergantungan klien 1. Menentukan intervensi yang akan di
berhubungan dengan kelemahan. berikan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Bantu klien dalam melakukan aktifitas 2. Membantu memotivasi klien untuk
selama 1 x 24 jam tidak terjadi deficit ringan seperti mengubah posisi memenuhi ADL
perawatan diri (oral hygiene) dengan 3. Ajarkan keluarga dalam membantu klien 3. Klien biasanya lebih nyaman jika di
criteria hasil : agar dapat memenuhi ADL bantu oleh keluarganya selain itu akan
1. Mulut tampak bersih. dapat mempererat ikatan emosional.
2. Mulut tercium tidak berbau.
3. Lidah tampak bersih.

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan 1. Observasi TTV klien 4 jam sekali 1. Membantu memantau keadaan klien
dan elektrolit berhubungan dengan 2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan 2. Melakukan pencgahan dehidrasi sejak
defekasi berlebihan. seperti turgor tidak elastic, ubun-ubun awal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cekung, prodiksi urin menurun,
selama 1 x 24 jam tidak terjadi membrane mukosa kering, bibir pecah-
kekurangan volume dan cairan dan pecah
elektrolit dengan kriteria hasil : 3. Observasi dan catat intake dan output 3. Untuk mempertahankan intake dan
1. Mukosa bibir tampak lembab. cairan output yang adekuat
2. TTV dalam batas normal.
3. Klien tampak tidak lemas 4. Monitor pemberian cairan melalui 4. Mencegah terjadinya pemasukan cairan
4. Tidak terdapat tanda-tanda intravena yang berlebihan
dehidrasi 5. Berikan kompres dingin atau tepid 5. Mengurangi kehilangan cairan yang
sponge tidak kelihatan
Referensi

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta :
EGC

Ngastiyah . 2005. Perawatan Klien Sakit. Jakarta: EGC

Nursalam, et al. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Klien. Jakarta:
Salemba

Prosedur Keperawatan Nursing Standard Operating Procedure. Program


Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.

Suriadi, R. Y. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai